Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setyo Widi Nugroho
"Aneurisma intrakranial sakular terjadi akibat lemahnya dinding pembuluh darah karena hilang atau rusaknya tunika muskularis. Belum ada penelitian yang bertujuan memperkuat dinding aneurisma intrakranial dengan cara menumbuhkan kembali lapisan tunika muskularis. Penelitian-penelitian Mesenchymal Stem Cells (MSC) pada hewan coba berhasil menumbuhkan otot polos vaskular pada aneurisma aorta dan arteri karotis. Diharapkan MSC dapat berperan dalam pembentukan tunika muskularis pada aneurisma intrakranial.
Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pertumbuhan tunika muskularis aneurisma intrakranial pada hewan coba dengan perlakuan pemberian Bone Marrow Mesenchymal Stem Cells (BM MSC) dan manipulasi tekanan darah tikus, dengan penanda SM-actin dan calponin.
Sebanyak 40 tikus Wistar diinduksi aneurisma selama 16 minggu. Modifikasi penurunan tekanan darah dan pemberian BM MSC pada minggu ke16, 18. Tikus dialokasi random ke dalam empat kelompok, yaitu hipertensi tanpa BMMSC, normotensi tanpa BMMSC, hipertensi dengan BMMSC, dan normotensi dengan BM MSC. Pada akhir minggu ke18 dilakukan nekropsi untuk pemeriksaan histopatologi, ekspresi SM-actin dan calponin terhadap aneurisma intrakranial, serta penilaian histopatologi pembuluh darah ekstrakranial.
Sebanyak 27 tikus memenuhi kriteria sampel dengan 62 aneurisma intrakranial. Pada kelompok dengan pemberian BMMSC didapatkan 8 (53,33%) aneurisma memberikan ekspresi SMα-actin (p = 0,014; OR = 14,86) dan 8 (70,00%) ekspresi calponin (p = 0,008; OR = 7,78). Terdapat 4 (57,14%) aneurisma dengan ekspresi SMα-actin (p = 0,070, OR = 2,33) dan 7 (87,5%) dengan ekspresi calponin (p = 0,01, OR = 42,00) pada kelompok normotensi dengan pemberian BM MSC. Pada keempat kelompok tidak didapatkan perbedaan luas dan tebal tunika media arteri karotis (p = 0,616 dan p = 0,222) dan arteri iliaka (p = 0,452 dan p = 0,325).
Pemberian BMMSC berhubungan dengan ekspresi SMα-actin dan calponin positif pada dinding aneurisma, menunjukkan pertumbuhan tunika muskularis. Faktor tekanan darah berhubungan dengan ekspresi calponin namun tidak berhubungan dengan ekspresi SMα-actin. Pemberian BM MSC tidak memberikan efek terhadap tunika media pembuluh darah ekstrakranial.

Saccular intracranial aneurysm is a weak arterial wall caused by degeneration of tunica muscularis. There is still no research focused on strengthening intracranial aneurysm wall by restoring or regenerating tunica muscularis. The mesenchymal stem cells research in animal model had successfully regenerate vascular smooth muscle in abdominal aorta and carotid artery aneurysm. MSC is expected to have a role in regeneration of tunica muscularis in intracranial aneurysm.
The objective of this study is to analyze the association between regeneration of tunica muscularis in intracranial aneurysm by BM MSC administration and blood pressure manipulation with SMα-actin dan calponin marker.
Forty male Winstar rats were subjected to intracranial aneurysm induction for sixteen weeks. Then, the rats were randomly assigned into four groups, which were hypertension, normalized blood pressure, bone marrow mesenchymal stem cells BM MSC administration and hypertension group, and normalized blood pressure and BM MSC administration group. At the end of 18th week, all rats were sacrificed and evaluated for histopathology, immunohistochemistry (SMα-actin dan calponin), and extracranial artery structure.
Twenty-seven rats with 62 aneurysms were eligible for sample criteria. Eight (53.3%) and fourteen (70.0%) aneurysms in group with BM MSC administration expressed SMα-actin (p = 0.014, OR = 14.86) and calponin (p = 0.008, OR = 7.78). In normotension and BM MSC administration group there were 4 (57.1%) aneurysm with SMα-actin expression (p = 0.070, OR = 2.33) and 7 (87.5%) with calponin expression (p = 0.01, OR = 42.00). There were no significant differences of wall area and thickness of carotid artery (p = 0,616 and p = 0,222) and iliac artery (p = 0.452 and p = 0.325) among four groups.
In conclusion BM MSC administration was associated with SMα-actin and calponin expression on aneurysm wall, indicating regeneration of tunica muscularis. BM MSC administration was related to tunica muscularis regeneration, Blood pressure manipulation and BM MSC administration was related to calponin expression but was not related to SMα-actin expression. No effect of BM MSC administration was found on extracranial arteries.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
D2580
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Leopold Jim
"Kejadian infeksi dengue dewasa di Indonesia tergolong tinggi. Komplikasinya adalah sindrom renjatan dengue (SRD) akibat kebocoran plasma. Untuk mengatasi kebocoran plasma, WHO menganjurkan pemberian cairan kristaloid isotonik atau koloid seperti albumin 5%. Penelitian in vitro memperlihatkan ikatan albumin dengan reseptor glikoprotein 60 (gp60) di sel endotel menstimulasi ekspresi caveolin-1 dan Src protein tyrosine kinase (PTK) yang meningkatkan perpindahan albumin ke ekstravaskular, namun secara in vivo belum diketahui pengaruh cairan albumin terhadap proses transitosis dan caveolin-1 urin.
Penelitian ini merupakan open label randomized controlled trial sejak bulan November 2018 sampai dengan Januari 2020, di beberapa rumah sakit di Jakarta dan Banten. Dari 90 pasien, sebanyak 30 pasien memenuhi kriteria DD, dan 60 pasien memenuhi kriteria DBD. Alokasi secara acak dilakukan pada 60 pasien DBD, yang terdiri atas kelompok demam berdarah dengue yang diberikan ringer laktat (n = 30) dan kelompok demam berdarah dengue yang diberikan albumin (n = 30).
Pasien DBD yang diberikan albumin 5%, caveolin-1 plasma menurun pada jam ke-12 (p = 0,016); Src PTK lebih rendah pada jam ke-12 (p = 0,048); hemokonsentrasi lebih ringan pada jam ke-12 (p = 0,022) dan ke-24 (p = 0,001); kadar albumin serum lebih tinggi pada jam ke-12 (p = 0,037) dan ke-24 (p = 0,001); albumin urin lebih ringan pada jam ke-24 (p = 0,006) dan ke-48 (p = 0,005); dan lama rawat lebih pendek (p < 0,001) dibandingkan dengan ringer laktat.
Kesimpulan: pemberian cairan albumin 5% memperbaiki kebocoran plasma transitosis dan memperpendek lama rawat pasien DBD.

The incidence of adult dengue infection in Indonesia is quite high. The complication is dengue shock syndrome (DSS) due to plasma leakage. To overcome plasma leakage, WHO recommends giving isotonic crystalloid solutions or colloids such as albumin 5%. In vitro studies have shown that albumin binding to the glycoprotein receptor 60 (gp60) in endothelial cells stimulates the expression of caveolin-1 and Src protein tyrosine kinase (PTK) which increases albumin transfer to the extravascular space, but in vivo the effect of albumin fluid on the process of transitosis and urine caveolin-1 is not known.
This study is an open label randomized controlled trial from November 2018 to January 2020, in several hospitals in Jakarta and Banten. From 90 patients, 30 patients met the criteria for DD, and 60 patients met the criteria for DHF. Random allocation was made to 60 DHF patients, consisting of the dengue hemorrhagic fever group given Ringer's lactate (n = 30) and the dengue hemorrhagic fever group given albumin (n = 30).
Patients who were given albumin 5%, caveolin-1 plasma decreased at 12th hours (p = 0.016); Src PTK was lower at 12 hours (p = 0.048); milder hemoconcentration at 12th (p = 0.022) and 24th (p = 0.001) hour; serum albumin levels were higher at 12th (p = 0.037) and 24 hours (p = 0.001); urinary albumin was milder at 24th (p = 0.006) and 48th (p = 0.005); and shorter length of stay (p < 0.001) compared to ringer lactate.
Conclusion: administration of albumin 5% fluid improves transcytosis plasma leakage and shortens the length of stay of dengue infection patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Wulandari
"Kebocoran plasma pada fase kritis berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas infeksi dengue. Hingga saat ini belum diketahui pasti patofisiologinya dan kejadiannya belum dapat diprediksi. Diteliti peran respons imun pejamu dengan kejadian kebocoran plasma pada pasien dengue dengan melihat hubungan antara hitung virus intra-monosit dan hitung monosit absolut pada fase akut dengan kejadian kebocoran plasma pada fase kritis, serta mengetahui adanya antibodi terhadap sel endotel yang kemungkinan berperan pada kebocoran plasma. Penelitian ini merupakan kohort prospektif dengan 127 subjek penelitian yang terinfeksi serotipe DENV tunggal berdasarkan rt-PCR dan dirawat di rumah sakit sebelum hari keempat demam. Spesimen darah diambil pada hari kedua demam, dan perubahan klinis dan laboratoris dipantau hingga hari ketujuh perawatan. Kebocoran plasma ditentukan pada fase kritis hari ke-5 sampai ke-7, berdasarkan kriteria WHO dan dengue score. Pada pasien dengan kebocoran plasma berdasarkan kriteria WHO, tidak terdapat perbedaan hitung virus DENV plasma pada hari kedua demam (p = 0,325) dengan pasien tanpa kebocoran plasma. Hitung virus DEN intra-monosit lebih tinggi secara bermakna (p = 0,031). Jika dikelompokkan berdasarkan dengue score, perbedaan hitung DENV intra-monosit bermakna antara kelompok skor > 3 dan skor < 1 (p = 0,07), namun tidak ditemukan perbedaan antara kelompok skor 2 dan < 1 (p = 0,14) dan antara skor 2 dan skor > 3 (p = 0,23). Demikian pula tidak ada perbedaan bermakna hitung DENV plasma pada ketiga kelompok tersebut (nilai p masing-masing adalah 0,07, 0,14, dan 0,95). Hitung absolut monosit darah tepi mengalami penurunan pada semua pasien, dengan titik terendah pada hari ketiga demam. Penurunan lebih besar secara bermakna (p = 0,015) terjadi pada kelompok dengan kebocoran plasma. Dengan titik potong hitung monosit absolut hari ketiga 250 sel/L, diperoleh AUC 0,742 untuk memprediksi kebocoran plasma dengan kriteria WHO, dan AUC 0,647 untuk memprediksi dengue score > 3 pada fase kritis. Selain itu, ditemukan antibodi terhadap sel endotel pada pasien terinfeksi DENV, dengan 3 target lebih banyak diekspresikan pada pasien dengan kebocoran plasma adalah protein berukuran 37 kDa, 75 kDa, dan 120 kDa. Kebocoran plasma pada fase kritis berhubungan dengan hitung virus DENV intra-monosit yang lebih lebih tinggi dan jumlah absolut monosit darah tepi yang lebih rendah pada fase akut. Dengan titik potong hitung monosit absolut pada hari ketiga 250 sel/L dapat diprediksi kejadian kebocoran plasma pada fase kritis. Ditemukan antibodi terhadap sel endotel yang kemungkinan berhubungan dan berpotensi sebagai penanda prediktor kebocoran plasma.

Plasma leakage during the critical phase is associated with morbidity and mortality from dengue infection. Until now, the pathophysiology is remains unclear, and the occurrence is unpredictable. We examine the role of host immune response in the pathophysiology of plasma leakage in dengue infected patients by studying the association of intra-monocyte DENV viral load and monocyte absolute count during the acute phase with plasma leakage during critical phase. We also examined the existence of anti-endothelial antibody in dengue infected patients’ plasma that could potentially be involved in the plasma leakage. This prospective cohort study involved 127 subjects with single DENV serotype infected identified by rt-PCR and hospitalized for three days after the fever occurs. Blood samples were taken on the second day, and all the patients were monitored until the 7th day for clinical and laboratory changes. Plasma leakage was determined on fifth to seventh day, according to the WHO criteria and dengue score. In the plasma leakage group, based on WHO criteria, there was no significant difference in plasma DENV viral load (p = 0.325), while the intra-monocyte DENV viral load was significantly higher (p = 0.031). Based on the dengue score grouping, intra-monocyte DENV viral load was significantly higher on score > 3 compared to score < 1 (p = 0.07), but there was no significant difference between scores 2 and < 1 (p = 0.14), and between scores 2 and > 3 (p = 0.23). There were no significant differences in plasma DENV viral load among those groups (respective p values: 0.07, 0.14, and 0.95). The monocyte absolute count decreased in all the patients, with the lowest count was reached on the third day of fever. On day 3, the monocyte absolute counts were significantly lower among plasma leakage patients compared to non-plasma leakage patients (p = 0.015). By using a cut-off point of absolute monocyte count of 250 cells/L, We obtained an AUC of 0.742 which was used to predict the occurrence of plasma leakage in the critical phase based on WHO criteria, and AUC 0.647 to predict dengue score > 3. We also found the anti-endothelial antibodies in the acute plasma of dengue infected patients. The prominent antibodies targeting endothelial proteins of 37 kDa, 75 kDa, and 120 kDa were expressed more among the plasma leakage groups. Plasma leakage during the critical phase is associated with higher intra-monocyte DENV viral loads and lower monocyte absolute count compared to the acute phase. The monocyte absolute count cut-off point of 250 cells/L on the third day may be used as predictor of plasma leakage. Anti- endothelial antibodies were detected in acute plasma and might be associated and used as predictors of plasma leakage."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library