Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gamar Ariyanto
Abstrak :
UNLVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUD! SOSIOLOGI KEKHUSUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL GAMAR ARIYANTO Nim 6997510094 PENDAMPINGAN SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Studi Kasus Pendampingan Masyarakat Sub Suku Nawaripi dalam Program Rekognisi Tanah Ulayat yang Ru/sak karena Limbah Pertambangan PT. ¥mport Indonesia di Kabupalen Mimika, Propinsi Irian ]aya (xii, 5 bab, 174 halaman, 13 label, ! bagan, 19 gambar, 2 lampiran. BBL: 40 Buku,14 Laporan, 9 Artikel/Surat Kabar, 10 Jurnal/Makalah, 8 Keputusan/Konvensi/ Undang-undang/Pedoman Umum, 1 Karya Itmiali/Tesis/Disertasi mulai tahun 1962 hingga tahun 2001) ABSTRAK Ketidakberdayaan, kemiskinan dan ketidakmampuan masyarakat Sub Suku Nawaripi dalam mengembangkan kehidupan adalah salah satu dampak tersingkirnya masyarakat dari proses pembangunan. Masyarakat Sub Suku Nawaripi adalah salah satu contoh masyarakat yang tersingkir karena tanah ulayat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, digunakan Freeport untuk membuang limbah. Akibat penggunaan lahan ini, masyarakat Sub Suku Nawaripi menjadi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keputusasaan ini menjadikan masyarakat Sub Suku Nawaripi menjadi asosial, dan mengajukan tuntutan-tuntutan yang semakin mengakibatkan kerawanan sistem sosial di Kota Mimika. Salah satu upaya untuk meredam kerawanan sosial ini, Yayasan Sejati melakukan pendampingan Penelitian untuk melihat proses pendampingan ini merupakan penelitian deskriptif, dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan studi kepustakaan, pengamatan terlibat dan wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih secara purposive. Sasaran yang diteliti adalah masyarakat Sub Suku Nawaripi dengan lokasi penelitian di Desa Nayaro, Desa Koperapoka, dan Desa Nawaripi Baru Kecamatan Mimika Baru, Kabupaten Mimika Propinsi Irian Jaya. Seluruh proses penelitian membutuhkan waktu selama 8 bulan. Tujuan penelitian adalah diperolehnya gambaran proses pendampingan yang dilakukan untuk memberdayakan masyarakat, dengan melihat gambaran proses dari kegiatan pendamping dalam mempersiapkan masyarakat sebelum menandatangani pelepasan tanah ulayat Sub Suku Nawaripi kepada pemerintah, kegiatan-kegiatan pendamping dalam proses penandatanganan dokumen pelepasan tanah ulayal Sub Suku Nawaripi dan menggambarkan hasil-hasil dari proses pendampingan yang dilakukan pendamping terhadap masyarakat Sub Suku Nawaripi. Kasus pendampingan masyarakat Sub Suku Nawaripi dalam program Rekognisi Tanah Ulayat yang Rusak karena Limbah PT. Freeport Indonesia, dipilih untuk menggambarkan pendampingan sebagai salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat, karena pendampingan tersebut dilaksanakan dengan maksud untuk memampukan masyarakat agar dapat memahami realitas pada lingkungannya, melakukan refleksi pada faktor-faktor yang menentukan lingkungannya dan mengartikulasikan aspirasi, meletakkan langkah-langkah untuk merubah efek dengan merubah situasi. Pendampingan ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan 3 prinsip pemberdayaan, yang terdiri dari bentuk kegiatan yang difokuskan untuk membantu memahami kondisi inividu terhadap kesejahteraan dirinya, pendamping mendukung individu untuk mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan pemenuhan kebuluhannya, dan yang terakhir dilakukan dengan mengurangi perasaan terisolasi dan membuat hubungan-hubungan dengan individu/kelompok yang lain. Dalam konteks pemberdayaan, proses pendampingan ini juga dimaksudkan menggunakan strategi relief & wellfare yang digabungkan dengan strategi small-scale self reliant local development, sustainable systems development, people's movement dan empowering people. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Yayasan Sejati menggunakan 2 jalur untuk membantu masyarakat Sub Suku Nawaripi. Pertama dilakukan dengan mengupayakan perubahan kebijakan, kedua dilakukan dengan mendampingi masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Sejati belum menggambarkan hakikat proses pemberdayaan. Masyarakat Sub Suku Nawaripi masih belum maksimal berperan dalam seluruh kegiatan yang ditujukan untuk kesejahteraan hidupnya. Masyarakat Sub Suku Nawaripi hanya berperan sebatas sebagai "narasumber" dari seluruh proses kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat. Masyarakat belum dipercaya untuk bersama-sama memikirkan dan menganalisis alternatif-alternatif tindakan dan kegiatan untuk mewujudkan keinginan. Walaupun dari segi proses, belum secara maksimal menerapkan tehnik pemberdayaan, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Sejati telah menunjukkan dampak perubahan keberdayaan masyarakat. Penelitian ini juga menggambarkan efektifltas kegiatan pendamping untuk mempengaruhi elit pengambil kebijakan, untuk mendukung upaya masyarakat Sub Suku Nawaripi untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Perubahan sosial membutuhkan waktu yang tidak sedikit, oleh karena itu direkomendasikan dalam penelitian ini untuk meneruskan dan mengembangkan pendampingan menjadi semakin komprehensif dan melibatkan seluruh komponen masyarakat di Kabupaten Mimika. Terbentuknya Lem'oaga Musyawarah Adat dan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Mimika merupakan wahana yang sangat strategis untuk melakukan proses pemberdayaan. Selain mengembangkan pendampingan agar mencakup aspek yang lebih luas, hal yang sangat penting untuk dilakukan sebagai tindaklanjut kegiatan pendamping dalam memberikan alternatif penyelesaian konflik pertanahan antara masyarakat dengan negara (swasta), adalah melakukan sosialisasi dan diseminasi. Dari aspek teknis, penelitian ini merekomendasikan agar meningkatkan kualitas pendamping, sehingga mampu meningkatkan kualitas pendampingannya. Hal ini penting, karena cukup sulit membedakan pendampingan untuk pemberdayaan (empowerment) dengan pendampingan untuk pem-perdajaan (disempowerment). Pemberdayaan akan menghasilkan masyarakat yang mandiri, dan mampu berkembang sesuai dengan daya kreatif dan kebijakan-nya, sedangkan pem-perdayaan akan menghasilkan masyarakat yang tidak mandiri, tergantung nasibnya pada orang lain.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharis
Abstrak :
Tesis ini meneliti tentang Pemberdayaan Masyarakat melalui Program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami Kecamatan Selebar Kota Bengkulu di Propinsi Bengkulu. Program PDM-DKE ini muncul seiring dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Program ini berlaku di seluruh wilayah RI termasuk juga desa Pagar Dewa dan desa Sukarami. Akibat dari krisis ekonomi ini masyarakat di kedua desa tersebut menghadapi berbagai permasalahan yang sangat berat yaitu: Pertama, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat disebabkan usaha produktif yang mereka kelola kurang mendatangkan hasil yang memadai dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, untuk mengembangkan usaha produktifnya mereka membutuhkan modal dari pihak lain. Kedua, terjadinya persaingan yang tidak sehat antar sesama masyarakat, masyarakat saling curiga mencurigai satu dengan yang lainnya oleh karena itu masyarakat selalu tertutup dalam hal menerima gagasan maupun kehadiran orang lain. Ketiga, tidak ada lembaga yang dapat menyatukan pandangan, gerak dan Iangkah mereka secara bersama-sama untuk keluar dari kemelut kemiskinan yang dialami oleh mereka. Keempat, masyarakat belum menyadari rnasalah dan potensi, serta belum mampu memilih alternatif dan merencanakan usaha apa yang harus mereka kembangkan di desanya. Masyarakat dikedua desa ini menjadi tidak berdaya nnenghadapi situasi yang demikian, oleh karena itu pemerintah menggulirkan program PDM-DKE. Program PDM-DKE merupakan program pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mereka marnpu mengatasi permasalahan hidupnya sehari-hari dan tidak terjebak dalam kemiskinan. Proses pemberdayaan masyarakat dalam program ini dilaksanakan melalui empat tahap yaitu tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian. Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui proses pemberdayaan masyarakat, kedua mengetahui hasil yang dicapai, dan ketiga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di kedua desa tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif, dengan teknik pengumpulan data berupa: studi kepustakaan, studi dokumentasi dan wawancara tidak terstruktur. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini sebanyak 18 orang. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan program PDM-DKE di desa Pagar Dewa maupun di desa Sukarami. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa proses pelaksanaan program PDM-DKE di kedua desa tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan prinsip pengelolaan program, dilaksanakan secara transparan di ketahui oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka dengan melibatkan peran aktif masyarakat mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pelestarian. Setiap pengambilan keputusan didasarkan atas hasil kesepakatan bersama melalui rapat musyawarah desa. Hasil yang telah dicapai dari proses pemberdayaan ini cukup baik. Baik ditinjau dari faktor peningkatan pendapatan, keterbukaan, musyawarah desa, maupun kemandirian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi dalam kegiatan ini adalah kondisi masyarakat dikedua desa tersebut dan kebijakan program itu sendiri. Secara keseluruhan proses pemberdayaan masyarakat melalui program PDM-DKE di desa Pagar Dewa dan desa Sukarami dapat dikatakan cukup berhasil. Namun, dalam prakteknya masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang dihadapi baik oleh pengurus sebagai pendamping, maupun masyarakat sebagai anggota pokmas penerima manfaat. Saran yang disampaikan, dalam memberdayakan masyarakat miskin selain dengan memberikan bantuan dana untuk pengembangan usaha produktif, masyarakat juga perlu diberikan pengetahuan yang memadai agar usaha yang akan dikelola tidak bersifat spekulatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal perlu lebih ditanamkan kesadaran dan motivasi yang kuat mulai dari tahap persiapan sampai pada tahap pelestarian program. Sedangkan untuk menghindari faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan program dapat diadakan pendekatan secara individual atau pendekatan kelompok.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Anshar Mujahid
Abstrak :
Populasi masyarakat terasing di seluruh Indonesia sebesar 1,1 juta jiwa atau 214.488 kk (Depsos : 96/97). Masyarakat terasing sendiri, oleh Departemen Sosial R.I (1999: 2) diartikan sebagai "kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum mampu terlibat dalam jaringan pelayanan, baik sosial, ekonomi maupun politik". Kondisi kehidupan mereka sangat tertinggal dibandingkan masyarakat lain di sekitarnya, dalam seluruh aspek kehidupan. Upaya pemberadayaan masyarakat terasing bertujuan agar mereka menjadi setara dengan masyarakat di sekitarnya. Namun, sebagaimana juga diakui oleh Departemen Sosial, bahwa hasilnya banyak yang mengalami kekurang berhasilan. Dengan kata lain program yang telah menghabiskan banyak sumber daya berupa biaya, waktu dan tenaga tidak banyak memberikan perubahan pada kehidupan warga masyarakat terasing. Untuk mengurangi tingkat kekurang berhasilan, pemberian pelayanan kepada masyarakat terasing diubah. Melalui Sistem Pemukiman Sosial, pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menggunakan Metoda Community Development. Dengan metoda ini, warga masyarakat terasing tidak lagi sebagai obyek, namun sebagai subyek dan mitra dalam pelaksanaan kegiatan. Karena merupakan metoda yang tepat dalam upaya pemberdayaan masyarakat terasing, maka perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas penerapan metoda tersebut. Untuk tujuan tersebut penulis melakukan beberapa langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Melakukan studi literatur yang berhubungan dengan konsep masyarakat, masyarakat terasing, Pembangunan, Community Development.dan pemberdayaan.
  2. Membuat research design untuk menentukan metode penelitian yang akan digunakan Melakukan pengumpulan data dengan tehnik wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.
  3. Responden yang dijadikan sumber data primer adalah kepala keluarga warga masyarakat terasing sebanyak 35 orang yang masing-masing mewakili keluarganya, dua orang petugas lapangan, satu orang pejabat Departemen Sosial tingkat propinsi dan satu orang pejabat Departemen Sosial tingkat pusat.
Setelah mengkaji semua informasi, baik yang diperoleh dari hasil kajian dokumentasi maupun wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, diperoleh berbagai kesimpulan, di antaranya :
  1. Dilihat dari segi kuantitas, kapasitas pemberdayaan masyarakat terasing sangat kecil. Jumlah yang telah mendapatkan pelayanan selama 20 tahun, sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1998 adalah sebanyak 34.185 kepala keluarga dari populasi sebanyak 214.488 kepala keluarga, atau sebesar 16,41% atau 0,82% setiap tahun. Rendahnya kapasitas pemberdayaan masyarakat terasing tersebut terkait dengan visi pembangunan yang selama ini mengutamakan pertumbuhan dan memberikan perhatian yang kecil kepada pembangunan sosial. Pembangunan masyarakat terasing merupakan bagian dari pembangunan sektor kesejahteraan sosial yang merupakan bagian pembangunan sosial. Kecilnya perhatian terhadap pembangunan sektor sosial, menyebabkan alokasi anggaran untuk sektor inipun kecil.
  2. Dilihat dari segi kualitas, pelayanan yang telah diberikan selama ini juga belum mampu memberikan perubahan yang berarti, dalam pengertian kemajuan dan peningkatan mutu kehidupan warga masyarakat terasing.
  3. Dari informasi yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat terasing ToBentong di Desa Bulo-Bulo, setelah memasuki tahun ke lima, juga belum memberikan perubahan yang berarti. Bahkan tingkat hunian rumah yang disediakan di pemukiman sangat rendah dan sebanyak 33 kepala keluarga menyatakan mengundurkan diri dari program setelah masa pemberian jaminan hidup selesai. Masa jaminan hidup lamanya 15 bulan di awal pelaksanaan program. Selain ke 33 kepala keluarga tersebut, 18 kepala keluarga lainnya tidak menetap di lokasi pemukiman karena rumahnya telah rusak total akibat terkena musibah angin kencang. Pada sisi lain, pengadaan sarana dengan biaya yang relatif besar tidak dapat dimanfaatkan oleh warga penghuni pemukiman, seperti jamban keluarga dan bak penampungan air bersih. Lokasi pemukiman yang ada di puncak-puncak perbukitan menyebabkan kesulitan memperoleh air bersih. Karena sumbersumber mata air adanya di sela-sela perbukitan. Dengan demikian terjadi "inefficiency dalam pembiayaan program disamping cermin bahwa dalam proses pelaksanaan program belum sepenuhnya mengakomodasi aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat.
  4. Perubahan yang terlihat adalah makin tingginya frekuensi dan intensitas interaksi masyarakat terasing dengan masyarakat dari desa-desa sekitarnya. Minat orang luar untuk datang ke desa Bulo-Bulo meningkat sejak tahap-tahap pelaksanaan program, karena melihat adanya kegiatan besar, yaitu pembukaan lahan dan pembangunan rumah pemukiman. Kunjungan orang luar semakin meningkat ketika mulai dibangun pasar tradisional dan pasar desa masuk ke dalam jaringan pasar antar desa yang bergiliran setiap lima hari sekali.
Bedasarkan beberapa kesimpulan tersebut, dalam tulisan ini juga diajukan beberapa saran, yakni :
  1. Masih besarnya populasi masyarakat terasing secara nasional dan kaitannya dengan hak mereka untuk mendapatkan pelayanan, mereka sebagai salah satu potensi pembangunan, maka upaya pemberdayaan masyarakat tetap perlu dilanjutkan.
  2. Agar penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terasing selanjutnya menerapkan prinsip-prinsip Community Development secara lebih efektif, sehingga pencapaian tujuan dan perolehan hasil semaksimal mungkin.
  3. Mengingat bahwa salah satu faktor yang dapat mempercepat kemajuan suatu masyarakat adalah pendidikan, maka sebaiknya dalam setiap penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terasing, kegiatan pendidikan formal setingkat SD dan SMP untuk anak usia sekolah dan non formal, seperti Kelompok Belajar dan pemberantasan buta huruf untuk orang dewasa, juga lebih diperhatikan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soni Akhmad Nulhaqim
Abstrak :
Peningkatan jumlah penduduk lansia disatu sisi menggembirakan yaitu mencerminkan meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat, namun pada sisi lain menimbulkan permasalahan bagi lansia berupa permasalahan umum, permasalahan fisik, psikologis dan sosial ekonomi, juga bagi pemerintah yaitu berkaitan dengan penyediaan berbagai pelayanan. Keluarga diharapkan dapat menjadi lingkungan utama dalam pelayanan lansia. Dengan demikian, program-program pelayanan lansia yang berbasiskan pada keluarga merupakan program yang perlu dikembangkan. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji sistem pelayanan BKL di Kelurahan Batununggal Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah : (1) bagaimana keadaan kelompok BKL sebagai sistem pelaksana perubahan; (2) bagaimana keadaan sistem kegiatan kelompok BKL; (3) bagaimana keadaan sistem sasaran kelompok BKL dan; (4) bagaimana keadaan sistem klien kelompok BKL. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif Berdasarkan hal tersebut, maka jenis penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sistem pelayanan kelompok BKL Bougenville di Kelurahan Batununggal Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Populasi penelitian adalah para pengurus 18 orang dan para anggota kelompok BKL sebanyak 92 orang. Dengan menggunakan teknik sensus maka keseluruhan responden diambil dalam penelitian ini, sedangkan key person untuk wawancara mendalam digunakan teknik purposive sampling sebanyak tiga orang. Kerangka teori utama yang digunakan adalah sistem dasar praktek pekerjaan sosial. Kerangka ini mengacu pada pendekatan pekerjaan sosial yaitu dualistic aproach maksudnya pekerja sosial berusaha melakukan perubahan terhadap masalah yang dihadapi oleh klien, juga melakukan usaha perubahan terhadap lingkungan sosial klien tersebut. Dengan demikian, suatu usaha perubahan yang dilakukan oleh pekerja sosial memunculkan sub-sub sistem dalam sistem dasar praktek pekerjaan sosial yaitu sistem pelaksana perubahan, sistem kegiatan, sistem sasaran, dan sistem klien. Kerangka analisis penunjang menggunakan pelayanan sosial dan teori tentang lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kelompok BKL merupakan kelompok sosial yang berada di dalam iingkungan RW yang berusaha mengadakan perubahan dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan kesejahteraan lansia. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan kelompok BKL adalah kegiatan agama, kegiatan kesehatan, kegiatan olah raga, kegiatan keterampilan dan kegiatan usaha, kegiatan anjang sana, serta kegiatan pertemuan lansia. Kegiatan tersebut melibatkan orang-orang yang diangggap berkompeten dalam bidangnya. Sistem sasaran BKL mengacu pada kelompok-kelompok yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan kelompok BKL, sedangkan sistem kliennya adalah orang-orang yang menjadi anggota BKL. Dilihat dari sistem dasar praktek pekerjaan sosial, maka kelompok BKL dianggap: (a) sebagai sistem pelaksana perubahan yaitu kelompok yang berada dilingkungan RW yang berusaha mengadakan perubahan dalam meningkatkan kepedulian dan peran serta keluarga dalam mewujudkan kesejahteraan lansia; (b) sistem kegiatan kelompok BKL adalah orang-orang yang dianggap ahli dalam bidangnya masih terbatas pada kegiatan tertentu saja; (c) sistem sasaran seharusnya adalah keluarga bukan kelompok-kelompok yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya; dan (d) sistem klien seharusnya adalah lansia bukan semua orang yang menjadi peserta BKL. Saran yang dirumuskan meliputi saran akademik adalah perlunya penelitian pekerjaan sosial dengan menggunakan perspektif pekerjaan sosial, sedangkan saran praktis ditujukan bagi pengembangan pelayanan sosial bagi lansia meliputi pengembangan pelayanan bagi keluarga lansia dengan menggunakan pendekatan sistem dasar praktek pekerjaan sosial, dan pendekatan budaya berupa sosialisasi nilai-nilai kepada anggota keluarga dan pelayanan sosial bagi lansia secara umum berupa pemberdayaan lembaga panti werda baik yang bersifat komersial maupun non komersial, sedangkan penciptaan pelayanan sosial yang baru yaitu mengupayakan pelayanan baru terutama pelayanan yang ditujukan untuk menunjang aktivitas lansia misalnya penyediaan fasilitas umum.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T5081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alpi Mukhdor
Abstrak :
Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengeloalan Sumber Daya Perikanan (Co-Fish Project) Riau, dari visi dan misinya merupakan program untuk memberdayakan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Upaya ini dilakukan dengan anggapan dasar bahwa pada dasarnya setiap orang tersebut memiliki kelebihan dan mampu untuk dapat mengangkat diri sendiri dengan kekuatan yang ada pada mereka. Strategi pengembangan usaha alternatif untuk mengurangi ketergantungan masyarakat dan sumber daya laut yang potensi lestarinya semakin terbatas. Usaha alternatif ini merupakan usulan dari masyarakat sendiri yang kemudian dilakukan studi kelayakan oleh proyek untuk pengembangannya. Dengan proyek ini berarti merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara mengembangkan dan memberdayakannya.

Visi dan misi pemberdayaan yang di emban Co-Fish Project ini merupakan program nyata yang ditujukan untuk memampukan masyarakat miskin menjadi aktor utama dari proyek itu, dari kenyataan ini muncul pertanyaan mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat, dan alternatif pemecahannya, proses pemberdayaan masyarakat oleh proyek serta sejauh mana proyek ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk : 1) Mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Desa Meskom Kecamatan Bengkalis. 2) Mendeskripsikan dan menganalisis bentuk proses pemberdayaan yang telah dijalankan selama ini terhadap masyarakat Pesisir di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis dalam upaya pemenuhan kebutuhan ekonominya. Serta 3) Mendeskripsikan dan melihat manfaat dari Proyek Pembangunanan Pantai dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Riau dalam Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan metode kualitatif dengan tujuan mampu melihat permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat serta mendiskripsikan dimensi-dimensi pemberdayaan yang dilakukan proyek serta melihat manfaat dari proyek itu secara objektif.

Adapun upaya yang dilakukan proyek yaitu pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat, penyadaran masyarakat penegakan hukum, penguatan kelembagaan masyarakat, perbaikan dan pemulihan kondisi lingkungan pantai, pengadaan/ perbaikan sarana prasarana sosial serta pengembangan usaha kecil dan penganekaragaman pendapatan.

Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasikan dan didiskripsikan berbagai upaya pemberdayaan yang dilaksanakan proyek serta LSM kepada masyarakat. Dan hasil wawancara mendalam dan pengamatan selama penelitian serta analisa yang penulis lakukan, dapat dikatakan proyek ini berhasil memberdayakan masyarakat. Walaupun disana sini masih perlu pembenahan dalam pelasanaan selanjutnya. Keberhasilan pemberdayaan ini salah satu indikasinya yaitu munculnya partisipasi serta swadaya lokal sebagai generator bagi pembangunan di Desa Meskom, Masyarakat terlihat pro aktif dalam menanggapi setiap proyek yang ada di desanya. Bangkitnya kesadaran masyarakat ini tercermin pula pada kesadaran yang tinggi untuk menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Dan juga orang tua tidak lagi terlalu membebankan pekerjaan kepada anak-anaknya pada saat jam sekolah.

Rekomendasi dari penelitian ini kepada Co Fish Project dan LSM yaitu, memperkuat dorongannya kepada masyarakat untuk meningkatkan sumber daya manusia, dan ini perlu di dorong secara optimal, lebih aktif mendorong masyarakat untuk menggali mata pencaharian alternatif. Untuk pemerintah direkomendasikan agar melakukan evaluasi terhadap proyek, serta bersama DPRD segera membuat perda untuk melindungi nelayan lokal, serta menindak tegas terhadap nelayan-nelayan yang merusak sumber daya perikanan.
2001
T4290
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarini
Abstrak :
Kemiskinan merupakan permasalahan yang social yang sampai saat ini masih mengundang perhatian banyak pihak. Telah banyak langkah-langkah kebijakan yang dirumuskan berdasarkan pada konsep-konsep yang telah ada namun gejala kemiskinan masih menunjukkan sosok yang nyata. Berbagai studi dan proyek-proyek telah di laksanakan dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan terutama di daerah perkotaan adalah Proyek Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP). Program ini di laksanakan sebagai tindak lanjut dad program penanggulangan kemiskinan yang sudah di laksanakan sebelumnya. Pendekatan yang di laksanakan dalam P2KP adalah penguatan kelembagaan masyarakat sebagai embrio atau pondasi terbentuknya kelembagaan lokal yang dapat berfungsi sebagai lembaga-lembaga perantara untuk dapat menjangkau lembaga formal. Dalam pelaksanaannya sangat di perlukan adanya partisipasi masyarakat. Untuk hal tersebut maka penelitian ini ingin mengetahui proses partisipasi masyarakat sebagai anggota Kelompok Swadaya Masyarakat dalam pelaksanaan P2KP. Adapun tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan studi literatur, observasi dan wawancara. Tehnik analisa data yang di gunakan adalah teknik analisis induktif di mana teori bukan suatu alat utama untuk memahami masalah tetapi untuk memperkaya wawasan pemahaman terhadap gejala dan kenyataan yang diamati. Dalam hal ini konsep dan teori yang digunakan adalah yang mendukung permasalahan penelitian. Dalam menentukan informan penelitian yang di gunakan adalah teknik purposive yaitu peneliti memilih sendiri informan dengan asumsi informan memahami permasalahan yang diteliti serta dapat memberikan informasi dan tanggapan terhadap permasalahan yang menjadi tujuan penelitian. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa program P2KP ini pelaksanaannya bertumpu pada kelompok. Dengan kelompok yang ada diharapkan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan dapat saling bekerja sama diantara anggota untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka hadapi. Dalam hal ini pemeran utama dalam pelaksanaan adalah masyarakat itu sendiri sementara pendamping lebih bersifat menggali dan mengembangkan potensi yang ada di masyaakat. Berdasarkan hasil penelitian di peroleh kesimpulan bahwa untuk mengatasi permasalahan kemiskinan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena di perlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Di samping itu terdapat juga beberapa permasalahan dalam pelaksanaan program yang juga harus mendapat perhatian di antaranya sosialisasi program, kelompok sasaran, pendampingan dan pengawasan serta koordinasi program. Namun demikian jika upaya perbaikan tidak di usahakan maka akan terjadi permasalahan yang lebih serius. Untuk itu di perlukan langkah-langkah perbaikan agar proyek ini dapat di manfaatkan secara maksimal oleh masyarakat yang menjadi sasaran dari proyek penanggulangan kemiskinan ini yaitu masyarakat miskin yang memerlukan bantuan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Pada dasarnya setiap program yang dilaksanakan harus mencapai sasarannya, terlebih bagi program bantuan publik untuk mengentaskan kemiskinan. Harus dipastikan bahwa progam penanggulangan kemiskinan harus menyentuh masyarakat yang menjadi sasarannya. Karena jika program ini salah sasaran maka efektifitas program ini dapat dikatakan minimal dalam hal pencapaian tujuan. Kebijakan yang akan dilaksanakan dalam rangka penanggulangan kemiskinan tidak lagi hanya pada permasalahan penyediaan dana yang lebih besar untuk program-program yang di tujukan pada masyarakat miskin, yang juga merupakan aspek penting adalah bagaimana sumber daya manusia dapat ditingkatkan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat menanggulangai masalahnya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari berbagai pihak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Wahyudiyana
Abstrak :
Sebagai negara agraris, struktur masyarakat di Indonesia sangat didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani. Menyadari bahwa sumber pertanian merupakan sektor tumpuan hidup sebagian besar penduduknya, maka pemerintah melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui pembangunan pertanian. Harus diakui bahwa upaya pembangunan pertanian telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa. Diantaranya adalah keberhasilan mencapai swasembada beras nasional pada dekade 1983. Keberhasilan ini tidak terlepas dari penerapan kebijakan Revolusi Hijau sebagai strategi pembangunan pertanian di Indonesia. Namun sayangnya, keberhasilan tersebut masih menyisakan permasalahan pada tingkat mikro. Komunitas petani, terutama petani berlahan sempit, tidak memperoleh manfaat dari keberhasilan-keberhasilan tersebut. Mereka masih hidup dalam kondisi subsisten, pas-pasan dan bisa dibilang miskin. Kenyataan tersebut menyisakan sebuah pertanyaan yaitu, mengapa komunitas petani masih berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, padahal upaya-upaya pemberdayaan terhadap petani melalui program KUT misalnya, sudah dilakukan, Sementara itu, Sekretariat Bina Desa, juga melakukan upaya yang sama dengan menggunakan model pemberdayaan yang lebih bersifat holistik integratif kedalam sebuah rangkaian kegiatan Pendampingan Sosial. Untuk mengetahui implikasi penerapan program KUT dan pelaksanaan model pemberdayaan tersebut serta perubahan-perubahan yang diharapkan, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metoda diskriptif kualitatif yang dilakukan di desa Jambangan, kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Dengan metode ini diharapkan informasi-informasi yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi serta implikasi pemberdayaan yang dilakukan dapat diperoleh secara akurat dan kompehensif. Kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada pemahaman kemiskinan dan subsistensi kehidupan komunitas petani sebagai fenomena yang multidimensional. Kemiskinan bukan hanya permasalahan ekonomis semata, melainkan sebuah kondisi ketidakberdayaan dan kerentaan. Unluk mengatasinya hanya dapat dilakukan melalui proses pemberdayaan secara komprehensif dimana selain memungkinkan terjadinya peningkatan kesejahteraan diharapkan juga memungkinkan terjadinya transformasi sosial. Dari penelitian ini ditemukan sebuah realitas bahwa kondisi subsistensi yang dialami komunitas petani di desa Jambangan Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi selain disebabkan oleh faktor-faktor internal, juga disebabkan oleh kondisi ketidakberdayaan mereka terhadap kekuatan-kekuatan besar yang berada di sekelilingnya. Sedangkan program KUT yang menyediakan pinjaman modal kerja sebagai upaya pemerintah dalam memberdayakan petani pada kenyataannya belum cukup mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara Melalui serangkaian kegiatan pendampingan komunitas, Sekertariat Bina Desa mencoba melakukan pemberdayaan yang lebih bersifat holistik inregrarrf. Pendekatan ini meyakini bahwa dalam memberdayakan komunitas tidak cukup dengan hanya melakukan intervensi-intervensi yang bersifat material. Akan tetapi secara mendasar perlu dilakukan pendidikan kerakyatan (pendidikan musyawarah) yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial dan proses penyadaran (Conscientiaarion), sehinga akan muncul kesadaran kritis di kalangan komunitas bahwa mereka adalah subyek dalam menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Melalui pengorganisasian komunitas ini, diharapkan akan terjadi penguatan komunitas petani, sehingga pada gilirannya mereka akan mampu mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategisnya dan sekaligus mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingannya. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa Pendamping memiliki peran yang strategis dalam proses pemberdayaan ini. Dengan melakukan peran-peran sebagai fasilitator, motivator, edukator, advokator serta peran-peran lainnya, telah menjadikan pendamping Sekertariat Bina Desa sebagai teman/ kawan dialog komunitas dampingannya untuk memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Namun demikian, melakukan pendampingan komunitas bukanlah pekerjaan yang mudah. Dari penelitian ini ditemukan fakta bahwa masih diperlukan waktu yang panjang untuk menjadikan komunitas petani sebagai kekuatan sosial. Pada umumnya komunitas belum menjadikan kebutuhan-kebutuhan strategis sebagai kepentingan yang harus diperjuangkan. Namun patut dicatat bahwa upaya Pengembangan Ekonomi Rakyat (PER) yang terintegrasi kedalam kegiatan pendampingan sosial lebih banyak menjamin petani untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal karena hanya dilakukan berdasarakan kebutuhan dan prakarsa komunitas. Berdasarkan temuan diatas, disarankan kepada pemerintah untuk melakukan perencanaan dan melaksanakan program secara partisipatif dan akomodatif terhadap kepentingan-kepentingan rakyat. Frekuensi Pelatihan-pelatihan pendamping sedapat mungkin dapat lebih-lebih saling dilakukan Sekretariat Bina Desa, sebagai upaya peningkatan kapasitas pendamping dan merangsang munculnya local leader untuk menjadi pendamping. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan akselerasi proses penyadaran komunitas, Persiapan sosial harus dilakukan secara lebih matang dalam melakukan pendampingan sosial, sehingga kesamaan persepsi komunitas dampingan tentang tujuan-tujuan pemberdayaan dapat terbentuk secara memadai.
2001
T9877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kawuryan, Megandaru W.
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tanggal 27 Mei 2006, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diguncang oleh gempa bumi berkekuatan 5,9 pada skala Richter, akibat dari gempa bumi tersebut tercatat 428.909 orang kehilangan rumah tinggal. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman merupakan dua Kabupaten yang wilayahnya mengalami kerusakaan paling parah, di Kabupaten Bantul tercatat 245.073 rumah rusak, sedangkan di Kabupaten Sleman tercatat 96.792 rumah rusak. Untuk menangani musibah Gempa Bumi di Yogyakarta, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 23 tahun 2006, dimana dalam Peraturan Gubernur tersebut tersurat prinsip dasar Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah di DIY Berbasis Pada Komunitas. Berdasarkan dari Peraturan Gubernur tersebut, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman memilih kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dengan menyerahkan sepenuhnya proses pendataan sampai dengan pencairan dana rekonstruksi kepada masyarakat. Menurut pemerintah Kabupaten Sleman, pembagian dana rekonstruksi akan sulit dikontrol oleh pemerintah karena masyarakat memiliki cara tersendiri untuk membagikan bantuan yang mereka terima, kebijakan yang bersifat bottom up ini kemudian diwadahi dalam lembaga yang disebut dengan Organisasi Masyarakat Setempat (OMS). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan 13 informan yang sengaja dipilih oleh peneliti berdasarkan pemikiran yang logis dan sesuai dengan informasi yang dicari dan mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian maka didapatkan pokok-pokok kesimpulan sebagai berikut: OMS adalah terobosan kebijakan yang dibuat Pemkab Sleman untuk meminimalisasi peluang munculnya konflik di tengah-tengah masyarakat Posisi OMS bertanggung jawab kepada dua pihak sekaligus, yaitu pemerintah dan masyarakat. Lembaga ini melaporkan hasil penilaiannya kepada pemerintah. Laporan ini dijadikan dasar bagi pembentukan kelompok-kelompok masyarakat yang pada gilirannya akan menerima bantuan dana rekonstruksi. OMS menjalankan sebagian peran Pemkab Sleman, yaitu dalam pendataan kerusakan rumah warga. OMS dirasa lebih mampu melakukan pendataan karena mereka mengetahui secara pasti letak rumah, status kepemilikan dan kondisinya setelah diguncang gempa. Pemberdayaan masyarakat terlihat dari beberapa indikasi. Pertama, para tukang menjadi pemain kunci karena penguasaan mereka dalam hal-hal teknis menyangkut bangunan rumah. Ke dua, individu-individu yang memiliki kecakapan administratif ditempatkan pada salah satu posisi penting dalam pokmas, Ke tiga, sejumlah keputusan penting pada tingkat lokal lebih banyak diselesaikan oleh warga sendiri tanpa banyak campur tangan dari pejabat pemerintah di atasnya. Gotong-royong dalam membangun rumah warga tidak dapat berjalan maksimal. Gotong-royong dijalankan pada rumah-rumah yang pemiliknya dipandang tidak mampu secara ekonomis dan tidak memiliki tenaga kerja. Kemandirian masyarakat dapat dilihat dari cepatnya proses pembangunan kembali rumah warga serta besarnya porsi dana mandiri (di atas 80 per sen) yang mereka gunakan dalam seluruh proses pembangunan rumah. Saran dari penelitian adalah sebagai berikut: OMS dapat dijadikan sebagai model pendataan korban bencana berbasis masyarakat, dapat diterapkan untuk daerah-daerah lain yang menghadapi masalah serupa. Diperlukan patokan baku dalam menentukan kriteria warga penerima bantuan. Patokan baku menjadi penting, karena berimplikasi pada wilayah hukum positif. Lembaga RT, RW, dusun dan pemimpin formal di pedesaan dapat dioptimalkan kinerjanya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan selain administrasi kependudukan. Perlu ada operasi pasar secara lebih intensif untuk menstabilkan harga yang melonjak akibat besarnya permintaan bahan bangunan dan tenaga kerja pasca bencana. Komposisi keanggotaan OMS sebaiknya diisi oleh para tokoh masyarakat setempat seperti di Kecamatan Prambanan, sehingga akurasi pendataan akan lebih baik. Penyelesaian sengketa masalah, di Kecamatan Berbah mengenal system berlapis, dari RT keatas sampai Camat, dengan system penyelesaian berlapis, maka Kepala Desa dan Camat tidak terlalu terbebani masalah sengketa teknis lapangan. Kesulitan yang dihadapi selama penelitian adalah beberapa informan tidak menjelaskan hal-hal relevan yang diketahuinya secara transparan. Ada kekhawatiran akan adanya masalah yang menimpa diri mereka jika ternyata di kemudian hari ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan program ini.
ABSTRAK
On May 27, 2006, Yogyakarta province was hit by a 5.9 Richter scale earthquake. It caused 428.909 people loose their houses. Bantul and Sleman districts are the most seriously affected areas. In Bantul district it was reported that 245.073 houses were damaged, while in Sleman district it was known that 96.792 houses were ruined into pieces. To handle such situation, Governor of Yogyakarta province issued a Governor Rule Number 23 2006, which states that the basic principles of Rehabilitation and Reconstruction of Housing in the region is a community-based one. According to the Governor Rule, local government of Sleman district decided the policy of rehabilitation and reconstruction in its area by giving people full authority to list the broken houses and eventually distribute reconstruction fund. Local government of Sleman district stated that the distribution of reconstruction fund will be difficult to control by the government because society has its own local wisdom in distributing aid they receive. This bottom-up policy was then manifested in an institution so-called Organisasi Masyarakat Setempat (Local Community Organization) (OMS). This research utilizes qualitative approach, by using qualitative ? descriptive method. Data was collected by using techniques, such as interview, observation, and literary studies. Interview was conducted to 13 informants who are intentionally chosen based on logical frame of thinking and are relevant to the research topic. Referring to the analysis of research results, it is concluded that: OMS is a brilliant policy made by local government of Sleman district in order to minimize any conflict among members of the society. OMS holds responsibilities to two parties, namely government and society. This institution reports its assessment to the government. This report becomes a data-base for the formation of local community groups that will eventually receive reconstruction fund. OMS plays some roles of Sleman local government, namely assessing damaged houses. OMS is considered as more able to do such assessment because they know exactly the house locations, their ownership statuses, and their condition after the earthquake. Community development can be seen at a number of indicators. Firstly, carpenters play key roles for their mastery of technical skills on building. Secondly, individuals with clerical skills are given special position in the local community groups. Thirdly, a number of important decisions at local level are mostly made by the community without any government?s intervention. Gotong-royong in building people?s houses cannot be effectively conducted. It is only the case for those are considered as economically incapable and for those are unemployed. Community?s self-reliance can be seen from the quickness of the housing reconstruction and the bigger portion of self-finance (above 80 per cent) they spend for building of their houses. This research recommends: OMS can be model for community-based victim of disaster assessment, and it can be practiced in other regions facing similar problems. It is necessary to have a fixed regulation in determining the criteria of those who receive aid. It is important for it implied to positive law. RT, RW, sub-village and rural informal leaders can be optimized their roles other than clerical things pertaining to population administration. It is necessary to do a more market intervention in order to stabilize the prices heightening caused by the inflation of demand in building materials and labors after the disaster. Composition of OMS membership is more better filled by local leaders like in Prambanan sub-district. It results in the data accuracy. Concerning conflict resolution, Berbah sub-district implements multi-layered conflict resolution, by encouraging resolution from the lowest level to the higher. By this system, the head of sub-district is not so much burdened by technical problems. Difficulty faced during the research is that a number of informants do not explain relevant things they know transparently. They are worried about any possible serious problems they will face if in fact there are things breaking the rule in the implementation of such policy.
2007
T22901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isra Yeni
Abstrak :
Penelitian yang berjudul Peran Pendamping Dalam Program Pengembangan Masyarakat (Studi Kasus Pada Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Comdev Indonesia di Penjaringan, Jakarta Utara) ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai peran pendamping Comdev Indonesia dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat yang berorientasi pada program pemberdayaan ekonomi di Penjaringan, Jakarta Utara, mendeskripsikan dan menganalisis mengenai hambatan yang dialami oleh pendamping Comdev Indonesia dalam melaksanakan pengembangan masyarakat yang berorientasi pada program pemberdayaan ekonomi masyarakat di Penjaringan, Jakarta Utara, dan mendeskripsikan dan menganalisis hasil dari proses pendampingan dalam pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Latar belakang dari pemilihan topik pada penelitian ini adalah belum optimalnya pencapaian tujuan program kemiskinan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh LSM, termasuk program pengembangan masyarakat yang berorientasi pada program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan Comdev Indonesia. Padahal dalam, program-program tersebut ada pendampingan yang dilakukan oleh pendamping. Terdapat empat peran utama yang dirumuskan oleh Comdev Indonesia untuk para pendampingnya, yaitu : peran fasliitatif, peran edukatif (peran pendidikan), peran representatif (peran perwakilan), dan peran teknis. Oleh sebab itu, salah satu upaya agar program pengentasan kemiskinan khususnya program pengembangan masyarakat yang berorientasi pada program pemberdayaan ekonomi masyarakat berjalan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk membantu masyarakat miskin seperti untuk meningkatkan pendapatan mereka karena pendapatan mereka masih di bawah standar (belum sesuai dengan upah minimum propinsi) belum bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, dapat tercapai dengan adanya peran-peran yang dilakukan oleh pendamping sesuai dengan kebutuhan tempat pendamping di tugaskan atau ditempatkan. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sementara jenisnya adalah penelitian yang tergolong penelitian case study. Lokasi penelitian adalah kelurahan Penjaringan Jakarta Utara. Janis sampling (Type of Sampling) pada penelitian ini adalah nonprobab lity sampling atau nonrandom sampling dan penentuan informan dalam penelitian ini mengggunakan metode Snowball Sampling. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara untuk mendapatkan data primer dan studi dokumentasi untuk mendapatkan data sekunder. Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan teori peran community worker dari Jim Ife. Jim Ife mengemukakan bahwa ada empat peranan utama yang dimainkan seorang ages pendamping (community worker) agar terwujudnya tujuan sebuah program pengembangan masyarakat, yakni pecan fasilitatif (facilitative roles), peran pendidikan (educational roles), peran.perwakilan (representational roles), dan peranan teknis (technical roles). Kelurahan Penjaringan adalah daerah yang pertama kali dilaksanakannya program pengembangan masyarakat yang berorientsi pada program pemberdayaan ekonomi masyarakat oleh Comdev Indonesia. Dan dari hasil peneiitian, terdapat beberapa peran yang dilakukan oleh pendamping Comdev Indonesia, yaltu: peran fasililatif yang meliputi animasi sosial, pemberi dukungan, fasilitasi kelompok, pemanfaat sumber daya dan keterampilan, serta mengorganisir; peran pendidik yang dilakukan oleh pendamping adalah membangkitkan kesadaran, memberikan informasi, memberikan pelatihan; peran perwakilan yang dilakukan oleh pendamping adalah mencari sumber daya manusia, sharing ilmu dan pengalaman; peran teknis yang dilakukan pendamping adalah mengumpulkan data (data collection), mengoperasikan komputer untuk memasukkan data-data yang yang sudah didapatkannya di lapangan, manajemen, pendamping membuat pembukuan sederhana yang dilaporan kepada Comdev, dan mengontrol keuangan. Selain itu, ada lima tahap intervensi yang dilakukan oleh pendamping yaltu pengenalan wilayah pemberdayaan, konsolidasi internal mitra komunitas, penyusunan rencana program, pelaksanaan program, dan monitoring dan evaluasi. Ada beberapa hambatan yang dihadapi oleh pendamping dalam menjalankan program tersebut, yaitu hambatan internal dan eksternal. Hambatan tersebut disebabkan oleh tiga faktor yaitu, predisposisi yang terdiri dari kurangnya pengetahuan dan persepsi masyarakat mengenai bantuan. Faktor penguat terdiri dari banyaknya tengkulak, latar belakang pendamping bukan dari marketing, sikap pendamping yang kurang bisa berinteraksi secara luwes dengan ibu-ibu, dan tidak adanya keterlibatan dari pihak-pihak tokoh masyarakat, bailk formal maupun non formal secara langsung. Faktor pemungkin terdiri dari salary pendamping yang kecil. Namun meskipun mengalami hambatan ada beberapa hasil yang di dapat dari pelakasanaan program tersebut, seperti rneningkatnya pendapatan mitra komunitas (sasaran progam). Dalam rangka mengoptimalkan hasil dari proses pendampingan yang dilakukan oleb pendamping maka perlu kiranya dilakukan beberapa perbaikan yaitu: Pertama, peiibatan tokoh masyarakat, bailk tokoh masyarakat formal maupun informal. Kedua, pada setiap pengambilan keputusan yang nantinya berdampak kepada mitra komunitas maka hendaknya pendamping mengikutsertakan mitra komunitas. Ketiga, perlu kiranya pendamping meningkatkan hubungan dengan mitra komunitasnya. Keempat, pendamping sebaiknya lebih memperdalam keilmuan atau pun keterampilan baik dilakukan secara otodidak atau dengan Cara lainnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Ali Marsaoly
Abstrak :
Semakin meningkatnya populasi lanjut usia akhir-akhir ini memerlukan penanganan yang lebih serius baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun organisasi-organisasi sosial. Melalui kebijakan pemerintah bagi para lansia yang tidak mempunyai keluarga maupun yang mempunyai keluarga tetapi kurang memperoleh perhatian maka para lansia tersebut di santuni melalui sistem panti. Penelitian ini berangkat dari permasalahan dalam pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan lansia, dimana Pekerja Sosial mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka memenuhi kebutuhan para lanjut usia. Dikatakan penting dan strategis karena merekalah yang berhadapan langsung dengan klien yang dilayani sehingga permasalahan yang di alami klien dengan segera mereka mengetahuinya. Selain daripada itu, dalam melaksanakan peranannya, para Pekerja Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha "Budi Mulia" diperhadapkan pada berbagai kendala seperti tidak tersedianya tenaga profesional di panti seperti dokter, psikolog, ahli, gizi, sehingga tugas yang seharusnya ditangani oleh para profesional tersebut di ambil alih Pekerja Sosial. Selain permasalahan khusus yang dihadapi Pekerja Sosial adalah tidak seimbangnya rasio antara jumlah Pekerja Sosial dengan lansia yang dilayani, sehingga dipertanyakan apakah para Pekerja Sosial dapat melaksanakan peranannya secara optimal dengan kondisi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan yang dilakukan Pekerja Sosial dalam kegiatan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan lansia, dan mengetahui hambatan yang ditemui oleh Pekerja Sosial dalam melaksanakan peranan- peranan tersebut. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan, pengamatan, dan wawancara berstruktur dan tidak berstruktur, yang ditujukan kepada 21 orang informan, terdiri dari 12 orang informan Pekerja Sosial dan 9 orang infroman lansia. Peneliti menggunakan kerangka Zastrow, yaitu bahwa ada 12 peranan yang dilakukan Pekerja Sosial dalam membantu individu, kelompok, keluarga, organisasi-organisasi serta masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah. Selain itu menggunakan kerangka Lowy, serta Compton dan Galaway guna melihat peran Pekerja Sosial. Temuan penting dari penelitian ini menunjukkan bahwa para Pekerja Sosial di PSTW "Budi Muiia" meskipun dengan keterbatasan pendidikan profesional pekerjaan sosial telah berusaha melaksanakan peranannya. Peranan yang telah mereka laksanakan dalam memenuhi kebutuhan lansia adalah antara lain selaku koordinator: yakni mengkoordinir kegiatan dan masalah yang ada; penghubung: yakni menghubungkan klien dengan sistem sumber; perantara: yakni menengahi konflik yang terjadi antara klien, fasilitator kelompok: yaitu membantu kelompok dalam pemecahan masalah yang dihadap, dan instruktur : yakni membimbing/melatih para lansia untuk pengembangan sikap mental dan keterampilan para lansia. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa hambatan-hambatan yang ditemui oleh Pekerja Sosial terdiri dari beberapa hal antara lain: kondisi lansia, kondisi lembaga antara lain: tidak tersedianya tenaga dokter/perawat, psikolog, ahli gizi, dan profesionalitas atau tingkat pendidikan dan pelatihan Pekerja Sosial, belum tersedianya tempat pelatihan keterampilan yang memadai, serta dana untuk operasional kegiatan yang masih minim. Kesimpulan penelitian ini bahwa Pekerja Sosial belum maksimal melaksanakan peranannya, karena terbentur pada beberapa faktor hambatan, baik tingkat pendidikan profesi, faktor klien, maupun kondisi lembaga itu sendiri. Saran yang dapat diajukan adalah: Perlunya peningkatan profesionalisme para Pekerja Sosial, perlunya kerjasama antar sesama Pekerja Sosial dalam melaksanakan tugas dan perananya, perlunya membangun jaringan kerjasama dengan organisasi sosial atau lembaga lain yang menangani atau mendukung pelayanan terhadap lansia seperti psikolog, dokter, ahli gizi dan lain-lain, serta perlunya hubungan dengan keluarga lansia perlu dilakukan secara efektif oleh para Pekerja Sosial guna membantu pemecahan masalah yang dihadapi lansia.
2001
T4431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>