Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Siswanti E
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor sosial budaya dan fertilitas, dimana didalam faktor tersebut terdapat aspek sentralitas kekerabatan. Dalam sentralitas kekerabatan ini dapat dilihat dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat di Indonesia pada umumnya terdapat perbedaan yang menyolok antara kota dan pedesaan, sehingga sering dikatakan bahwa masyarakat kota sebagai masyarakat yang bercorak patembayan dan masyarakat pedesaan bercorak paguyuban. Dua corak masyarakat yang berbeda ini tentunya akan mempunyai dampak yang berbeda pula dalam perilaku fertilitas. Akan tetapi perilaku fertilitas tidak sepenuhnya tergantung pada sifat kekerabatan, faktor individu seperti umur, pendidikan, umur kawin pertama dan pemakaian alat juga mempengaruhi fertilitas. Penelitian ini bersumber kepada data SPI 1987, dan dipilih Propinsi Sawa Timur sebagai daerah penelitian. Responden penelitian ini adalah wanita yang berstatus kawin (currently married women) berusia antara 15 - 49 tahun berjumlah 1581 responden. Untuk menggali informasi lebih mendalam, dilakukan wawancara dengan responden yang telah menikah dan juga para orang tua serta para pimpinan tidak formal dalam masyarakat.

Teori yang menjadi dasar analisis dalam penelitian ini adalah analisa yang diajukan oleh Davis dan Blake yang dikembangkan oleh Freedman. Teori ini cenderung berpangkal pada tingkat fertilitas yang terjadi pada suatu saat, kemudian diteliti faktor-faktor yang melatar belakangi kehidupan individu dan masyarakat. Model tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yang kuat antara lingkungan dan struktur sosial dan ekonomi. Struktur sosial ekonomi saling berpengaruh melalui norma mengenai besarnya keluarga dan norma mengenai peubah antara yang pada gilirannya mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara. Sebaliknya fertilitas mempengaruhi struktur sosial ekonomi dan tingkat mortalitas melalui peubah - peubah tersebut. Dari model ini juga dapat dilihat bagaimana norma-norma social dan organisasi bekerja mempengaruhi fertilitas melalui peubah antara.

Analisa data dilakukan dengan cara analisa deskriptip yaitu menyajikan data dalam bentuk tabulasi silang untuk membahas masing-masing hubungan dari model yang dibuat. Sedangkan untuk melihat peubah bebas dalam satu model secara bersama-sama mempunyai hubungan dengan peubah tak bebas dilakukan dengan analisa regresi ganda. Langkah-langkah dalam analisa ini dibagi menjadi tiga model. Model pertama membahas hubungan antara peubah antara dengan jumlah anak yang dilahirkan, model ke-dua hubungan antara peubah sosial budaya dengan jumlah anak yang dilahirkan, sedangkan model ke-tiga, hubungan antara peubah antara dan peubah sosial budaya secara bersama-sama terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Hasil yang diperoleh sebagai berikut:

Model pertama, Umur kawin pertama menunjukkan hubungan yang negatif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Semakin muda usia pada waktu kawin maka jumlah anak yang dilahirkan ada kecendurangan lebih banyak. Sedangkan wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Wanita yang pernah pakai alat kontrasepsi mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak pernah pakai alat kontrasepsi. Interaksi umur dan pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan positif baik di kota maupun pedesaan. Ini berarti wanita yang tinggal di kota dan pedesaan memakai alat kontrasepsi hanya untuk tujuan "stopping". Sedangkan wanita yang, berumur muda masih dalam masa pembentukan keluarga, sehingga masih enggan untuk memakai alat kontrasepsi. Interaksi umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi untuk daerah kota menunjukkan hubungan yang negatif. Artinya wanita yang kawin pada umur muda mempunyai kecenderungan tidak menggunakan alat kontrasepsi, mengingat masa awal suatu perkawinan bertujuan untuk pembentukan keluarga. Wanita yang tinggal di kota meskipun sudah relatif modern ternyata belum banyak memakai alat kontrasepsi. Berarti perilaku masyarakat kota masih mempunyai nilai-nilai yang berlaku pada umumnya, yaitu bertujuan untuk mempunyai anak lebih dahulu sampai mempunyai anak berikutnya.

Model ke-dua, wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah di pedesaan mempunyai anak lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah. Wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah diduga dipengaruhi saran-saran dari orang tua yang dapat mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan. Masyarakat pedesaan yang mempunyai corak paguyuban dan struktur masyarakat yang bersifat mekanis mempunyai nilai-nilai tradisionil yang masih layak untuk ditaati, antara lain masih adanya pengaruh dari orang tua terutama aturan-aturan terhadap jumlah anak yang dilahirkan dan di satu sisi masih ada pengaruh dari orang tua dikarenakan masih percaya adanya mitos yaitu masih percaya adanya pemeo-pemeo seperti sendang kapit pancuran. Di kota tidak ada perbedaan antara wanita yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah dengan yang pernah tinggal dengan orang tua setelah nikah terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Suatu hal yang wajar kalau kita simak bagaimana ciri kota di Indonesia yang bercorak patembayan dengan struktur masyarakat yang bersifat organis, kota mempunyai lingkungan budaya yang sering dipandang banyak menerima medernisasi menyebabkan ikatan sosial masyarakat yang ada terutama dalam keluarga inti semakin "longgar", sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh lingkungan masyarakat lebih dominan daripada lingkungan keluarga terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Sedangkan wanita yang tidak tamat SD mempunyai anak lebih banyak dari yang tidak pernah sekolah baik di kota maupun di pedesaan.

Model ke-tiga, Umur ibu tetap menunjukkan hubungan yang positif dengan jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Pada umumnya semakin tinggi umur seseorang wanita maka semakin banyak jumlah anak yang dilahirkan, karena peubah umur dengan jumlah anak yang dilahirkan mempunyai korelasi yang tinggi. Demikian halnya dengan umur kawin pertama yang pada model ke-tiga ini tetap menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan.

Apabila hanya memperhatikan peubah antara saja (model pertama) pemakaian alat kontrasepsi menunjukkan hubungan yang negatif terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Setelah peubah sosial budaya diperhatikan (model ke﷓ dua) ternyata menunjukkan hubungan positif. Perubahan ini dikarenakan ada hubungan yang kuat dengan peubah pendidikan. Apabila dibandingkan menurut tempat tinggal, rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita yang memakai alat kontrasepsi di pedesaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Karena pada umumnya tingkat sosial ekonomi orang kota lebih tinggi dibandingkan pedesaan, diharapkan keikut sertaan wanita yang memakai KB lebih tinggi di kota. Keikut sertaan masyarakat kota dalam KB bukan karena kurang kesadaran atau tidak mampu membiayai, kemungkinan disebabkan segi pelayanan yang dirasakan tidak sesuai dengan masyarakat kota. Karena pada umumnya orang kota ingin mendapatkan pelayanan yang lebih pribadi atau ?a personalized servive" . Sedangkan di pedesaan lebih banyak dikarenakan struktur masyarakatnya yang "kolektif" sehingga datang berduyun-duyun ke Puskesmas adalah sesuatu yang wajar.

Tidak ada perbedaan antara wanita yang berpendidikan dengan yang tidak pernah sekolah terhadap jumlah anak yang dilahirkan baik di kota maupun di pedesaan. Dari hasil korelasi Pearson ternyata ada hubungan yang cukup kuat dengan peubah umur kawin pertama dan pemakaian alat kontrasepsi.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudibyo Supardi
Abstrak :
WHO me1alui resolusi tahun 1977 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat tidak dapat merata sampai tahun 2000 tanpa mengikut sertakan sistem pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional antara lain menggunakan obat tradisional, yang terdiri dari simplizia, jamu gendong, jamu berbungkus dan obat fitoterapi. Dalam upaya pembinaan dan pemanfaatan obat tradisional agar dapat digunakan oleh masyarakat desa, diperlukan intormasi tentang penggunaan obat tradisional dan faktor?faktor yang berhubungan dengannya. Untuk mendapakan informasi tersebut dilakukan survai secara cross sectional terhadap 27 ibu rumah tangga di desa Tapos, Bogor yang dipilih secara multistage random sampling. Data dikumpulkan deagan cara mewawancarai responden di rumahnya menggunakan kuesioner. Untuk analisis data dilakukan uji Chi-square dan uji Phi atau Cramer -s V. Dari hasil dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut: 1. Dari karakteristik ibu rumah tangga yang berupa umur, jumlah anak, pendidikan dan pekerjaan, hanya hubungan pendidikan dan pekerjaan ibu rumah tangga dengan pengetahuan tentang obat tradisional yang bermakna. 2. Hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga tentang obat tradisional, sikap terhadap obat tradisional, kepercayaan terhadap khasiat obat tradisional dan ketersediaan obat tradisional dengan penggunaan obat tradisional secara statistik bermakna. Keeratan hubungan utama pada ketersediaan, lalu kepercayaan terhadap khasiat. pengetahuan dan terakhir sikap. 3. Ibu rumah tangga di desa Tapos yang menggunakan obat tradisional selama satu bulan sebesar 37,6%. 4. Penggunaan obat tradisional oleh ibu rumah tangga di desa Tapos kebanyakan : berupa simplisia nabati, digunakan untuk pengobatan sariawan pegel linu dan menjaga kesehatan beralasan karena manjur/cocok 1-4 kali sebulan, mendapat secara gratis/tidak membayar dan mengetahui manfaatnya dari orang tua. 5. Ibu rumah tangga di desa Tapos kebanyakan lebih mengenal simplisia nabati darapada jamu berbungkus maupun jamu gendong.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumayyah
Abstrak :
ABSTRAK
Mengingat angka kejadian gizi buruk dan anak pendek di Indonesia serta minimnya alternatif makanan untuk anak autisme, maka penulis ingin membuat cookies non-terigu berprotein tinggi dengan memanfaatkan bahan produksi pangan Indonesia, yaitu tepung ikan teri, tepung daun kelor, dan tepung mocaf. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan metode rancangan acak lengkap. Panelis dalam penelitian ini adalah 45 mahasiswa FKM UI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cookies yang paling disukai panelis adalah cookies 144 yang memiliki kandungan tepung mocaf sebesar 34.0 ,tepung ikan sebesar 8.5 , dan tepung daun kelor sebesar 8.5 . Penelitian membuktikan adanya perbedaan signifikan terkait penilaian warna,aroma, after taste, dan keseluruhan cookies p < 0,05 namun tidak pada variabel tekstur, dan rasa p > 0,05 . Berdasarkan hasil uji laboratarium, cookies 144 memiliki kandungan gizi yaitu energi 415,82 kkal; air 11,04 gram; abu 3,483 gram; lemak 14,78 gram; protein 11,80 gram; dan karbohidrat 58,90 gram. Penambahan tepung mocaf, tepung ikan teri, dan tepung daun kelor meningkatkan jumlah protein, lemak, karbohidrat, kadar air, dan kadar abu.
ABSTRAK
The incidence of malnutrition and short children in Indonesia increase and the lack of alternative food for children with autism, hence the authors want to make high protein non wheat cookies by utilizing Indonesian food production which is mocaf flour, anchovy fish flour, and moringa flour. This research is an experimental research that using completely randomized design method. Panelists for hedonic test in this research are 45 students from Faculty of Public Health UI. The results showed that cookies most favored panelists were cookies 144 which contained mocaf flour by 34.0 , fish flour by 8.5 , and moringa flour by 8.5 . Studies have shown significant differences in color, aroma, after taste, and overall cookies p 0.05 . Based on laboratorium analysis, the nutrient contents of cookies 144 are 415,82 kcal of energy 11,04 gram of water 3,483 gram of ash 14,78 gram of fat 11,80 gram of protein and 58,90 gram of carbohydrate. The addition of mocaf flour, fish flour, and moringa flour can improve the content of protein, fats, carbohydrate, water, and ash.
2017
S68778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fildzah Khairuna Huwaida
Abstrak :
ABSTRAK
Konsumsi sayur merupakan salah satu bagian penting dalam mewujudkan gizi seimbang, untuk itu dianjurkan mengonsumsi sayur sebanyak 3-4 porsi/hari. Namun, anjuran tersebut belum terealisasi ditandai dengan tingginya data kurang konsumsi sayur dan buah dalam Riskesdas 2007 93,6 dan 2013 93,5 , khususnya di DKI Jakarta sebesar 94,5 . Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan konsumsi sayur menurut faktor individu dan faktor lingkungan serta sumbangannya terhadap kecukupan serat dan zat gizi mikro pada remaja di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dilakukan pada bulan April-Mei 2017 di SLTA X Jakarta Timur dengan 146 murid. Sampel didapatkan dengan metode purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden dan wawancara 2x24-hour food recall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi sayur murid hanya sebesar 25 g/hari 1,25 porsi/hari . Konsumsi sayur tersebut menyumbang 0,95 terhadap kecukupan serat, 5,08 terhadap kecukupan vitamin A, 3,86 terhadap kecukupan vitamin C, dan 1,32 terhadap kecukupan zat besi. Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada konsumsi sayur murid menurut sikap nilai-p=0,001 , preferensi nilai-p=0,007 , keyakinan diri nilai-p=0,019 , pengaruh teman nilai-p=0,024 , dan pengaruh orang tua 0,005 . Berdasarkan hasil tersebut diharapkan sekolah dapat membuat program kesehatan, khususnya edukasi gizi untuk menambah pengetahuan murid mengenai pentingnya konsumsi sayur setiap hari sesuai anjuran Pedoman Gizi Seimbang.
ABSTRAK
Vegetables consumption is one important part in realizing balanced nutrition, so it recommended to consume vegetables as much as 3 4 servings per day. However, national scale showed that vegetables and fruits consumption was less 93.6 in 2007 and 93.5 in 2013 , especially in DKI Jakarta at 94.5 . This study aims to know the differences of vegetables consumption according to individual factors and environmental factors and their contribution to fiber and micronutrients in adolescents in DKI Jakarta. This study used cross sectional design, conducted in April May 2017 at SLTA X in East Jakarta with 146 students. The sample was obtained by purposive sampling method. Data were collected by using questionnaires filled by respondents and 2x24 hour food recall interview. The results showed that the vegetables consumption students 25 gram per day 1.25 servings per day . Vegetables consumption contributes 0.95 to fiber adequacy, 5.08 to vitamin A adequacy, 3.86 to vitamin C adequacy, and 1.32 to iron adequacy. The bivariate analysis showed that there were significant differences of vegetables consumption according to the attitude, preference, self efficacy, peer influence, and parenal influence p value 0.001, 0.007, 0.019, 0.024, and 0.005 . Based on that, it is expected that schools can create health programs, especially nutrition education to increase students knowledge about the importance of daily consumption of vegetables as recommended by the Balanced Nutrition Guide.
2017
S66862
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah
Abstrak :
Literasi gizi merupakan suatu kapasitas individu dalam memperoleh, memproses, dan memahami dasar informasi dan pelayanan gizi. Literasi gizi yang rendah dapat menghambat seseorang dalam membuat keputusan terkait gizi. Literasi gizi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu literasi gizi fungsional, interaktif, dan kritikal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tingkat literasi gizi dan perbedaan proporsi tingkat literasi gizi berdasarkan tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, usia, dan paritas pada ibu hamil di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis desain studi cross sectional. Data diambil menggunakan kuesioner mandiri pada 92 ibu hamil yang sehat dan bisa membaca serta menulis di Puskesmas Kecamatan Cakung, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dan Puskesmas Kelurahan Batu Ampar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat literasi gizi fungsional, interaktif, maupun kritikal pada responden secara umum tergolong masih kurang dan terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pendidikan berdasarkan tingkat literasi gizi interaktif p=0,003; OR=9,412 dan kritikal p=0,039; OR=3,900. ......Nutrition literacy is an individual capacity to acquire, process, and understand basic information and nutrition services. Low nutritional literacy can prevent a person from making nutritional decisions. Nutritional literacy is divided into three groups functional, interactive, and critical nutrition. This study aims to see the description of nutritional literacy rate and the difference of nutritional literacy rate based on family income level, education level, age, and parity of pregnant mother in East Jakarta. This research uses quantitative approach with cross sectional study design type. Data were collected using self administered questionnaires in 92 healthy pregnant women who could read and write at Cakung District Health Community Center, Kramat Jati District Health Community Center and Batu Ampar Sub district Health Community Center. The results showed that the level of functional, interactive, and critical nutritional literacy among respondents was generally still low and there was a significant difference between education level based on level of interactive nutrition literacy p 0,003 OR 9,412 and critical p 0,039 OR 3,900.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Irfani Aisya
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan dengan kejadian underweight pada anak berusia 24-30 bulan berdasarkan faktor resikonya, seperti: asupan gizi, riwayat penyakit infeksi, riwayat BBLR, pola asuh, dan karakteristik keluarga di Kelurahan Jatinegara dan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur pada tahun 2019. Penelitian dilakukan dengan desain studi potong lintang dan menggunakan data sekunder yang diambil pada bulan Mei 2019 dengan jumlah responden sebanyak 221 orang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square untuk data kategorik dan uji mann whitney untuk data numerik tidak terdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 16,7% anak berusia 24-30 bulan mengalami underweight. Analisis bivariat dengan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian underweight dengan asupan energi, asupan protein, dan asupan vitamin A pada anak berusia 24-30 bulan di Kecamatan Cakung Jakarta Timur pada tahun 2019. ......This study aims to determine the description and factors associated with the incidence of underweight in children aged 24-30 months based on risk factors, such as: nutritional intake, history of infectious diseases, history of low birth weight, feeding practices, and family characteristics in Jatinegara and Pulogebang Villages, Cakung Subdistrict, East Jakarta in 2019. The research was conducted with a cross-sectional design and used secondary data taken in May 2019 with a total of 221 respondents. Data analysis was performed using the chi square test for categorical data and the Mann Whitney test for non-normally distributed numerical data. The results showed that as many as 16.7% of children aged 24-30 months were underweight. Bivariate analysis showed that there was a significant relationship between the incidence of underweight and energy intake, protein intake, and vitamin A intake in children aged 24-30 months in Cakung District, East Jakarta in 2019.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarifah Yessi Hediyati
Abstrak :
Salah satu kegiatan Program JPS-BK adalah pelayanan kesehatan melalui pemberian KS pada Gakin. Pemberian KS merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu Gakin untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan. Upaya ini mencoba menghilangkan salah satu faktor penghambat dalam penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu faktor pembiayaan. Jakarta Timur merupakan daerah yang mempunyai jumlah Gakin terbanyak (32,9%) di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan dari serapan dana juga merupakan daerah yang paling banyak (29,9%) mendapatkan dana JPS-BK (Tim Koordinasi Program JPS-BK Provinsi DKI Jakarta, 2000). Dari data yang diambil dan profil kesehatan wilayah Jakarta Timur tahun 1999 didapat bahwa jumlah kunjungan Gakin ke Puskesmas adalah 30,929 KK (33,5% dari seluruh Gakin) dan jumlah ini sangat kurang bila dibandingkan dengan angka kunjungan Gakin ke Puskesmas di Indonesia (81,4%). Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari model Precede dari Green (1980). Green menggambarkan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempunyai konstribusi terhadap perilaku kesehatan. Ketiga faktor tersebut adalah faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana Gakin memanfaatkan KS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan jumlah Gakin, dimana Kelurahan Cipinang Besar Utara (CBU) sebagai daerah dengan jumlah Gakin terbesar dan kelurahan Pekayon sebagai daerah dengan jumlah Gakin terkecil. Informasi dari faktor predisposisi, enabling dan reinforcing dalam penelitian ini didapat dari ibu balita gizi buruk, ibu kartu sehat, bidan, kepala dan staf Puskesmas , kader dan toma. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang KS maka pemanfaatan KS semakin baik. Jarak yang jauh dan sulitnya angkutan untuk mencapai tempat pelayanan dapat menjadi hambatan dalam memanfaatkan KS. Perlakuan adil dengan tidak memberikan perbedaan pelayanan merupakan pengalaman yang menyenangkan dalam memanfaatkan KS. Jenis pekerjaan dan persepsi terhadap waktu tunggu tidak menjadi hambatan bagi informan dalam memanfaatkan KS-nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Disarankan perlunya peninjauan kembali penetapan wilayah berlakunya KS dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian tempat pelayanan dan adanya alokasi biaya transportasi. Disarankan juga untuk melibatkan toma kelurahan dalam keanggotaan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) di tingkat kelurahan yang dapat memantau pelaksanaan program JPS-BK. Perlunya klinik swasta dan dokter praktek swasta (selain Puskesmas) diikut sertakan sebagai tempat pemanfaatan KS, sehingga hambatan jarak dan transportasi dapat diatasi. Selain itu perlu adanya pembekalan terhadap kader dan toma tentang tujuan dan manfaat dari program JPS-BK sehingga sosialisasi dapat dilakukan dengan tepat dan benar, disamping perlu adanya penjelasan tentang manfaat KS pada Gakin saat pemberian KS. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui jenis layanan yang dibutuhkan Gakin.
Pattern Usage Analysis of Health Card (HC) on the Social Safety Net in the Health Sector Program by the Poor Households to Acquire Health Services in East of Jakarta 2001One of the many activities of the Social Safety Net in the Health Sector Program was provision of health services through Health Card for the poor households. This program was aimed to enable them to reach health services. This effort was intended to remove one of the obstacles to the access ability of the health services, which was financial factor. The East Jakarta owned the highest concentration (32,9%) of poor households in the Jakarta Province and had the largest (29,9%) recipient of the Social Safety Net in the Health Sector Program among other region (Coordination Team JPS-BK Jakarta Province, 2000). Data taken from the East Jakarta Health Profile, showed that the number of poor household visited to the Puskesmas (public health center) in 1999 was 39,929 (33,5% of all the poor households). This figure was significantly lower than that ' of The average national figure (81,4%) of the poor household visited Puskesmas. The framework for this research was taken from Green's (1980) Precede model. Green described 3 (three) contributing factors affecting health behavior: namely predisposing, enabling and reinforcing factors. A qualitative research method was used to better describe how the poor households utilize Health Card to get health services. The location of the research was selected based on the number of the poor household. The kelurahan (village) North Cipinang Besar (CBU) was the home of the largest poor household in the eastern of Jakarta while the kelurahan Pekayon the smallest figure. Information concerning the predisposing, enabling and the reinforcing factor, were collected from different informants of the study namely mother of the malnourished under fives, mother who had Health Card, health personnel of the Puskesmas (Puskesmas chief and staff), cadre and community leaders. The methods of the data collection were in-depth interviews and focus group discussions. Findings from this research suggested of possible correlation between the level of education and knowledge about Health Card of the users. Those who had higher level of education were likely to use the Health Card Travel distance as well as ease of transport could become barrier to the Health Card utilization. Work status and perception about waiting time of the visit seemed do not affect the client to use the Health Card to receive health services. Reorganization of the geographical coverage of the Health Card and transportation allowance was strongly advisable to be provided to remove the distance barrier. The involvement of the community leader in the Community Grievance Unit (Unit Pengaduan Masyarakat) at the Kelurahan level should be encouraged to help in monitoring in the implementation of the Social Safety Net in the Health Care Program. To reduce the distance bather, both private doctors and clinics should be taken into consideration as provider of services to the poor household. Besides it is extremely necessary to equip the cadre and community leaders an in-depth knowledge concerning the objective an benefit of the Social Safety Net in the Health Sector. This effort would be useful for further socialization of the Social Safety Net in the Health Sector Program. It was also necessary to explain the benefit of the Health Card when it was given to the client. Future studies were required to determine the actual health services needed by the poor households.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Hayati Tobri
Abstrak :
Kematian perinatal masih merupakan masalah bagi negara berkembang termasuk didalamnya negara Indonesia. Walaupun dari tahun ketahun selalu menunjukkan adanya penurunan, tetapi penyebarannya pada tiap daerah tidak sama. Ada daerah-daerah yang mempunyai angka kematian bayi tinggi termasuk kematian perinatal dan juga ada daerah yang mempuyai angka kematian rendah. Dari studi studi yang dilakukan serta dari hasil penelitian yang diadakan dirumah sakit menunjukkan bahwa angka kematian perinatal masih tinggi, dan dibeberapa daerah di Indonesia masih terlihat adanya peranan yang besar dari pengaruh sosial budaya yang melatar belakangi kehamilan, kelahiran serta kematian perinatal yang terjadi. Begitu juga halnya dengan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Jakarta Timur , dibagian kebidanan terjadi kematian bayi termasuk didalamnya kematian perinatal. Jumlah kematian yang terjadi cukup besar, sehingga mendorong untuk dilakukan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini ialah berusaha mempelajari faktor-faktor sosial budaya yang melatar belakangi kematian perinatal tersebut, faktor sosial meliputi identitas informan, pendapatan keluarga yang penggunaannya untuk menghidupi keluarga, hubungan suami - istri dan faktor budaya meliputi kebiasaan dalam pemeliharaan kesehatan ibu selama hamil, kepercayaan serta pantangan yang diketahui serta dikerjakan oleh ibu selama hamil, persepsi tentang kelahiran, kematian yang dialami serta pembuatan keputusan dalam usaha mencari pertolongan persalinan. Untuk memperoleh data, metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kwalitatif dengan penarikan sampel secara purposiflbertujuan. Untuk itu diambil 7 orang ibu yang melahirkan bayi mati (kematian perinatal) di RSUD Pasar Rebo, 2 orang bidan dari RSUD Pasar Rebo dan 2 bidan yang praktek diluar RSUD Pasar Rebo yang merujuk informan ke RSUD Pasar Rebo. Adapun alat yang digunakan dalam pengumpulan data ialah pedoman wawancara mendalam, pedoman observasi untuk pengumpulan data primer. Untuk pengumpulan data sekunder dipelajari laporan rumah sakit dan catatan medis. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keadaan tingkat sosial keluarga sebagian besar merupakan keluarga lapisan sosial menengah kebawah dengan tingkat pendidikan anggotanya Sekolah Dasar tidak tamat , SMP tamat, SMU tidak tamat dan seorang informan mencapai tingkat perguruan tinggi semester 4. Mengenai pengetahuan tentang tanda-tanda kehamilan semua informan mengetahui adanya tanda-tanda kehamilan dengan perubahan yang dirasakan seperti mual-mual dan berhentinya menstruasi. Untuk periksa hamil, semua informan memeriksakan kehamilannya pada pelayanan kesehatan ibu hamil terutama pada bidan dan dalam menghadapi situasi yang kurang baik setelah bidan tidak bersedia meneruskan pemeriksannya serta menganjurkan informan untuk memeriksakan kehamilannya pada dokter, barulah informan memeriksakan kehamilannya ke dokter di RSUD Pasar Rebo. Mengenai kepercayaan/pantangan bagi ibu hamil semua informan mengetahuinya, tetapi yang menjalankannya hanya sebagian saja sedang sebagian lagi tidak melakukannya. Walaupun informan berasal dari berbagai suku yang berbeda yaitu dari Jakarta, Jawa, Sunda tetapi kepercayaan dan pantangan yang diketahui tidak berbeda jauh. Akhirnya disarankan agar diupayakan peningkatan program penyuluhan bagi kesehatan ibu hamil yang telah ada baik pada tingkat pelayanan di Bidan (yang paling banyak dikunjungi oleh informan), pada tingkat Rumah Sakit maupun pada tingkat layanan masyarakat yang lebih luas.
Prenatal Mortality is still a problem for developing countries including Indonesia. In spite of the fact that there is always a decline from year to year, its distribution in each area is not the same. There are areas which show high infant mortality rate including prenatal mortality and there are areas which indicate low infant mortality rate. Studies and research in different hospitals have shown a high rate of prenatal mortality, and in some areas of Indonesia socio-cultural factors seemed to have a major influence relating to pregnancy, birth and prenatal mortality. Such cases also happened in Pasar Rebo Public Hospital where infant mortality including prenatal mortality frequently took place in the Department of Obstetric and Gynecology . The number of prenatal mortality cases was so high that it was worthwhile to conduct this research. The purpose of this research was to study the socio-cultural factors relating to prenatal mortality such as informant's identity, income for the survival of the family, husband-wife relationship and other cultural factors including the habit, beliefs and taboos relating to health care for pregnant women, In addition, it also looked into the perception of pregnancy and prenatal mortality among them. To collect data, the qualitative method was used. A number of 11 informants and key informants were purposively selected for this study. The following criteria was used to select the informant i.e. the time of the prenatal death and the interview was at least 40 days. The instruments used to collect data were the guide of in depth interview and observation guide line. To collect secondary data a study on hospital reports and selected medical records was carried out. From this research a conclusion can be made that most informants came from middle and lower levels of social strata with their educational levels, Elementary School dropouts, Junior High School dropouts, Senior High School dropouts and one of the informants reaching semester four in college. Most informants were familiar with pregnancy sign such as nausea and cessation of menstruation. All informants had their pregnancy examined by private midwives and due to unfavorable conditions all cases were referred to the Pasar Rebo Public Hospital. All informants were aware with taboos and beliefs of pregnant women, but only few of them put them into practice. Despite the informants different ethnic groups such as Sundanese, Javanese or Betawinese, their beliefs and taboos are about the same. Finally, it was suggested that health education and counseling programs for pregnant women should be strengthened at all service levels especially private midwives , hospitals and public health centers. In addition in implementing intervention to reduce prenatal mortality, medical intervention should be combined with social cultural intervention.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana
Abstrak :
ABSTRAK Hipertensi dan hiperkolesterol merupakan penyebab terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) sehingga adanya hiperkolesterolemia pada penderita hipertensi akan meningkatkan risiko terjadinya PJK. Obesitas sentral menggambarkan penumpukan lemak di perut yang dapat mengakibatkan adanya keabnormalan jumlah lipid dalam darah, ketika terjadi pada penderita hipertensi dapat menimbulkan progresifitas terjadinya kolesterol darah tinggi dan berisiko menyebabkan aterosklerosis dan penyakit jantung. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan lingkar pinggang dan faktor lainnya dengan kejadian hiperkolesterolemia pada penderita hipertensi. Penelitian ini adalah studi kuantitaf melalui data sekunder dengan desain Cross Sectional. Menurut hasil uji multivariat dengan regresi logistik ganda menunjukan terdapat hubungan antara lingkar pinggang, jenis kelamin dan umur setelah dikontrol oleh variabel aktifitas fisik. Jenis kelamin sebagai faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian hiperkolesterolemia dengan risiko 8,5 kali lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Uji stratifikasi lingkar pinggang menurut jenis kelamin pada penderita hipertensi dengan kasus obesitas sentral didapatkan hubungan yang signifikan bahwa penderita obesitas sentral perempuan memiliki risiko mengalami hiperkolesterolemia sebanyak 5,5 kali dibandingkan obesitas sentral pada laki-laki dengan nilai p <0,05. Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar pinggang dengan kejadian hiperkolesterolemia, pada perempuan yang obesitas sentral lebih berisiko mengalami hiperkolesterolemia dibandingkan laki-laki yang obesitas sentral.
ABSTRACT Hypertension and hypercholesterolemia are the causes of coronary heart disease (CHD) so that the presence of hypercholesterolemia in patients with hypertension will increase the risk of CHD. Central obesity describes the accumulation of fat in the stomach which can lead to abnormalities in the amount of lipids in the blood, when it occurs in patients with hypertension can lead to progression of the occurrence of high blood cholesterol and the risk of causing atherosclerosis and heart disease. The purpose of this study was to determine the relationship of waist circumference and other factors with the incidence of hypercholesterolemia in patients with hypertension. This research is a quantitative study through secondary data with Cross Sectional design. According to the results of multivariate tests with multiple logistic regression, there was a relationship between waist circumference, gender and age after being controlled by physical activity variables. Gender as a risk factor most associated with the incidence of hypercholesterolemia with a risk 8.5 times higher in women than men, then carried out waist circumference stratification test by sex in hypertensive patients with cases of central obesity found a significant relationship that central obesity patients women have a risk of experiencing hypercholesterolemia as much as 5.5 times more than central obesity in men with a value of p <0.05. There is a significant relationship between waist circumference and the incidence of hypercholesterolemia in women who are obese obese at greater risk of hypercholesterolemia than men who are obese central.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Jepan
Abstrak :
Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Muaro Jambi dan tanjung Jabung Timur Propinsi Jambi. Bcrdasrkan survey yang pemah dilakukan terdapat 3 kabupaten endemis Filariasis (Mf rate >1 % ), yaitu Kabupeten Muaro jambi (Mf rate 2,04 %),Kabupeten Tanjung Jabuog Tunur (Mf rate 3,46 %), dan Kabupaten Tanjung Tabung Barat (Mf rate 1,53%) dan kabupaten Batang Hari (Mf rate 0;21 %) scmenlarn 6 kabupaten/ kola Iainnya belurn pemah dilakekan survey darab jari, sehingga endemisitasnya belum diketabui secara pasti.Untuk itu perlu melekekan manajernen pemberaotasan penyak:it menular. Hasil penelitian di kabupaten Muaro jambi menunjukkan balk pelakSl!llaan tatalaksana kasus klinis dan faktor risiko sudab dilaksanakan dengan baik dan dilaksanakan secara terintegrasi mengacu kepada pedoman pedoman program eiiminasi filaria dan pedoman integrasi. Demikian juga dengaan Kabupaten Tanjung Jabtmg Timur bahwa pelasanaan tatalaksana kasus klinis dan fuktor risiko sudah dilaksanakan dengan baik serta terintegrasi dengan balk hanya saja penganggaraannya tidak melaporkan secara rinci oleh karena itu pelaksanaan manajemen filariasis barbasis wilayah di K.abupeten Munro Jambi masih lebih balk dibandingkan dengan Kabupaten Tanjung jabung Timur Terdapat 3 sumber pendanaan pada program pengobatan massal filariasi yaitu WHO melalui APBN mendukung pengadaan obat, HWS mendukung kegiatan operasional dan APBD sebagai dana cadangan apabila APBN dan HWS berhenti memberikan dukungan dana, unt:uk itu disaraakan perlu merinci barapa jumlah alokasi dana dari ketiga sumber tersebut sehingga bisa memperhitungkan beban kerja dan jumlah tenaga yang disiapkan untuk kegiatan tersebut. ......Filariasis is still a health people problem in the district of Muaro Jambi and East Tanjnng Jabung Province of JambL Eased on the survey, there are 4 filariasis endemic districts (Mf rate > I%), that are Muaro Jambi District (Mf rate= 2.04%), Easl Tanjung Jabung District (Mf rate= 3.46%). West Tanjung Jabung District (Mf rate = 1.53%), and Batang Hari District (Mf rate = 0,27%). However, blood fmger survey has never been perfonned in other 6 districts/citieshence the epidemic is not known clearly. Based on this reason integrated elimination management of spreading disease and environment sanitation should be carried out in each district or city as autonomic area. Further more a management nwdeJ in this case area base filariasis management in the Muaro Jarnbi and East Tanjung Jabung district is needed. case procedure and risk factor has a1so been performed well and integrated, but the budgeting was not reported detail, so that the implementation of area base filariasis management in Muaro Jambl district was better than in East Tanjung Jabung district. There are 3 funding resources in the filariasis mass therapy program that are WHO through APBN supports medicine purchasing, HWS supports operational aotivities, and APBD as reserve budget in case APBN and HWS stop to give the budget It is suggested to plan the number of budget allocation from the three resources above, so that the working load and the number of personal prepared for the activity are predictable.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21001
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>