Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nafa Shahira Anglila Syaharani
Abstrak :
Komplikasi kehamilan adalah salah satu penyebab kematian ibu yang dapat berdampak tidak hanya pada kesehatan ibu tetapi juga pada bayi baru lahir. Usia yang terlalu muda (<20 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun) merupakan usia ibu hamil yang berisiko tinggi terhadap komplikasi kehamilan. Banten dan Jawa Barat berkontribusi terhadap tingginya angka wanita yang hamil pada usia risiko tinggi sekaligus juga menduduki peringkat lima tertinggi provinsi dengan persentase komplikasi kehamilan se-Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan berdasarkan usia ibu hamil risiko tinggi di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Desain penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan data sekunder dari hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017. Sampel penelitian ini adalah 777 wanita yang melahirkan anak terakhir lahir hidup dalam kurun waktu lima tahun terakhir yang berusia muda dan tua saat hamil dan bertempat tinggal di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Data dianalisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik ganda model prediksi yang distratifikasi berdasarkan usia ibu hamil risiko tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi kehamilan lebih banyak terjadi pada ibu hamil usia tua di kedua provinsi. Di Provinsi Banten, variabel yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan pada ibu hamil usia muda adalah status kehamilan, umur kandungan saat pemeriksaan kehamilan pertama, jumlah pemeriksaan kehamilan, masalah akses perawatan kesehatan ibu, pengambilan keputusan perawatan kesehatan ibu, tingkat pendidikan ibu, dan indeks kekayaan dengan umur kandungan saat pemeriksaan kehamilan pertama dan masalah akses perawatan kesehatan ibu sebagai variabel yang paling berhubungan. Pada ibu hamil usia tua, variabel yang berhubungan secara signifikan adalah status kehamilan dan jumlah pemeriksaan kehamilan dengan jumlah pemeriksaan kehamilan sebagai variabel yang paling berhubungan. Di Provinsi Jawa Barat, variabel yang berhubungan secara signifikan pada ibu hamil usia muda adalah tingkat pendidikan ibu dengan status pekerjaan ibu sebagai variabel yang paling berhubungan. Untuk mencegah komplikasi kehamilan pada ibu hamil usia risiko tinggi, institusi kesehatan terkait perlu meningkatkan promosi edukasi terkait komplikasi kehamilan dan “4 Terlalu dan 3 Terlambat”; akses layanan kesehatan reproduksi; cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil; serta deteksi komplikasi kehamilan berdasarkan faktor risiko yang berpengaruh signifikan. ......Pregnancy complications are one of the causes of maternal death which can affect not only on mother’s health but also on the newborn. Ages that are too young (<20 years) and too old (>35 years) are the ages of pregnant women who are at high risk of pregnancy complications. Banten and West Java Province contribute to the high number of women who pregnant at a high-risk maternal age and are also ranked as the fifth highest province with the percentage of pregnancy complications in Indonesia. This study aims to determine the factors associated with pregnancy complications according to high-risk maternal age in the Provinces of Banten and West Java. The research design was cross-sectional using secondary data from 2017 Indonesia Demographic Health Survey (IDHS). The sample of this study was 777 women who gave birth to their last live birth within the last five years who were at young and advanced ages during pregnancy and lived in Banten and West Java Province. Data was analyzed using the chi-square test and multiple logistic regression stratified by high-risk maternal age. The results showed that pregnancy complications were more common in older pregnant women in both provinces. In Banten Province, the variables associated with pregnancy complications in young age pregnant women are pregnancy status, months pregnant at first received antenatal care, number of received antenatal care, problems accessing maternal health care, maternal health care decision-making, maternal education level, and wealth index with months pregnant at first received antenatal care and problems accessing maternal health care as the most related variables. In advanced age pregnant women, the variables that were significantly related were pregnancy status and number of received antenatal care with number of received antenatal care being the most related variable. In West Java Province, the variable that is significantly related to in young age pregnant women is maternal education level with maternal employment status as the most related variable. To prevent pregnancy complications in pregnant women of high risk age, health institutions need to increase promotion of education related to pregnancy complications and “4 Terlalu dan 3 Terlambat”; access to reproductive health services; coverage of health services for pregnant women; and detection of pregnancy complications based on risk factors that have a significant effect.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Wardah Khumaeroh
Abstrak :
Kehamilan remaja merupakan isu kesehatan global yang terjadi pada berbagai negara, terutama negara berkembang. BKKBN menyatakan bahwa kehamilan remaja berisiko pada kematian ibu dan bayi. Kehamilan remaja dapat dicegah dengan adopsi kontrasepsi secara tepat dan konsisten. Namun, banyak remaja yang hambatan dalam mengakses kontrasepsi sehingga terjadi kegagalan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan adopsi metode kontrasepsi dengan kehamilan pada remaja usia 15 – 19 tahun. Penelitian ini menggunakan data SDKI 2017 dengan desain studi crosssectional. Analisis multivariabel regresi logistik dilakukan pada sampel 7.854 remaja perempuan usia 15 – 19 tahun. Hasil penelitian menunjukkan setelah dikontrol variabel kovariat (usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status ekonomi, pengetahuan terkait kontrasepsi, tempat tinggal, paparan media massa terkait kontrasepsi, dan kunjungan petugas KB), odds kehamilan remaja 0,61 kali lebih rendah pada remaja yang tidak menggunakan kontrasepsi dibandingkan remaja yang menggunakan kontrasepsi (AOR = 0,39; 95% CI: 0,213 – 0,714). Hal ini mungkin terjadi karena sebagian besar sampel tergolong tidak aktif secara seksual dan remaja yang menggunakan kontrasepsi masih berisiko untuk hamil karena kegagalan kontrasepsi. Dengan demikian, perlu upaya untuk mengembangkan layanan konseling dan pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang berkualitas terutama terkait kontrasepsi, kehamilan remaja, dan pernikahan dini pada remaja serta orang tua. ......Adolescent pregnany is a global health issue that occurs in various countries, especially developing countries. BKKBN states that adolescent pregnancy risk matenal dan infant mortality. Adolescent pregnancy can be prevented with approriate and consistent contraceptive adoption. However, many adolescents faced barriers in accessing contraception that led to contraceptive failure. This study aims to determine the relationship between adoption of contraceptive method and adolescent pregnancy aged 15 – 19 years. The study used the 2017 Indonesia Demographic and Health Survey data with a cross-sectional study design. Multivariable logistic regression analysis was used on a sample of 7.854 adolescent girls aged 15 – 19 years. The results showed that after adjusting for covariate variables (age, marital status, education level, employment status, economic status, knowledge related to contraception, place of residence, exposure to mass media related to contraception, and family planning worker visits), the odds of adolescent pregnancy was 0,61 times lower among adolescent who did not use contraception compared to adolescent who used contraception (AOR = 0,39; 95% CI: 0,213 – 0,714). This may be explained by the fact that most of the sample was not sexually active and adolescent who used contraception were still at risk of pregnancy due to contraceptive failure. Therefore, it is necessary to develop quality adolescent reproductive health counseling and education services, especially related to contraceptive, adolescent pregnancy, and early marriage in adolescents and their parents.

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anitia
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang determinan yang berhubungan dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kejadian perkawinan anak di Indonesia dan hubungan antara faktor-faktor tersebut (individu, rumah tangga, dan lingkungan sosial) dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan analisis multivariabel regresi logistik menggunakan sumber data dari data sekunder SDKI 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur berusia 15 – 24 tahun di Indonesia yang menjadi responden SDKI 2017, sedangkan sampel penelitiannya adalah seluruh wanita usia subur yang berusia 15 – 24 tahun yang sudah menikah di Indonesia dan tercakup dalam SDKI 2017 yang berjumlah 3.939 responden. Dalam penelitian ini, ditemukan hasil prevalensi perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia sebesar 54,9%. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara usia (AOR= 29,72; 95% CI= 18,32 – 48,21), lokasi tempat tinggal (AOR= 1,46; 95% CI= 1,19 – 1,79), tingkat pendidikan (AOR= 3,23; 95% CI= 2,47 – 4,23), status ekonomi (AOR= 2,10; 95% CI= 1,73 – 2,56), keterpaparan informasi (AOR= 0,67; 95% CI= 0,50 – 0,89), jumlah anggota keluarga (AOR= 0,70; 95% CI= 0,58 – 0,85), dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan menikah (AOR= 1,50; 95% CI= 1,22 – 1,84) terhadap kejadian perkawinan anak. Dapat disimpulkan, bahwa prevalensi perkawian anak masih tinggi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, dengan meningkatkan akses pendidikan (penyuluhan dan edukasi), sosialisasi dampak perkawinan anak, dan melakukan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi perkawinan anak pada wanita muda di Indonesia. ......This study discusses the determinants associated with the incidence of child marriage in young women aged 15 – 24 years to know the description of the incidence of child marriage in Indonesia and the relationship between these factors (individuals, households, and the social environment) with the incidence of child marriage. in young women aged 15-24 years in Indonesia. The study design used in this study was cross-sectional (cross-sectional) with multivariable logistic regression analysis using data sources from secondary data from the 2017 IDHS. The study population was all women of childbearing age aged 15-24 years in Indonesia who were respondents to the 2017 IDHS. while the research sample was all women of childbearing age aged 15-24 who were married in Indonesia and included in the 2017 IDHS, totaling 3,939 respondents. In this study, it was found that the prevalence of child marriage among young women aged 15-24 years in Indonesia was 54.9% (95% CI: 52.7 - 57.1). Statistical test results showed a statistically significant relationship between age (AOR= 29.72; 95% CI= 18.32 – 48.21), location of residence (AOR= 1.46; 95% CI= 1.19 – 1.79), educational level (AOR= 3.23; 95% CI= 2.47 – 4.23), economic status (AOR= 2.10; 95% CI= 1.73 – 2.56), exposure information (AOR= 0.67; 95% CI= 0.50 – 0.89), number of family members (AOR= 0.70; 95% CI= 0.58 – 0.85), and the role of women in decision making married (AOR = 1.50; 95% CI = 1.22 – 1.84) on the incidence of child marriage. It can be concluded that the prevalence of child marriage is still high and is influenced by these factors. Therefore, increasing access to education (counseling and education), socializing the impact of child marriage and applicable regulations regarding the minimum age for marriage, as well as conducting community empowerment can be solutions to reduce the prevalence of child marriage among young women in Indonesia.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanesya Nuur Haniifah
Abstrak :
Indonesia merupakan negara berkembang dengan proporsi kehamilan tidak diinginkan memiliki persentase yang cenderung sama dari hasil SDKI 2002-2003 hingga 2017 yaitu berada di sekitar angka 7%. Budaya patriarki yang ada dalam kebudayaan Indonesia membuat perempuan sulit untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terutama dalam bidang kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan otonomi reproduksi perempuan dengan kehamilan tidak diharapkan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Survei Kesehatan Reproduksi Perempuan di Jawa 2018 yang menggunakan desain cross-sectional. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3.510 wanita usia subur 15 – 49 tahun yang pernah melahirkan anak terakhir dan sedang hamil saat survei dilakukan. Analisis data yang digunakan adalah regresi logistic multinomial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan keputusan terhadap penggunaan kontrasepsi dan kemampuan komunikasi berhubungan dengan kehamilan tidak diharapkan setelah dikontrol dengan confounder. Wanita yang pengambilan keputusan terhadap penggunaan kontrasepsi diputuskan oleh suami/pasangan/lainnya memiliki risiko 1.70 kali lebih tinggi mengalami kehamilan tidak tepat waktu dibandingkan dengan wanita yang dapat memutuskan sendiri (95% CI: 1.01 – 2.86). Wanita dengan tingkat kemampuan komunikasi rendah memiliki berisiko 0.60 kali mengalami kehamilan tidak diinginkan (95% CI: 0.38 – 0.97). Variabel usia, paritas, penggunaan kontrasepsi, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan faktor lain yang berhubungan dengan kehamilan tidak diharapkan. Oleh karena itu, Oleh karena itu, diperlukan adanya peningkatan kesadaran terhadap pentingnya otonomi reproduksi bagi perempuan dalam mengatur fertilitasnya dengan melakukan kerja sama dengan pemangku kepentingan. ......Indonesia is a developing country with the proportion of unwanted pregnancies having the same percentage from the results of the 2002-2003 IDHS to 2017, which is around 7%. The patriarchal culture that exists in Indonesian culture makes it difficult for women to participate in decision-making, especially in the field of reproductive health. Therefore, this study aims to determine the relationship between female reproductive autonomy and unintended pregnancy. This study uses secondary data from the 2018 Women's Reproductive Health Survey in Java which uses a cross-sectional design. The sample used in this study was 3,510 women of childbearing age 15-49 years who had given birth to their last child and were pregnant at the time of the survey. The data analysis used was multinomial logistic regression. The study found that decision-making on using contraception and communication skills was associated with unintended pregnancy after being controlled by a cofounder. Women who made decisions about contraceptive use by their husbands/partners/others had 1.70 times higher risk of having an mistimed pregnancy compared to women who could decide on their own (95% CI: 1.01 – 2.86). Women with low communication skills have a 0.60 times risk of having an unwanted pregnancy (95% CI: 0.38 – 0.97). Variables of age, parity, contraceptive use, and domestic violence are other factors associated with an unintended pregnancy. Therefore, it is necessary to increase awareness of the importance of reproductive autonomy for women in regulating fertility by collaborating with stakeholders.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Melissa Paulina
Abstrak :
Skripsi ini membahas keterlibatan pria dalam program KB di Indonesia. Keterlibatan pria dalam KB tidak hanya pria menggunakan alat/cara KB, namun ia juga menjadi pasangan yang mendukung istri untuk ber-KB. Tujuan penelitian ini ialah mengindentifikasi faktor-faktor yang paling mempengaruhi keterlibatan pria dalam KB di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data SDKI 2017. Desain penelitian ini ialah cross-sectional. Sampel penelitian ini ialah 8.925 pasangan kawin. Variabel dependennya ialah keterlibatan pria dalam KB yang terdiri dari tiga kategori yaitu keterlibatan langsung (pria memakai salah satu alat/cara KB), keterlibatan tidak langsung (pria mendukung istri untuk ber-KB dan istri melakukannya), dan tidak terlibat. Variabel independennya ialah umur, tingkat pendidikan pria, jenis pekerjaan, pengetahuan tentang KB, sikap terhadap KB, jumlah anak yang hidup, tangkat pendidikan istri, pengetahuan istri tentang KB, tempat tinggal, diskusi dengan tenaga kesehatan/kader KB mengenai KB, dan mendapatkan informasi KB dari media. Hasil penelitian ini menemukan bahwa persentase pria yang terlibat langsung dalam KB, dimana mereka menggunakan salah satu alat/cara KB ialah 7,8%. Persentase pria yang terlibat secara tidak langsung, dimana mereka mendukung istri untuk ber-KB dan istri melakukannya ialah 24,5%. Sebanyak 67,7% pria tidak terlibat dalam KB. Faktor yang mempengaruhi keterlibatan pria dalam KB ialah umur pria (p-value=0,00), pengetahuan pria tentang KB (p-value=0,00; OR=1,55; 95%CI=1,37-1,76), jumlah anak yang hidup (p-value=0,00), pengetahuan pasangan tentang KB (p-value=0,00; OR =1,36; 95%CI:1,20-1,55), diskusi pria dengan tenaga kesehatan/kader KB (p-value=0,00; OR =1,57; 95%CI: 1,36-1,81), dan mendapatkan informasi KB dari media (p-value=0,00; OR =1,28; 95%CI:1,12-1,45). ......This thesis discusses the male involvement in family planning programs in Indonesia. Male involvement in family planning is not only for men using family planning tools/methods, but he is also a partner who supports his wife for family planning. The purpose of this study is to identify the factors that influence the male involvement in family planning in Indonesia. This study uses the 2017 IDHS data. The design of this study is cross-sectional. The sample of this study was 8,925 married couples. The dependent variable is male involvement in family planning which consists of three categories, namely direct involvement (men use one of the methods of family planning), indirect involvement (men support their wives for family planning and their wives do it), and not involved. The independent variables are age, level of education, occupation, knowledge about family planning, attitudes towards family planning, number of living children, wife's education level, wife's knowledge of family planning, place of residence, discussions with health workers/FP cadres about family planning, and getting FP information from the media. The results of this study found that the percentage of men who were directly involved in family planning, where they used one of the methods of family planning, was 7.8%. The percentage of men who are indirectly involved, where they support their wives to take family planning and their wives do it is 24.5%. A total of 67.7% of men were not involved in family planning. Factors that influence male involvement in family planning are men's age (p-value=0.00), men's knowledge about family planning (p-value=0.00; OR=1.55; 95%CI=1.37-1.76 ), number of living children (p-value=0.00), knowledge of partners about family planning (p-value=0.00; OR = 1.36; 95%CI:1.20-1.55), male discussion with health workers / family planning cadres (p-value = 0.00; OR = 1.57; 95%CI: 1.36-1.81), and get family planning information from the media (p-value = 0.00; OR =1.28; 95%CI:1.12-1.45).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amalia
Abstrak :
Persentase wanita pernah melahirkan atau sedang hamil anak pertama naik dari 8,5% pada SDKI 2007, menjadi 9,5% pada SDKI 2012. Umur kawin pertama yang terlalu muda dan tidak adanya penundaan kelahiran anak pertama menuju pada kehamilan yang berisiko. Kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan tingkat pendidikan rendah berkontribusi pada terjadinya kehamilan remaja. Penelitian ini menguji hubungan pendidikan dan pengetahuan kesehatan reproduksi dengan kehamilan remaja di Indonesia. Sumber data penelitian adalah SDKI 2017 dengan sampel wanita usia subur 15-49 tahun dan 15-24 tahun yang memenuhi kriteria penelitian. Desain studi penelitian adalah cross sectional, dengan analisis regresi logistik multinomial. Hasil penelitian mendapatkan persentase kehamilan remaja sebesar 33.5% pada wanita usia 15-49 tahun, sementara pada wanita usia 15-24 tahun sebesar 57,6%. Wanita yang tidak sekolah & SD dan tidak tahu masa subur berhubungan pada hamil remaja pada wanita usia 15-49 tahun dan usia 15-24 tahun. Wanita yang kurang mengetahui penularan HIV/AIDS dan kurang mengetahui metode kontrasepsi berhubungan dengan kehamilan remaja pada wanita usia 15-49 tahun. Temuan ini menyarankan perlunya berkolaborasi dalam penguatan kebijakan terkait batas penundaan usia melahirkan pada mereka yang menikah muda, memastikan akses pendidikan yang berisi informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif, dan sosialisasi kepada orang tua dan remaja terkait bahaya kehamilan remaja. ......The percentage of women who have given birth or are currently pregnant with their first child rose from 8.5% in the 2007 IDHS to 9.5% in the 2012 IDHS. Too young age at first marriage and no delay in the birth of their first child leads to risky pregnancies. Lack of knowledge on reproductive health and low levels of education contribute to the occurrence of teenage pregnancy. This study examines the relationship between education and knowledge of reproductive health with teenage pregnancy in Indonesia. The source of research data is the 2017 IDHS with a sample of women of childbearing age 15-49 years and 15-24 years who meet the research criteria. The research study design was cross sectional, with multinomial logistic regression analysis. The results showed that the percentage of teenage pregnancies was 33.5% in women aged 15-49 years, while for women aged 15-24 years it was 57.6%. Women who do not go to school & elementary school and do not know the fertile period are associated with teenage pregnancy in women aged 15-49 years and aged 15-24 years. Women who are less aware of HIV/AIDS transmission and lack of knowledge of contraceptive methods are associated with teenage pregnancy in women aged 15-49 years. These findings suggest the need to collaborate in strengthening policies related to the delay in giving birth to those who marry young, ensuring access to education containing comprehensive reproductive health information, and outreach to parents and adolescents regarding the dangers of teenage pregnancy.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Coraima Okfriani
Abstrak :
Upaya untuk menurunkan angka kehamilan remaja dapat dimonitor dengan menunda kelahiran pertama remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan interval kelahiran pertama pada remaja kawin usia 15-19 tahun di Indonesia dengan menggunakan data SDKI 2017. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan sampel yang digunakan sebanyak 1,497 remaja kawin usia 15-19 tahun yang belum hamil/melahirkan anak pertama nya. Penelitian ini melakukan uji Kaplan Meier untuk mengukur median interval kelahiran pertama dan Cox Proportional Hazard model digunakan untuk membuat model prediksi variable independen. Didapatkan hasil median interval kelahiran pertama pada Remaja Kawin 15-19 tahun adalah 14 bulan. Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor yang terkait dengan program KB dengan interval kelahiran pertama: tidak mengakses informasi KB melalui PLKB (AHR = 0.975 95% CI 0.960-0.990), tidak mengakses informasi KB melalui petugas kesehatan (AHR = 0.849 95% CI 0.733-0.983), tidak menggunakan kontrasepsi modern (AHR = 1.039 95% CI 1.028-1.051). Penggunaan kontrasepsi modern merupakan variable yang paling dominan berhubungan dengan interval kelahiran pertama pada remaja kawin. Peningkatan kualitas dari PLKB dan petugas kesehatan dalam memberikan informasi terkait KB perlu diperhatikan. Pemerintah perlu menegaskan usia minimal perkawinan dan mempertimbangkan perubahan kebijakan terkait penggunaan kontrasepsi bagi remaja kawin. ......Efforts to reduce adolescence pregnancy can be monitored with delaying the first bith. This study aims to identify associated factors with first birth interval (FBI) among married adolescents 15-19 years old in Indonesia using IDHS 2017. In this cross-sectional study, the first birth history of 1,497 married adolescencewho have not pregnant yet were collected. Kaplan Meier test was conducted to measure the median of FBI and Cox Proportional Hazard Model was used to produce a prediction model of predictors. The median interval of first birth among married adolescents 15-19 years old was 14 months. There were statistically significant differences between factors related to family planning program with FBI: not accessing family planning information through PLKB AHR = 0.975 95% CI 0.960-0.990), not accessing family planning information through health workers (AHR = 0.849 95% CI 0.733-0.983), and not using modern contraception (AHR = 1.039 95% CI 1.028-1.051). Modern contraceptive use was the most dominant variable associated with FBI among married adolescents. Improvement of quality of PLKB and health workers in giving information on family planning should be noted. Government of Indonesia should continue to enforce the minimum legal age and consider policy changing on contraceptive use for married adolescents.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramita Puspaningtyas Putri
Abstrak :
Survei Badan Pusat Statistik RI pada Februari 2022 melaporkan sebanyak 62,1% masyarakat Indonesia merasa jenuh pada situasi pandemi COVID-19 sebagai alasan tidak menerapkan protokol kesehatan. Tujuan penelitian adalah untuk menilai tingkat kestabilan perilaku protektif masyarakat Indonesia antara periode awal pandemi (2020) dengan periode satu tahun terakhir dan determinan yang mempengaruhinya. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan menggunakan instrumen survei online yang disebarkan melalui social media dan situs Kudata. Responden merupakan masyarakat Indonesia berusia 18-64 tahun yang berdomisili di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas tingkat kestabilan perilaku protektif menetap (53,1%), dan menurun (25,7%). Kestabilan perilaku menetap pada protokol kesehatan paling tinggi adalah memakai masker (86,3%). Faktor yang berhubungan terhadap kestabilan perilaku protektif adalah akses informasi dan pandemic fatigue (p-value <0,05). Penelitian ini menyarankan bahwa Kementrian Kesehatan dan stakeholder lainnya dalam penyelenggaraan komunikasi kesehatan untuk meningkatkan kualitas informasi yang sederhana, mudah dimengerti, bernada tegas baik termasuk dengan metode gain frames untuk menumbuhkan intensi masyarakat mempertahankan perilaku protektif yang sudah dilakukan, bahkan setelah pandemi berakhir. ......Indonesian Central Bureau of Statistics survey in February 2022 stated that 62,1% Indonesians were bored during COVID-19 pandemic as their reason to avoid adherence health protocol. The purpose of this study is to understand the stability between behavior change in pandemic between the beginning of pandemic (2020) and last year period, and the determinants that contribute to. This research is quantitative cross sectional design. The data were collected by online survey utilizing social media and Kudata platform. Respondents of this research are Indonesian’s people in range 18-64 years old that live in Indonesia. Study results show the majority of behavior stability is in stable (53,1%), and decreased (25,7%) level. Stable level behavior stability in health protocol shows the highest for wearing mask (86,3%). Determinants of behavior stability are access to information and pandemic fatigue (p-value <0,05). The researcher suggests that Health Ministry and other health communication events stakeholders to improve the quality of health information in order to build public’s intention to maintain the protective behavior, even after pandemic.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasiholan, Bonardo Prayogo
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan subjektif muskuloskeletal pada pekerja hamil. Adapun variabel yang diteliti adalah faktor pekerja (usia, usia kehamilan, pendidikan, lokasi tinggal dan bekerja, riwayat penyakit, riwayat cedera, frekuensi aktivitas fisik, dan kebugaran subjektif), faktor pekerjaan (bidang pekerjaan, sektor pekerjaan, riwayat bekerja, lama bekerja dalam seminggu, pola shift kerja, dan postur mayoritas pekerja), dan faktor lingkungan kerja (kepuasan visual dan kesesuaian suhu). Pengambilan data dilakukan dengan metode kuesioner daring untuk mengurangi risiko keterpaparan COVID-19. Penelitian ini melibatkan 126 pekerja hamil dari berbagai tempat di Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas keluhan paling banyak pada punggung bawah (62.2%), diikuti oleh bahu kiri (47.3%), pinggul (39.2%), bahu kanan (39.19%), dan punggung atas (37.8%). Adapun factor yang memiliki hubungan signifikan terhadap munculnya keluhan muskuloskeletal adalah usia (p-value: 0.022), riwayat cedera (p-value: 0.004), aspek kebugaran subjektif (kelincahan/kecepatan) (p-value: 0.025), lama kerja hari dalam seminggu (p-value: 0.042), dan kesesuaian suhu subjektif (p-value: 0.03). Dengan diketahuinya faktor yang berhubungan secara signifikan, diharapkan peran lintas sektor baik akademisi, pemberi kerja, regulator, dan pekerja hamil sendiri untuk menciptakan pekerjaan yang aman dan sehat terutama terhadap munculnya keluhan muskuloskeletal. ......This study aims to analyze the factors influencing the emergence of subjective musculoskeletal complaints in pregnant workers. The variables studied were worker factors (age, gestational age, education, location of residence and work, history of illness, history of injury, frequency of physical activity, and perception of fitness), occupational factors (field of work, occupation sector, work history, length of work in a week, work shift patterns, and the posture of the majority of workers), and work environment factors (lighting suitability and temperature suitability). Data was collected using an online questionnaire method to reduce the risk of exposure to COVID-19. This study involved 126 pregnant workers from Indonesia. The results showed that the majority of complaints were mostly on the lower back (62.2%), followed by the left shoulder (47.3%), hip (39.2%), right shoulder (39.19%), and upper back (37.8%). The factors that have a significant relationship to the emergence of musculoskeletal complaints are age (p-value: 0.022), history of injury (p-value: 0.004), subjective fitness aspects (agility/speed) (p-value: 0.025), length of working days in week (p-value: 0.042), and subjective temperature suitability (p-value: 0.03). By knowing the factors that are significantly related, it is hoped that the cross-sectoral role of academics, employers, regulators, and pregnant workers can create safe and healthy jobs, especially for the emergence of musculoskeletal complaints.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasiholan, Bonardo Prayogo
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya keluhan subjektif muskuloskeletal pada pekerja hamil. Adapun variabel yang diteliti adalah faktor pekerja (usia, usia kehamilan, pendidikan, lokasi tinggal dan bekerja, riwayat penyakit, riwayat cedera, frekuensi aktivitas fisik, dan kebugaran subjektif), faktor pekerjaan (bidang pekerjaan, sektor pekerjaan, riwayat bekerja, lama bekerja dalam seminggu, pola shift kerja, dan postur mayoritas pekerja), dan faktor lingkungan kerja (kepuasan visual dan kesesuaian suhu). Pengambilan data dilakukan dengan metode kuesioner daring untuk mengurangi risiko keterpaparan COVID-19. Penelitian ini melibatkan 126 pekerja hamil dari berbagai tempat di Indonesia. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas keluhan paling banyak pada punggung bawah (62.2%), diikuti oleh bahu kiri (47.3%), pinggul (39.2%), bahu kanan (39.19%), dan punggung atas (37.8%). Adapun factor yang memiliki hubungan signifikan terhadap munculnya keluhan muskuloskeletal adalah usia (p-value: 0.022), riwayat cedera (p-value: 0.004), aspek kebugaran subjektif (kelincahan/kecepatan) (p-value: 0.025), lama kerja hari dalam seminggu (p-value: 0.042), dan kesesuaian suhu subjektif (p-value: 0.03). Dengan diketahuinya faktor yang berhubungan secara signifikan, diharapkan peran lintas sektor baik akademisi, pemberi kerja, regulator, dan pekerja hamil sendiri untuk menciptakan pekerjaan yang aman dan sehat terutama terhadap munculnya keluhan muskuloskeletal. ......This study aims to analyze the factors influencing the emergence of subjective musculoskeletal complaints in pregnant workers. The variables studied were worker factors (age, gestational age, education, location of residence and work, history of illness, history of injury, frequency of physical activity, and perception of fitness), occupational factors (field of work, occupation sector, work history, length of work in a week, work shift patterns, and the posture of the majority of workers), and work environment factors (lighting suitability and temperature suitability). Data was collected using an online questionnaire method to reduce the risk of exposure to COVID-19. This study involved 126 pregnant workers from Indonesia. The results showed that the majority of complaints were mostly on the lower back (62.2%), followed by the left shoulder (47.3%), hip (39.2%), right shoulder (39.19%), and upper back (37.8%). The factors that have a significant relationship to the emergence of musculoskeletal complaints are age (p-value: 0.022), history of injury (p-value: 0.004), subjective fitness aspects (agility/speed) (p-value: 0.025), length of working days in week (p-value: 0.042), and subjective temperature suitability (p-value: 0.03). By knowing the factors that are significantly related, it is hoped that the cross-sectoral role of academics, employers, regulators, and pregnant workers can create safe and healthy jobs, especially for the emergence of musculoskeletal complaints.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>