Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supangkat, Teguh
Abstrak :
Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Dengan adanya krisis tersebut, kinerja perbankan di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang memburuk. Agar dapat bangkit dari kondisi krisis moneter yang berdampak pada terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, maka salah satu langkah awal yang dilakukan Pemerintah adalah perbaikan (reformasi) di sektor ekonomi, terutama restrukturisasi di bidang perbankan. Restrukturisasi di bidang perbankan ini dimaksudkan untuk memacu tingkat kesehatan bank melalui berbagai tindakan seperti pemulihan tingkat solvabilitas, profitabilitas dan menempatkan kembali fungsi bank sebagai lembaga intermediasi. Pemulihan solvabilitas bank (net worth) adalah langkah yang berhubungan dengan penambahan modal/ekuitas dan pembenahan terhadap kualitas aktiva produktif. Penilaian kinerja bank oleh lembaga pengawas bank di beberapa negara terdapat perbedaan namun sebagai konsep dasar adalah penilaian menggunakan CAMEL (Capital, Assets Quality, Managements, Earnings dan Liabilities). Penilaian faktor CAMEL dimulai dengan menghitung nilai kredit dari setiap komponen dari masing-masing faktor. Dalam faktor permodalan dikenal rasio CAR sebagai faktor penilai kecukupan modal bank, sedangkan faktor kualitas aktiva produktif menggunakan dua rasio perhitungan yaitu rasio kualitas aktiva produktif dan rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif. Penilaian manajemen atas dasar pertanyaan atau pernyataan yang meliputi 100 aspek pertanyaan, sedangkan faktor rentabilitas menggunakan dua rasio yaitu rasio ROA dan rasio BOPO serta faktor terakhir yaitu faktor likuiditas menggunakan dua rasio yaitu rasio LDR dan rasio antar bank. Untuk memperoleh nilai kredit, hasil kuantifikasi faktor CAMEL dikurangi atau ditambah dengan nilai kredit hasil pelaksanaan ketentuan tertentu yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank. Atas dasar jumlah nilai kredit ini, diberikan predikat tingkat kesehatan yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat. Penilaian kinerja dengan model CAMEL masih belum menggambarkan kondisi bank secara keseluruhan, oleh karena itu dilakukan analisis dengan metode "stress testing" dan analisis sensitivitas terutama untuk melihat kecukupan modal bank. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa kinerja bank pada akhir tahun 1997 masih menunjukkan kondisi yang baik dengan CAR bank secara keseluruhan sebesar 9,19% dan 10 bank yang diteliti sebesar 9,1.1%. Setelah adanya krisis perbankan, kinerja bank pada umumnya menurun sangat drastis dan juga kinerja bank yang dilakukan rekapitalisasi baik dari segi permodalan, aktiva produktif, rentabilitas dan likuiditas. Modal bank rekapitalisasi mengalami penurunan dari Desember 1997 sebesar 9,11 menjadi negatif 37,99% bulan Desember 1998 dan juga modal bank secara keseluruhan negatif 15,68%. Selain itu kualitas aktiva produktif dan NPL bank yang diteliti memburuk dengan rasio KAP 39,95% dan rasio NPL 61,94%. Sementara itu untuk ROA bank secara keseluruhan negatif 18,76% dan bank rekapitalisasi negatif 39,72%. Dibandingkan dengan standar tingkat kesehatan (CAMEL) semua rasio baik untuk keseluruhan bank maupun bank rekapitalisasi di bawah standar tingkat kesehatan. Program rekapitalisasi yang dilakukan pemerintah berdampak pada perubahan kinerja bank yang tercermin dari adanya perubahan rasio CAR dari rasio negatif sebesar 77,6% menjadi positif 17,8%, rasio KAP dari rata-rata 50,4% menjadi 7,9%, rasio NPL dari rata-rata 62,3% menjadi 23,8%, rasio ROA dari rata-rata negatif 28,0% menjadi negatif 19,2% dan rasio LDR dari rata-rata sebesar 86,5% menjadi 39,6%. Namun demikian sampai dengan Desember 1999 kinerja bank rekapitalisasi yang diteliti, masih belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Dari segi permodalan masih terdapat 4 bank yang modalnya di bawah 8%, sampai dengan posisi bulan Desember 2000 kondisi CAR bank rekapitalisasi rata-rata sudah di atas standar yaitu 19,58% namun masih terdapat 3 bank yang dibawah 8%. Tiga bank yang dibawah standar ini adalah bank-bank swasta yang direkapitalisasi terlebih dahulu yang disebabkan antara lain klaim inter bank yang belum dapat diselesaikan, kondisi perkreditan yang terus memburuk dan belum selesainya program restrukturisasi kredit. Dari segi NPL untuk mencapai rasio 5% rata-rata baru mencapai 15,52% dan baru 2 bank rekapitalisasi yang telah memenuhi. Perilaku portofolio bank pada saat sebelum rekapitalisasi menunjukkan suatu perilaku portofolio yang normal dimana sumber dana sebagian besar ditempatkan pada porsi kredit yang diberikan pada tahun 1997 sebesar 18,8% dan tahun 1998 sebesar 85,1% yang berarti proses intermediasi dapat berjalan dengan baik. Namun pada periode 1999 dan 2000 ada perubahan perilaku portofolio bank, dimana penyediaan dan pada periode tersebut lebih banyak pada SBI dan Obligasi dengan komposisi 60,7% dan 63,6%, sedangkan porsi kredit untuk bank yang direkap sebesar 35,7% dan 26,2%. Dengan adanya struktur portofolio yang demikian maka proses intermediasi perbankan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari hasil analisis sensitivitas apabila dilakukan swap obligasi pemerintah dengan kredit berakibat pada perubahan CAR yang cukup drastis dari rata-rata CAR bulan Juni 2001 sebesar 18,37% turun menjadi 8,02%. Sedangkan apabila obligasi dilakukan trading 30% maka CAR berubah dari 18,37% menjadi 11,31% dan terdapat 4 bank yang tidak memenuhi CAR 8%. Hasil metode "stress testing" apabila ada perubahan pertumbuhan kredit CAR bank yang direkapitalisasi turun dari rata-rata 20,8% menjadi 12,06%, sedangkan apabila dibarengi dengan kenaikan suku bunga 2% maka CAR bank menjadi 9,27%. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, agar restrukturisasi dapat berjalan dengan baik diperlukan prasyarat kondisi ekonomi yang stabil agar kegiatan bank "sustainable" dan perlu didampingi penyehatan sektor riil. Prasyarat lain yaitu mencabut ketentuan-ketentuan yang "counter productive", perbaikan aspek legal dan sumber daya manusia yang kompeten. Terhadap bank yang belum dapat mencapai CAR 8% dapat ditempuh dengan cara merger namun perlu dilakukan penyehatan aset bank yang akan di merger terlebih dahulu terutama pemindahan kredit yang bermasalah dan penyelesaian klaim inter bank. Disisi lain diperlukan pengawasan bank yang lebih baik dengan ketentuan-ketentuan yang telah disesuaikan dengan standar internasional dan mengarahkan bank untuk menerapkan praktek good coorporate governance.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T7335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulmi
Abstrak :
Tidak dapat dipungkiri bahwa program penjaminan pemerintah terhadap dana masyarakat telah mampu menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Tumbuhnya kepercayaan masayarakat kepada perbankan terlihat dari mulai mengalirnya dana kepada perbankan, namun karena kondisi perekonomian dan sosial politik lainnya belum mendukung, bank-bank masih enggan untuk menyalurkan kredit kepada sektor riil. Akibatnya terjadi over likuid di pasar uang. Kondisi ini tidak mendukung terhadap ekonomi moneter di Indonesia. Salah satu piranti moneter yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan jumlah uang beredar adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Kecenderungan peningkatan suku bunga SBI akhir-akhir ini adalah merupakan dampak upaya Bank Indonesia untuk mengurangi jumlah uang beredar. Dengan menaikkan suku bunga SBI diharapkan perbankan juga akan berupaya untuk menaikkan suku bunga agar lebih merangsang masyarakat untuk menempatkan uangnya di bank. Strategi Bank Indonesia tersebut tampaknya kurang/tidak memberikan hasil yang memuaskan. Kenaikan suku bunga SBI tidak secara baik diikuti oleh perbankan untuk menaikkan suku bunga baik deposito, antar bank maupun kredit. Kenaikan dan penurunan suku bunga SBI tidak direspon oleh suku bunga pasar secara simetris khususnya kredit. Pada periode suku bunga cenderung naik, perubahan suku bunga SBI hampir tidak direspon secara baik oleh perubahan suku bunga pasar. Sebaliknya pada periode suku bunga pasar cenderung turun, perubahan suku bunga pasar cenderung mengikuti perubahan suku bunga SBI. Dalam kondisi suku bunga turun, suku bunga kredit lebih rigid dibandingkan dengan suku bunga deposito dan Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Hal ini dapat dipahami karena secara teori bank-bank akan berperilaku memaksimumkan profit dan meminimumkan biaya. Kegagalan Bank Indonesia mengendalikan suku bunga pasar akhir-akhir ini antara lain disebabkan dari belum berjalannya fungsi intermediasi perbankan dengan baik. Reknit- masih tingginya non performing loan (NPL), meningkatnya risiko kredit yang dihadapi bank serta amortisasi kerugian merupakan salah satu sebab enggannya perbankan menyalurkan kredit. Di sisi lain terdapat 581 dengan suku bunga relatif tinggi tanpa risiko. Kondisi ini memberikan alternatif yang menguntungkan bagi bank-bank untuk menanamkan dananya pada SBI dan pada kredit.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T10467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hizbullah
Abstrak :
Krisis ekonomi yang mulai terjadi pada pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis keuangan yang melanda perbankan nasional. Rapuhnya ketahanan (strengthen) sistem perbankan pada waktu itu, antara lain disebabkan sikap manajemen bank yang lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek atau keuntungan sesaat tanpa menghiraukan risiko jangka panjang. Demikian pula, sistem pengawasan bank yang belum sepenuhnya menerapkan ketentuan BIS menyebabkan risiko-risiko yang terdapat dalam kegiatan usaha bank belum menjadi objek pengawasan Bank Indonesia. Risiko-risiko tersebut menjadi salah satu penyebab hancurnya perbankan nasional, karena kerugian yang terjadi akibat adanya risiko tidak diantisipasi sebelumnya. Setiap kegiatan usaha bank, mengandung berbagai macam risiko seperti risiko kredit (credit risk), risiko pasar (market risk), risiko likuditas (liquidity risk), risiko operasional (operational risk), risiko hukum (legal risk), risiko reputasi (reputational risk), risiko strategik (strategic risk) dan risiko kepatuhan (compliance risk). Risiko tersebut tidak mungkin ditiadakan atau dihilangkan dalam kegiatan bisnis bank, namun hanya dapat dikelola sehingga terkendali (manageable) pada batas (limit) yang dapat diterima (acceptable). Oleh karena itu, tugas utama manajemen bank adalah mengelola dan mengendalikan risiko agar tidak melampaui tingkat yang tidak dapat ditolerir (unacceptable) yang dapat merugikan atau bahkan membahayakan kelangsungan usaha bank. Bank-bank harus dapat meng-absorb setiap risiko yang terdapat dalam transaksi yang dilakukan. Agar dapat mengelola risiko dengan baik, bank wajib pula memiliki risk management atau sistem pengendalian risiko yang memadai. Kegiatan pengendalian risiko bank dapat dibagi dalam 3 tahap, yaitu mengurangi kemungkinan terjadinya risiko, mengurangi dampak negatif atau kerugian terhadap bank, dan menerima risiko dengan shifting (hedging) atau menambah modal. Proses pengendalian risiko ini harus dilengkapi dengan guidelines, organisasi, sumber daya manusia (SDM) pendukung (risk grup), dan sistem informasi yang baik. Pihak-pihak yang terlibat dalam manajemen risiko perbankan adalah regulator, pengawas bank, pemegang saham, direksi, manajer senior, internal auditor, eksternal auditor dan publik. Masing-masing pihak mempunyai akuntabilitas dan kepentingan atas risiko-risiko yang diakibatkan oleh transaksi-transaksi perbankan. Hingga saat ini, perhitungan CAR bank di Indonesia masih mengacu pada Basle Accord 1988, belum mengadopsi Arnendement To The Capital Accord To Incorporated Market Risk 1996. Oleh karena Itu CAR tersebut belum menggambarkan kinerja bank yang sesungguhnya karena belum memperhitungkan market risk. Pada hal sejak akhir tahun 1997 bank-bank yang telah memiliki jaringan internasional (internationally-active banks) di negara-negara maju telah mulai menerapkan market risk dalam perhitungan CAR, sehingga CAR sebesar 8% selain untuk mengcover credit risk juga untuk mengcover market risk. Market Risk merupakan risiko yang sangat penting dalam kegiatan usaha bank. Risiko tersebut meliputi Risiko Khusus (Specifik Risk), Risiko Umum (General Market Risk), Equity Position Risk, Risiko Niiai Tukar (Foreign Exchange Risk), Risiko Komoditi (Commodities Risk) dan Risiko Harga Option (Option Risk). Namun sesuai dengan lingkup kegiatan usaha dan jenis transaksi yang dilakukan oleh perbankan di Indonesia, pada saat ini hanya Specifik Risk, General Market Risk dan Foreign Exchange Risk saja yang telah dapat di exercise dalam perhitungan CAR bank. Untuk mengukur capital charge market risk, bank diharuskan menggunakan Metode Standar BIS. Namun B1S memperkenankan pula untuk menggunakan internal model, seperti metode Value at Risk (VaR). Dalam tesis ini exercise capital charge market risik dilakukan dengan menggunakan Metode Standar BIS. Penggunaan Internal Model belum dapat dilakukan mengingat adanya beberapa kendala, antara lain ketersediaan data pendukung (data base), belum baiknya sistem informasi bank, keterbatasan sumber daya manusia dan belum tersedianya software untuk memperoses data. Exercise market risk dilakukan terhadap Bank A, Bank B, Bank C dan Bank D yang menghasilkan capital charge risiko spesifik masing-masing sebesar Rp15.233 juta, Rp19.067 juta, Rp6.627 juta dan Rp4.116 juta, capital charge risiko umum masing-masing sebesar Rp46.719 juta, Rp62.034 juta, Rp89.746 juta dan Rpl.014 juta serta capital charge risiko nilai tukar masing-masing sebesar Rp20.290 juta, Rp907 juta, Rp26.212 juta dan Rpl.014 juta. Sedangkan total capital charge ketiga risiko tersebut masing-masing sebesar Rp82.242 juta, Rp82.008 juta, Rp122.584 juts dan Rp11.291 juta. Dampak capital charge market risk terhadap penurunan CAR Bank A, Bank B, Bank C dan Bank D masing-masing sebesar 0,10%, 0,88%, 3,70% dan 0,07%. Setelah memperhitungkan capital charge market risk tersebut diketahui bahwa Bank A, Bank B, dan Bank C tetap memiliki CAR di atas 8% sehingga tidak melanggar ketentuan Bank Indonesia. Khusus untuk Bank D sebelum di exercise telah memiliki CAR dibawah 8%. Hal ini membuktikan bahwa penerapan market risk dalam perhitungan CAR bank belum mengkhawatirkan, karena sesuai dengan kegiatan usaha dan jenis transaksi bank-bank di Indonesia capital charge market risk terbukti belum berdampak siginifikan menurunkan CAR bank, khususnya pada 4 bank yang diteliti.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Rifai
Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destry Damayanti
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayudha Dharma Prayogo
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18232
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sual, Winston
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18279
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library