Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Awan Sandi Pungkas
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai representasi modernitas dari Stasiun Jakarta Kota dan Stasiun Sudirman pasca diberlakukannya sistem e-ticketing dan perbaikan infrastruktur stasiun pada tahun 2013. E-ticketing dan perbaikan infrastruktur merepresentasikan pengembangan layanan perkeretaapian Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan stasiun yang ditopang oleh teknologi dan infrastruktur berhasil mengembalikan fungsi stasiun sekaligus mengubah budaya dan pemaknaan masyarakat atas stasiun. ......This thesis discusses about the representation of modernity in Jakarta Kota Station and Sudirman Station as a result of e-ticketing system implementation and the improvement of its infrastructure since 2013. E-ticketing system and the improvement of station infrastructure represents the modernization Jakarta's public transportation. The result of this research shows that the transformation of the station, which is supported by technology and infrastructure, could restore the real function of the station as well as changing the culture and the construction meaning of the station.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Andari Rahmiputri
Abstrak :
ABSTRAK
Kajian Budaya Penelitian ini merupakan sebuah kajian budaya yang membahas tentang pemaknaan ldquo;Ice Bucket Challenge rdquo; pada meme dan media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana tantangan ini dimaknai oleh pengguna internet dan bagaimana komentar mengenai tantangan ini direpresentasikan. Penelitian berjenis kualitatif ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis wacana, serta pendekatan linguistik. Korpus yang dipilih adalah meme dan komentar yang ditemukan di media sosial Twitter berbahasa Inggris. Penelitian ini menemukan bahwa komentar maupun meme disampaikan dengan cara yang berbeda-beda yaitu dengan menyindir, terang - terangan, emosional atau ketika kita bisa mengetahui perasaan sebenarnya dari pengirim terhadap tantangan ini, atau bahkan hanya sebagai guyonan. Bersamaan dengan bermacam-macam cara penyampaian, dalam menanggapi tantangan ini masyarakat juga membawa isu-isu tertentu yang disampaikan baik lewat meme maupun lewat komentar seperti kelangkaan air, slacktivism, bahkan anggapan bahwa tantangan ini merupakan hal yang bodoh.
ABSTRACT
This research is a cultural studies which discuss about how people see the Ice Bucket Challenge in the internet meme and social media. It aims to see how far this challenge is understood by a netizen and how those comments regarding the Ice Bucket Challenge are being represented. This research is a quantitative research using discourse analysis and linguistic approach. The corpuses are meme and comments in English found in social media Twitter. This research find that comments or meme are delivered in different ways such as teasingly, to the point, emotionally, where we can the real feeling of these people towards the challenge, or only as a joke. Along with different ways of delivering comments, there are some issues related to this challenge that the netizens posted in their comments or meme like slacktivism.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ahmad Adam Maulana
Abstrak :
Pengakuan batik Indonesia sebagai warisan nonbendawi oleh UNESCO pada 2009, memunculkan beragam motif lokal di Indonesia. Batik dengan motif Gajah Oling dari Kabupaten Banyuwangi adalah salah satunya. Motif ini merupakan motif batik tertua dan terkenal di Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis motif batik Gajah Oling sebagai identitas kebudayaan di tengah masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Motif batik Gajah Oling menjadi identitas kebudayaan Kabupaten Banyuwangi dilihat berdasarkan Teori Kearifan Lokal (Meliono, 2011), Teori Ekonomi Ganda (Itagaki, 1968), dan Teori Transmisi kebudayaan (Tilaar, 1999). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan korpus data berupa motif batik Gajah Oling yang dapat ditemui di berbagai sektor kehidupan masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Hasil penelitian menunjukkan motif batik Gajah Oling merupakan salah satu identitas kebudayaan kabupaten Banyuwangi karena eksistensi motif ini sudah menyatu dengan kearifan lokal masyarakat Kabupaten Banyuwangi. Motif batik Gajah Oling ini juga mampu menghasilkan profit ekonomi bagi masyarakat maupun pemerintah daerah. Motif ini juga tidak bersifat eksklusif. Penggunaan motif batik Gajah Oling tidak ada batasan kalangan, promosi produk dengan unsur motif batik Gajah Oling juga sudah mencapai nasional dan internasional. Pengaplikasian motif batik Gajah Oling dalam elemen kemasyarakatan didukung dengan hasil transmisi kebudayaan yang berawal dari motif kain dan berkembang ke berbagai produk kreatif lainnya sehingga mempertegas argumen penelitian ini bahwa batik tersebut adalah bagian dari penanda identitas masyarakat Kabupaten Banyuwangi. ......The recognition of Indonesian batik as an intangible heritage by UNESCO in 2009 gave rise to various local motifs in Indonesia. Batik with the Gajah Oling motif from Banyuwangi District is one of them. This motif is the oldest and most famous batik motif in Banyuwangi District. This research aims to analyze the Gajah Oling batik motif as a cultural identity among the people of Banyuwangi District. The Gajah Oling batik motif has become the cultural identity of Banyuwangi District based on the Local Wisdom Theory (Meliono, 2011), Dual Economic Theory (Itagaki, 1968), and Cultural Transmission Theory (Tilaar, 1999). This research uses a qualitative descriptive method, with a corpus of data in the form of Gajah Oling batik motifs which can be found in various sectors of Banyuwangi District community life. The research results show that the Gajah Oling batik motif is one of the cultural identities of Banyuwangi District because the existence of this motif is integrated with the local wisdom of the people of Banyuwangi District. The Gajah Oling batik motif is also able to generate economic profits for the community and local government. This motif is also not exclusive. The use of the Gajah Oling batik motif has no boundaries, promotion of products with elements of the Gajah Oling batik motif has also reached national and international levels. The application of the Gajah Oling batik motif in social elements is supported by the results of cultural transmission which started from cloth motifs and developed into various other creative products, thus reinforcing the argument of this research that batik is part of the identity marker of the people of Banyuwangi District.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Rifayani Suyudi
Abstrak :
Media mainstream telah menggambarkan kehidupan ibu tunggal sepanjang sejarah, salah satunya melalui Disney's Coco (2017) yang disutradarai oleh Lee Unkrich, dimana film Coco (2017) menjadi korpus analisis untuk artikel ini. Melalui penelitian ini, penggambaran tokoh-tokoh ibu tunggal dalam film tersebut dieksplorasi dan bagaimana hal tersebut dapat menunjang alur film tersebut. Metode utamanya adalah analisis tekstual berdasarkan teori representasi Stuart Hall dan teori film David Bordwell et al. tentang kostum dan posisi kamera. Adegan, dialog, dan penokohan yang menonjol dari film tersebut dipilih dan ditafsirkan sesuai dengan peran karakter ibu tunggal. Struktur analisisnya terdiri dari penjelasan tentang pengorbanan ibu tunggal dalam film ini dan masalah keluarga yang melingkupi ibu tunggal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggambaran ibu tunggal penting untuk memberikan gambaran tentang isu-isu yang ibu tunggal alami dalam kehidupan nyata, serta seberapa signifikan masalah tersebut untuk plot dan konflik yang berada di film ini.
Mainstream media has been portraying the life of single mothers throughout history. One of them is through Disney’s Coco (2017), directed by Lee Unkrich, which is the corpus of analysis for this article. Through this research, the representation of single mother characters in the movie is explored and how it is significant to support the movie’s plot. The main method is textual analysis based on Stuart Hall’s theory of representation and David Bordwell et al.`s film theories about costume and camera position. Prominent scenes, dialogues, and characterization from the movie are selected and interpreted regarding the single mother characters’ roles. The structure of the analysis consists of the explanation on the sacrifices of single mothers in this movie and the family matters that surrounds these single mothers. The result of this research shows that the portrayal of single mothers is important to give image regarding the issues that surround single mothers in real life, as well as how significant it is for the importance of the film’s plot and conflicts.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Firli Ashari
Abstrak :
Di Indonesia, komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) masih dianggap sebagai ancaman atas budaya nasional hingga penyebab terjadinya bencana alam. Kenyataan ini membuat mereka memilih menjadi diaspora di luar negeri. Jika demikian, bagaimana strategi komunitas LGBT diaspora Indonesia untuk mengartikulasikan identitasnya? Apa saja bentuk persekusi yang mereka terima? Penelitian ini mengeksplorasi strategi kedua anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia dalam menghadapi persekusi ketika mengartikulasikan identitasnya. Penelitian ini menemukan bahwa anggota komunitas LGBT diaspora Indonesia mengartikulasikan identitasnya melalui TikTok dengan menunjukkan identitasnya secara gamblang sebagai pria gay. Selain itu, mereka juga menggunakan strategi lain seperti membuat video-video parodi tentang identitasnya sebagai pria gay, membuat video menari dan melakukan lip-sync dengan mengikuti lagu-lagu yang viral, menunjukkan kebersamaan dengan keluarganya, memperlihatkan keseharian yang tidak berhubungan dengan homoseksual, mengedukasi pengguna TikTok tentang aspek yang tidak berhubungan dengan homoseksual, menjelaskan momen-momen penting sebagai pria gay yang tinggal di negara yang melegalkan komunitas LGBT, hingga merespons secara serius pertanyaan atau pernyataan yang hadir dari netizen asal Indonesia. Artikulasi identitas yang menghasilkan persekusi ini dihadapi dengan menggunakan dua strategi: visibilitas sebagai gay dengan menjelaskan pandangan anggota komunitas LGBT tentang betapa “anehnya” penampilan atau perilaku mereka serta melakukan mock impoliteness sebagai upaya yang memerlukan interaksi berupa percakapan atau perilaku yang dapat dievaluasi sebagai ketidaksopanan oleh komunitas LGBT. ......In Indonesia, the lesbian, gay, bisexual, and transgender (LGBT) community is still considered a threat to national culture and as a cause of natural catastrophes. As a result, many have chosen to migrate to other nations and become diasporas. How do LGBT Indonesian diaspora members articulate their identities in this instance? What sorts of persecution were they subjected to? This study investigates how two Indonesian LGBT diaspora individuals articulate their identities in response to persecution. This study found that gay men in the Indonesian diaspora utilize TikTok to articulate their identities. They also make parody videos about their gay men identities, dance and lip-sync to viral songs, show togetherness with their families, show aspects of daily life unrelated to homosexuality, educate TikTok users about non-homosexual aspects, explain significant moments as gay men living in a country where the LGBT community is legal, and take negativity seriously. Two strategies are employed to combat the articulation of identities that leads to persecution: visibility as gay by explaining how “strange” their appearance or behavior is in the eyes of the LGBT community and mock impoliteness by engaging in conversation or behavior that the LGBT community would consider impolite.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Purwoko
Abstrak :
Dinamika sosial budaya yang terjadi di Papua membuat banyak pihak larut dalam dilema dan perjuangan yang berkelanjutan tanpa penyelesaian yang jernih sejak masa integrasi dengan Indonesia hingga kini. Film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja menampilkan paradoks akan makna perjuangan. Di satu sisi berjuang adalah dengan mengangkat senjata, di sisi lain dimaknai sebagai usaha untuk kehidupan yang lebih baik tanpa kekerasan. Film ini menghadirkan ambiguitas dan ketidakajegan dalam posisi ideologi yang direpresentasikan melalui karakter-karakter dalam film. Melalui film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, penulis mengelompokkan setidaknya terdapat tiga identitas yang direpresentasikan, yaitu: (a.) identitas negara atau pemerintah pusat Republik Indonesia yang ditunjukkan melalui tokoh Perempuan, serta kehadiran dan fungsi aparat militer, (b) identitas Organisasi Papua Merdeka yang diperlihatkan aktifitas mereka dalam Kongres Papua II, bendera Bintang Kejora, pengidolaan tokoh Theys Eluay, dan sebagian rakyat Papua yang mendukung atau bersimpati terhadapnya, serta (c) sebagian penduduk Papua yang berada di antara, direpresentasikan melalui tokoh Arnold dan Ibu. Untuk melihat apakah ada indikasi keberpihakan atas persoalan identitas nasional Papua dan Indonesia, maka penulis menggunakan cultural studies dengan pendekatan analisis tekstual dan teori representasi. Penulis menitikberatkan pada kode-kode visual sinematik berupa mise-en-scene, karakter, gestur, dialog, dan jalinan antar shot dalam film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja untuk mengetahui politik identitas yang direpresentasikan dalam film tersebut. ......The socio-cultural dynamics occurring in Papua have left many parties immersed in ongoing dilemmas and struggles without clear resolution since the period of integration with Indonesia until now. The film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (I Want to Kiss You Only Once, 2002) displays the paradox of the meaning of struggle. On the one hand, fighting is by taking up arms, on the other hand interpreted as an effort to a better life without violence. This film presents ambiguity in the ideological position represented through the characters in the film. Through the film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, the writer groups at least three identities that are represented: (a) the identity of the state or central government of the Republic of Indonesia shown through women character, as well as the presence and function of the military apparatus, (b) the identity of the Free Papua Organization which were shown their activities in the Second Papuan Congress, the Morning Star flag, the idolizing of Theys Eluay, and some Papuans who supported or sympathized with him, and (c) some Papuans who were in between, represented through the figures of Arnold and Mother. To see if there are indications of alignments on the issue of Papuan and Indonesian national identity, the authors use cultural studies with textual analysis and representation theory approaches. The author focuses on cinematic visual codes in the form of mise-en-scenes, characters, gestures, dialogues, and interwoven shots in the film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja to find out the identity politics represented in the film.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Turangga
Abstrak :
Tesis ini mengkaji manga Buddha karya Osamu Tezuka yang menceritakan riwayat Buddha Sakyamuni. Dalam mangatersebut ditampilkan banyak tokoh perempuan yang memiliki peranan penting dalam menggerakkan alur cerita. Tujuh di antaranya menjadi objek penelitian dalam tesis ini yaitu Ibu Chapra, Migaila, Lata, Visakha, Yasodhara, Sujata dan Iblis Ular. Ketujuh tokoh tersebut mengalami objektifikasi dengan ditampilkan sebagai korban, penggoda dan penghalang. Tujuh tanda objektifikasi dari Nussbaum dan tiga tanda objektifikasi dari Langton digunakan untuk melihat terjadinya objektifikasi pada tokoh perempuan. Metode yang digunakan adalah analisis visual dan tekstual. Dengan menampilkan tokoh perempuan yang terobjektifikasi, maka manga ini tidak merefleksikan pandangan ajaran Buddha terhadap perempuan. Perempuan dalam ajaran Buddha dipandang sebagai sosok yang memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai kesadaran (attainment of Buddhahood), bukan sosok yang terobjektifikasi ......This thesis analyses Buddha, a manga by Osamu Tezuka which tells stories about the Buddha’s life. Buddha displays many women characters which have important roles in moving the plot. Seven women characters were chosen as the object of the research. They are the mother of chapra, Migaila, Lata, Visakha, Sujata, Yashodara and Snake Evil. Nussbaum’s seven notions of objectification and Langton’s three notions of objectification were used to reveal the objectification and women’s characters. This research used textual and visual methods of analysis. The objectified women that are represented in this manga do not reflect Buddhism’s view toward women in general. Women in Buddhism were viewed as people who also had the same opportunity to attain Buddhahood, not as objectified women.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cattleya Wahyu Pravitha
Abstrak :
Terjemahan beranotasi adalah terjemahan yang diberi catatan sebagai bentuk pertanggungjawaban penerjemah atas padanan yang dipilihnya. Bahan terjemahan beranotasi ini adalah dongeng. Banyak hal perlu dipertimbangkan bila mengingat pembaca sasarannya adalah anak-anak. Penerjemahan dilakukan dengan metode semantis agar unsur estetis TSu tetap muncul di dalam TSa dan metode komunikatif agar pembaca TSa tidak kesulitan memahami isi teks. Pelbagai kamus digunakan sebagai rujukan dan laman internet sebagai sumber informasi saat menerjemahkan. Permasalahan penerjemahan yang banyak ditemukan dalam penerjemahan dongeng ini adalah bahasa figuratif dan kata budaya. Berbagai prosedur penerjemahan diterapkan untuk memecahkan masalah yang ada dan unsur-unsur yang bermasalah dianotasi. Menerjemahkan untuk anak, yang berarti penerjemah harus memposisikan diri sebagai anak saat menerjemahkan, membuat penerjemahan dongeng ini menantang sekaligus memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan baru. ......An annotated translation is a translation with a translator’s commentary on the chosen equivalence. This annotated translation uses a fairy tale as the source text. Various aspects should be considered because the target readers of the translation are children. While translating, semantic method is applied so that the esthetical element of the source text can be maintained. Communicative method is also applied to increase readability. Dictionaries and internet websites are used as information sources. Translation problems that were found during the translation process are figurative languages and cultural words. Various translation procedures are applied to solve the problems before they are annotated. Translating for children, which requires the translator to adopt a child’s point of view, gives some valuable experiences and new knowledge.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T38977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Steviro
Abstrak :
Isu kekristenan di komunitas Tionghoa-Indonesia telah banyak diteliti, akan tetapi jarang sekali ditemukan studi mengenai bagaimana budaya tinggi berpengaruh terhadap komunitas-komunitas Tionghoa-Indonesia Kristen. Tesis ini membahas konstruksi identitas Gereja Reformed Injili Indonesia GRII melalui artikulasi-artikulasi Ketionghoaan, Budaya Tinggi, dan Kekristenan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produksi dan konstruksi identitas kultural sebuah institusi agama di Jakarta serta memberikan perspektif alternatif terhadap konstruksi tersebut. Selain itu, sehubungan dengan pembahasan aspek budaya tinggi, penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi dalam ranah Cultural Studies yang topiknya sering didominasi oleh budaya populer. Melalui metode participant observation serta analisis tekstual, tesis ini menggunakan doktrin Kalvinisme, konsep ketionghoaan, konsep budaya tinggi, teori religious economy, serta pikiran-pikiran Bourdieu dalam menganalisis diskursus diskursus yang bersirkulasi dalam GRII. Penelitian ini menemukan bahwa GRII mengonstruksi identitasnya melalui elemen-elemen ketionghoaan, budaya tinggi, dan kekristenan. Ketiga elemen ini saling berinteraksi dalam proses pembentukan identitas GRII. Artikulasi ketiga elemen ini, yang dilakukan secara selektif, juga diiringi kepingankepingan keindonesiaan, budaya populer, dan inklusivitas religius. Konstruksi identitas yang dilakukan tersebut pada akhirnya berpengaruh pada pemosisian diri gereja tersebut serta kapital kultural yang mereka miliki.
Christianity among Chinese-Indonesians is an issue that has been studied for numerous times. However, there have been few research on how high culture influences Christian Chinese-Indonesian communities. This thesis discusses Reformed Evangelical Church of Indonesia GRIIs construction of identity through articulations of Chineseness, High Culture, and Christianity. This research aims to analyze the production and construction of a Jakarta-based religious institutions cultural identity and to propose an alternative way of looking at the aforementioned identity construction. In addition, with the analyses on a particular articulation of high culture, this research also hopefully contributes to Cultural Studies academic discussions, which are usually dominated by the topic of popular culture. Through the methods of participant observation and textual analysis, this thesis applies doctrines of Calvinism, concepts of Chineseness, theories of high culture, the theory of religious economy, and Bourdieus thoughts in analyzing discourses which circulate within GRIIs identity construction. GRII is found to construct its identity through the elements of Chineseness, high culture, and Christianity. More specifically, the three elements interact one another during the churchs identity construction. Articulated selectively, the existence of the three elements are also followed by fragments of Indonesian-ness, pop culture, and religious inclusivity. Such construction of identity also affects the churchs positioning and cultural capital.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T54457
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>