Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yatri Hapsari
"Perkebunan kelapa sawit tersebar dl berbagal daerah di Indonesia.
Sebagian besar dari komponen kelapa sawit sudah banyak dimanfaatkan,
antara lain sebagai minyak goreng, nata de coco, sumber pupuk kalium dan
sebagainya. Namun tangkai kelapa sawit belum dimanfaatkan secara
optimal, karena tangkai kelapa sawit biasanya hanya dimanfaatkan sebagai
kayu bakar oleh penduduk sekitar. Penelitian ini bertujuan agar tangkai
kelapa sawit dapat digunakan sebagai karbon aktif.
Pembuatan karbon aktif dari tangkai kelapa sawit dilakukan melalui
tahapan yaitu dehidrasi, aktivasi dan kartxjnisasi. Aktivator yang digunakan
adalah H3PO4. Optimasi pembuatan karbon aktif dilakukan dengan variasi
waktu perendaman, konsentrasi H3PO4 dan suhu akhir karbonisasi. Kondisi
optimum didapatkan pada waktu perendaman 8 jam, konsentrasi H3PO4 6 M
dan suhu akhir karbonisasi 500° C. Luas permukaan karbon aktif optimum, karbon aktif Merck dan karbon
tanpa aktivasi H3PO4 yang diukur dengan ASAP 2400 didapat luas
permukaan karbon aktif optimum 1088,5271 m^/g, karbon aktif Merck
982,2413 m^/g dan tanpa aktivasi H3PO4 903,7374 m^/g.
Karbon aktif optimum, Merck dan karbon tanpa aktivasi H3PO4
digunakan untuk penyerapan zat warna Acid Orange 7 dan Metanil Yellow.
Hasil penyerapan zat warna Acid Orange 7 pada karbon aktif optimum
mencapai 98,80%, karbon aktif Merck 98,48% dan karbon tanpa aktivasi
29,06%.Pada penyerapan zat warna Metanil Yellow, karbon aktif optimum
dapat menyerap sebesar 99,03%, karbon aktif Merck menyerap sebesar
98,67% dan karbon aktif tanpa aktivasi H3PO4 menyerap sebesar 20,36%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyza Herda
"Material tambal amalgam sebagai material tambal gigi belakang sampai saat ini masih merupakan produk luar negeri, terutama amalgam kandungan tembaga tinggi. Pada tahun pertama penelitian ini telah dapat dibuat amalgam kandungan tembaga tinggi. Identifikasi fasafasa yang ada baik pada paduan amalgam maupun amalgamnya telah dilakukan dengan teknik diffraksi sinar-x. Dari hasil analisa kualitatif dengan diffraksi sinar-x, didapat bahwa paduan amalgam dan amalgamnya terdiri dari fasa-fasa yang sesuai dengan fasa-fasa yang terdapat pada amalgam kontrol. Walaupun secara fisik telah sesuai dengan amalgam kontrol, namun perlu diketahui kekuatan ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Sehingga pada tahun kedua ini telah dilakukan uji sifat fisik, mekanik, kimia, dan Jaya tahan korosi dad amalgam yang telah dibuat pada tahun pertama. Pengujian ini dilakukan sesuai standar dan acuan yang ada, dan kemudian dibandingkan dengan amalgam kontrol.
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan material tambal amalgam kandungan tembaga tinggi yang memenuhi standar mutu dan dapat diproduksi di Indonesia serta terjangkau oleh masyarakat.
Penelitian ini merupakan penelitian laboratoris in vitro dari 2 macam amalgam kandungan tembaga tinggi yang telah dibuat, dan 1 macam amalgam produk luar negeri sebagai kontrol. Komposisi kirnia amalgam I adalah 60Ag-27Sn-13Cu, dan amalgam II adalah 59Ag-27Sn-13Cu-lPd. Penelitian ini meliputi uji perubahan dimensi, uji kekerasan, Creep, emisi nap Hg, sifat termal, korosi, dan metalografi. Bentuk dan cara pembuatan spesimen dilakukan sesuai standar ISO 1559-1986. Cara uji dan evaluasi hasil uji untuk perubahan dimensi dan sifat Creep dilakukan berdasarkan standar ISO 1559-1986. Pengujian sifat termal dan kehilangan berat saat pemanasan menggunakan Differential Scanning Calorimeter dan
Thermogravimeter yang dilengkapi dengan program untuk menganalisa hasil pemanasan. Uji kekerasan mengacu kepada literatur yang ada, karena masih belum ada standar untuk kekerasan amalgam. Demikian pula untuk uji emisi uap Hg dan uji korosi. Dalam hal uji korosi, kecepatan korosi dihitung berdasarkan standar ASTM G 102 - 89.
Dari hasil uji perubahan dimensi, amalgam I dan II mempunyai nilai perubahan dimensi yang lebih kecil daripada amalgam kontrol. Nilai perubahan dimensi untuk amalgam I adalah - 1,8 mikron/cm, - 2,3 mikron/em untuk amalgam II, dan - 2,8 mikron/cm untuk amalgam kontrol. Hasil ini memenuhi standar, karena standar menetapkan maksimum perubahan dimensi adalah ± 20 mikronlcm. Pengujian creep pada amalgam I dan II mengalami fracture sebelum pengujian selesai, sehingga belum didapat nilai creep dari amalgam I dan Amalgam kontrol mempunyai nilai creep 1,8 %, dimana standar menetapkan creep maksimum adalah 3 %. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sifat creep dari amalgam I dan II. Uji kekerasan permukaan amalgam yang telah mengeras sempuma menghasilkan nilai kekerasan yang dapat diterima berdasarkan acuan yang dipakai, yaitu bahwa kekerasan amalgam adalah 90 -110 VHN. Uji kekerasan pada amalgam I menghasilkan nilai kekerasan 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VHN dan amalgam kontrol 145,7 VHN. Pada pemanasan terjadi transformasi fasa y~ menjadi fasa RI pada amalgam I, II, dan amalgam kontrol. Pada amalgam I transformasi terjadi pada temperatur 88° C, amalgam II mengalami transformasi pada temperatur 110,20 C dan amalgam kontrol pada temperatur 108,5° C. Pada transformasi ini tidak terjadi pembebasan Hg yang dibuktikan dengan uji kehilangan berat, dimana pemanasan sampai 200° C menunjukkan tidak ada perubahan berat dalam amalgam. Peranan penambahan palladium terlihat pada amalgam II, dimana Pd 1 % berat dapat menstabilkan sifat termal amalgam. Dari hasil uji emisi uap Hg, maka amalgam I, II, dan amalgam kontrol melepaskan Ag, Hg, dan Cu ke dalam larutan elektrolit, terutama larutan elektrolit yang mengandung ion Cl dan fosfat. Perak dan Cu secara umum paling banyak dilepaskan oleh amalgam kontrol, dan Hg oleh amalgam IL Dari beberapa literatur nilai pelepasan elemen-elemen tersebut sangat bervariasi sehingga sulit menetapkan batas-batas yang sesuai untuk masing-masing amalgam. Pada pengujian korosi didapat kecepatan korosi yang paling tinggi pada amalgam kontrol. Amalgam I mengalami kecepatan korosi yang Iebih rendah dari amalgam II. Dari uji metalografi didapat gambaran mikrostruktur permukaan amalgam I, II, dan amalgam kontrol.. Gambaran metalografi ini menunjukkan bahwa permukaan amalgam terdiri dari banyak fasa.
Dari hasil keseluruhan uji laboratoris in vitro terhadap sifat fisik, mekanik, kimia,.dan daya tahan korosi serta metalografi dari amalgam I, II dan amalgam kontrol, didapat bahwa amalgam I dan II masih perlu diperbaiki untuk sifat creep yang berarti menyangkut ikatan antara fasa-fasa dan di dalam fasa itu sendiri. Peranan palladium hanya terlihat pada sifat termal dan belum terlihat pada sifat mekanik dan korosi, meskipun laju korosi amalgam II lebih rendah dari amalgam kontrol.

As a Dental Materials RestorationDental amalgam especially High Cu amalgams used in Indonesia, are usually imported from foreign countries. In the first year of the research a high cu amalgam has been produced. Phase identification had been conducted both in the amalgam allyos and the corresponding amalgams by means of x-ray diffraction techniques. The qualitative x-ray diffraction analysis revealed that the fabricated alloys and its corresponding amalgams contained the same phases as the amalgam control (Solila Nova, England), although the interaction between and within these phases must also be considered to be determine further. On the second year of the research, the test had been followed by the determination of physical, mechanical, chemical as well as the corrosion properties of the fabricated high cu amalgams based on International standar and references, and then compared to the amalgam control.
The purpose of this study is to develop a composition of high Cu amalgam with the following conditions: It can be fabricated in Indonesia, it can he applied in broad range of clinical situations, and inexpensive compared to alternative materials.
This study is in vitro experiment on 2 different compositions of high Cu amalgams fabricated in Indonesia and an imported high Cu amalgams as a control. The composition of these amalgams are 60Ag-27Sn-13Cu for amalgam I, and 59Ag-27Sn-13Cu-lPd for amalgam H. The main test consisted of dimensional change test, microhardness test, static creep, Hg vapor emission, thermal analysis, corrosion resistance and examination of microstructure by metalography. Specimens of amalgams were prepared according to ISO No 1559-1986, as well as the evaluation and testing of dimensional change and creep properties. Determinations on thermal properties were done using Differential Scanninng Calorimeter and therrnografimetric analysis. The evaluations of microhardness results were conducted by literature comparison as there has not been a typical hardness standard test for dental amalgam, and also for the Hg vapor emission test and the corrosion test. The corrosion rate were evaluated according to ASTM standard G 102-89.
The results revealed from the dimensional change examination are both amalgam I and amalgam II had lower dimensional change than the amalgam control. Amalgam I has a dimensional change of - 1,8 micron/cm, amalgam II - 2,3 micron/cm, and the amalgam control has - 2,8 micron/cm. This value is considered accepted with the ISO standard which requires a maximum dimensional change of ± 20 micron/cm. In the creep test, amalgam I and II can not sustain the load and fail before the required time of test has passed. As a result, the creep value of amalgam I and II can not be determined. As for the amalgam control, the creep value was 1,8 % which is below the ISO standard requirements (max 3%). For this reason, investigation should be continued to develop and improve the creep properties of the amalgams. Based on literature and references, the hardness of set amalgams were between 90 - 110 VHN. The hardness number of amalgam I was 116,23 VHN, amalgam II 125,6 VIN and the amalgam control was 145,7 VHN. The results of thermal analysis were as follows ; during heating y, phase will transfom into P, phase. In amalgam I, the phase transformation was detected at 88° C, amalgam II at 110,2° C and the amalgam control at 108,5° C. In the phase transition, the weight of the specimens remained the same after heated to 200° C. This condition can be regarded as a condition that there is no Hg release and that the addition of Pd stabilized the thermal properties of amalgam II. The evaluation of the vapor emission test using Atomic absorbtion spectrophotometer represented a result of the emission of Ag, Hg, and Cu into the electrolyte solution especially which contains CI and phosphate ions. Amalgam control released more Ag and Cu and amalgam II released more Hg than amalgam I. There are various datas in the literature concerning the quantity of the elements emission of dental amalgam into the solution, which more difficult to determine the quantity level of element emission of the amalgams. The corrosion test of the amalgams showed that the corrosion rate of amalgam control was higher than amalgam I and II, and the corrosion rate of amalgam I was less than amalgam II. The metalography examinations to amalgam I, II, and control provide the information of different phases containing in the setting amalgam.
From all of these tests mentioned above, it can be concluded that this study needs further research to improve the creep properties of the fabricated high cu amalgams and to clarify the interaction between the amalgam phases. The effect of palladium addition can be seen in the improvement of thermal stability but can not give a shoug evidence in the improvement of mechanical properties and corrosion resistance, eventhough the corrosion rate of amalgam I and II were lower than amalgam control.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
LP 1994 53a
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Maylani
"Senyawa organotimah pertama kali ditemukan sebagai Et2l2 oleh
Frankland pada tahun 1849. Senyawa organotimah itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi senyawa tetraorganotimah (R4Sn), triorganotimah
(RsSnX), diorganotimah (R2SnX2) dan monoorganotimah (RSnXs). Diantara
klasifikasi senyawa organotimah, triorganotimah memiliki kegunaan yang
paling luas.
Senyawa Trifeniltimah Hidroksida adalah salah satu senyawa
triorganotimah yang dapat berfungsi sebagai biosida.
Pada penelitian ini sintesis senyawa trifenilimah Hidroksida ini
dilakukan melalui tiga tahapan sintesis, yaitu tahap 1, sintesis tetrafehiltimah dari timah (IV) klorida menghasilkan kristal putih sebesar 2.58 %. Tahap 2,
sintesis trifenjitimah Klorida dari tetrafeniltimah menggunakan persamaan
redistribusi Koscheskov, Sedangkan tahap 3 adalah sintesis Trifeniltimah
Hidroksida dari Trifeniltimah Klorida melalui reaksi substitusi nukleofil,
menghasilkan produk sebesar 7.1998 gram atau sekitar 72 %.
Identifikasi produk akhir dengan titik leleh menghasilkan titik leleh
sebesar 116 - 118 ®C (literatur 115 - 121 °C).
Identifikasi produk akhir dengan spektroskopi-IR diperoleh puncak
serapan OH pada 3600- 3200 cm"\ stretching vibrasi Sn - C pada daerah
500 - 400 cm"\ serapan Sn - O pada daerah 600 - 500 cm\ Akan tetapi
masih muncul serapan dari Sn - Cl pada daerah 300 - 400 cm'"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Andhika
"Penggunaan sumber Panas bumi melibatkan pendinginan pada fluida Panas bumi dengan cara mengekstrak panasnya. Pada kasus fluida Panas bumi suhu tinggi, pengendapan amorphous silika dari larutan membentuk kerak silika adalah masalah utama dalam efisiensi ekstraksi panas. Pengurangan atau bahkan penghilangan pembentukan kerak silika dengan penanganan yang tepat pada air dapat membuka kesempatan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber Panas bumi suhu tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemungkinan pembentukan kerak silika dari contoh air Panas bumi lapangan panas bumi Lahendong, Sulawesi Utara dan cara-cara pencegahannya dengan menggunakan pengaturan pH dan scale inhibitor. Untuk mengetahui kemungkinan terbentuknya pengkerakan silika maka dilkakukan sejumlah perlakuan dengan volume larutan 300 ml dengan memvariasikan pH sampel kontrol 3,4,5,6,7,8,9,10,11, dan 12. Kemudian sampel ditambahkan NaCl hingga konsentrasi NaCl menjadi berturut-turut 1000, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 7000, 8000, 9000, 10000 ppm. Dilakukan juga inhibisi pengkerakan dengan menggunakan asam borat dan memvariasikan penambahan asam borat berdasarkan variasi berat, yaitu: 1, 5, 10, 20, 50 miligram. Semua perlakuan, baik variasi pH maupun penambahan NaCl dan uji inhibisi dengan asam borat, diakhiri dengan menjenuhkan larutan dengan pemanasan hingga volumenya kira-kira 100 ml.
Dari percobaan yang dilakukan ternyata diketahui bahwa pengkerakan paling besar terjadi pada pH 7 dang kandugngan NaCl 10000 ppm. Sedangkan untuk uji inhibisi yang paling efektif pada penambahan berat asam borat sebanyak 50 mg dengan volume sampel 300 ml. Kata Kunci: Pengkerakan silika, Scaling, scale inhibitor."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Kurniawan
"Zeolit X disintesis dari kaolin yang sebelumnya diaktivasi menjadi metakaolin melalui proses kalsinasi pada suhu 7500C. Karakterisasi perubahan fasa dan komposisi dilakukan dengan analisis DTA, XRD dan XRF. Sintesis zeolit X dilakukan dengan proses hidrotermal pada suhu 900C, menggunakan botol polipropilen. Hasil sintesis dianalisis dengan menggunakan XRD, XRF dan SEM untuk mengetahui bahwa zeolit X sudah terbentuk, serta rasio Si/Al dari zeolit X. Komposisi gel dari rasio Si/Al untuk sintesis zeolit X dibuat bervariasi antara 1:1 dan 5:1, yang menghasilkan zeolit X dengan rasio Si/Al sebesar 1.46 dan 2.22 yang berturut-turut disebut zeolit X-1 dan zeolit X-2. Pada proses adsorpsi molekul non-polar (heksana), zeolit X-2 menyerap heksana lebih banyak dibandingkan zeolit X-1. Hal ini membuktikan bahwa kepolaran zeolit X turun dengan meningkatnya rasio Si/Al. Kata kunci: kaolin, metakaolin, proses hidrotermal, zeolit X, kepolaran. xiii+54 hlm.; gbr.; lamp.; tab Bibliografi: 25 (1970-2005)"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Ariestya S.
"Kemampuan katalis alumina dalam reaksi dehidrasi alkohol telah diketahui sejak lama. Produk dehidrasi alkohol saat ini banyak dimanfaatkan pada berbagai industri. Katalis y-Al2O3-TiO2 banyak digunakan pada reaksi organik karena keasaman dan kebasaan permukaannya. Pada penelitian ini, digunakan katalis y-Al2O3-TiO2 dengan variasi berat TiO2 0 g; 1,5 g; 3 g; 5 g yang akan dibandingkan aktivitas dan selektifitasnya pada reaksi dehidrasi campuran metanol dan etanol untuk membentuk metil etil eter (mixed eter) sebagai produk utamanya. ?-Al2O3-TiO2 disintesis melalui pemanasan boehmite dengan mereaksikan Al2(SO4)3 dan NH4OH pada pH 9-10. TiO2 ditambahkan pada Al2(SO4)3 sebelum direaksikan dengan NH4OH. Boehmite diaging dalam botol polipropilen pada suhu 40 0C dan 80 0C, masing-masing selama 96 jam. Selanjutnya boehmite dikalsinasi pada suhu 550°C. Katalis dikarakterisasi dengan XRD, BET dan Spektrofotometer FTIR. Katalis dikarakterisasi keasamannya melalui adsorpsi gas NH4OH, kemudian dianalisis untuk melihat puncak serapan -NH3 dan ?NH4+. Uji aktivitas dan selektifitas katalis dilakukan menggunakan mikroreaktor dengan variasi suhu reaksi 200°C, 225°C, 250°C, 275°C, dan 300°C. Produk hasil konversi dianalisis dengan GC dan GC-MS. Analisis kromatografi gas menunjukkan konversi optimum pada suhu reaksi 275°C menggunakan katalis ?-Al2O3-TiO2 pada berat TiO2 3 gram dengan total eter terkonversi sebesar 60,59%. Analisis GC-MS menunjukkan mekanisme reaksi dehidrasi campuran metanol dan etanol menghasilkan metil etil eter. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imsa Hakam Sumadyo
"Senyawaan organotimah adalah senyawaan organQlogam yang banyak
diproduksi karena kegunaannya yang cukup banyak antara lain senyawa
penstabil pada PVC, pestisida, insektisida dan katalis. Diorganotimah merupakan
katalis homogen yang balk untuk pembuatan polisilikon, poliuretan dan polyester.
Kebutuhan timah dunia hingga tahun 2000 mencapai 150.000-;; 60.000 ton
pertahun dimana 20.000 ton pertahun untuk industri kimia.
Salah satu tahap membentuk dibutiltimah dikarboksilat iaiah melalui dibutil
timah dihalida kemudian diubah menjadi dibutiltimah oksida setelah direaksikan
dengan asam karboksilat akan berubah menjadi dibutiltimah dikarboksilat. Salah
satu bahan yang sering dipakai iaIah dibutiltimah diklorida. Telah diketahui pula
bahwa pembuatan dibutiltimah diklorida bila dengan metode langsung sulit untuk
dilakukan dengan cara biasa, untuk itu dicari jalan lain yaitu dengan mengubah
alkilnya menjadi yang lebih reaktif yaitu iodida Sintesa senyawa dibutiltimah diasetat dimulai dengan membuat
dibutlltimah diiodida dengan cara merefluk butil iodida (46 g) dengan serbuk
logam Sn (7,4 g) serta dengan katalis N,N-dibenzil N-butil amina (±3,38 g)
dengan pengadukan sedang dan pemanasan dengan suhu 110°C selama 6 jam.
Didapat hasil berupa padatan putih kekuningan. Kedalam padatan tersebut
dimasukkan NaOH 0,1M 100 ml kemudlan dengan pengadukan cepat selama 1
jam dalam larutan metanol 100 ml. Didapat hasil dibutiltimah oksida berupa
padatan putih. Ke dalam padatan tersebut dimasukkan dalam pelarut benzena
dan ditambahkan asam asetat (0,32 ml dengen berat jenis 1,05 ®/mi) dengan
perbandingan 1:2 direfluks dengan suhu 80°C selama 2 jam. ^
\
Hasil reaksi yang terjadi didapat 0,64 g (34,5%% dari Sn) dibutiltimah
diiodida, 0,52 g (81%% dari dibutiltimah diiodida) dibutiltimah oksida dan 3 ml
(17% % dari dibutiltimah oksida). Produk diuji dengan IR dan titik leleh untuk
tiaptahap."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novianti Wulandari
"Tetrabutiltimah merupakan saiah satu senyawa tetraalkiltimah.
Senyawa ini^^isintesis untuk^ifuji^ebagai adittflsensifi menaikkan bilangan
oktan pengganti TEL(T€t^;aet^^^ead) yang toksisitasnya tinggi.
TetrabutiJtimah pjsMesis <3engan fnereaksikan Pibutittmab Piklorida
dengan logam Zn menggunakan katalis basa dan peJarut trietilamin. Reaksi
4ni fnenggunakan autedavedan dedangsung ^da subu 160°C daJam waktu
JK PERPUSTAKAAN S
pm\p A_~JJ 1 11
Identifikasi produk dengan FT-IR diperdeb puncak bHangan
^ombang 295S cm,2927cm'^ dan 2863cmyang merupakan puncak
bilangan gelombang alkana, diperkuat dengan muculnya puncak bilangan
gelombang unkik gugus -CR3 dan -CR2- pada 1379cm"^ dan 146Qcm ^
Muncul pula puncak bilangan gelombang 566cm'^ yang merupakan puncak
serapan nntuk 4katan SivC dan didukang dengan tldak munculnya puncak
bilangan gelombang untuk Sn-Cl pada serapan 300-380 cmSpektrum FTIR
yang didapatmendekati spektrum standar FT-IR yang berasal dari
senyawa Tetrabutiltimah komersial produksi aldrich"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Ardhyarini
"Produk yang terpenting dalam industri minyak mentah adalah gasolin
(C5-C10). Usaha mengkonversi minyak mentah menjadi gasolin dapat
diiakukan dengan berbagai cara, saiah satu metode yang sering dipakai
adaiah metode perengkahan^ Proses perengkahan katalitik diiakukan dengan
cara memanaskan umpan pada suhu tinggi sehingga hidrokarbon dengan
molekul-molekul yang besar direngkah menjadi molekul-moiekul yang lebih
kecil dan pada waktu yang bersamaan dengan bantuan suatu katalis terjadi
reaksi antar molekul yang bersifat aktif membentuk molekul-molekul baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas katalis zeolit LZY-
84 yang diimpregnasi dengan logam (La dan Ce) terhadap perengkahan
hidrokarbon pada beberapa kondisi operasi temperatur (450, 480, 510°C ).
Anaiisa zeolit diiakukan dengan menggunakan uji keasaman katalis
menggunakan metode titrasi asam-basa, FT-IR terhadap zeolit sebelum dan
setelah digunakan (akibat bertambahnya komposisi katalis dengan kehadiran
karbon), luas permukaan (BET) dan difraksi sinar X (XRD).
Uji aktivitas menggunakan gas oil mendapat hasil peningkatan produk
berupa gasolin untuk setiap jenis katalis yang digunakan LZY
510°C."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Kurniawan
"Bentonit adalah nama dagang untuk lempung monmorirdhitYdng-dapat
digunakan sebagai penyerap katlon-kation logam. AktlvasI asam dan aktivasi
pemanasan dilakukan dengan maksud memperoleh bentonit dengan daya
serap terhadap kation yang lebih besar. Variasi aktivasi asam dilakukan dari
konsentrasi 0,03 - 1,2 M HOI. Aktivasi pemanasan dilakukan dengan
memvariasikan temperatur 200-600 °C. daya serap bentonit yang lebih besar
diperoleh pada aktivasi 0,03 M HOI dan aktivasi dengan pemanasan pada
temperatur 200 °C. pemanasan 400 °G dan 600 °C mengakibatkan daya
serap bentonit terhadap logam cenderung berkurang. Penggunaan buffer
asetat mengakibatkan daya serap terhadap logam menjadi relatif kecil"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>