Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagalung, Sihol P.
"ABSTRAK
Perhatian Pemerintah terhadap peran serta masyarakat ternyata sudah cukup besar. Ini tercermin dari Sistim Kesehatan Nasional (SKN) yang bertujuan: "Tercapainya kemampuan hidup Sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal."
Selanjutnya dalam SKN dikatakan bahwa :"Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh masyarakat dengan peran aktif masyarakat?.
Sebagai salah satu respon peran serta dari masyarakat, ternyata terdapat peningkatan jumlah posyandu di 9 propinsi dari 52.700 pada tahun 1986 menjadi lebih dari 160.000 pada tahun 1991. Namun yang menjadi pertanyaan adalah: "Apakah semua masyarakat sudah menimbangkan anaknya setiap bulan di posyandu tersebut?"
Menurut I.B. Mantra bahwa derajat kesehatan masyarakat tidak akan meningkat secara berarti hanya dengan meningkatkan pelayanan medis saja (misalnya memperbanyak Rumah Sakit atau sarana pelayanan kesehatan saja), tetapi derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
Sebagai Contoh : Ternyata D/S hasil penelitian Purnawan Junadi di Sumsel hanya 34%, Jabar = 69% dan Sulsel = 37% Di Sulawesi Tengah sendiri rata-rata DIS nya 52,08% (1992), sementara di Kotip Palu iebih rendah lagi yaitu = 32,22X.
Rendahnya D/S di Palu tersebut mendorong penulis mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu-ibu menimbangkan anaknya di posyandu, se-Kotip Palu.
Dengan responder 400 orang yang dipilih secara acak dari 40 posyandu (20 kelurahan masing-masing kelurahan dipilih 2 posyandu), penelitian ini menghasilkan bahwa ternyata ada hubungan yang bermakna antara variabel-variabel bebas: Pengetahuan Ibu, Sikap Ibu, Kelengkapan Posyandu, Pelayanan posyandu, Pembinaan oleh Petugas Kesehatan, Partisipasi tokoh Masyarakat serta Pembinaan oleh Kader; dengan variabel terikat yaitu Perilaku menimbangkan anak di posyandu. "
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ai Irmayati
"Tempat yang ideal untuk persalinan adalah fasilitas kesehatan dengan perlengkapan dan tenaga yang siap menolong bila sewaktu-waktu terjadi komplikasi persalinan, minimal di Puskesmas PONED (pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar ). Puskesmas Bojong Rawalumbu adalah salah satu dari 7 Puskesmas Poned di Kota Bekasi, namun hasil capaiannya masih sangat rendah. Pada tahun 2011, dari 1535 ibu yang bersalin di pelayanan kesehatan, hanya 20 orang ibu yang memanfaatkan pelayanan persalinan puskesmas Bojong Rawalumbu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan pelayanan persalinan puskesmas Bojong Rawalumbu serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan instrumen kuesioner. Pemilihan sampel dilakukan secara cluster sampling dengan jumlah sampel 103 ibu yang yang bersalin pada januari- desember 2012 di wilayah kelurahan Bojong Rawalumbu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya 19,4% responden yang menggunakan pelayanan persalinan puskesmas Bojong Rawalumbu . Dari analisis bivariat dengan CI 95 % dan pvalue <0,05 didapatkan variable sikap, biaya persalinan, keterpaparan informasi serta dukungan keluarga, tokoh masyarakat, teman dan tetangga menunjukkan hubungan bermakna dengan penggunaan pelayanan persalinan puskesmas Bojong Rawalumbu.
Dari penelitian ini disarankan agar puskesmas Bojong Rawalumbu meningkatkan promosi melalui media cetak dan meningkatkan penyuluhan tentang persalinan yang aman pada ibu hamil dan keluarganya dengan melibatkan tokoh masyarakat dan kader posyandu untuk meningkatkan pengetahuan masarakat.

The ideal place for childbirth service is well equipped health facilities and health workers that are ready to help if complications of childbirth happen at anytime, at least in PONED (basic emergency obstetric and neonatal service) Health Center. Bojong Rawalumbu Health Center is one of the 7 PONED Health Centers in Bekasi, but the result of its performance is still very low. In 2011, from 1535 mothers who gave birth at health care, only 20 mothers who use the maternity service in Bojong Rawalumbu Health Center.
The purpose of this study is to determine the utilization of maternity service at Bojong Rawalumbu health center and the factors that influenced it. The research design used was a cross sectional and questionnaire as the instrument. The sample collection method is cluster sampling that was taken from 103 mothers who gave birth on January to December 2012 in Bojong Rawalumbu area.
This study showed that only 19.4% of respondents who use the maternity service at Bojong Rawalumbu health center. From bivariate analysis with 95% CI and p values <0.05, we found attitudes variable, maternity service costs, exposure information and the support from family, community leaders, friends and neighbors that showed significant association with the utilization of maternity service at Bojong Rawalumbu health center.
This study recommends Bojong Rawalumbu health center to improve promotional information through printed media and to increase education about safe childbirth for pregnant women and their families by involving community leaders and kaderposyandu to improve publik knowledge.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53320
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evi Martha
"Dinegara-negara berkembang termasuk Indonesia, angka kematian dan kesakitan karena ISPA cukup tinggi. Sementara itu penggunaan pelayanan kesehatan oleh ibu-ibu yang balitanya terkena ISPA khususnya pnemoni masih sangat kurang, padahal mereka ini perlu segera dibawa ke pelayanan kesehatan, karena pnemoni bisa dengan cepat mendatangkan kematian. Disisi lain masih banyak ibu-ibu yang balitanya terkena pnemoni dan bukan pnemoni memberikan obat warung untuk menanggulangi peayakit tersebut. Dilakukannya penelitian Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Sikap dan Kepercayaan Ibu dengan Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan Bagi Balita Sakit ISPA, adalah untuk mempelajari hubungan antara Karakteristik sosial ekonomi, Pengetahuan, Sikap dan Kepercayaan Ibu dengan Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan Bagi Balita Sakit ISPA. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji perbedaan proporsi (X2) dan uji regresi logistik.
Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional. Untuk keperluan analisa, responden dibagi atas kelompok yang balitanya terkena pnemoni dan bukan pnemoni, karena dalam tindakan penatalaksanaan antara kedua kelompok ini berbeda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok responden yang balitanya terkena pnemoni; pendidikan, pekerjaan, sikap terhadap pengobatan dukun, sikap terhadap pengobatan melalui ibu, dan sikap tidak perlu membawa anak yang batuk pilek ke pelayanan kesehatan, mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan, sedangkan pada kelompok responden yang balitanya bukan pnemoni; sikap terhadap pengobatan dukun, sikap tidak perlu membawa anak yang batuk pilek ke pelayanan kesehatan serta kepercayaan terhadap umur bayi sakit yang boleh diberi obat, yang mempunyai hubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan.
Namun dari semua variabel bebas, yang menunjukkan hubungan yang sangat erat adalah variabel pekerjaan pada kelompok responden yang balitanya terkena pnemoni, sedangkan pada kelompok responden yang bukan pnemoni tidak terlihat hubungan yang erat satupun. Untuk meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan ini, perlu dilakukan intervensi berupa penyuluhan terhadap responder dan keluarga, selain itu perlu peningkatan penatalaksanaan program ISPA kemasyarakat.

In developing countries, including Indonesia, morbidity and mortality rates for acute respiratory infection is high. At the same time, the utility rates of mothers whose children suffer from pneumonia is still very low. Even though those children should be taken to a health facility as soon as possible since pneumonia can lead to sudden death. On the other side, many mothers whose child suffers from pneumonia or another acute respiratory infection often treat their children with drugs bought in a local shop.
This research studies the relation between characteristic social economic, knowledge, attitudes and beliefs of mothers and the use of health services for children under five years of age Buffering from acute respiratory infection. The statically analysis used is proportional difference test (X2) and logistic regression test. The design used in this research is cross-sectional. During analysis, the respondents are divided in groups according to the acute respiratory infections of their children (pneumonia or non-pneumonia), because the behavior between these groups differ.
The research shows that the group whose child suffer from pneumonia, education, occupation and attitude towards traditional treatment, attitude towards self-treatment and the attitude not to bring a child with a cough a health facility, relate to the use of health facilities. In the group mothers whose child suffers a non-pneumonia infection, the attitude towards traditional treatment, attitude not to bring a child with a cough to a health facility and the beliefs regarding a certain age on which a child can be given drugs, also relate to the use of health services.
From all the independent variables, the highest relationship shown between the use of health facility is the variable occupation of the group whose child suffers from pneumonia, while the group whose child suffers from a non pneumonia infection, non of the variable show a strong relation. To increase the utility rates of the health facilities, and education intervention towards the respondents and their families is needed. Besides that, improvement of the respiratory infections program in order to reach the community.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T4461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibuea, Sahab H.
"Untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal telah dilaksanakan upaya-upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Anak, yang dimulai dari setiap rumah tangga,yang melibatkan peran serta masyarakat yang dikenal dengan Posyandu. Tetapi dalam kegiatan Posyandu ini, banyak diantara kader-kadernya yang drop out.
Dalam upaya pembinaan kader Posyandu agar tetap lestari diperlukan informasi-informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan drop outnya. Untuk memperoleh informasi tersebut dilakukan penelitian secara cross sectional terhadap 228 orang kader Posyandu, 19 orang pemuka masyarakat dan 11 orang petugas pembina Posyandu. Data dikumpulkan dengan cara mewawancarai responden dengan menggunakan kwesioner. Hasil penelitian ini dianalisa dengan menggunakan test Chi Square untuk melihat ada/tidak hubungan antara variable independen dengan dependen.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara faktor usia, status perkawinan, cara pemilihan kader, pembinaan dan imbalan dengan drop out kader. Selain itu juga didapati hasil tidak adanya hubungan antara latar belakang pendidikan, motivasi, kedudukan suami kader didesa, dan cakupan kegiatan dengan drop out kader.
Kepada Puskesmas disarankan agar lebih meningkatkan pembinaan, latihan kader clang dan pelayanan gratis kepada kader. Sedangkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II disarankan dapat memberikan insentif dan penghargaan kepada kader yang lestari."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rifai
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara agama dan perilaku pemakaian jenis kontrasepsi, suatu kajian yang dalam pengamatan penulis masih jarang dilakukan orang di Indonesia. Penelitian ini bersumber kepada data SPI 1987, dan dipilih DKI Jakarta sebagai daerah penelitian, dengan pertimbangan Jakarta memiliki keragaman sosial-budaya dan agama yang cukup variatif.
Permasalan pokok yang dikaji terbatas pada hubungan antara agama, status sosial-ekonomi dan demografi dengan pemakaian jenis kontrasepsi. Pembahasan terhadap hubungan antara agama dengan pemakaian jenis kontrasepsi dilakukan dengan cara membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok responden Islam dan kelompok responden non Islam. Jenis alat kontrasepsi juga dikelompokkan menjadi kontrasepsi efektif (IUD, Susuk dan Kontap), kontrasepsi kurang efektif (Pil, Suntik dan kondom), dan kontrasepsi tradisional (Jamu, Pijat, Senggama terputus dan Pangtang berkala).
Teori yang menjadi dasar analisis dalam penelitian ini ialah proposisi teologi khusus dan proposisi karakteristik yang diajukan oleh Goldschider. Proposisi teologi khusus menyatakan bahwa perilaku fertilitas merupakan fungsi dari ajaran agama, sedang proposisi karakteristik menyatakan bahwa perbedaan perilaku antar kelompok agama merupakan akibat dari perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan demografi dari kelompok agama yang bersangkutan. Kedua proposisi ini digunakan secara serempak dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan cara mengamati persentase dalam tabel silang untuk melihat kecenderungan, Chi-Square untuk melihat signifikansi hubungan dan Koefisien Kontingensi untuk melihat keeratan hubungan.
Dari analisis terhadap hubungan antara kelompok responden berdasarkan afiliasi agama dengan pemakain Janis kontrasepsi sebelum. mempertimbangkan variabel sosial-ekonomi dan demografi ditemukan bahwa terdapat perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi antara kelompok responden Islam dan kelompok responden non Islam; kelompok responden Islam cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif dan kelompok responden non Islam cenderung memakai kontrasepsi efektif. Namun setelah variabel sosial-ekonomi dan demografi dipertimbangkan terlihat perbedaan itu melemah. Karena itu adanya perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi tersebut kemungkinan berkaitan dengan dua hal:
a. Aturan-aturan dalam masing--masing agama yang berkaitan dengan pemakaian kontrasepsi. Dalam Agama Islam tidak semua cara kontrasepsi yang dimasyarakatkan program KB dapat pakai oleh ummat Islam. Ada cara kontrasepsi yang dilarang yaitu IUD, vasektomi dan tubek tomi. IUD dilarang karena cara pemasangannya harus dengan melihat aurat besar wanita sedang sterilisasi dilarang karena mematikan fungsi reproduksi dan dilakukan dengan cara merusak organ tubuh suami atau isteri. Cara kontrasepsi yang diperbolehkan dalam Islam adalah: pil, suntik, kondom, senggama terputus, salep, diaphragma dan pantang berkala (cara-cara tersebut masuk katagori jenis kontrasepsi kurang efektif menurut BKKBN). Di kalangan non Islam boleh dikatakan tidak ada larangan yang tegas dalam hal pemakaian jenis kontrasepsi yang dimasyarakatkan oleh program KB, kecuali Katholik. Agama Khatolik pada dasarnya hanya membolehkan pantang berkala berdasarkan Humanae vitae yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI, tetapi dalam pelaksanaanya di Indonesia MAWI memberikan kelonggaran, sehingga pemeluk Khatolik dapat memakai kontrasepsi modern berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Alasan pertama ini didukung pula oleh adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakaian jenis kontrasepsi tetap ada setelah dikontrol dengan variabel pendidikan isteri/suami, status bekerja, umur dan media.
b. Akibat dari perbedaan karakteristik sosial-ekonomi dan demografi antara responden Islam dan responden non Islam. Alasan kedua ini didukung oleh adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakain jenis kontrasepsi menjadi tidak berarti lagi setelah dikontrol dengan variabel AMH (pada katagori jumlah anak lima atau lebih), pekerjaan suami (pada jenis pekerjaan suami profesional), dan variabel pendidikan-umur (pada katagori umur 35+ dan berpendidikan SMP+ ). Sedang pada katagori lainnya tetap menunjukkan adanya perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut kelompok agama. Jadi perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut kelompok agama menjadi tidak berarti lagi di kalangan responden dengan karakteristik sebagai berikut:
· berumur 35 tahun ke atas dan berpendidikan SMP+
· mempunyai anak lima atau lebih
· jenis pekerjaan suami profesional
Tidak adanya perbedaan itu diperlihatkan dengan kecenderungan pemakaian kontrasepsi efektif baik pada kelompok responden Islam maupun non Islam. Kemungkinan yang bisa diterangkan mengenai temuan ini ialah bahwa pada kelompok responden dengan jumlah anak lima atau lebih kontrasepsi efektif telah menjadi kebutuhan, karena jumlah anak yang dipunyai telah dirasa cukup dan ingin menghentikan kelahiran baru. Demikian juga pada kelompok responden dengan jenis pekerjaan profesional kontrasepsi efektif telah menjadi kebutuhan karena tuntutan status sosialnya dan pada kelompok responden yang berumur tua serta berpendidikan SMP atau lebih kemungkjnan karena mereka mampu lebih rasional dalam menerima dan menanggapi ajaran agama.
Kesimpulan yang diperoleh sesudah mempelajari hubungan antara variabel sosial-ekonomi dan demografi dengan pemakaian jenis kontrasepsi adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan menunjukkan hubungan yang positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai kontrasepsi efektif. Hal itu dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai kontrasepsi, meningkatkan kecermatan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan juga kemampuan untuk mengetahui akibat sampingan dari masing-masing alat kontrasepsi.
Dari analisis hubungan antara pendidikan dan pemakaian jenis kontrasepsi pada masing-masing kelompok agama dapat disimpulkan bahwa di kalangan responden Islam pendidikan isteri lebih kuat menampakkan hubungannya dengan pemakaian jenis kontrasepsi dari pada pendidikan suami. Sebaliknya di kalangan responden non Islam pendidikan suami lebih kuat memperlihatkan hubungannya dengan pemakaian jenis kontrasepsi daripada pendidikan isteri. Kemungkinan yang bisa diterangkan mengenai temuan ini ialah bahwa di kalangan rersponden non Islam kesadaran akan pentingnya KB tidak hanya di kalangan isteri tetapi juga di kalangan para suami, sehingga para suami juga ikut mengambil peran dalam ber KB termasuk memilih Jenis kontrasepsi yang akan dipakai, hal mana
tidak terjadi di kalangan responden Islam.
b. Umur
Umur menunjukkan hubungan yang berarti dengan pemakaian jenis kontrasepsi, karena umur mempengaruhi kebutuhan alat yang diinginkan. Pada umur muda (umur 34 tahun kebawah) cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif seperti pil, suntik dan kondom. Ini diduga karena mereka masih ingin menunda kelahiran atau masih ingin menambah anak lagi dikemudian hari, sehingga memilih jenis kontrasepsi yang mudah dihentikan penggunaannya. Sedang pada umur tua (35 tahun atau lebih) cenderung memakai kontrasepsi efektif, karena anak yang dipunyai telah dirasa cukup dan ingin menghentikan kelahiran baru, maka mereka memilih kontrasepsi seperti IUD, susuk dan sterilisasi, karena selain efektif dalam mencegtah kehamilan juga tidak merepotkan.
Hubungan umur dengan pemakaian jenis kontrasepsi pada masing-masing kelompok agama adalah sebagai berikut: di kalangan responden Islam umur memperlihatkan adanya hubungan positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi, sedang di kalangan responden non Islam variabel umur kurang memperlihatkan adanya hubungan positif dengan pemakaian jenis kontrasepsi, karena pada Umur muda sudah memperlihatkan kecenderungannya dalam memakai kontrasepsi efektif. Ini diduga pada kelompok umur muda dari kalangan responden non Islam telah bisa menerima program KB dengan dua anak, sehingga cenderung membatasi jumlah anak dengan memakai kontrasepsi efektif.
c. Pekerjaan
Faktor bekerja atau tidaknya responden tidak menunjukkanadanya perbedaan yang berarti dalam pemakain jenis kontrasepsi. Sebaliknya ditemukan perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami; responden dengan jenis pekerjaan suami profesional cenderung memakai kontrasepsi efektif dan responden dengan jenis pekerjaan jasa dan pekerja kasar cenderung memakai kontrasepsi kurang efektif. Dengan demikian pekerjaan suami lebih dominan dalam menampakkan hubungan dengan pemakaian jenis kontrasepsi daripada status bekerja responden sendiri. Gambaran yang serupa juga ditemukan di Yogyakarta yang melaporkan bahwa macam alat kontrasepsi yang dipakai lebih menampakkan hubungan dengan status pekerjaan suami dari pada pekerjaan isteri. Hal itu dikarenakan pekerjaan suami lebih mencerminkan status sosial keluarga dan si isteri akan terdorong untuk mengikuti norma-norma yang berkaitan dengan status suaminya.
Analisis pada masing-masing kelompok agama diperoleh kesimpulan sebagai berikut: di kalangan responden Islam bekerja atau tidaknya seorang ibu memperlihatkan perbedaan dalam pemakaian jenis kontrasepsi, sedang di kalangan responden non Islam bekerja atau tidaknya seorang ibu tidak mempunyai hubungan dengan pemakaian jenis kontrasepsi.
Begitu juga dengan pekerjaan suami, di kalangan responden Islam perbedaan pemakaian jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami menunjukkan perbedaan yang berarti. Sedang di kalangan responden non Islam kurang mengesankan adanya perbedaan
pemakain jenis kontrasepsi menurut jenis pekerjaan suami.
d. Jumlah Anak Masih Hidup
Jumlah anak masih hidup mempunyai hubungan dengan pemakain jenis kontrasepsi baik di kalangan responsden Islam maupun responden non Islam. Kecenderungan pemakain kontrasepsi efektif di kalangan responden Islam baru terlihat ketika jumlah anak yang dipunyai mencapai lima atau lebih, sedang pada kelompok responden non Islam kecenderungan pemakain kontrasepsi efektif sudah terlihat pada jumlah anak 3-4 orang anak. Hal ini berkaitan dengan besarnya jumlah anak yang diinginkan, di mana proporsi yang menginginkan jumlah anak lebih dari empat lebih besar di kalangan responden Islam dari pada di kalangan responden non Islam.
e. Media
Semakin banyak media massa yang dimanfaatkan oleh responden maka cenderung memakai kontrasepsi efektif, ini ditemukan di kalangan responden Islam maupun di kalangan responden non Islam, namun keeratan hubungan itu lebih kuat terlihat dikalangan responden Islam daripada di kalangan penganut Agama non Islam.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang S. Wiradidjaja
"Realisasi pencapaian peserta KB baru maupun aktif di Kotamadya Palangkaraya masih rendah, pada bulan Februari 1986, pencapaian akseptor baru, hanya 56,15 % dari target yang ditentukan, sedangkan pencapaian akseptor aktif hanya 67,56% dari target. Salah satu kemungkinan penyebab rendahnya pencapaian target tersebut adalah masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam Program KB yang tentunya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan serta sikap masyarakat. Masalah yang dirasakan adalah belum diketahuinya Pengetahuan, sikap dan Praktek KB Masyarakat Dayak di Kotamadya Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Tujuan penelitian adalah ingin mendapatkan gambaran tentang hubungan pengetahuan, sikap, karakteristik serta penilaian terhadap pelayanan KB yang tersedia, dari masyarakat Dayak dengan praktek KBnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dengan unit penelitian adalah ibu-ibu pasangan usia subur masyarakat Dayak di Kotamadya Palangkaraya. Uji statistik yang digunakan adalah uji perbedaan proporsi, chi kuadrat, pada derajat kemaknaan 5 %.
Dari tujuh subhipotesis, lima dinyatakan sebagai tesis yaitu subhipotesis yang variabelnya secara statistik bermakna berhubungan dengan Praktek KB yaitu Pengetahuan KB, Sikap KB. Umur ibu, jumlah anak serta penilaian terhadap pelayanan KB yang tersedia. Subhipotesis yang tidak dapat dinyatakan sebagai tesis adalah subhipotesis yang variabelnya secara statistik hubungannya tidak bermakna dengan praktek KB, yaitu pendidikan dan pekerjaan ibu. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library