Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny Ferdiansyah
"ABSTRAK
LATAR BELAKANG. Latihan yoga merupakan kombinasi unik antara gerakan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan fisik dan cara bernafas serta meditasi yang dapat memberikan ketenangan pikiran. Saat ini latihan yoga yang paling sering dilakukan adalah hatha yoga yang berfokus pada postur fisik yang disebut asanas dan teknik pernapasan atau pranayama. Sasaran dari pranayama ini adalah untuk meningkatkan kapasitas dan fungsi dari sistem pernapasan. Adapun untuk menilai kapasitas fungsi paru dapat dilakukan dengan pemeriksaan uji spirometri dan Ekspansi toraks merupakan suatu metode sebagai pengembangan rongga dada tidak secara langsung menandai peningkatan ventilasi. METODE. One group Pre and Post test design terhadap subjek dewasa muda sehat dengan rentang usia 18 ndash; 40 tahun. Dilakukan intervensi berupa latihan pernapasan yoga selama 6 minggu dilakukan setiap hari selama 30 ndash; 40 menit dalam satu kelompok perlakuan. Sebelum dilakukan dan setelah dilakukan intervensi dilakukan pengukuran spirometri dan ekspansi toraks. Adapun dari nilai spirometri yang dilihat adalah VC Vital Capacity , FVC Forced Vital Capacity , FEV1 Forced Expiratory Volume in 1 Second dan untuk ekspansi toraks yang dinilai adalah batas atas , tengah, dan bawah. HASIL. Didapatkan 23 subjek dewasa muda sehat dengan rentang usia 27 ndash; 36 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Didapatkan hasil peningkatan VC P = 0.001 , FVC P = 0.02 dan FEV1 P=0.001 dimana didapatkan nilai bermakna P < 0.05 dari sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Tetapi tidak didapatkan nilai yang bermakna pada ekspansi toraks P=1.00 . SIMPULAN. Terdapat perningkatan nilai kapasitas paru pada subjek dewasa muda sehat setelah di lakukan latihan pernapasan yoga selama 6 minggu.

ABSTRACT
BACKGROUND. Yoga exercise in an unique move combinations that can increase physical healthy, breathing, and meditation that can relaxing minds.Nowadays most often yoga exercise is hatha yoga. Hatha yoga focusing on the physical posture called asanas and breathing technique called pranayama. The aim of the pranayama is to increasing breathing functions and capacity. Spirometry is the test for measuring pulmonary capacity and chest expansion is a method to measure the movement of chest that can show the increasing of pulmonary ventilation. METHODS. One group Pre and Post test design on the young healthy adults subject with age between 18 ndash 40 years. Breathing yoga exercise for 6 weeks everyday in 30 ndash 40 minutes each day as the intervention in one group. Before and after the intervention the subjects got measurement spirometry and chest expansion. From the spirometry measurement the value of VC Vital Capacity , FVC Forced Vital Capacity , FEV1 Forced Expiratory Volume in 1 Second collected and for the chest expansion measurement upper, middle and lower value that collected. RESULTS. 23 young healthy adults subjects with the range of age 27 ndash 36 years with the inclusion and exclusion criteria. The result is increasing of VC P 0.001 , FVC P 0.02 and FEV1 P 0.001 with significant differences P 0.05 before and after interventions. There is no significant differences of the chest expansion before and after interventions P 1.00 CONCLUSIONS. There was a significant differences in pulmonary capacity values in young healthy adults after 6 weeks yoga breathing exercise as the intervention. "
2016
T55599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Erika Marfiani
"Latar belakang: Aspergilosis Paru Invasif merupakan penyakit yang berbahaya dan berisiko tinggi kematian. Penelitian mengenai skoring sebelumnya berdasarkan parameter risiko klinis dan biomarker baru untuk memprediksi API. Pada penelitian ini peneliti menggunakan parameter sederhana untuk mendiagnosa API. Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengembangkan model diagnosis API berdasarkan karakteristik klinis, laboratorium, foto toraks dan komorbid. Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan desain potong lintang, secara retrospeksif, menggunakan data rekam medis di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak Januari 2018 hingga Desember 2022. Model determinan diagnosis Aspergilosis Paru Invasif dikembangkan dari analisis multivariat dengan regresi logistik kemudian diuji performa dan validitas internalnya. Hasil: Total sampel sebanyak 227 pasien dengan eksklusi sebanyak 20 pasien dan yang dilakukan analisis sebanyak 207 pasien. Dua ratus tujuh subjek terdiri dari 110 pasien API dan 97 pasien non-API. Pada penelitian ini demam memiliki skor 2, konsolidasi memiliki skor 2, fibrosis memiliki skor 1, jumlah neutrofil absolut memiliki skor 1, penggunaan steroid memiliki skor 2, Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) memiliki skor 1. AUC =0.771, p< 0.05 yang menunjukkan hasil performa skor sedang untuk membedakan faktor determinan API. Kesimpulan: Penelitian ini menghasilkan diagnosis API,demam skor 2, konsolidasi skor 2, fibrosis skor 1, jumlah neutrofil absolut skor 1, penggunaan steroid skor 2, NLR skor 1. Skor 0-4 memiliki probabilitas 43,67% atau risiko rendah dan skor 5-8 memliki probabilitas 83,67% atau risiko tinggi faktor-faktor determinan API.

Background: The diagnosis of IPA is complex because it relies on clinical, radiological, and microbiological criteria. Microbiology is at the core of most diagnostic tests/criteria; however, the results take a lot of time. Researchers use a combination of clinical, radiological, laboratory, and comorbid characteristics to diagnose IPA. Objective : This study aims developed IPA diagnosis model based on clinical characteristics, chest X Ray and patients comorbid. Method: This research was carried out with cross sectional design, retrospectively, using medical record data at Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) from January 2018 to December 2022. The determinant model for the diagnosis of Invasive Pulmonary Aspergillosis was developed from multivariate analysis with logistic regression and then tested for performance and internal validity. Results: The total sample was 227 patients with the exclusion of 20 patients and 207 patients were analyzed. Two hundred seven subjects consisted of 115 IPA patients and 92 non-IPA patients. In the multivariate analysis this study involved fever, consolidation, fibrosis, absolute neutrophil count, Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR), and steroid used. In this study, fever had a score of 2, consolidation had a score of 2, fibrosis had a score of 1, absolute neutrophil count had a score of 1, steroid had a score of 2. AUC = 0.771, p< 0.05. Conclusion: This study resulted in a diagnosis of API, fever score 2, consolidation score 2, fibrosis score 1, absolute neutrophil count score 1, steroid score 2. A score of 0-4 has a probability of 43.67% or low risk and a score of 5-8 has a probability of 83.67% or high risk API determinant factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Indirawati Kusuma
"Latar belakang: Pneumonia komunitas adalah suatu infeksi parenkim paru yang didapat dari luar rumah sakit dan berhubungan secara signifikan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mortalitas pada pneumonia komunitas antara lain karakteristik klinis, temuan radiologi, dan biomarker serum. Identifikasi pasien pneumonia komunitas sedang-berat dengan risiko mortalitas dengan menggunakan kombinasi variabel yang digunakan diharapkan menjadi acuan dalam intervensi yang cepat dan tepat sehingga berpengaruh pada luaran klinis pasien pneumonia komunitas.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mendapat sistem skoring dengan menggunakan karakteristik klinis (jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, riwayat merokok, lama tunggu sebelum pemberian antibiotik), temuan radiologi (skor Brixia), dan biomarker serum (prokalsitonin, C-Reactive Protein, leukosit, asam laktat, d-dimer, albumin) terhadap risiko mortalitas pasien pneumonia komunitas sedang-berat.
Metode: Studi ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan subjek pneumonia komunitas sedang-berat yang dirawat di RSPUN Dr. Ciptomangunkusumo. Data diambil dari rekam medis pasien pneumonia komunitas sedang-berat selama bulan Januari 2022 – Desember 2023. Variabel-variabel predikor tingkat mortalitas pasien pneumonia komunitas sedang-berat didapatkan dari hasil analisis multivariat dengan regresi Cox.
Hasil: Total subjek penelitian ini yaitu 277 subjek dengan subjek yang meninggal sebanyak 124 (44,77%) dan subjek yang hidup sebanyak 153 (55,23%). Variabel prediktor yang secara konsisten mempengaruhi risiko mortalitas pada pasien pneumonia komunitas sedang-berat adalah IMT rendah dengan HR 1,789 (IK 95% 1,172 – 2,731), prokalsitonin dengan HR 1,913 (IK 95% 1,301 – 2,813), dan asam laktat dengan HR 1,692 (IK 95% 1,173 – 2,442). Performa determinan dengan analisis kurva ROC menunjukkan kemampuan prediksi moderat (AUC = 0,641). Performa kalibrasi dengan uji Hosmer-Lameshow menunjukkan validasi baik (p = 0,082).
Simpulan: Terdapat hubungan antara IMT, prokalsitonin, dan asam laktat dengan risiko mortalitas pada pasien pneumonia komunitas sedang-berat serta terdapat model skoring risiko mortalitas pada pasien pneumonia komunitaa sedang-berat.

Background: Community Acquired Pneumonia (CAP) is a lung parenchyma infection acquired outside of the hospital and is significantly associated with morbidity and mortality rates. Several factors that can influence mortality in CAP include clinical characteristics, radiological findings, and serum biomarkers. Identifying patients with moderate-severe CAP at high risk of mortality through a combination of these variables is expected to serve as a basis for prompt and appropriate intervention, ultimately improving clinical outcomes for CAP patients.
Objective: This study aims to develop a scoring system using clinical characteristics (gender, age, body mask index, smoking status, time to first antibiotic administration), radiological findings (Brixia score), and serum biomarkers (procalcitonin, C-Reactive protein, leukocyte, lactate acid, d-dimer, albumin) to assess the mortality risk in patients with moderate-severe CAP.
Method: This study was a retrospective cohort study using data from patients with moderate-severe CAP at Cipto Mangunkusumo Hospital from the period January 2022 to December 2023. Predictor variables for mortality risk were obtained through multivariate analysis using cox regression.
Results: The study included 277 subjects with 124 (44.77%) deaths and 153 (55.23%) survivors. Predictor variables consistently influencing mortality risk in moderate-severe CAP patients were low BMI (HR 1.789, 95% CI 1.172–2.731), procalcitonin (HR 1.913, 95% CI 1.301–2.813), and lactate levels (HR 1.692, 95% CI 1.173–2.442). The prediction model’s performance based on the ROC curve analysis showed moderate predictive ability (AUC = 0.641) with good validation and calibration performance which has been assessed by the Hosmer-Lemeshow test (p = 0.082).
Conclusion: There is an association between body mass index, procalcitonin, and lactate acid level with the mortality risk in moderate-severe CAP patients. A mortality risk scoring model for moderate-to-severe CAP patients has been established.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library