Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahidah Suaib
"Penelitian ini difokuskan pada dilema Panwas Pemilu 2004 dalam mengoptimalkan wewenang dan perannya dalam mengawal Pemilu 2004 sebagaimana diamanatkan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu. Dasar pemikirannya; pertama, UUD 1945 dan UU No. 12 tahun 2003 belum memberi landasan yang kuat bagi tegaknya pengawasan pemilu di Indonesia, kdua, pembentukan dan pertanggungjawaban Panwas oleh dan kepada KPU menyebabkan dilema-bagi Panwas dalam mengoptimalkan kinerjanya, Ketiga, keterbatasan persiapan dan struktur organisasi, relasi dan sinergisitas Panwas Pemilu dengan aparat peradilan dan pemantau pemilu serta partisipasi kritis masyarakat yang belum optimal secara langsung atau tidak langsung turut mempengaruhi kinerja Panwas, Keempat, kurang optimalnya kinerja Panwas akan mempengaruhi penegakan hukum terkait dengan tindak lanjut pelanggaran dan penyelesaian sengketa pemilu sehingga berimplikasi terhadap pencapaian kualitas pemilu jurdil dan demokratis.
Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research) dan wawancara yang mendalam dengan anggota Panwas dan KPU, pakar hukum, pengamat poltik dan pemantau pemilu. Teori yang digunakan adalah; 1) Teori Pent wasan, George R. Terry (1992), Hendry Fayol (1992), SP. Siagian Suyatrno (1992) untuk menjelaskan kaidah pengawasan, 2) Teori Partisipasi, Samuel P. Huntington (1995) dan Gabriel Almond (1998) untuk menjelaskan hubungan partisipasi kritis masyarakat dengan pengawasan, 3) Teori kelembagaan David Apter (1996) dan Guy Peters (1999) untuk menjelaskan keberadaan Panwas Pemilu 2004 dari sisi otonomisasi, 4) Teori Civil Society Cohen and Arato (1995) dan De Tocqueville (1996) untuk menjelaskan keberadaan civil society sebagai kekuatan penyeimbang dalam Pemilu 2004, 5) Teori Demokrasi Robert A. Dahl (1992) dan Samuel P. Huntington, kerangka hukum pemilu jurdil IDEA (2003) dan kriteria pemilu jurdil LIP! (2004) untuk menganalisis kualitas Pemilu 2004.
Berdasarkan metode penelitian dan kerangka teori di atas, temuan penting, hasil analisis dan kesimpulan sebagai berikut; Pertama, posisi Panwas Pemilu 2004 masih lemah dan dilematis karena ketiadaan landasan konstitusi dan kelemahan UU Pemilu No. 12 Tahun 2003 dalam hal pembentukan dan wewenang Panwas serta belum rinci dan tegasnya Undang-undang merumuskan aturan tentang penyelenggaraan, pelanggaran dan pengawasan. Kedua, legitimasi konstitusi dan Undang-undang yang diperoleh KPU untuk membentuk Panwas, telah menciptakan hubungan ordinasi-subordinasi yakni, superioritas KPU atas Panwas sehinggan Panwas mengalami dilemma dan ketidakoptimalan kinerja. Ketiga, Ketidakmaksimalan sinergi antara Panwas dengan aparat peradilan dan pemantau pemilu serta tidak optimalnya partisipasi kritis masyarakat menjadi faktor kurang optimalnya kinerja Panwas. Keempat, keterbatasan persiapan dan struktur organisasi merupakan kendala internal Panwas dalam mengoptimalkan kinerja. Kelima, empat faktor diatas mempengaruhi tingkat penanganan kasus dan pendgakan hukum terhadap pelanggaran dan sengketa pemilu, hal ini berimplikasi pada pencapaian kualitas jurdil dan demokratis pada Pemilu 2004. Saran yang diajukan; format ideal Panwas yang independen, permanen, sejajar dengan KPU dan dibentuk oleh DPR melalui mekanisme fit and propertest, mengingat urgennya eksistensi Panwas Pemilu dalam pencapaian pemilu yang jurdil dan demokratis.
Jumlah halaman: 5 halaman awal + 247 halaman isi, 8 halaman daftar pustaka, 2 halaman daftar tabel, 1 halaman daftar lampiran, 185 buku dan artikel jurnal, wawancara: 5 orang nara sumber, 9 Surat kabar, majalah dan situs dotcom, 31 halaman lampiran-lampiran.

This research is focused in Panwas Pemilu 2004 dilemma in optimizing its authority and role in secure General Vote 2004, as meant in The Law No. 12, 2003 concerning the General Vote. The basic thinking : First, UUD 1945 and The Law No. 12, 2003 do not give strong basic for enforcing general vote monitoring in Indonesia, The Second, the form and the responsibility of Panwas by and to KPU cause dilemma for Panwas in optimizing its performance, The Third, The limitation of preparation and organization structure, relation and synergistic of Panwas Pemilu with law officer and general vote monitoring as well as people participation are not optimal yet either directly or indirectly also influencing Panwas performance, The Forth, The lack of panwas performance will influence related law enforcement with the following up violation and general vote dispute settlement so that it has implication to quality jurdil and democratic general vote increase.
The method used is qualitative with library research approach and interview deeply with Panwas and KPU member, law expert, political observer and general vote monitoring. The theory used are : 1). Inspection theory, George R. Terry (1992), Hendry Fayol (1992), SP. Siagian Suyatrno (1992) for explaining inspection definition, 2). Participation Theory, Samuel P. Huntington (1995) and Gabriel AImond (19980 for explaining the relation of people critical participation with inspection, 3). Institution theory David Apter (1996) and Guy Peters (1999) for explaining the existence of Panwas Pemilu 2004 from otonomization view, 4). Civil Society Theory Cohenand Arato (1995) and De Tochquenville (1996) for explaining the existence of civil society as a balance power in general vote 2004, 5). Democracy Theory Robert A. Dahl (1992) and Samuel Huntington, the scopes of general vote law IDEA (2003) and criteria a jurdil general vote LIPI (2004) for analyzing the quality of general vote 2004.
Based on research method and theoretical scope above, the important invention, the result of analysis and conclusion are as follows : The first, the position of Panwas Pemilu 2004 is still weak and dilemmatic because of the lack of constitution base and the weak of the law no. 12, 2003 in the field of the form and the authority of Panwas as well as have not been in detail yet and cleared in the law to formulate regulation concerning implementation, regulation and monitoring. The second, constitution legitimating and regulation had by KPU for forming Panwas, have created ordinance - sub ordinance relationship, namely, superiority of KPU on Panwas so that Panwas have gotten dilemma and performance un optimized. The Third, the un optimized synergy between Panwas with law officer and general vote monitoring as well as un optimized people critical participation become the factor of lack Panwas performance optimal. Fourth, the limitation of preparation and organization structure represents Panwas internal obstacles in optimizing its performance. The fifth, the fourth factors above influence the level of case settlement and law enforcement against violation and general vote dispute, these matters imply in the reach of jurdil quality and democratic in General Vote 2004. Suggestion proposed: The ideal format of Panwas is independent, equality with KPU and established by DPR through fit and proper test mechanism, remembering the urgency of Panwas Pemilu existence in reaching jurdil and democratic general vote.
Number of page: 5 early pages + 247 content pages : 8 pages list of library; 2 pages, table list : 85 books and journal article, interview : 5 peoples, 9 newspapers, magazines and dot corn site : 4 pages attachments.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Faslah
"Penelitian tentang konflik polilik kiai NU sangat penting dan masih sedikit jumlahnya. Penelitian ini penting karena di Iingkungan NU, frekwensi konflik politik antar kiai sangat tinggi. Sejarah mencatat, bahwa konflik di kalangan kiai dan elit NU sudah terrjadi mulai ketika NU memutuskan keluar dari Masyumi dan saat NU menjadi partai politik pada tahun l952. Suasana konflik juga terjadi ketika NU masih aktif berfusi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 1973 - I984. Ketika NU memutuskan kembali ke khittah 1926 pada tahun 1984 para kiai dan elit NU juga terlibat konflik politik, dan konflik itu semakin mengeras saat masa reformasi, khususnya pada Pemilihan Presiden 2004 secara langsung.
Dalam penelitian ini difokuskan pada masalah konflik politik kiai NU pada Pemilihan Presiden 2004, khususnya dalam hal pencalonan KH. Hasyim Muzadi sebagai calon wakil presiden. Kontflik politik yang terjadi di kalangan kiai tidak terjadi konflik secara fisik, telapi konflik yang dilatarbelakangi oleh adanya dukung-mendukung para klai terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu. Pada Pemilu Presiden 2004 yang dilaksanakan secara langsung yang pertama kali di Indonesia membuat para kiai dan elit NU terlibat dalam urusan politik praktis dan perebutan kekuasaan. Minimal ada dua elit yang berlomba untuk merebutkan kekuasaan, di antaranya KH. Hasyim Muzadi, sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, sebagai calon wakii presiden yang mendampingi Megawati, calon presiden dari PDIP. Yang kedua adalah KH. Sholahuddin Wahid. Ketua Tanfidziyah PBNU. sebagai calon wakil presiden mendampingi Wiranto dari Partai Golkar. Untuk menguraikan masalah tersebut, dalam penelitian ini menggunakan teori konflik elit dan teori elit. Kedua teori tersebut digunakan untuk menganalisa tipe konflik yang terjadi di kalangan kiai dan elit NU.
Dengan menggunakan teknik wawancara, mengumpulkan dokumen dan data-data yang berkaitan dengan masalah tersebut yang kemudian dianalisa dengan menggunakan pendekatan analisa kualitatif Dari analisa tersebut penulis menemukan bahwa ada dua faktor dominan yang menyebabkan terjadinya konflik politik kiai NU pada Pemilu Presiden 2004. Pertama, ada dua elit PBNU yang mencalonkan diri menjadi calon wakil presiden sehingga timbul aksi dukung mendukung di antara kiai. Kedua, adanya perbedaan di kalangan elit dan kiai tentang penafsiran tentang teks khittah NU.

The research on political conflict of NU?s Kiais (Islamic Leaders) is important and less in number. This research is important because within NU environment NU, the Frequency of the political conflicts among kiai 'is extremely high. The history recorded that the conflict among kiais and elite of NU occurred since NU decided departing from Masyumi and when NU became political party in 1952. The conflicting atmosphere also happened when NU was still actively in Fusion with the Partai Persatuan Pernbangunan (PPP, Development Unity Party) in 1973 - l984. When NU decided returning to the 1926 khittah (original statement of vision and mission) in l984, the kiais and elite of NU were also involved in such political conflict, and this conflict was in the climax point in the reform era, especially in the 2004 presidency election.
This research focused on the political conflict of NU Kiais in the 2004 Presidency Election, especially in the case of KH. Hasyim Muzadi candidacy as the vice president. The political conflict that occurred among kiai was not physical conflict but grounded on the Kiai support to their president and vice president candidates. The 2004 presidency election that was the first time conducted in Indonesia caused many kiais and elit of NU engaged in the practical political affairs. At least there were two elites who competed to win the power, including KH. Hasyirn Muzadi, the General Chairman of PBNU, as the vice president to accompany Megawati, the president candidate from PDIP. The second figure was KH Sholahuddin Wahid, the Chairman of PBNU, as the vice president to accompany Wiranto From Partai Golkar. To study this case, this research used theory of conflicting elite and the theory of elite. The two theories were employed to analyze the type of conflict which took place among kiai and elite of NU.
Using the interview techniques, the collected document and data related with the problem were analyzed with qualitative analysis approach. From the analysis, the writer found that there were two dominant factors that cause the political conflict of NU?s kiais in the 2004 Presidency Election. First, there were two elite of PBNU who come forward as the president candidate so the one another supporting among the kiais took place. Second, there was difference interpretation of NU Khittah text among the elite and kiais.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library