Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ken Bimo Sultoni
"Konflik antar kelompok berpotensi menjadi ancaman menjelang Pilpres 2024, terutama ketika menggunakan politik identitas. Politik identitas digunakan oleh Komunitas Islam Wahabi sebagaimana kemudian memuncak dalam kasus Penghinaan Makam TGH Ali Batu di Lotim. Peneliti ingin mengidentifikasi dan menganalisis potensi ancaman yang muncul akibat politiik identitas yang terjadi. Salah satunya yaitu konflik yang terjadi antara kelompok masyarakat Adat dengan kelompok Islam Wahabi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atau memetakan konflik yang terjadi serta menganalisis potensi ancaman pada ketahanan nasional.
Penelitian ini menggunakan konsep politik identitas dan konflik serta ancaman dan ketahanan nasional. Sementara Pendekatan dalam penelitian adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumen. Wawancara dilakukan pada pemuka adat dan agama setempat dan pemangku kepentingan yang menangani konflik serta dilengkapi dengan data dari informan yang menangani konflik.
Temuan menunjukkan bahwa perbedaan pemahaman terjadi diakibatkan oleh Komunitas Islam Wahabi yang secara terstruktur dan sistematik melakukan dakwah pemurnian Islam yang menolak keberadaan ritual tradisi dan adat seperti selametan, ziarah kubur, dll. Dakwah dilakukan disertai dengan tindakan mengolok-olok kebiasaan tersebut.
Konflik yang berulangkali terjadi membutuhkan pendekatan yang tidak hanya bersifat sosio-kultural, melainkan juga pendekatan berupa regulasi yang dapat mencegah penetrasi secara kelembagaan dari Komunitas Islam Wahabi.

Conflict between groups has the potential to become a threat ahead of the 2024 presidential election, especially when using identity politics. Identity politics was used by the Wahhabi Islamic Community as later culminated in the case of the Humiliation of the Tomb of TGH Ali Batu in Lotim. Researchers want to identify and analyze potential threats that arise due to identity politics that occur. One of them is the conflict between the Indigenous people group and the Wahhabi Islam group. This study aims to identify or map conflicts that occur and analyze potential threats to national security.
This study uses the concepts of identity politics and conflict as well as threats and national security. While the approach in research is qualitative with case study method. Data collection techniques used are interviews, observation and document study. Interviews were conducted with local traditional and religious leaders and stakeholders who handle conflicts and are complemented by data from informants who handle conflicts.
The findings show that the difference in understanding occurs is caused by the Wahhabi Islamic Community which is structured and systematic in carrying out Islamic purification da'wah which rejects the existence of traditional and customary rituals such as salvation, pilgrimage to the grave, etc. Da'wah is carried out accompanied by making fun of these habits.
Conflicts that occur repeatedly require an approach that is not only socio-cultural in nature, but also an approach in the form of regulations that can prevent institutional penetration of the Wahhabi Islamic Community.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumuli, Gisela Violin
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana kekerasan berbasis gender (KBG) sangat mungkin terjadi di dunia maya dan terus merajalela semenjak dunia dilanda pandemi COVID-19. Dalam menelisik peran hukum sebagai tameng pelindung atas korban kekerasan berbasis gender online (KBGO), penelitian ini menggunakan kasus GA yang ditetapkan sebagai tersangka atas konten pornografi sebagai entry point analisis. Penelitian ini juga ingin menunjukkan bahwa praktik KBGO seringkali menyasar perempuan yang digambarkan dengan posisi GA selaku figur publik dan menjadi sasaran ‘empuk’ dari praktik KBGO yang diperkeruh dengan penghakiman masyarakat. Analisis ini ingin menunjukkan terdapat korelasi dari kentalnya budaya patriarkis dan ketidakpahaman masyarakat Indonesia mengenai konsep persetujuan senantiasa melahirkan posisi timpang pada perempuan dan akan terus melanggenggkan budaya victim-blaming pada korban. Penelitian ini dilakukan dengan menelaah serangkaian instrumen hukum, penerapannya oleh aparat penegak hukum lewat hasil putusan pengadilan, reaksi masyarakat lewat pemberitaan media massa terkait kasus, dan juga wawancara langsung kepada KBGO yang melapor lewat LBH APIK serta pendampingnya. Peneliti juga menggunakan feminist legal method demi menjawab permasalahan berdasarkan pengalaman perempuan sebagai korban untuk mendorong penyusunan payung hukum dan sistem hukum yang lebih berperspektif korban, sehingga nantinya, tidak adalagi perempuan korban yang disalahkan seperti apa yang dialami GA dalam kasusnya.

This study aims to explain how gender-based violence (GBV) is very likely to occur in cyberspace and continues to run rampant since the world was hit by the COVID-19 pandemic. In examining the role of the law as a protective shield for victims of gender-based violence online (GBVO), this study uses the case of GA who is designated as a suspect for pornographic content as an entry point for analysis. This study also wants to show that GBVO practices often target women who are described as GA's position as a woman public figure and become 'easy' target of GBVO practices that are clouded by community judgment. This analysis shows that there is a correlation between the strong patriarchal culture and the Indonesian people's lack of understanding regarding the approval of the birth of an unequal position in women and will continue to perpetuate the victim-blaming culture of victims. This research was conducted by examining legal instruments, their application by law enforcement officers through court results, public reactions through mass media reports related to cases, and also direct interviews with the victims of GBVO who reported to LBH APIK. The researcher also uses the feminist legal method to answer questions based on the experience of women as victims to encourage the formulation of a legal basis and legal system that is more victim-oriented, so that in the future, there will be no more female victims who are blamed as experienced by GA in her case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library