Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irwan Noor
Abstrak :
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa pemerintahan orde baru tampak adanya usaha yang serius dari pemerintah untuk mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dalam pembangunan. Usaha semacam ini memberi petunjuk bahwa wanita diharapkan pula peranannya dalam pembangunan.


Harapan pemerintah akan keikutsertaan kaum wanita dalam pembangunan sebenarnya dapat dimengerti terlebih melihat jumlah penduduk wanita yang lebih besar dibandingkan jumlah penduduk pria. Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985, jumlah penduduk wanita tercatat 62,4 juta jiwa, sedangkan penduduk pria berjumlah 61,6 juta jiwa1. Penduduk wanita yang besar ini dapat menjadi modal dalam pembangunan bangsa. Di samping itu UUD 1945 menegaskan bahwa wanita di Indonesia berpeluang sama dengan kaum pria untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Pasal 27 UUD 1945 menyebutkan :

1. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu sendiri dengan tidak ada kecualinya.

2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 27 di atas mengungkapkan jaminan hak dan kewajiban bagi penduduk tanpa membedakan apakah wanita atau pria dalam bidang kegiatan dan hak perorangan artinya kaum wanita juga mempunyai kedudukan dan hak yang sama dengan kaum pria dalam masa pembangunan seperti sekarang. Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1986 menyebutkan Wanita, baik sebagai warga negara maupun insan pembangunan mempunyai hak kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang kehidupan bangsa dan dalam segenap kegiatan pembangunan. Sehubungan dengan itu, kedudukannya dalam masyarakat dan peranannya dalam pembangunan perlu terus ditingkatkan serta diarahkan, sehingga dapat meningkatkan partisipasinya dan memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya bagi pembangunan bangsa sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabatnya sebagai wanita.

Pada bagian lain GBHN tahun 1996 menyebutkan :
Pembangunan politik merupakan usaha pembangunan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan diarahkan untuk lebih memantapkan perwujudan demokrasi Pancasila.

Sehubungan itu dan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan politik perlu lebih di dorong dan dikembangkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik bangsa.

Sedangkan Pudjiwati Sajogyo mengungkapkan "tindakan berupa mengajak wanita untuk berpartisipasi dalam pembangunan bukan saja suatu tindakan efesien, tetapi berarti pula pemanfaatan sumber manusiawi dengan potensi tinggi"2. Pada pandangan lain Hanna Papanek mengatakan :
Ada alasan yang sangat sederhana untuk mengadakan penelitian lapangan mengenai golongan wanita dalam masyarakat manapun. Kita kurang mengetahui tentang wanita daripada tentang pria dalam masyarakat manapun yang pernah dikaji. Dari sudut tinjauan merata terhadap semua pengetahuan yang dikumpulkan oleh para ahli antropologi, ahli, sosiologi, ahli ilmu politik, ahli ilmu sejarah, dan ekonomi, kita dapat menarik kesimpulan yang sangat sederhana bahwa diperlukan penelitian lebih banyak mengenai wanita dalam hgmpir setiap bidang social budaya yang mungkin ada.

Sedangkan T.G. Ihromi mengatakan :
Dengan adanya landasan formal dalam GBHN mengenai peranan dan tanggung jawab wanita dalam masa pembangunan maka jelas bahwa proses pembaagunan telah berpengaruh dan dipengaruhi oleh wanita.

Beberapa pandangan di atas menunjukkan bahwa peningkatan peran serta wanita dalam segala bidang memberi gambaran pula tentang peran serta wanita dalam bidang politik?.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988
338.959 8 KER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Poerbohadidjojo
Abstrak :
Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat cukup banyak namun dirasakan masih belum memadai sebagaimana yang diharapkan. Salah satu instansi yang memberikan pelayanan pada masyarakat adalah kepolisian.

Pelayanan yang diberikan oleh kepolisian salah satunya adalah pelayanan dalam memberikan perijinan. Salah satu perijinan yang diberikan oleh kepolisian adalah SIM. Dalam penerbitan SIM terdapat prosedur yang telah baku namun kenyataannya jumlah pemohon yang akan membuat SIM cukup banyak. Selain itu juga sarana dalam memberikan pelayanan tidak cukup menampung banyaknya pemohon. Banyaknya pemohon menimbulkan keinginan dari pemohon untuk mendapat SIM dengan mudah. Adanya permintaan dari pemohon dipenuhi oleh penyediaan dari calo.

Cara mendapatkan SIM dengan mudah dimanfaatkan oleh calo yang dapat mengurus SIM tanpa melalui prosedur yang seharusnya namun dengan imbalan biaya sebagai jasanya. Penertiban terhadap calo dilakukan tetapi hanya sementara karena aturan yang melarang kegiatan calo belum ada.

Tujuan penulisan tesis adalah dapat mendeskripsikan praktek percaloan dan memberikan gambaran proses pembuatan SIM yang dilakukan di kantor pelayanan SIM Polda Metro Jaya.

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan instrumen penelitian yang digunakan pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara berpedoman yang dilakukan terhadap gejala-gejala yang terjadi di lingkungan kantor pelayanan SIM dan pada calo, petugas pelayanan dan pemohon SIM.

Teori dan konsep yang digunakan adalah "Teori Pertukaran" dari George C Homans dan "Hubungan Patron-Klien" dari James Scott, konsep berupa "Interaksi sosial", "Kebutuhan hidup", "Kesepakatan dan "Solidaritas".

Hasil penelitian bahwa adanya kegiatan percaloan yang terjadi karena adanya hubungan saling menguntungkan antara calo dengan petugas dimana calo mendapatkan kemudahan dari petugas dan petugas mendapat uang sebagai imbalan. Hubungan calo dengan pemohon juga saling menguntungkan dimana calo mendapat imbalan uang dan pemohon mendapat pelayanan cepat tanpa harus membuang waktu lama, tidak repot-repot dan tidak harus memahami prosedur pembuatan SIM yang benar. Calo sulit untuk diberantas kerana selain belum adanya aturan yang melarang juga karena memang dibutuhkan oleh petugas sehingga penertiban yang dilakukan hanya bersifat sementara. Hubungan sesama calo terdapat aturan yang disepakati bersama dan adanya rasa senasib, sepenanggungan untuk tetap mempertahankan keberadaan mereka dalam melakukan kegiatannya.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T5660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Shantyabudi
Abstrak :
Beberapa faktor seperti meningkatnya tuntutan masyarakat akan angkutan, tidak mencukupinya lapangan pekerjaan bagi sebagian anggota masyarakat, kurang mencukupinya angkutan umum yang tersedia baik dari segi jumlah maupun pelayanan, dan masih banyaknya lokasi-lokasi yang tidak terjangkau angkutan umum yang resmi serta masih terdapatnya silih pendapat tentang keberadaan ojek; melatar belakangi penulis untuk ingin lebih memahami masalah sosial tersebut. Menulis tentang tukang ojek juga didorong oleh ketertarikan penulis, dimana keberadaan ojek tetap dibutuhkan walaupun di beberapa jalan tertentu telah tersedia angkutan yang resmi; sehingga menjadikan ojek secara normatif melanggar. Sesungguhnya keberadaan ojek menjadi pesaing bagi angkutan yang resmi maupun antar tukang ojek itu sendiri, karena ojek tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Mereka sehari-hari begitu aktif mengantar penumpang pada rute-rute angkutan resmi dengan memungut ongkos. Tidak seperti angkutan resmi pada umumnya, tidak terdapat kewajiban membayar pajak bagi ojek karena memungut biaya dari masyarakat. Adanya ketimpangan ini tidak mendorong terjadinya konflik antara tukang ojek dengan angkutan resmi lainnya. Hanya saja ojek tampak seringkali lebih menonjol dilapangan, karena mereka justru banyak menempati lokasi-lokasi yang dilarang untuk parkir. Apakah menjadi tukang ojek merupakan suatu pilihan profesi, atau karena kondisi tertentu orang memilih ojek sebagai salah satu alternatif yang sifatnya kontemporer?. Dengan demikian, maka penulisan ini ingin mengkaji melalui konsep-konsep interaksi sosial dan teori pertukaran (yang juga melandasi terjadinya hubungan-hubungan sosial), bagaimana tukang ojek melakukan interaksi dengan pihak-pihak tertentu selama melakukan pekerjaannya. Penulisan ini ingin mengetahui dan memahami sekaligus menggambarkan adanya aturan-aturan yang dijadikan pedoman untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapai serta adakah solidaritas yang tumbuh diantara mereka bila menghadapi ancaman. Untuk menambah bobot dalam menganalisa gejala sosial yang diamati pada tukang ojek, maka juga dilakukan pandangan dari berbagai sudut pandang; khususnya yang menyangkut kerawanan-kerawanan yang menjadi potensi konflik dimana konflik-konflik yang muncul seringkali berkaitan erat dengan masalah keamanan dan ketertiban. Mengupayakan terpeliharanya keamanan dan ketertiban merupakan peran dari organisasi kepolisian. Penulisan ini didasari atas hasil penelitian yang dilakukan melalui pendekatan kualitatif, dengan metode pengumpulan data; metode pengamatan dan wawancara; dimana hasilnya menunjukkan adanya pedoman berupa aturan-aturan tidak tertulis yang diyakini dan dipedomani dapat menjamin tercapainya tujuan para tukang ojek. Wujud solidaritas yang ada berupa tolong menolong antar sesama tukang ojek, maupun tindakan anarkis/pengeroyokan terhadap mereka yang melakukan kejahatan. Rasa solider tersebut terpelihara, karena beberapa alasan/latar belakang yang relatif sama diantaranya : warga Pekayon (Betawi), menghadapi ancaman yang sama dan pendidikan rendah. Dengan memperoleh gambaran tentang tukang ojek ini, diharapkan akan dapat diperoleh pemikiran-pemikiran lain yang berkembang, baik bagi bidang akademis maupun teknis dilapangan; karena tidak dapat dipungkiri bahwa selama masih ada anggota masyarakat yang membutuhkan, maka ojek akan tetap ada.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sangkala Pulsar, 1984
301.02 KEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library