Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Murni Widyastuti
Abstrak :
Serat Centhini Pegon yang dipakai sebagai penelitian merupakan koleksi yang hanya tersimpan di Leiden, sebanyak 3 buah naskah, Serat Centhini Pegon ini dibuat pula suntingan naskahnya dari koleksi bernomor kode LOr. 4585. Penelitian ini ingin mendudukan Serat Centhini Pegon di dalam khasanah Serat Centhini Pegon tersebut dibandingkan dari segi ceritanya. Serat Centhini Pegon ternyata ada pada bagian jilid ke XI dan XII dari Serat Centhini Jawa itu. Selain itu pula dibicarakan unsur keagamaan yang terkandung di dalam Serat Centhini Pegon. Yang ternyata di antaranya berisikan tata cara salat, penggambaran sifatsifat Allah, pendekatan diri kepada Allah.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C. Hartati Budhiman
Abstrak :
ABSTRAK
Naskah Ml. 192 belum pernah digarap dan memiliki beberapa keunikan, sebab mengandung motif-motif yang sesuai dengan pelipur lara. Kecuali itu, memuat nama tokoh Harun ar-Rasyid dan Abu Nawas, serta beberapa _pantun_ Arab. Penelitian bertujuan untuk (a) menentukan apakah Ml. 192 merupakan naskah satu-satunya dari HHD, (b) mencari jawaban apakah hikayat ini termasuk pelipur lara atau tidak, dan (c) memcoba menetapkan kedudukan HHD dalam sastra Melayu. Metode yang digunakan adalah metode edisi biasa untuk alih aksara. Penulisan alih aksara disesuaikan dengan EYD. Beberapa perkecualian dilakukan untuk mendekati naskah asli. Tinjauan filologis menentukan, bahwa dari 26 katalogus naskah Melayu, 3 di antaranya menyebutkan adanya HHD di satu tempat, yaitu Museum Nasional. HHD memuat beberapa _pantun_ Arab dan kata-kata yang menunjukkan rona keislaman. Tinjauan histories membahas motif; pengaruh, dan rona keislaman yang terdapat dalam HHD. Pembahasan yang dikaitkan dengan teori tentang sastra hikayat dan pelipur lara dapat menentukan kedudukan HHD dalam khasanah sastra Melayu. Kesimpulan penelitian ini adalah, HHD merupakan codex unicus. Kecuali itu HHD tidak termasuk ke dalam pelipur lara, tetapi termasuk genre sastra hikayat yang berasal dari Arab/Parsi. _Pantun_ Arab yang terdapat di dalam hikayat ini menarik untuk dikaji oleh mereka yang berminay menyelidiki sastra Arab. Nama tokoh Harun ar-Rasyid dan Abu Nawas dapat didjadikan bahan penyelidikan hikayat lain yang memiliki latar yang sama, dikaitkan dengan ada tidaknya maksud tertentu dari penulisan hikayat ini. Daftar pustaka: 48 buku/artikel (1736_1984).
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S11168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hamidi
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu tujuan dari penulisan skripsi ini adalah menyelamatkan naskah dari ancaman kepunahan. Mengingat jumlah naskah cukup banyak, skripsi ini juga dimaksudkan sebagai sarana latihan perbandingan naskah. Naskah-naskah yang akan saya perbandingkan hanyalah naskah-naskah yang terdapat di Museum Nasional, Jakarta. Sedangkan naskah_naskah lainnya yang ada di Perpustakaan Universitas di Leiden serta yang ada di Perpustakaan School of Oriental and African Studies, London, karena keterbatasan waktu dan kesempatan tidak saya sertakan dalam perbandingan. Selain itu, skripsi ini juga bertujuan untuk mengungkap_kan amanat-amanat yang terkandung di dalamnya. Mengingat kondisi naskah yang sudah sangat menghawatirkan, maka harus segera diadakan usaha penyelamatan. Jikalau usaha penyelamatan tidak segera dilakukan maka naskah-naskah itu dalam waktu yang tidak lama lagi akan hancur. Kehancuran naskah tidak hanya menyebabkan lenyapnya salah sau peninggalan budaya bangsa, tetapi akan turut lenyap Pula nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Padahal ni_lai-nilai itu kemungkinan besar masih mempunyai relevan_si dengan kehidupan sekarang. Melalui naskah-naskah ini kita setidaknya dapat.mengetahui nilai-nilai yang terdapat atau yang berlaku pada masa itu.Naskah E merupakan satu-satunya naskah yang saya trans_literasi. Naskah ini dipilih melalui perbandingan naskah. Jika ditinjau dari sudut kisaran, naskah ini termasuk nas_kah yang memiliki episode yang utuh, tidak menunjukkan gejala penyimpangan ataupun penambahan. Ditinjau dari su_dut kebahasaan, naskah ini paling banyak memiliki unsure-_unsur kebahasaan yang sudah klasik. Sebagai contoh, naskah ini merupakan satu-satunya naskah yang masih mempergunakan kata murca (HAS:30), sedangkan naskah-naskah lain memakai kata pingsan, sebagai padanannya. Demikian juga jika ditin_jau dari umur naskah, maka naskah ini termasuk naskah yang paling tua. Nila-nilai yang terdapat dalam hikayat ini berupa pesan-pesan yang ingin disampaikan pengarang terha_dap pembaca. Salah satu pesan yang terpenting dalam hikayat ini adalah menegakkan hukum Allah. Hukum Allah harus dilaksanakan terhadap siapa saja tanpa pandang bulu. Dengan ber_lakunya hukum Allah maka akan tegaklah keadilan dan sejah_teralah kehidupan manusia, baik di dunia ataupun di akhirat.
1986
S11293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mu`jizah Abdillah
Abstrak :
ABSTRAK
Hikayat negeri, Johor banyak menceritakan tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian sejarah. Oleh sebab itu skripsi ini ingin me1ihat nilai historis yang terkandung di dalamnya. Di samping itu, skripsi ini juga ingin memperkenalkan dan menyuguhkan kar_ya yang tersimpan ini kepada masyarakat, yaitu dengan membuat transliterasi agar mudah dibaca oleh masyarakat. Sesuai dengan tujuan di atas, skripsi ini menggunakan dua metode, untuk transliterasi naskah digunakan metode edisi biasa, untuk melihat nilai historis yang ada dalam HNJ diguna_kan metode deskriptif komparatif. Yang dimakaud dengan metode deskriptif komparatif yaitu memberikan gambaran mengenai isi naskah disertai perbandingan naskah dengan bahan-bahan atau sumber-sumber lain di luar naskah. Setelah melakukan perbandingan antara cerita HNJ dengan sumber-sumber lain, seperti, buku-buku sejarah, arsip-arsip, dan sastra-sastra sejarah lain, maka terlihatlah bahwa seba_gian besar peristiwa-peristiwa yang ada dalam HNJ ditemukan,kembali dalam sejarah. Oleh sebab itu sesuai dengan pendapat Djajadiningrat (1965:76) bahwa suatu karya sastra mempunyai nilai historis yang tinggi sebagai sastra sejarah, jika di da_lam karya sastra sejarah tersebut banyak ditemukan peristiwa sejarah, Maka menurut hemat saya naskah HNJ ini dapat digolong_kan sebagai suatu karya sastra sejarah yang mempunyai nilai his_toris yang tinggi. Saya yakin bahwa pendapat tersebut masih me_merlukan penelitian yang lebih mendalam lagi.
1986
S11294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Pudjiastuti
Abstrak :
PENDAHULUAN 'Sajarah Banten' adalah sebuah karya sastra klasik Jawa bersifat sejarah. Seperti halnya kebanyakan teks klasik Jawa, teks ini pun tidak menyebutkan nama penulis atau raja yang memerintahkan penulisannya. Menurut Braades dan Djajadiningrat mungkin sekali teksnya disusun pada tahun 1662/63 AD (Brandes, 1920: 112 catatan, Djajadiningrat, 1913: 10). Djajadiningrat menyatakan, pada tahun 1701/02 AD teks tersebut telah disadur dengan agak bebas dan atas dasar itulah muncul redaksinya yang termuda yang berangka tahun 1732 AD (1913: 10). Dari penelitian naskah 'Sajarah Banten' yang telah dilakukan, ditemukan dua puluh buah naskah yang berisi duapuluh empat teks. Sebelas teks merupakan 'Sajarah Banten Besar' yang --lima di antarauya-- menyebutkan tahun 1732 AD sebagai sumber penyalinannya, sedangkan sisanya bersumber dari naskah bertanggal lebih muda yang disebut dengan 'Sajarah Banten Kecil' (D jajadiningrat,1983:14--15). Karya sastra sejarah (kranik) seperti 'Sajarah Bunten' ini di Jawa lazim disebut babad. Dalam bahasa Jawa babad berarti menebang pohon-pohonan di hutan atau memangkas semak belukar (Gericke-Roarda 1901. Poervvadruminta 1939). Berdasarkan arti ini Darusuprapta (1975 : 3-4) mengemukakan suatu perkiraan mengenai penggolongan babad yaitu: 1) yang melukiskan cerita pembukaan suatu daerah atan hutan untuk kemudian didirikan suatu ibu kota kerajaan atau pusat pemerintahan di atasnya, seperti: Babad Majapahit, BabadMataram, Babad Kartasura, BabadNgayogyakarta; 2) yang pusat ceritanya menitikberatkan kepada hal ihwal dalam suatu daerah tertentu, seperti: Babad Banten, Babad Cirebon, Babad Kebumen, Babad Pasaraan, Babad Besuki, Babad Belambangan, dan 3) yang pusat ceritanya berupa peristiwa-peristiwa dalam suatu babakan waktu tertentu, seperti: Babad Pacinan, Babad Paliban Nagari, Babad Pakepung, Babad Dipanegara, den Babad Surenglagan. Sementara itu, Brander seperti yang dikemukakan oleh Berg (1974: 80), mengelompokkan babad menjadi tiga golongan besar, yakni: 1) yang isinya tidak sesuai dengan judulnya; artinya judulnya tidak mencerminkan isi ceritanya, seperti: Babad Jenggala, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, dan Babad Kartasura; 2) yang isinya menceritakan sejarah setempat; artinya isinya banya menceritakan tentang sejarah suatu daerah tertentu saja, seperti: Babad Banten, Babad Cirebon, Babad Banyumas dan Babad Blambangan, dan 3) yang menceritakan suatu periode tertentu dari sejarah Jawa; maksudnya menceritakan suatu peristiwa yang terjadi pada suatu mesa tertentu, seperti: Babad Bedab Ngayogyakarta den Babad Mangkanegaran. Walaupun Brandes dan Daresuprapta telah mengelompokkan babad dalam 3 golongan, namun menurut penulis masih terdapat 1 golongan babad lagi yang belum dinyatakan oleh kedua ahli tersebut. Golongan yang ke-4 adalah babad yang isi ceritanya seawal dengan judulnya, seperti: Babad ing Sengkala. Darusuprapta, selain mengungkapkan masalah penggolongan babad juga menyatakan pendapatnya tentang perbedaan istilah babad berdasarkan has cakupan daerahnya. Umiak membedakan babad yang lebih luas cakupan daerahnya seperti "Babad Tanah Jawi" , 'Sajarah Banten? disebut dengan istilah babad pasisir (Darusuprapta, 1974: 4). Apabila ditinjau dari isinya, sebagian besar cerita 'Sajarah Banten? memang merupakan untaian peristiwa sejarah yang berlangsung di Banten pada kurun waktu abad 16 -- 17, sedangkan sisanya adalah uraian mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di Jawa sebelum Islam. Sebagai karya sastra sejarah, dalam uraian mengenai rangkaian peristiwanya terlihat kandungan nilai sastra yang menyatu dengan kroniknya. Nilai sastra itu berupa aspek estetis dan fiktif (Berg 1974, Darusuprapta 1975, Teeuw 1976). Menurut Darusuprapta, kedua aspek ini menjadi ramuan di dalam struktur sastranya yang terwujud dalam bentuk: mitologi, lagenda, lagiografi, dan simbolisme (1975:6)?.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Hariyadiningsih
Abstrak :
Penelitian naskah Hikayat Wasiat Nabi Muhammad ini bertujuan untuk memberikan keterangan mengenai naskah tersebut, mencari naskah yang bersih dari kesalahan dan yang dapat memberi pengertian yang jelas (melalui perbandingan naskah dan teks). Selain itu ialah untuk mengetahui sudut pandang yang digunakan dalem teks tarsebut. Naskah ini hanya ada dua buah di Museum Nasional (kini ada di Perpustakaan Nasional) yaitu ML 830 dan ML 831. Dari data yang diperoleh ternyata naskah ML 830 dapat memberi pengertian yang lebih jelas dibandingkan naskah ML 831. Ternyata naskah ML 830 terdiri atas dua teks yang berbeda. Teks pertama adelah teks yang saya teliti kerena teks itulah yang hampir sama dengan naskah ML 831. Teks kedua adalah teks yang isinya hampir sama dengan naskah ML 42C (Naskah Nabi Mengajar Ali). Naskah yang diteliti ini berisi pesan-pesan Allah swt melalui Nabi Muhammad saw. Pesan tersebut disampaikan Nabi Muhammad saw untuk umat Islam. Dari penelitian sudut pandang, ternyata pada teks ini terdapat dua pencerita yaitu pencerita diaan serba tahu (orang di luar cerita) dan pencerita akuan sertaan (Abdurrahman dan Nabi Muhammad saw).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeri Nurita
Abstrak :
Karya sastra lama yang masih berbentuk naskah perlu segera diselamatkan karena kondisi bahannya yang tidak tahan waktu dan iklim tropis, sehingga mudah rusak. Pene_litian yang mendalam terhadap isi naskah juga perlu dilakukan, karena di dalamnya tersimpan sistem nilai, adat -istiadat, dan alam pikiran leluhur kita pada masa lampau, yang dapat diambil dan diterapkan pada masa sekarang. Syair Bayan Budiman adalah karya sastra yang berben_tuk syair simbolik, karena tokoh-tokohnya adalah binatang (burung-burung). Burung-burung ini bertingkah laku seperti manusia. Setelah dilakukan analisis terhadap isi naskah, dapat disimpulkan bahwa tema Syair Bayan Budiman adalah tentang fikih atau hukum-hukum yang berlaku di dalam kehidupan umat Islam. Berdasarkan tema di atas dapat ditarik amanat berupa ajaran bahwa umat Islam hendaknya selalu mengamalkan ilmu agama dan menjalankan perintah-perintah Allah selagi hidup di dunia, sehingga di akhirat nanti tidak akan mendapat siksa neraka. Oleh karena Syair Bayan Budiman mengandung pelajaran akhlak yang mendidik, maka syair ini disebut syair.simbolik yang didaktis.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
S11142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinawati
Abstrak :
Skripsi ini membicarakan teks dan isi Hikayat Nabi Mengajar Fatimah. Hikayat Nabi Mengajar Fatimah ditemukan ada 10 naskah. Tiga naskah di Perpustataan Nasional Jakarta, enam naskah di Perpustakaan Universitas Leiden, dan sebuah naskah di London. Untuk skripsi ini saya hanya meneliti tiga naskah yang ada di Jakarta, yakni Ml. 528, Ml. 388 C dan W. 94. Hikayat Nabi Mengajar Fatimah merupakan karya sastra Melayu lama yang dipengaruhi kuat oleh ajaran agama, yakni agama Islam. Dari penelitian yang telah saya lakukan menunjukkan bahwa isi teks Hikayat Nabi Mengajar Fatimah sejalan dengan ajaran Islam. Penelitian terhadap ketiga naskah tersebut yang disingkat saja penyebutannya dengan naskah A untuk MI. 52 B, naskah E untuk Ml. 338 C dan naskah C untuk W. 94, menunjukkan perbedaan masing-masing naskah yang cukup besar, sehingga perbedaan itu dapat disebut versi. Perbedaan pada ketiga naskah menyangkut masalah gaya bahasa, judul teks, bentuk penya jian dan kolofon. Namun dua naskah, yaitu A dan C cenderung mirip pada masalah judul teks, bentuk penyajian. Jumlah masalah perbuatan baik, dan kolofonnya. Sementara pada naskah B kecenderungan itu tidak dimiliki. Namun demikian naskah B memiliki jumlah masalah yang lebih banyak dibandingkan dengan naskah A dan C. Jumlah masalah yang dimiliki oleh naskah E cukup besar, yakni 43 masalah, yang terdiri dari 24 perbuatan baik dan 19 perbuatan buruk. Bertolak dari kenyataan tersebut, saya memilih naskah B untuk dijadikan suntingan teks. Me1alui edisi teks B ini saya sajikan agar pembaca dapat memahami dengan baik isinya. Hikayat Nabi Mengajar Fatimah berbicara tentang cara bersikap seorang istri terhadap suaminya, khususnya pengajaran Nabi Muhammad kepada Fatimah. Hal ini pula yang mendoronq saya memilih naskah B. Di samping itu pula naskah B dalam menyampaikan ajarannya mengqunakan bentuk pengajaran kisahan. Cara ini dinilai lebih sesuai dengan judul teksnya yang berbunyi Ini hikayat menceritakan oranq yang hendak bersuami. Dalam naskah A dan C penyajian bentuknya dengan tanya jawab. Ini sesuai dengan judul teksnya yang menyertakan nama Fatimah. Namun sejauh itu pertanyaan pertanyaan yang muncul dari Fatimah hanya sekedar hiasan yang fungsinya untuk memperlancar jalan cerita. Karena apa yang ditanyakan oleh Fatimah tidak mengubah jalan cerita. Jadi jelas bentuk penyajian yang dipergunakan naskah B lebih effektif, efisien dan jadinya permasalahan yang ditampilkan pun lebih banyak.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robianto
Abstrak :
Karya sastra lama yang masih berbentuk naskah harus segera diselamatkan, karena bahannya tidak tahan waktu dan iklim tropis. Karya sastra ini juga perlu diketahui dan di_perkenalkan kepada masyarakat, karena banyak menyimpan nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dan diterapkan kepada masyarakat sekarang. Syair pelanduk jenaka adalah sebuah syair yang digubah dari sebuah hikayat yang bernama Hikayat pelanduk jenaka. Setelah diteliti melalui jumlah dan susunan cerita, serta diksinya, dapat disimpulkan bahwa Syair Pelanduk Jenaka ini digubah dari Hikajat Pelandoek Djinaka of de Reinaert de vos der Maleiers voor pers bewerk yang diterbitkan Klinkert pads tahun 1885. Syair Pelanduk Jenaka adalah sebuah cerita binatang yang berbentuk syair. Sebagian orang masih beranggapan bahwa cerita binatang hanya merupakan cerita pengisi waktu dan pengantar tidur saja. Untuk menghapuskan anggapan yang salah itu, dalam penelitian ini dikaji aspek simbolisme dan isi cerita tersebut agar terlihat maksud dan tujuan, serta maknanya yang dalam bagi pembaca. Tokoh-tokoh dalam cerita Syair Pelanduk Jenaka adalah binatang-binatang. Binatang-binatang tersebut melambangkan manusia, misalnya pelanduk (Kancil) melambangkan rakyat kecil yang cerdik yang dapat hidup tanpa mendapat belas kasihan raja. Karena syair ini ditulis dalam bentuk perlambangan, maka syair ini disebut syair simbolik. Tema Syair Pelanduk Jenaka adalah kesadaran akan adanya kekuatan batin dibalik kelemahan fisik; kecerdikan. Amanatnya berupa pesan-pesan atau ajaran-ajaran moral, yaitu;(a) Rakyat kecil pun dapat berbuat separti raja asal mereka mempergunakan akal mereka. (b)Raja tidak bisa mengendalikan rakyatnya hanya dengan me_ngandalkan kekuatan dan kebesaran namanya saja. (c) Jangan memfitnah, menghasut, mengadu domba, dan menganiaya, (d) Masyarakat harus kritis terhadap keadaan yang sedang ter_jadi. Karena Syair Pelanduk Jenaka ini mengandung ajaran-ajaran yang mendidik, maka syair ini disebut syair simbolik didaktik. Syair pelanduk Jenaka berhasil sebagai karya sastra sim_bolik didaktik karena telah memenuhi persyaratan, baik dari segi pemilihan bahan dan cara penyajiannya, maupun tujuan yang hendak dicapai pengarangnya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library