Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitti Nursetiawati
Abstrak :
Perubahan lingkungan menimbulkan tantangan baru yang harus ditanggapi oleh penduduk setempat dalam menyesuaikan diri secara aktif. Hubungan Manusia dan Alam (Man and Biosfer) merupakan hubungan timbal balik yang saling berinteraksi. Kehidupan manusia dalam sistem adat berinteraksi dengan perubahan lingkungan hidupnya, berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan alamnya melalui kemampuan adaptasi sosial (Social Adaptation). Dalam konteks sistem adat Minang, keberhasilan manusia berinteraksi dengan alamnya ditentukan oleh kemampuan dan strategi adaptasi masyarakat Mlnang itu sendiri dalam proses Homeostasisnya untuk mencapai Equilibrium. Kesimbangan lingkungan di ranah Minang merupakan hasil adaptasi interaksi yang harmonis antara lingkungan (fisik, social, ekonomi) dengan sistem budaya Minangkabau yang dipengaruhi oleh dinamika perubahan aspek kompetensi pengetahuan dan penerapan system matrilinial geneologis teritorial bertingkat yang mengandung prinsip Habluminailah, Habluminanas, Ukhuwah Persaudaraan, dan Mufakat. Dinamika budaya Minang dalam masyarakat Minangkabau berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungannya. Sistem kekerabatan matrilinial, yang sesuai dengan konsep adatnya adalah : keturunan ditarik dari garis Ibu, Struktur masyarakat intinya terletak pada Kaum (extended family), adanya pemimpin adat mulai dari tingkat (paruik, kampung, koto sampai nagari) sebagai pengelola lingkungan hidup milik komunal, sedangkan kepemilikan harto pusakonya oleh kaum perempuan. Seluruh penerapan adatnya dapat dilihat dalam pemerintahan adatnya, dalam kehidupan sosialnya, badunsanak, mencari nafkah dalam bingkai syarak mangato adat mamakai (hidup seimbang, Ingat Sang Pencipta, Cari nafkah atas usaha sendiri, tawakal). Kondisi ambigu dalam masa perubahan pada masyarakat transisi dari tradisional ke modem, menjadi ljlik rawan terjadinya perubahan sosial ke arah dikotomi, disorieniasi dan disintegrasi yang dapat menumbuhkan konflik, perubahan gaya hidup yang bersifat hedonis, materialislis bahkan ke arah sekularis, telah menjadi kekhawatiran tersendiri di kalangan masyarakat ranah Minang yang bercita-cita ke arah Masyarakat Madaniah, terkait dengan segmentasi penerapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabuilah, menyebabkan ketidak seimbangan sosial. Rumusan Masalah: Dapatkah Pranata adat dengan dinamika budaya Minangkabau berperan mengatur keseimbangan lingkungan dalam masyarakat yang beranjak ke EMO (Economic Market Oriented), yang menyebabkan degradasi Iahan pertanian dan sosial, ketidaksejahteraan masyarakat, khususnya petani? Hasil penghitungan menggunakan pendekatan metode Analytical Heirarchy Process (AHP) dengan faktor Inconsistensy Ratio < 0,1 menunjukan bahwa peringkat berpengaruh dari variabel bebas pada masalah ketidakseimbangan lingkungan Iahan pertanian terhadap gangguan penerapan adat berasal dari variabel Lingkungan sosial (19%), variabei Adat basandi syarak, syarak basandi kilabullah (18.1%), diikuti oleh variabel moratilas (15,6O %), variabel intenaksi sosial ?Syarak Mangato Adat mamakai (11,5 %), variabel lingkungan ekonomi (9,5 %), variabel struktur sosiai (8%), variabel supra struktur (5,4 %), variabel kekerabatan (8 %), variabel lingkungan (4.8 %), variabel infra struktur (3%). Pertanyaan Penelitian dalam menciptakan keseimbangan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan di CKL adalah : 1. Apakah pergeseran kebijakan pengelolaan pertanian dan lingkungan yang menyebabkan degradasi kualitas lahan dan produksi perbanian di Nagari Ganduang Kota Laweh (CKL) disebabkan oleh modernisasi yang berorientasi pada EMO?, 2. Apakah modernitas yang berorientasi pada EMO melemahkan peran pranata adat Minang sistem matrilinial dalam keseimbangan lingkungannya?, 3. Apakah revitalisasi peran pranata adat dalam sistem matrilinial melalui pemberdayaan masyarakat dapat menjaga keseimbangan lingkungan? Solusi lingkungan apa yang menjadi konsep baru dalam penelitian ini ? Tujuan Penelitian yang dirancang adalah Untuk mengungkap terjadinya pemudaran peran pranata adat dalam sistem matrilinial akibat modernisasi yang berdampak terhadap keseimbangan lingkungan: 1. Menemukenali pengaruh modernitas yang berorientasi pada EMO terhadap pergseran kebijakan pengelolaan lingkungan pertanian, degradasi kualitas Iahan dan produksi pertanian di Nagari Canduang Koto Laweh (CKL). 2. Untuk mengetahui pengaruh modernitas yang berorientasi pada EMO terhadap melemahnya peran pranata adat dalam sistem matrilinial dalam keseimbangan lingkungan (fisik, sosial, ekonomi). 3. Untuk mengetahui apakah revitalisasi peran pranata adat dalam sistem matriliniai melaiui pemberdayaan masyarakat dapat menjaga keseimbangan lingkungan (fisik, sosial, ekonomi). 4. Menghasilkan Konsep Baru Adaptasi Manusia Dinamis (Dynamic Soda/ Adaplahbn) melalui Achievement Individu with the multiple skill Competenies Approach untuk keseimbangan lingkungan CKL melaksanakan keberlanjutan pembangunan yang dapat diprediksi secara eksponensial (non Iinier). Jenis penelitian yang digunakan adalah mengeksplorasi dan mengembangkan teori/konsep yang sudah ada. Metode penelitian yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif untuk ranah deskriptif makna, dan metode kuantitatif (untuk ranah fakta). Hipotesis kerja: ?Peran Dinamika Sistem Budaya Minangkabau Pada Keseimbangan Lingkungan Tercermin Dari Adaptasi Nilai-nilai Budaya Yang Dimilikinya. Penulis mengembangkan Konsep Adaptasi sosial (social Adaptation yang diambil dari Teori Adaptasi, Psikologi Lingkungan Paul Bell, Teori Intensl Psiko Sosial Izjer Baizjen bagi terbentuknya kompetensi multiple skill untuk Individual Achievement (yang dituntut sebesar 66.7% sesuai AHP untuk kontribusi Adat (masyarakat dan pemangku adat), dan 33.3% sesuai AHP untuk kontribusi Lingkungannya. Teori Ekologi (odum), Teori kebudayaan (Kuntjoroningrat, Meilalatoa), Teori Struktur sosial dan Kinship Murdock, Teori Ekologi Manusia, Teori Deep Ecology. Teori Sistem Ekoiogi (Odum), Teori Pembahan Sosial. Dengan menggunakan pendekatan 5 prinsip ekologi, yang berfokus pada bio-fisik, sosial (mutu modal manusia dalam masyarakat sistem mairilineal) dan kesejahteraan masyarakat, merupakan gabungan ekologi dan dinamika masyarakat matrilineal dengan menekankan peran individual achievement agar mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan, pada struktur dan fungsi lahan pertanian dalam rangka memperbaiki degradasi Iahan pertanian untuk dikembalikan ke kondisi tanpa polusi. Evolusi Adaptif Interaktif ASOIPAKDE Pemberdayaan Masyarakat diangkat untuk menghasilkan nilai kelentingan adat. Teori eksponensial (non Iinier) digunakan untuk memperoleh keseimbangan lingkungan dinamis dalam masyarakat yang dinamis untuk mengakomodir faktor tangible dan intangible. Perbaikan lingkungan berupa bioremediasi lahan dengan pertanian organik melibatkan partisipasi masyarakat untuk mengurangi polusi, meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen, dan kesejahteraan. Merupakan jenis penelitian eksplorasi teori/konsep yang sudah ada dengan cara pre-scriptif. Metode penelitian yang dipilih adalah gabungan antara metode kualitatif (gejala, kecenderungan, makna) dan kuantitatif (fakta). Instrumen penelitian AHP (Anayses hierachy Process) digunakan untuk membantu pengambilan keputusan/kebijakan dan Analisis Aspirasi Masyarakat. Setelah dilakukan uji coba demplot Quasi Experiment Action Research ternyata hipotesis terbukti benar. Daya dukung pada non intervensi pemberdayaan sebesar NKL=53,01. Daya dukung dengan intervensi pemberdayaan sebesar NKL 70,1. Signifikansi Uji beda Z non parametrik U Man Whitney sebesar 0,016. Validasi Cross Tabulasi Data dengan Statistik Regresi Multivariate SPSS 12 Dari Variabel Budaya Minang Sistem Matrilineal (X) dan Variabel Keseimbangan lingkungan (Y) berada pada tingkat probalilitas sebesar 0.03 < 0.05. Dari uji ANOVA, didapat F hitung sebesar 4.318 berada pada nilai R=0.684 dengan nilai R2 sebesar 0.486 atau 48 %. Pendekatan contextualisasi progressive pemberdayaan masyarakat diuji cobakan pada demplot, untuk diamati selama 24 bulan dengan responden yang berbeda. dengan menggunakan checklist kerjasama multi fihak dibantu oleh 3 juri yang memiliki kualitas yang sama dalam hal pengetahuan lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat, masalah adat, pengalaman politik, pengalaman usaha, bersifat lndipenden. Hasil pengamatan dari ketiga juri dihitung dengan statistic W Concordance sebesar 29,68> 27,59 (X hltung > X table), maka konsistensi juri dapat diterima. Hasil pencapaian pemberdayaan (daya terima masyarakat) diperoleh dari angket masyarakat non intervensi pemberdayaan, yaitu sebesar 53,01 dengan nilai r kelenturan adat sebesar 0.20 NKL yang dapat dicapai pada masyarakat yang diintervensi sebesar 70,1 berbentuk dari Adaptasi Keseimbangan Lingkungan Fisik = 20, Adaptasi Keseimbangan Lingkungan Sosial = 30, Adaptasi Keseimbangan lingkungan Ekonomi = 20,1. Terdapat perbedaan yang signifikan sebasar 0.046 sebagai uji beda Z dari U Mann Whitney SPSS 12. Terbukti bahwa intervensi pemberdayaan memiliki manfaat sebagai revitalisasi adat. NKL dan koelisien yang ada di setiap factor budaya pembentuk keseimbangan lingkungan dan nilai kelenlingan r untuk dihitung proyeksinya dalam rumus persamaan matematik exponensial (non Iinier) sebagai prediksi intervensi tahun 2005-2015, guna menghitung satuan rupiah yang dibutuhkan dalam rangka pembiayan pembangunan, termasuk pembiayaan untuk mengkompensasi degradasi lingkungan fisik (insentif pertanian), sosial dan fungsi-fungsi ekonomi lingkungan sebagai public goal. Pembuktian : Disertasi ini membuktikan adanya proses dan perubahan lingkungan sebagai model adaptasl dinamika Budaya Minangkabau Pada Keseimbangan lingkungan Tercermin dari nilai-nilai Budaya Yang berkelenturan adat untuk meningkatkan daya dukung lingkungan melalui lntervensi pemberdayaan masyarakat yang dapat diukur. Hal ini diekspresikan dengan persamaan matematik eksponensial berupa rumus baru penulis yaitu rumus keseimbangan lingkungan dinamis. Penelitian ini menghasilkan 9 asumsi yang dapat dijadikan pertimbangan untuk menyusun perencanaan daya dukung pengelolaan lingkungan konteks pembangunan berkelanjulan yaitu: 1. Kebijakan yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan terletak pada kesalahan teori clasarnya berupa perubahan pengelolaan lingkungan pertanian dari polikultur ke monokultur. 2. Suku Minang mempertahankan kemurnian garis ibu (matrilineal), terkait dengan kepemilkan lahan komunal, kepemimpinan oleh laki-laki di garis Ibu, kesinambungan ekonomi melalui harto pusako, kesinambungan kekerabatan yang menerapkan paruik dan keluarga inti. 3. Keseimbangan lingkungan untuk mengatasi keterbatasan daya dukung Iahan pertanian, Iedakan populasi dan over exploitation adalah Merantau 4. Pranata adat melemah dalam perannya mengatur lingkungan dinamis, 5. Intervensi pemberdayaan sebagai sarana transformasi sosial budaya dan ekonomi kerakyatan dapat menciptakan keseimbangan lingkungan secara signifikan sebesar 0,046 (<0,05). 6. Keterbaruan Ilmu Lingkungan, khususnya ekologi manusia adalah strategi adaptasi menghadapi modernitas berupa Proses Adaptasi Sosial Interaktif. Dilegkail dengan 7. kelenturan adat restlence ?r? dengan 10 komponen pemberdayaan sesuai kehutuhan modernitas (adat berbuhul sintak) untuk pengembangan kapasitas dalam proses coping adaptasi dan homeostasis. Dihitung dengan B. Model eksponensial Rumus Keseimbangan lingkungan Dinamis dapat mengukur dan memprediksi daya dukung lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan di Nagari Candung Koto Laweh atau wilayah lain. Persamaan matematik eksponensial dapat mewakili seluruh atribut variable Dinamika Budaya (X) dan Keseimbangan Lingkungan (Y), konstanta kelenturan adatnya (r=0.2O). 9. Mendukung revitalisasi kearifan ekologis yang mengandung nilai-nilai agama Islam dan Etika Moral budaya Minang ?Adat Basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah" dan ?Alam Takambang Jadi Guru" sebagai modal social yang mengacu pada Spirit profelik,cita-cita etik AI-Qur'an. Saran: 1. Diperlukan perangkat instrumen dan kelembagaan untuk memperkuat dibangunnya kebijakan pertanian agro ekologi partisipatif melalui model pembanguan berbasis masyarakat, berupa demplot. 2. Diperlukan manajemen perbanian untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan dengan memperhatikan faktor :a. Kelayakan lingkungan (environmental sustainable), b. Keuntungan ekonomis (Economically provilable), c. Dapat diterima oleh masyarakat (Socially acceptable) d. Teknologi yang dapat dikelola (Technologically/Manageable).
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
D1891
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufan Madiasworo
Abstrak :
Tiap kota memiliki keunikan karakter, sejarah dan nilai budaya yang tercermin pada hadirnya kawasan yang memiliki kekentalan nilai sosial dan budaya yang dapat disebut sebagai kawasan pusaka. Masalah yang diteliti bertitik tolak dari kondisi kawasan pusaka kita yang semakin menurun kualitasnya baik secara lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi. Namun demikian, tidak semua kawasan pusaka kita berada dalam kondisi buruk, kawasan Taman Ayun yang berlokasi di kabupaten Badung, Provinsi Bali adalah sebuah contoh kawasan pusaka dengan kondisi baik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan Taman Ayun, pengelolaan kawasan pusaka yang dilakukan dengan pendekatan nilai kearifan lingkungan yang dilandaskan konsep Tri Hita Karana dengan awig-awig (hukum adat tertulis) sebagai instrumen pengelolaan kawasan pusaka, lebih efektif menjaga kelestarian kawasan pusaka dibandingkan dengan pengelolaan kawasan pusaka yang menggunakan instrumen kebijakan penataan ruang. Berdasar hasil penelitian, saya menyusun model pengelolaan kawasan pusaka berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan kebijakan penataan ruang dan kearifan lingkungan. Muatan model ini sebagai berikut: pada kawasan pusaka dengan karakteristik: 1) kawasan memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; 2) memiliki masyarakat adat yang masih memegang teguh adat istiadat, dan norma yang berlaku pada masyarakatnya; 3) memiliki aturan/hukum adat, maka pengelolaan kawasan pusaka dilakukan dengan: 1) berbasis pada kearifan lingkungan dengan instrumen aturan adat tertulis yang telah dilengkapi dengan muatan tata ruang; 2) dalam perspektif kebijakan penataan ruang, pengaturan kawasan pusaka dilakukan melalui penetapan kawasan pusaka dalam rencana tata ruang sebagai kawasan cagar budaya atau kawasan strategis sosial budaya, sedangkan penyusunan Rencana Tata Ruang dilakukan pada tingkat rencana umum, pengaturan pada skala lingkungan tidak dilakukan. Pengaturan ruang kawasan pusaka melalui pembagian zonasi, yaitu: zona inti, zona penyangga dan zona pengembangan; 3) pendekatan pengelolaan kawasan pusaka menggunakan konservasi dinamis; 4) melibatkan peran segenap pemangku dalam pengelolaan kawasan pusaka ini dengan pendekatan berbasis pada kesetaraan, keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat. ......Every city has its own unique character, historical and cultural value which is reflected by the existence of several areas within the city that has strong historic and social footprints. Those areas are known well as heritage areas. The main issue that will be focus of the study is the deterioration of heritage area from the aspect of economy, social, and environment. In long term, the degradation of this situation could lead heritage area into its destruction. In facts, not all heritage area is in poor condition. Taman Ayun area, which is located in Badung Regency-Bali, has succesfully maintained its physics and social cultural value as a well manage of built environment. This study is using qualitative approach with descriptive analysis. The result of this research shown that environmental wisdom that is affected by Hindu beliefs with its Tri Hita Karana concept, awig-awig from their traditional village more effectively rather than spatial planning policy as a management instrumen for heritage area in Taman Ayun. Based on the result of this research, I arrange a model of sustainable heritage area with spatial planning policy and environmental wisdom approach.The substance of this model consist of: Heritage area with a spesific character as follows: 1) heritage area has significant value such as: history, science, religion, and cultural; 2) a community with a strong environmental wisdom has a powerfull capacity to manage their living space well; 3) written customary law is used as instrument for management of heritage area. Heritage area management conduct with: 1) based on environmental wisdom which written customary law that equipped with spatial planning substance is used as instrument for management of heritage area; 2) in perspective of spatial planning policy, arragement of heritage area through determine heritage area in spatial plan document as a heritage area or socio cultural strategic area, spatial planning policy arrangement for general/macro spatial plan, and for spesific heritage area, who has a spesific character does not need a legal spatial plan. The arrangement of spatial planning for heritage area divided into three zone: main zone, buffer zone and supporting zone and also characteristic area accommodate in spatial plan document; 3) Heritage area management used dynamic conservation approach: 4) the role of all stakeholders is needed to support and develop the heritage area with equity, inclusive and bottom up approach to ensure the sustainability of the heritage area.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library