Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Wijayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Layanan jasa premium call merupakan salah satu penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam bentuk jasa nilai tambah teleponi melalui jaringan tetap lokal milik Penyelenggara jaringan telekomunikasi yaitu PT. Telkom, yang disediakan Provider Layanan Jasa Premium Call dengan nomor akses 0-809-1-XXX-3 dan tarif layanannya lebih mahal daripada tarif pulsa telepon biasa, karena jasa premium call dapat memberikan berbagai manfaat bagi para peneleponnya, antara lain informasi, konsultasi, hiburan, dan permainan, dan tagihannya dibebankan bersamaan dengan tagihan telepon biasa. Namun, seringkali penyelenggaraan layanan jasa premium call disalahgunakan oleh Provider layanan jasa premium call, sehingga layanan jasa premium call tidak sesuai lagi dengan peruntukan (manfaat) nya. Konsumen PT. Telkom sebagai pemakai jasa telepon (sistem kabel) dapat menggunakan layanan jasa premium call dan berhak mendapatkan perlindungan hukum melalui pengaturan hak, kewajiban, larangan, dan sanksi yang berlaku bagi konsumen dan pelaku usaha berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen, yaitu W Telekomunikasi dan W Perlindungan Konsumen. Jasa telepon yang ditawarkan secara bersamaan oleh PT. Telkom dengan jasa nilai tambah teleponi berupa layanan jasa premium call, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Provider layanan jasa premium call melalui kerjasama antara PT. Telkom sebagai Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal dengan Provider layanan jasa premium call sebagai Penyelenggara layanan jasa premium call yang memberikan layanan jasa premium call kepada Konsumen PT. Telkom, sehingga tercipta suatu hubungan hukum di antara para pihak. Penyelenggaraan layanan jasa premium call dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen, ketika Provider layanan jasa premium call melakukan kegiatan usaha secara tidak jujur dengan menagih pernbayaran atas pemakaian jasa premium call melalui PT. Telkom kepada konsumen yang tidak menggunakan jasa premium call.
2007
T18764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainy Fitri Hartanti
Abstrak :
ABSTRAK
Berkembangnya industri penerbangan di Indonesia 10 tahun terakhir ini di satu sisi memberikan implikasi positif bagi masyarakat pengguna jasa penerbangan. Apalagi dengan masuknya maskapai asing yang berkonsep Low Cost Airlines ( LCA ) ke pasar domestik, membawa konsumen untuk menikmati jasa penerbangan dengan biaya murah dan juga membawa konsumen pada banyak pilihan atas maskapai penerbangan dengan berbagai ragam pelayanan. Para perusahaan penerbangan bersaing untuk menarik penumpang sebanyak - banyaknya dengan menawarkan harga tiket murah sampai memberikan berbagai bonus. Namun, di sisi lain dengan tarif murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan, bahkan yang lebih menghawatirkan lagi akan menyebabkab berkurangnya kualitas pemeliharaan dan perawatan pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan. Kekhawatiran ini muncul akibat sering terjadinya kecelakaan pesawat terbang belakangan ini. Sebenarnya harga tiket murah tidak ada kaitannya dengan faktor keselamatan dan keamanan penerbangan, karena faktor keselamatan penerbangan sudah menjadi suatu keharusan untuk dipenuhi sesuai dengan standar yang ada oleh operator agar mendapatkan izin terbang. Jika standar keselamatan itu tidak dipatuhi maka konsekuensi yang diterima yaitu pesawat tidak dapat beroperasi dan bahkan sampai pada pencabutan izin beroperasi jika benar - benar terbukti melanggar ketentuan yang ada. Oleh karena itu upaya Pemerintah (Departemen Perhubungan) dalam mengatasi perang tarif yang telah berimbas pada beberapa faktor penting harus didukung juga peranan dari lembaga KPPU,INACA,YLKI, operator dan juga pengguna (konsumen).Yang harus dilakukan yaitu pembenahan aspek regulasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan regulasi. Selain itu juga faktor lain yang harus diperhatikan terkait dengan keselamatan yaitu mengenai kondisi pesawat, kondisi awak pesawat, infrastruktur, perawatan dan pemeliharaan, hingga faktor alam. Pemerintah juga hares berupaya untuk meningkatkan Somber Daya Manusia (SDM) guna pengembangan teknologi agar usaha penerbangan di Indonesia dapat berkembang dan bersaing dengan Negara lain.
2007
T18759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viola Fenty
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S23498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugraha Medica Prakasa
Abstrak :
ABSTRAK
Pemberian kredit merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh bank dalam rangka menyalurkan dana kepada masyarakat. Bank juga harus menetapkan jaminan pada setiap fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur. Oleh karena itu, bank wajib memperhatikan jaminan dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Jaminan dalam pemberian kredit pada bank adalah jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan. Seiring dengan perkembangan dunia perekonomian dan hukum, maka pada saat ini telah dimungkinkan bagi bank untuk menerima jaminan yang berupa hak merek. Nilai dan bentuk lembaga pengikatan hak merek tersebut adalah hal yang paling utama dan mendasar yang harus diperhatikan dalam menerima jaminan berupa hak merek tersebut. Nilai suatu hak merek dapat terlihat dari laporan keuangan perusahaan pemilik hak merek tersebut. Berdasarkan sifat kebendaan hak merek sebagai benda tidak berwujud yang dapat dialihkan atau beralih, maka bentuk lembaga pengikatan jaminan atas hak merek tersebut adalah lembaga jaminan fidusia.
2007
T 17401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyanto
Abstrak :
Eksistensi Undang-Undang Nomar 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutnya disebut UUPK, sebagai Undang-Undang yang mengintegrasi dan memperkuat hak-hak konsumen Indonesia, membawa dampak juga terhadap hak-hak konsumen pengguna jasa kesehatan atau pasien. Karena, Undang-Undang ini, pasien semakin sadar akan hak-haknya. Beberapa kasus gugatan maupun tuduhan malpraktek terhadap tenaga kesehatan kerap kita haca dan dengar di media massa. Hal ini memberikan gambaran kepada kita, bahwa masyarakat sebagai health receivers kini telah menuntut pelaksanaan hak-hak yang mereka miliki. Dokter gigi sebagai salah satu tenaga kesehatan tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan. Bahkan, dokter gigi menempati posisi yang strategis, karena menentukan langsung langkah medic yang dilakukan dalam menyembuhkan problem kesehatan gigi yang diderita oleh pasien. Posisi ini, menyebabkan dokter gigi harus herhati-hati dan penuh pertimbangan dalam menjalankan tugasnya. Karena, salah dalam mengambil tindakan medik, bukan hanya merugikan pasien tetapi jugs merugikan dokter gigi itu sendiri. Tindakan dokter gigi yang tidak memenuhi standar profesi dan ketentuan hukum kesehatan dapat disebut sehagai tindakan malpraktek. Tanggung jawab dokter gigi terhadap tindakan malpraktek dikategorikan menjadi duo, yaitu tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan profesi dan tangggung jawab terhadap ketentuan hukum seperti pidana, perdata dan adminstratif, praktek kedokteran dan UUPK. Jasa pelayanan kesehatan merupakan jasa yang memiliki karakteristik. OIeh karena itu, dalam penerapan UUPK, dalam bidang kesehatan harus memperhatikan karakteristik tersebut. Hal ini membawa pengaruh terhadap jasa yang diberikan oleh dokter gigi. Dimana, tidak semua ketentuan yang terdapat dalam UUPK berlaku bagi dokter gigi.
The existence of Act Number 8 Year 1999 on Customer Protection, as an Act which integrates and strengthens customer rights, has consequences on health's customers (patients) as well. Because of this Act, patients get more realize and understand on their rights. Cases on malpractice indictment or accusation of paramedics tend to increase in the media. This fact describes us that people as health receivers have already claimed their rights execution. Dental as one of health people could not be excluded from health service system. Even, Dental has strategic position on health service system because they directly decided each medical steps on handling their patients. This position affects on the carefulness and consider ness of such Dental in accomplishing their duties. The medical failure of handling their patients would not be harmed their patients, but would be harmed their self as well. Dentals attitude which not carry out as professional standard and health legislation could be known as malpractice. Dental responsibility on this malpractice could be categorized as two things, there are Dentals responsibility on professional matters and Denials responsibility on legal aspects, such as criminal law, commercial law, administration law, Act on Medical Practice, and Act on Customer Protection. Health service is a service which has characteristic; therefore implementation of Customer Protection Act should consider such characteristics. It would be affected on services give by Dental, however, not entirely stipulation on Customer Protection Act could be applied to all Dental.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmalita Malik
Abstrak :
ABSTRAK
Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat telah menjadikan telepon selular sebagai salah satu perantara penyebaran karya-karya intelektual manusia. Musik atau lagu kini dapat dijadikan ring-tone baik hanya musik tanpa lirik (monophonic atau polyphonic) maupun beserta suara asli si penyanyi (realtone). Perkembangan terbaru adalah dengan adanya fasilitas dari operator selular yang dapat mengganti nada tunggu konvensional menjadi potongan lagu-lagu popular yang dapat dimintakan oleh konsumen selular dengan membayar sejumlah uang tertentu, yang disebut dengan Ringback Tone (RBT). Penggunaan lagu dalam RBT menimbulkan sengketa tentang siapa yang berhak menikmati royalti atas penggunaan lagu tersebut. Hal ini dikarenakan lagu yang digunakan berasal dari karya rekam yang didalamnya terdapat banyak hak seperti hak pencipta, hak produser rekaman, dan hak pelaku. Sengketa seharusnya tidak perlu terjadi apabila ketentuan undang-undang tentang eakupan hak masing-masing ditafsirkan secara benar. Tetapi pengaturan undang-undang justru sering dikacaukan oleh perjanjian lisensi pengalihan hak. Dapatkah perjanjian lisensi memberikan produser rekaman suara seluruh hak pencipta yang meliputi perbanyakan dan pengumuman menurut undang-undang adalah hal yang diteliti dalam tesis ini. Kemudian bagaimana titik singgung masing-masing hak atas lagu yang digunakan dalam RBT menjadi topik penelitian berikutnya. Penelitian ini menggunakan metode normatif, kualitatif, dan komparatif untuk mencari jawaban atas permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu perjanjian lisensi tidak boleh memberikan seluruh hak pencipta kepada produser rekaman suara. Produser rekaman suara hanya boleh menerima hak perbanyakan, dan tidak hak mengumumkan. Pada RBT terdapat persinggungan hak antara pencipta dan pelaku yang mengharuskan user (perusahaan selular) membayar royalti kepada keduanya. Sedangkan produser rekaman suara tidak memiliki hak karena RBT adalah suatu pengumuman.
2007
T19519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidia Rina Dyahtaryani
Abstrak :
Export Credit represent one of alternative financings used for procuring goods/service in around Dephan/TNI. Basically, export credit loan represent a loan prepared by exporter states to the concerned state export and also for fulfilling good needs for importer state. Said loan represents the credit granted to importer state for settling good procurement bought from the exporter company of the concerned credit provider state and therefore it cannot be used feely. The requirements of export credit during this time refer to the rules issued by states joined in OECD called OECD guidelines. In said rules it is mentioned that export credit loan is not purposed for military and agriculture needs. But factually export credit loan is still one of the important financings for goods/service procurement in around Dephan/TNI. In this thesis, it was conducted legal analysis on export credit agreement in line with the existence of standard requirements stipulated in OECD Guidelines and legal analysis of goods/service procurement export credit agreement in around Dephan/TNI.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Alfredo
Abstrak :
Hubungan bisnis dilakukan oleh pelaku bisnis dengan pelaku bisnis lainnya dalam dunia usaha dengan tujuan ekonomis, yaitu mendapatkan keuntungan. Dalam prakteknya perikatan yang dilakukan para pelaku bisnis tersebut terkadang menimbulkan masalah di saat perikatan yang disepakati oleh para pihak ternyata tidak dapat dilaksanakan, yang kemudian menimbulkan utang yang harus dipenuhi. Penyelesaian utang piutang itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur kepailitan melalui Pengadilan Niaga, apabila ternyata terdapat dua atau lebih pihak yang mempunyai piutang terhadap debitur yang memiliki utang. Adapun pengertian utang sebagai salah satu syarat penting dalam perkara kepailitan inilah yang kadangkala menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para sarjana hukum. Hal ini disebabkan karena meskipun telah diberikan definisi secara jelas melalui Undang-Undang Kepailitan 2004 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata tetapi pemahaman Hakim atas batasan-batasan pengertian tersebut seringkali menjadi rancu apalagi apabila dikaitkan dengan persyaratan kepailitan yang lain, yaitu jatuh waktu serta dapat ditagih, dan perlunya pembuktian secara sederhana atas adanya utang tersebut. Pengertian utang secara mendalam yang tidak hanya berasal dari konstruksi perjanjian pinjam meminjam, melainkan juga berasal balk karena perjanjian lainnya atau karena adanya perikatan yang lahir karena undangundang inilah yang harus dipahami oleh Hakim, dimana pelaksanaan Undang-Undang Kepailitan 2004 dengan demikian dapat dilakukan secara maksimal.
Business relations are done between one business practitioners with another with the economic purpose of achieving profit. In practice, contract between business practitioners sometimes causes difficulty when it can not be fulfilled, which then resulted in the form of debt which must be remunerated. The completion of the debt itself can be done through bankruptcy process in Business Court, if there are two or more parties acting as creditors to the debtor. Whereas, although it has been explained thoroughly in Bankruptcy Act 2004 and Civil Code Book, there are still arguments amongst law scholars regarding debt as one of important conditions in bankruptcy cases. It is caused by the lack of understanding from the Judges on the boundaries of debt, especially if it was connected with other bankruptcy conditions of overdue and liable, also the need of simple evidential phase on the debt. Therefore Judges should have profound knowledge on debt, as not only liabilities derived from loan agreement, but also resulting from other agreements or because of contract which were originated from the law, in order to have the Bankruptcy Act 2004 be exercised properly.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Purnomo Ahyani
Abstrak :
ABSTRAK
Konvensi Cape Town 2001 yang telah diratifikasi berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 8 Tahun 2007 bertujuan membentuk suatu perangkat hukum yang berlaku diantara negara peserta atas benda-benda bergerak pada umumnya dan terhadap pesawat udara, helikopter dan peralatan bergerak yang berhubungan dengannya. Tingginya biaya pengangkutan udara di Indonesia disebabkan besarnya biaya pengadaan pesawat udara sebagai akibat besarnya resiko yang ditanggung kreditur, lessor atau penjual dalam hal debitur, lessee atau pembeli cidera janji diantaranya kendala dalam melaksanakan penghapusan tanda daftar dan kebangsaan serta ekspor pesawat udara. Resiko tersebut pada umumnya dialihkan kepada perusahaan asuransi yang biayanya menjadi beban debitur, lessee atau pembeli pesawat udara dan sebagai akibatnya debitur, lessee Indonesia sebelum diratifikasinya Konvensi Cape Town 2001 hanya mampu melakukan sewa guna usaha atas pesawat udara yang lama atau tidak baru. Penelitian ini bersifat normatif yuridis dengan meneliti sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menggunakan metode deskripsi analitis dengan menganalisa aspek-aspek hukum yang menjadi kendala praktek pelaksanaan hak-hak kreditur, lessor dan penjual dalam hal debitur, lessee atau pembeli cidera janji khususnya dalam proses penghapusanan tanda daftar dan kebangsaan serta ekspor pesawat udara yang pernah dioperasikan oleh PT Air Paradise dan PT Efata Papua Airlines. Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa peraturan perundangan yang berlaku saat ini memungkinkan pihak Perhubungan Udara tidak mengabulkan permohonan penghapusan tanda pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara yang tidak diajukan oleh operator/Iessee, meskipun untuk itu lessor/pemilik terdaftar bertindak untuk dan atas nama operator/lessee berdasarkan surat kuasa yang dibuat sebelumnya. Ratifikasi terhadap Konvensi Cape Town 2001 akan memberi kepastian hukum bagi kreditur, lessor atau penjual untuk melaksanakan hak-haknya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak debitur, lessee atau pembeli diantaranya dapat dicatatkannya hak kebendaan atas kepentingan internasional (International Interest) pada pencatatan internasional (International Registry) serta terjaminnya hak untuk melaksanakan penghapusan tanda daftar dan kebangsaan pesawat udara dan mengekspornya dalam hal debitur, lessee atau pembeli cidera janji.
ABSTRACT
The Cape Town Convention 2001, which was ratified pursuant to Decision of the President of the Republic of Indonesia No. 8 of the year 2007 is intended to establish a set of rules which will apply amongst the members in relation to movable goods in general and on aircraft, helicopters and other moveable equipment in relation thereto. The high cost for air transportation in Indonesia has been in part caused by the high cost of aircraft procurement due to the risk borne by creditors, lessors or sellers in the case the lessees or purchasers default, including among others, the constraint to proceed with the deregistration of the registration mark and nationality as well as exportation of aircraft. Such risk is usually taken on by insurance companies which cost shal] be born by the debtors, lessees or purchasers of an aircraft and consequently, debtors or Indonesian lessees before the ratification of the Cape Town Convention 2001 could only lease not a new aircraft. This thesis has the character of normative law by analyzing the synchronization of the prevailing laws and regulations and using the methodology of descriptive analysis by analyzing the legal aspects which restrict the practice of implementing the rights of the creditors, lessors and sellers in the event the debtors, lessees or purchasers are in default, particularly in the case of the deregistration and export process of aircraft which were operated by PT Air Paradise and PT Efata Papua Airlines. From this analysis, it can be concluded that the prevailing regulations enable the Air Authority to reject a deregistration request which is not made by the operators/lessors, even though the lessors/registered owners are acting for and on behalf of the operator/lessee by virtue of a power of attorney made earlier. The ratification of the Cape Town Convention 2001 shall give legal certainty to creditors, lessors or sellers to implement their rights arising from an agreement legally entered into between the parties, among others, the registration of International Interest at the International Registry, legal certainty on the right to apply for deregistration of the aircraft from the aircraft registry and legal certainty to apply for exportation.
2007
T37093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Nalawardani
Abstrak :
ABSTRAK
Jaminan Fidusia atas kendaraan bermotor yang tidak didaftarkan membawa konsekuensi hukum bagi kreditur dalam hal pelaksanaan eksekusi atas Jaminan tersebut. Hal ini dikarenakan tanpa dilakukan pendaftaran, Sertifikat Jaminan Fidusia yang berfungsi sebagai dasar dilaksanakannya eksekusi tidak terbit sehingga eksekusi yang tetap dilaksanakan menjadi tidak sah. Di samping ketentuan pendaftaran, pelaksanaan eksekusi tentunya juga harus memperhatikan ketentuan mengenai wanprestasi dan juga keabsahan dari Perjanjian Pembiayaan sebagai perjanjian pokoknya. Dalam hal terjadi wanprestasi, apakah wanprestasi yang demikian telah cukup untuk membatalkan perjanjian yang diwujudkan dengan dilaksanakannya eksekusi tersebut. Sedangkan keabsahan perjanjian juga perlu diperhatikan karena sebagaimana diketahui Perjanjian Pembiayaan dibuat dengan disertai Perjanjian Jaminan Fidusia sebagai perjanjian tambahan atau pelengkap yang keberadaannya bergantung dari keabsahan Perjanjian Pembiayaan tersebut. Oleh karenanya penting bagi hakim untuk menggali keabsahan dari Perjanjian Pembiayaan untuk melihat apakah alasan eksekusi yang dilakukan oleh kreditur dapat dibenarkan atau tidak.
ABSTRACT
Fiduciary Warranty for motor vehicle which is not registered bring legal consequences to the lender for warranty execution. This because without any registration, Fiduciary Certificate as the basic for execution implementation doesn?t exist so the execution remains held was invalid. In addition to the registration provisions, the execution must also concern to the default provisions and also The Financing Agreement validity as a primary contract. In the event of default, is the default has been enough to cancel the agreement which is followed with execution implementation. Meanwhile, the agreement validity must also concerned because as well known The Financing Agreements was made with accompanied Fiduciary Agreement as an additional or supplementary agreements whose existence depends on The Financing Agreement validity. Therefore it?s important for the judge to explore The Financing Agreement validity to see if the execution reason which carried out by lender can be justified or not .
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>