Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika Purwahyuningrum
"Tidak seperti trilogi Jurassic Park, Jurassic World merangkul ide multikulturalisme di Amerika dengan memilih lebih banyak orang Asia sebagai aktornya dan membuat mereka lebih terlihat. Awalnya, orang Asia di film tersebut memiliki image yang positif, tapi image tersebut berubah dari positif menjadi negatif. Makalah ini bertujuan untuk mengobservasi representasi orang Asia dan melihat bagaimana multikuluralisme mempengaruhi perubahan yang terjadi dalam film-film Hollywood melalui analisis tekstual. Hasil penelitian menemukan bahwa dalam merepresentasikan karakter minoritas, Jurassic World telah menunjukkan ide multikulturalisme di Amerika, tapi cara merepresentasikannya tetap ambigu dan akhir dari karakter Asia tetap negatif. Makalah ini berkontribusi dalam diskusi mengenai representasi orang Asia di film blockbuster Hollywood.
Unlike Jurassic Park trilogy, Jurassic World embraces multiculturalism in America by casting more Asians and making them visible. At first, Asians in the movie have a positive image, but it gradually changes from positive to negative. This research aims to observe the representation of Asians and examine the way multiculturalism affects the changes in Hollywood movies through textual analysis. The research findings discover that Jurassic World, in the representation of minority characters, has acknowledged the idea of multiculturalism in America, but it represents Asians with ambiguity and a negative ending. This research contributes to the discussion about the representation of Asians in Hollywood blockbuster movies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Permatasari
"Makalah ini menganalisis representasi hubungan kekuasaan dan isu-isu rasial pada film : Bruce Almighty dan Evan Almighty. Dua model analisis dari artikel oleh Gerster (2005) yang membahas mengenai isu-isu rasial dan rasisme institusional yang terdapat pada film Crash, dan juga artikel oleh Nugroho (2012) yang menjelaskan tentang hubungan kekuasaan pada film V for Vendetta. Makalah ini menganalisis penggambaran dari figur Tuhan Hollywood, hubungan kekuasaan, dan isu-isu rasial pada kedua film tersebut. Konsep Relasi Kekuasaan oleh Foucault dan Rasisme Institutional oleh Carmichael digunakan untuk menginvestigasi kedua film tersebut. Dengan menganalisis dialog-dialog dan elemen-elemen visual pada adegan-adegan, temuan penelitian mengungkapkan bahwa film-film Hollywood ini menciptakan gagasan ambivalen pada tingkah laku orang kulit putih terhadap orang Afrika Amerika.
This research paper analyzes the representation of power relation and racial issues in movies : Bruce Almighty and Evan Almighty. The two model of analysis are Gerster’s article (2005), which talked about racial issue and institutional racism depicted in the movie Crash and also Nugroho’s article (2012) which explained the power relation in the movie V for Vendetta. This research paper analyzes the portrayal of Hollywood Christ Figure, power relation, and racial issues in both movies. The concept of power relation by Foucault and institutional racism by Carmichael are used to investigate both movies. By analyzing the dialogues and visual elements in the scenes, research findings revealed that these Hollywood movies create ambivalent notion on White people’s attitude toward African American people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aisha Andari Rahmiputra
"Penelitian ini merupakan sebuah kajian budaya yang membahas tentang pemaknaan "Ice Bucket Challenge" pada meme dan media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana tantangan ini dimaknai oleh pengguna internet dan bagaimana komentar mengenai tantangan ini direpresentasikan. Penelitian berjenis kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis wacana, serta pendekatan linguistik. Korpus yang dipilih adalah meme dan komentar yang ditemukan di media sosial Twitter berbahasa Inggris.
Penelitian ini menemukan bahwa komentar maupun meme disampaikan dengan cara yang berbeda-beda yaitu dengan menyindir, terang - terangan, emosional atau ketika kita bisa mengetahui perasaan sebenarnya dari pengirim terhadap tantangan ini, atau bahkan hanya sebagai guyonan. Bersamaan dengan bermacam-macam cara penyampaian, dalam menanggapi tantangan ini masyarakat juga membawa isu-isu tertentu yang disampaikan baik lewat meme maupun lewat komentar seperti kelangkaan air, slacktivism, bahkan anggapan bahwa tantangan ini merupakan hal yang bodoh."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S63166
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Bagas Yunanto
"Gambaran negatif muslim di negara Barat terjadi karena serangan yang dibawa oleh kelompok teroris. Media barat yang tidak netral, memiliki kontribusi yang besar dalam pembentukan kebencian terhadap Islam melalui berita negatif. Bagaimanapun, keberadaan Malala Yousafzai yang merupakan seorang aktivis wanita Muslim mendapatkan banyak berita positif di media barat dan digambarkan sebagai seorang pahlawan wanita karna dia telah melawan grup radikal di negaranya. Penelitian ini berfokus pada representasi Malala Yousafzai di media Britania Raya dan Amerika Serikat yang datanya diambil dari Huffpost.com, theguardian.com, Vulture.com, Seventeen.com, Indystar.com dan Teenvogue.com dalam kurun waktu 2013 hingga 2020. Penelitian ini menggunakan metode analisis konten dari Krippendorff, dan konsep Barat-Islam dualisme dari Edward Said dan selebrifikasi dari Graeme Turner. Peneliti menemukan bahwa Malala digunakan sebagai alat untuk memberikan ideologi yang mengatakan bahwa `Barat` lebih hebat dari pada islam, dan dia digambarkan sebagai selebriti karena banyak media membandingkan dirinya dengan selebriti lain, dan menjadikannya sebagai seorang model pakaian.
The negative portrayal of Muslims in Western countries is existed because of several attacks that are carried out by  group of terrorists. The Western media, which are generally not neutral, have a large contribution in the formation of hatred towards Islam through negative reports. However, the existence of Malala Yousafzai, who is a Muslim activist of women`s rights, has received positive coverages in the Western media and has been depicted as a heroine because she has fought against radical groups in her country. The research focuses on the representation of Malala Yousafzai in the United Kingdom and the United States media gathering the data from Huffpost.com, theguardian.com, Vulture.com, Seventeen.com, Indystar.com, and Teenvogue.com in the period from 2013 to 2020.  This research uses a method of content analysis by Krippendorff, and concepts of West-Islam dualism by Edward Said and celebrification by Graeme Turner. The researcher finds that Malala is used as a proxy to provide the ideology that the `West` is greater than Islam, and she is portrayed as a celebrity because many media compared her with other celebrities and used her as a fashion model."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Andari Rahmiputri
"ABSTRAK
Kajian Budaya Penelitian ini merupakan sebuah kajian budaya yang membahas tentang pemaknaan ldquo;Ice Bucket Challenge rdquo; pada meme dan media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana tantangan ini dimaknai oleh pengguna internet dan bagaimana komentar mengenai tantangan ini direpresentasikan. Penelitian berjenis kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis wacana, serta pendekatan linguistik. Korpus yang dipilih adalah meme dan komentar yang ditemukan di media sosial Twitter berbahasa Inggris. Penelitian ini menemukan bahwa komentar maupun meme disampaikan dengan cara yang berbeda-beda yaitu dengan menyindir, terang - terangan, emosional atau ketika kita bisa mengetahui perasaan sebenarnya dari pengirim terhadap tantangan ini, atau bahkan hanya sebagai guyonan. Bersamaan dengan bermacam-macam cara penyampaian, dalam menanggapi tantangan ini masyarakat juga membawa isu-isu tertentu yang disampaikan baik lewat meme maupun lewat komentar seperti kelangkaan air, slacktivism, bahkan anggapan bahwa tantangan ini merupakan hal yang bodoh.

ABSTRACT
This research is a cultural studies which discuss about how people see the Ice Bucket Challenge in the internet meme and social media. It aims to see how far this challenge is understood by a netizen and how those comments regarding the Ice Bucket Challenge are being represented. This research is a quantitative research using discourse analysis and linguistic approach. The corpuses are meme and comments in English found in social media Twitter. This research find that comments or meme are delivered in different ways such as teasingly, to the point, emotionally, where we can the real feeling of these people towards the challenge, or only as a joke. Along with different ways of delivering comments, there are some issues related to this challenge that the netizens posted in their comments or meme like slacktivism."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rifayani Suyudi
"Media mainstream telah menggambarkan kehidupan ibu tunggal sepanjang sejarah, salah satunya melalui Disney's Coco (2017) yang disutradarai oleh Lee Unkrich, dimana film Coco (2017) menjadi korpus analisis untuk artikel ini. Melalui penelitian ini, penggambaran tokoh-tokoh ibu tunggal dalam film tersebut dieksplorasi dan bagaimana hal tersebut dapat menunjang alur film tersebut. Metode utamanya adalah analisis tekstual berdasarkan teori representasi Stuart Hall dan teori film David Bordwell et al. tentang kostum dan posisi kamera. Adegan, dialog, dan penokohan yang menonjol dari film tersebut dipilih dan ditafsirkan sesuai dengan peran karakter ibu tunggal. Struktur analisisnya terdiri dari penjelasan tentang pengorbanan ibu tunggal dalam film ini dan masalah keluarga yang melingkupi ibu tunggal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggambaran ibu tunggal penting untuk memberikan gambaran tentang isu-isu yang ibu tunggal alami dalam kehidupan nyata, serta seberapa signifikan masalah tersebut untuk plot dan konflik yang berada di film ini.

Mainstream media has been portraying the life of single mothers throughout history. One of them is through Disney’s Coco (2017), directed by Lee Unkrich, which is the corpus of analysis for this article. Through this research, the representation of single mother characters in the movie is explored and how it is significant to support the movie’s plot. The main method is textual analysis based on Stuart Hall’s theory of representation and David Bordwell et al.`s film theories about costume and camera position. Prominent scenes, dialogues, and characterization from the movie are selected and interpreted regarding the single mother characters’ roles. The structure of the analysis consists of the explanation on the sacrifices of single mothers in this movie and the family matters that surrounds these single mothers. The result of this research shows that the portrayal of single mothers is important to give image regarding the issues that surround single mothers in real life, as well as how significant it is for the importance of the film’s plot and conflicts."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Firli Ashari
"Di Indonesia, komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masih dianggap sebagai ancaman atas budaya nasional hingga penyebab terjadinya bencana alam. Kenyataan ini membuat mereka memilih menjadi diaspora di luar negeri. Jika demikian, bagaimana strategi komunitas LGBT diaspora Indonesia untuk mengartikulasikan identitasnya? Apa saja bentuk persekusi yang mereka terima? Penelitian ini mengeksplorasi strategi kedua anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia dalam menghadapi persekusi ketika mengartikulasikan identitasnya. Penelitian ini menemukan bahwa anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia mengartikulasikan identitasnya melalui TikTok dengan menunjukkan identitasnya secara gamblang sebagai pria gay. Selain itu, mereka juga menggunakan strategi lain seperti membuat video-video parodi tentang identitasnya sebagai pria gay, membuat video menari dan melakukan lip-sync dengan mengikuti lagu-lagu yang viral, menunjukkan kebersamaan dengan keluarganya, memperlihatkan keseharian yang tidak berhubungan dengan homoseksual, mengedukasi pengguna TikTok tentang aspek yang tidak berhubungan dengan homoseksual, menjelaskan momen-momen penting sebagai pria gay yang tinggal di negara yang melegalkan komunitas LGBT, hingga merespons secara serius pertanyaan atau pernyataan yang hadir dari netizen asal Indonesia. Artikulasi identitas yang menghasilkan persekusi ini dihadapi dengan menggunakan dua strategi: visibilitas sebagai gay dengan menjelaskan pandangan anggota komunitas LGBT tentang betapa “anehnya” penampilan atau perilaku mereka serta melakukan mock impoliteness sebagai upaya yang memerlukan interaksi berupa percakapan atau perilaku yang dapat dievaluasi sebagai ketidaksopanan oleh komunitas LGBT.

In Indonesia, the lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) community is still considered a threat to national culture and as a cause of natural catastrophes. As a result, many have chosen to migrate to other nations and become diasporas. How do LGBT Indonesian diaspora members articulate their identities in this instance? What sorts of persecution were they subjected to? This study investigates how two Indonesian LGBT diaspora individuals articulate their identities in response to persecution. This study found that gay men in the Indonesian diaspora utilize TikTok to articulate their identities. They also make parody videos about their gay men identities, dance and lip-sync to viral songs, show togetherness with their families, show aspects of daily life unrelated to homosexuality, educate TikTok users about non-homosexual aspects, explain significant moments as gay men living in a country where the LGBT community is legal, and take negativity seriously. Two strategies are employed to combat the articulation of identities that leads to persecution: visibility as gay by explaining how “strange” their appearance or behavior is in the eyes of the LGBT community and mock impoliteness by engaging in conversation or behavior that the LGBT community would consider impolite."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Awan Sandi Pungkas
"Tesis ini membahas mengenai representasi modernitas dari Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Sudirman pasca diberlakukannya sistem e-ticketing dan perbaikan infrastruktur stasiun pada tahun 2013. E-ticketing dan perbaikan infrastruktur merepresentasikan pengembangan layanan perkeretaapian Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan stasiun yang ditopang oleh teknologi dan infrastruktur berhasil mengembalikan fungsi stasiun sekaligus mengubah budaya dan pemaknaan masyarakat atas stasiun.

This thesis discusses about the representation of modernity in Jakarta Kota Station and Sudirman Station as a result of e-ticketing system implementation and the improvement of its infrastructure since 2013. E-ticketing system and the improvement of station infrastructure represents the modernization Jakarta's public transportation. The result of this research shows that the transformation of the station, which is supported by technology and infrastructure, could restore the real function of the station as well as changing the culture and the construction meaning of the station."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Adam Maulana
"Pengakuan batik Indonesia sebagai warisan nonbendawi oleh UNESCO pada 2009, memunculkan beragam motif lokal di Indonesia. Batik dengan motif Gajah Oling dari Kabupaten Banyuwangi adalah salah satunya. Motif ini merupakan motif batik tertua dan terkenal di Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis motif batik Gajah Oling sebagai identitas kebudayaan di tengah masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Motif batik Gajah Oling menjadi identitas kebudayaan Kabupaten Banyuwangi dilihat berdasarkan Teori Kearifan Lokal (Meliono, 2011), Teori Ekonomi Ganda (Itagaki, 1968), dan Teori Transmisi kebudayaan (Tilaar, 1999). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan korpus data berupa motif batik Gajah Oling yang dapat ditemui di berbagai sektor kehidupan masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Hasil penelitian menunjukkan motif batik Gajah Oling merupakan salah satu identitas kebudayaan kabupaten Banyuwangi karena eksistensi motif ini sudah menyatu dengan kearifan lokal masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Motif batik Gajah Oling ini juga mampu menghasilkan profit ekonomi bagi masyarakat maupun pemerintah daerah. Motif ini juga tidak bersifat eksklusif. Penggunaan motif batik Gajah Oling tidak ada batasan kalangan, promosi produk dengan unsur motif batik Gajah Oling juga sudah mencapai nasional dan internasional. Pengaplikasian motif batik Gajah Oling dalam elemen kemasyarakatan didukung dengan hasil transmisi kebudayaan yang berawal dari motif kain dan berkembang ke berbagai produk kreatif lainnya sehingga mempertegas argumen penelitian ini bahwa batik tersebut adalah bagian dari penanda identitas masyarakat Kabupaten Banyuwangi.

The recognition of Indonesian batik as an intangible heritage by UNESCO in 2009 gave rise to various local motifs in Indonesia. Batik with the Gajah Oling motif from Banyuwangi District is one of them. This motif is the oldest and most famous batik motif in Banyuwangi District. This research aims to analyze the Gajah Oling batik motif as a cultural identity among the people of Banyuwangi District. The Gajah Oling batik motif has become the cultural identity of Banyuwangi District based on the Local Wisdom Theory (Meliono, 2011), Dual Economic Theory (Itagaki, 1968), and Cultural Transmission Theory (Tilaar, 1999). This research uses a qualitative descriptive method, with a corpus of data in the form of Gajah Oling batik motifs which can be found in various sectors of Banyuwangi District community life. The research results show that the Gajah Oling batik motif is one of the cultural identities of Banyuwangi District because the existence of this motif is integrated with the local wisdom of the people of Banyuwangi District. The Gajah Oling batik motif is also able to generate economic profits for the community and local government. This motif is also not exclusive. The use of the Gajah Oling batik motif has no boundaries, promotion of products with elements of the Gajah Oling batik motif has also reached national and international levels. The application of the Gajah Oling batik motif in social elements is supported by the results of cultural transmission which started from cloth motifs and developed into various other creative products, thus reinforcing the argument of this research that batik is part of the identity marker of the people of Banyuwangi District."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>