Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Pramesyanti
"Virus dengue merupakan virus RNA positif rantai tunggal yang memiliki bentuk antigenik yang kompleks diantara Famili Flaviviridae. Virus dengue merupakan penyebab demam berdarah yang telah banyak menyebabkan kematian di daerah tropik seperti di Indonesia, Thailand, Amerika Tengah dan Amerika Latin. Faktor virus merupakan salah satu penyebab terjadinya keparahan dengue. Dengue tipe 3 merupakan tipe yang dominan di Indonesia dan memiliki keterkaitan dengan kasus serangan dengue yang lebih berat. Sekuens lengkap nukleotida genom virus dengue tipe 3 masih sangat terbatas. Data yang cukup banyak diperlukan untuk lebih memahami penyakit ini terutama pada virus dengue tipe 3.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sekuens lengkap genom RNA genom virus dengue tipe 3 strain 00331/94 Thailand. Penelitian merupakan bagian dari penelitian kloning sekuens utuh nukleotida genom virus dengue tipe 3. Genom strain CO331/94 diamplifikasi langsung dari plasma penderita DHF dengan PCR. Produk PCR disekuensing untuk mendapatkan sekuens lengkap, kemudian dibandingkan dengan virus dengue tipe 3 yang lain (C0360/94, CH53489, H87, 80-2/Guangxi) untuk melihat perbedaan nukleotida dan asam amino diantara virus dengue tipe 3. Strain CO331/94 terdiri dari 10.707 nukleotida. Pengelompokan nukleotida berdasar protein yang dibuatnya dibagi menjadi C, PreM, M, E (struktural) dan NSI, NS2A, NS2B1 NS3, NS4A, NS413, NS5 (non-struktural).
Dari perbandingan nukleotida dan asam amino didapat perbedaan dibeberapa daerah genom maupun asam amino sepanjang nukleotida. Kodon AUG pertama strain CO331/94 Thailand berada di posisi nukleotida ke 95. Penelitian ini penting karena dapat menjadi data awal penelitian dengue selanjutnya. Penelitian-penelitian mengenai genom dan ekspresi protein serta fungsi-fungsinya dapat diperkirakan dengan bantuan komputer. Diharapkan perbandingan hasil penelitian dari virus dengue tipe 3 ini dapat digunakan untuk memandu arah penelitian selanjutnya dan memberikan kontribusi untuk memecahkan permasalahan penyakit dengue pada umumnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhareva Raekiansyah
"Penyakit dengue masih menjadi masalah kesehatan penting di sebagian besar negara tropis dan subtropis. Dalam dua dekade terakhir terjadi lonjakan drastis baik jumlah kasus maupun daerah endemik, disamping peningkatan keparahan penyakit. Meskipun telah dipelajari secara intensif, belum dipahami benar bagaimana mekanisme infeksi dengue berkembang menjadi demam berdarah dengue (DBD). Sejauh in diketahui, baik faktor inang maupun virulensi virus terlibat dalam menentukan keparahan penyakit. Beberapa studi terbaru melaporkan perbedaan struktural genom diantara virus dengue yang diduga berhubungan dengan perbedaan manifestasi klinis yang ditimbulkan. Dalam studi ini dilakukan analisis variasi genetik gen C, PrM/M, E, NS I, serta kedua daerah non-coding virus DEN-3 isolat Asia Tenggara. Dari studi-studi sebelumnya, gen-gen ini diduga berperan penting dalam menetukan virulensi virus. Sebagai pembanding adalah strain-strain Asia Tenggara yang telah dipublikasi di GenBank (isolat 1962-1985). Tidak dijumpai mutasi unik antar isolat yang memberikan manifestasi klinis berbeda. Begitu pula antar isolat yang berasal dari wilayah berbeda. Variasi genetik atau perbedaan nukleotida tersebar disepanjang genom pada semua isolat yang dianalisis. Secara keseluruhan, tingkat homologi antar isolat dipertahankan di atas 93%. Ini mengindikasikan mutasi DEN-3 yang beredar di Asia Tenggara hanya sekitar 7% saja sepanjang kurun tiga dekade. Hal menarik adalah dari analisis kladogram terungkap bahwa virus DEN-3 yang beredar di Indonesia tahun 1998 dan kurun 1973-1985 terpisah dalam subtipe berbeda. Fenomena ini mengindikasikan munculnya varian-varian baru hasil evolusi genetik virus DEN-3 di Indonesia. Menjadi tanda tanya besar apakah evolusi virus ini berhubungan dengan meningkatnya virulensi virus seperti yang tergambar dari kecenderungan peningkatan keparahan penyakit dengue akhir-akhir ini."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Nurdin
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit infeksi yang cukup sering terjadi di masyarakat. Dari berbagai penelitian di Indonesia dan di luar negeri, telah menunjukkan penurunan kepekaan bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik golongan fluorokuinolon. Hal ini dikhawatirkan menjadi kendala dalam penanggulangan ISK di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kepekaan bakteri Gram negatif yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuroginosa Enterobacter aerogenes, dan Proteus mirabilis dari penderita infeksi saluran kemih terhadap siprofloksasin, gatifloksasin, ofloksasin, dan moksifloksasin.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis data sekunder sebanyak 3268 isolat urin dengan kultur positif dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada Januari 2001 sampai Desember 2005 dan telah dilakukan uji resistensi sesuai dengan NCCLS.
Dari hasil analisis didapatkan angka kepekaan Escherichia coli terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 54.5%, 59.4%, 54.5%, dan 38.0%; kepekaan Klebsiella pneumoniae terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 46.0%, 54.2%, 48.1%, dan 34.9%; kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap siprofloksasin, ofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah 43.9%, 43.9%, 44.9%, dan 38.1%; kepekaan Enterobacter aerogenes terhadap siprofloksasin, ofloksasin, dan gatifloksasin adalah 58.7%, 63.8%, dan 65.5%; kepekaan Proteus mirabilis terhadap siprofloksasin, ofloksasin, dan gatifloksasin adalah 80.5%, 83.9%, dan 70.0%.

Urinary tract infection (UTI) is a common infectious disease in the community practice. Studies in Indonesia and overseas showed the decrease of sensitivity of bacteria causing UTI to fluoroquinolone. This problem is potentially leading to difficulty in the treatment of UTI in Indonesia.
This study objective was to investigate the sensitivity pattern of Gram negative bacteria such as Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuroginosa, Enterobacter aerogenes, and Proteus mirabilis taken from UTI patient to ciprofloxacin, gatifloxacin, ofloxacin, and moxifloxacin.
This study was conducted by analyzing secondary data of 3268 isolated urine with positive culture from Clinical Microbiology Laboratory of FMUI since January 2001 to December 2005. Resistance test had been performed in guidance of NCCLS.
Results of the analysis indicate that sensitivity patterns of Escherichia coli to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, moxifloxacin were 54.5%, 59.4%, 54.5%, and 38.0%, respectively; Klebsiella pneumoniae to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, and moxifloxacin were 46.0%, 54.2%, 48.1%, and 34.9%; Pseudomonas aeruginosa to ciprofloxacin, ofloxacin, gatifloxacin, and moxifloxacin were 43.9%, 43.9%, 44.9%, and 38.1%; Enterobacter aerogenes to ciprofloxacin, ofloxacin, and gatifloxacin were 58.7%, 63.8%, and 65.5%; Proteus mirabilis to ciprofloxacin, ofloxacin, and gatifloxacin were 80.5%, 83.9%, and 70.0%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Wulandari
"HPV 16 merupakan genotipe yang paling sering terdeteksi pada kanker serviks. Berbagai varian HPV 16 telah dikategorikan berdasarkan distribusi geografisnya. Broer et al. telah melaporkan varian HPV 16 di Indonesia berdasarkan analisis gen E6, E7, dan L1. Namun, belum ada laporan mengenai analisis gen-gen lain dari isolat HPV 16 di Indonesia. Metode deteksi dan genotiping merupakan alat utama dalam deteksi infeksi dan evaluasi keberhasilan vaksin HPV. Saat ini, metode deteksi dan genotiping HPV berbasis gen E6/E7 sedang dikembangkan karena gen E6 dan E7 merupakan gen yang paling lestari pada pasien kanker serviks. Standar dan kontrol untuk akurasi deteksi dan genotiping sangat diperlukan. WHO menyediakan standar internasional berupa plasmid rekombinan yang mengandung genom lengkap HPV 16 dan 18 dari materi genetik HPV luar negeri. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengklonaan fragmen E6/E7 dari isolat HPV 16 Indonesia yang dapat digunakan sebagai kontrol positif deteksi HPV 16. Fragmen-fragmen dari genom HPV 16 galur UI66 diamplifikasi dengan PCR, disekuensing, kemudian dianalisis variasi genetik pada gen E6, E7, E1, E2, E4, E5, L2, parsial L1, dan LCR, serta dibandingkan dengan referensi HPV 16. Pengklonaan fragmen 1 yang mengandung gen E6/E7 dilakukan dan diuji sebagai kontrol positif deteksi HPV 16 menggunakan PCR dan real-time PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesamaan nukleotida dan asam amino dari masing-masing gen galur UI66 bervariasi, dengan kesamaan tertinggi berturut-turut adalah pada gen L1 parsial dan protein E7. Kekerabatan masing-masing gen dari galur UI66 sangat bervariasi. Telah diperoleh satu klon yang membawa plasmid rekombinan pUI66F1-E6/E7 yang dapat digunakan sebagai kontrol positif deteksi HPV 16 dengan target gen E6 dan E7.
----
HPV 16 is the most commonly detected genotype in cervical cancer. HPV 16 variants have been categorized based on their geographical distribution. Broer et al. have reported HPV 16 variants in Indonesia based on the analysis of E6, E7, and L1 genes. However, there have been no reports on the analysis of other genes from HPV 16 Indonesian isolates. Detection and genotyping methods are primary tools for measuring HPV infection and assessing vaccine efficacy. Currently, detection and genotyping of HPV based on E6/E7 genes are being developed since E6 and E7 are the most conserved genes in cervical cancer patients. Standards and controls for detection and genotyping accuracy are necessary. The WHO provides international standards in the form of a recombinant plasmid containing the complete genome of HPV 16 and 18 from foreign HPV genetic material. Therefore, this research involved cloning fragments of HPV 16 E6/E7 from an Indonesian isolate to be used as a positive control for HPV 16 detection. The genome fragments of HPV 16 UI66 isolates were amplified by PCR, sequenced, and then analyzed for genetic variations in E6, E7, E1, E2, E4, E5, L2, partial L1, and LCR genes, and compared with HPV 16 reference. Cloning of fragment 1, containing E6/E7 genes, was performed and tested as a positive control for HPV 16 detection using PCR and real-time PCR. The results showed that the nucleotide and amino acid similarity of UI66 isolates varied, with the highest similarity observed in the partial L1 gene and E7 protein, respectively. The phylogeny of each gene from the UI66 isolate is variable. One clone carrying the recombinant plasmid pUI66F1-E6/E7 was obtained and can be used as a positive control for HPV 16 detection with E6 and E7 genes as targets."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Chandra
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, bersifat endemik di daerah tropis dan sub tropis, terutama di daerah perkotaan. Virus dengue yang ditransmisikan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti juga merupakan penyakit arbovirus yang penting dalam ha[ morbiditas dan mortalitas. Di Indonesia, DBD pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cendenung meningkat. Faktor virus seperti variasi stereotipe dan genotipe virus dengue diyakini berperan menentukan derajat keparahan penyakit. Pada penelitian ini dilakukan analisis variasi genetik gen E dan NS I virus DEN-3 yang diisolasi dari pasien dengan manifestasi klinis yang berbeda, yaitu mulai clan yang ringan (DD) sampai yang terberat yaitu DBD dan DSS. Strain DS 002/06 (DD), DS 029/06 (DBD), DSA 02/06 (DSS) dan 17104 (DBD) diisolasi dan kasus dengue di Jakarta tahun 2004 dan 2006. Keempat strain tersebut kemudian dibandingkan dengan 11 strain DEN-3 yang berasal dan Indonesia dan Thailand. Homologi nukleotida gen E ditemukan berkisar antara 92,4 - 99.9%, sedangkan untuk asam amino E antara 96,5-100%. Sementara itu homologi gen NSI berkisar antara 92,1- 99,9% untuk nukleotida dan 97,1-100% untuk asam aminonya. Dijumpai berbagai variasi di sepanjang kedua gen tersebut, tetapi tidak ditemukan perbedaan yang spesifik yang bisa membedakan antara strain penyebab DD, DBD dan DSS. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa semua strain strain DEN-3 Indonesia yang disolasi pada tahun 2004 dan 2006 konsisten berada di subtype I."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulianto
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum yang menunjukkan adanya mikroorganisme dalam urin dan menjadi sangat berbahaya jika tidak diterapi dengan benar. Amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin merupakan merupakan beberapa antibiotik lini pertama yang dapat digunakan untuk pengobatan ISK dan menurunnya sensitifitas obat tersebut menjadi salah satu kendala dalam penanggulangan ISK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan menentukan pola kepekaan bakteri Gram negatif yaitu Escherchia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumonia, Proteus mirabilis, dan Pseudomonas aeruginosa terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin serta pertumbuhan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik tersebut pada tahun 2001-2005. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder sebanyak 1313 sampel dengan kultur positif dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dari Januari 2001 sampai Desember 2005 dan telah menjalani pemeriksaan resistensi sesuai dengan NCCLS. Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata kepekaan Escherichia coli terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 9,7%, 21% dan 16%; Enterobacter aerogenes terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 3,23%, 25 % dan 18,97%; Klebsiella pneumoniae terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 2,51%, 20,77% dan 6,89%; Proteus mirabilis terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 47,9%, 79,8% dan 59,07%; Pseudomonas aeruginosa terhadap amoksilin, sulbenisilin dan tikarsilin adalah 3,14 %, 57,95% dan 31,06%. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2001-2005 bakteri Gram negatif terhadap amoksilin cenderung telah resisten kecuali terhadap Proteus mirabilis, sedangkan terhadap sulbenisilin dan tikarsilin cenderung telah resisten kecuali terhadap bakteri Proteus mirabilis dan Pseudomonas aeruginosa.

Urinary tract infection (UTI) is a general term for the presence of microorganism in the urine that can very dangerous if it is not treated properly. Amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are among the first line therapy for the treatment of UTI. Decreasing sensitivity of these drugs is one of the obstacles in the management of UTI in Indonesia. This research is purposed to investigate the sensitivity patterns of the gram negative bacteria such as Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneuomoniae, Proteus mirabilis, and Pseudomonas aeruginosa to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin. Another purpose of this study is to investigate the progress of sensitivity patterns of the microorganisms to the antibiotics from year of 2001 to 2005. This study was conducted by analyzing a secondary data of 1313 samples with positive cultures from Laboratory of Clinical Microbiology Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) since January 2001 to December 2005. These samples had been checked for their resistance based on the guideline from NCCLS. Result of the analysis indicates that sensitivity patterns of Escherichia coli to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 9,7%, 21%, and 16%, respectively; Enterobacter aerogenes to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 3,23%, 25% and 18,97%; Klebsiella pneumonia sp to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 2,51%, 20,77%, and 6,89%; Proteus mirabilis to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 47,9%, 79,8% and 59,07%; Pseudomonas aeruginosa to amoxicillin, sulbenicillin, and ticarcillin are 3,14 %, 57,95% and 31,06%. Based on that analysis, it can be concluded that from 2001-2005, negative Gram bacteria tend to resistant to Amoxicillin except to Proteus mirabilis, meanwhile to sulbenicillin, and ticarcillin are resistant except to Proteus mirabilis and Pseudomonas aeruginosa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Komara
"Sebagian besar bakteri penyebab Infeksi saluran kemih (ISK) adalah bakteri gram negatif. Bakteri Gram negatif banyak yang telah resisten terhadap berbagai macam antibiotik, salah satunya terhadap antibiotik gentamisin dan kotrimoksazol. Kedua antibiotik ini termasuk antibiotik yang digunakan untuk mengatasi ISK akibat bakteri gram negatif. Menurunnya kepekaan obat ini menjadi salah satu kendala dalam penanggulangan ISK di Indonesia. Penelitian ini bertujuan menentukan pola kepekaan bakteri Gram negatif terhadap antibiotik gentamisin dan kotrimoksazol dari tahun 2001-2005. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan disain cross-sectional. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder sebanyak 1522 sampel yang diteliti dengan kultur positif di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dari Januari 2001 sampai Desember 2005 dan telah menjalani pemeriksaan resistensi berdasarkan National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS), terdiri dari: Escherichia coli 567 sampel, Enterobacter 153 sampel, Klebsiella pneumonia 407 sampel, Proteus mirabilis 137 sampel dan Pseudomonas aeruginosa 256 sampel. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai rata-rata kepekaan Escherichia coli terhadap gentamisin 78,4% dan kotrimoksazol 34%; nilai rata-rata kepekaan Enterobacter terhadap gentamisin 71,7% dan kotrimoksazol 36,3%; nilai rata-rata kepekaan Klebsiella pneumonia terhadap gentamisin 70% dan kotrimoksazol 50,6%; nilai rata-rata kepekaan Proteus mirabilis terhadap gentamisin 94,7% dan kotrimoksazol 43%; nilai rata-rata kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap gentamisin 44,8% dan kotrimoksazol 29%. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2001-2005 bakteri Gram negatif terhadap antibiotik kotrimoksazol cenderung telah resisten, sedangkan terhadap antibiotik gentamisin cenderung masih sensitif kecuali terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa yang telah resisten.

Most of the bacteria causing urinary tract infection (UTI) is negative gram bacteria. Some of these bacteria are resistant to several antibiotics, including gentamycin and cotrimoxazole. Both of these antibiotics are used for treating UTI caused by negative gram bacteria. Decreasing sensitivity of these drugs being the obstacle in the management of UTI in Indonesia. This research is aimed to investigate the sensitivity pattern of the gram negative bacteria to gentamycin and cotrimoxazole from 2001 to 2005. The disain of this study was cross-sectional descriptive. This study was conducted by analyzing secondary data with 1522 positive culture samples from Clinical Microbiology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia since January 2001 to December 2005 and had been checked for their resistance based on the National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) including 256 samples of Eschericia coli, 153 samples of Enterobacter, 407 samples of Klebsiella pneumonia, 137 samples of Proteus mirabilis, and 258 samples of Pseudomonas aeruginosa. Results of the analysis showed that sensitivity of Escherichia coli to gentamicin and cotrimoxazol were 78.4% and 34% respectively; sensitivity of Enterobacter to gentamicin and cotrimoxazol were 71.7% and 36.3% respectively; sensitivity of Klebsiella pneumonia to gentamicin and cotrimoxazol were 70% and 50.6% respectively; sensitivity of Proteus mirabilis to gentamicin and cotrimoxazol were 94.7% and 43% respectively; sensitivity of Pseudomonas aeruginosa to gentamicin and cotrimoxazol were 44.8% and 29% respectively. Based on that analysis, it can be concluded that from 2001-2005, negative Gram bacteria tend to resistant to be cotrimoxazole, meanwhile to gentamycin, it’s still effective, except to resistant Pseudomonas aeruginosa."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mimi Yosiani Permana
"Latar belakang: Terjadinya penurunan sensitivitas sel kanker terhadap doksorubisin merupakan masalah yang terjadi pada terapi metastatic breast cancer. Salah satu penyebab turunnya sensitivitas sel kanker payudara terhadap doksorubisin adalah overekspresi transporter efluks BCRP. Penambahan silimarin, suatu senyawa golongan flavonoid diketahui memiliki efek antikanker dan penghambat BCRP, diharapkan dapat meningkatkan kembali sensitivitas sel kanker terhadap doksorubisin.
Metode: Doksorubisin dipaparkan pada sel sel kanker payudara, MCF-7 selama 14 hari, kemudian dianalisis perubahan sensitivitas sel terhadap doksorubisin dengan melihat persentase sel hidup dan ekspresi mRNA BCRP. Pada sel tersebut, silimarin diberikan dalam dosis 10/25/50/100 μM dengan atau tanpa doksorubisin 0,1 mM selama 7 hari dan dianalisis persentase sel hidup dan ekspresi mRNA BCRP pada hari ke-3 dan ke-7. Ritonavir 19 μM digunakan sebagai kontrol positif penghambat BCRP.
Hasil: Pajanan doksorubisin 0,1 μM selama 14 hari, menurunkan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doksorubisin (MCF-7/Dox) dibuktikan dengan terjadinya pergeseran CC50 sebesar 9,5 kali, peningkatan persentase sel hidup, dan ekspresi mRNA BCRP sebesar 9,7 kali. Silimarin berbagai konsentrasi yang dikombinasikan dengan doksorubisin 0,1 mM mampu menurunkan persentase sel hidup secara bermakna pada hari ke-3 dan ke-7 yang disertai dengan penurunan ekspresi mRNA BCRP. Silimarin tunggal yang diberikan tanpa doksorubisin, tidak mampu menurunkan persentase sel hidup walaupun terjadi penurunan ekspresi mRNA BCRP yang bermakna.
Kesimpulan: Kombinasi doksorubisin dan silimarin dapat meningkatkan sensitivitas sel MCF-7 terhadap doksorubisin. Peningkatan sensitivitas tersebut terjadi melalui penghambatan ekspresi mRNA BCRP oleh silimarin. Kombinasi doksorubisin dengan silimarin diharapkan dapat menjadi kandidat obat sebagai cochemotherapy metastasis kanker payudara yang sudah mengalami penurunan sensitivitas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Melita Arviany
"Belakangan ini, Trichomonas vaginalis, salah satu etiologi infeksi menular seksual tersering, ditemukan berperan sebagai indikator untuk agen etiologi lainnya, termasuk Chlamydia trachomatis. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah terdapat hubungan bermakna antara infeksi Trichomonas vaginalis dengan Chlamydia trachomatis pada pekerja seks komersial di Kuningan, Jawa Barat sehingga pemeriksaan infeksi Trichomonas vaginalis dapat dijadikan sebagai indikator untuk infeksi Chlamydia trachomatis dan faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap kedua infeksi tersebut. Penelitian dengan desain cross sectional ini dilakukan pada 265 sampel. Dengan uji chi square didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi Trichomonas vaginalis dengan Chlamydia trachomatis (p=0,213). Maka, dapat dikatakan bahwa infeksi Trichomonas vaginalis tidak dapat dijadikan indikator untuk infeksi Chlamydia trachomatis. Faktor tingkat pendidikan (p=0,161) dan jenis kontrasepsi (p=0,878) ditemukan tidak memiliki hubungan bermakna dengan kedua infeksi tersebut. Sebaliknya, dengan faktor usia ditemukan bermakna (p=0,004). Maka, dapat disimpulkan bahwa pada PSK dengan tingkat pendidikan dan jenis kontrasepsi apapun kedua infeksi ini dapat terjadi, sedangkan ada kelompok usia tertentu yang lebih rentan untuk terinfeksi.

Lately, Trichomonas vaginalis, one of the most common sexual transmitted disease etiologic agent, is found as an indicator for the others, including Chlamydia trachomatis. This study aims to understand the relationship between Trichomonas vaginalis and Chlamydia trachomatis infections in commercial sex workers in Kuningan, Jawa BaratsoTrichomonas vaginalis infection examination can be used as an indicator for Chlamydia trachomatis infection and which factors influencing both of the infections. This cross sectionalstudy was being done in 265 samples. With chi square test it can be concluded that there is no significant relationship between Trichomonas vaginalis and Chlamydia trachomatis infections (p=0.213). Hence, Trichomonas vaginalis infection can't be used as an indicator for Chlamydia trachomatis infection. Education level (p=0.161) and contraception method (p=0.878) showed no significant relationship with these two infections. In contrast, age factor did (p=0.004). Therefore, in commercial sex workers of any education level and contraception method these two infections can occur, meanwhile there is a specific age group in which these two infections more likely to occur.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Lia Kusumawati
"Salah satu penyebab kegagalan pengendalian tuberkulosis di Indonesia, adalah karena lemahnya deteksi dini kasus infeksi disamping kegagalan terapi kasus yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis dan hambatan dalam melakukan kontrol tuberkulosis. Dengan ditemukannya teknik molekuler spoligotyping (spacer obgofrzicleolide tying) yang dilakukan berdasarkan polimorfisme/keragaman spacer diantara daerah direcz repeat (DR) pada genom M tuberculosis complex, dapat dilakukan pembedaan gaiur-galur diantara M tuberculosis complex.
Peneiitian ini bertujuan untuk melakukan deteksi cepat sekaligus dapat membedakan galur M tubercosis langsung dari spesimen klinik tanpa melakukan pembiakan kuman. Sebanyak 29 sampei klinik bakteri M tuberculosis, terdiri dari 5 sampel sputum penderita tuberkulosis dan 24 sampel isolat M tuberculosis dilakukan pemeriksaan mikroskopik BTA, pembiakan pada medium Lowenstein-Jensen, uji biokimia, uji resistensi. Serta ekstraksi DNA. Sebagai standard digunakan l galur ,M bovis BCG dari vaksin BCG. DNA dari sampel isolat diekstraksi dengan fenol-kloroform, DNA dri sampel sputum dan M bovis BC G diekstraksi dengan metode Boom.
DNA hasil ekstraksi dibulctikan dengan teknik PCR menggunakan pimer Pt8 & Pt9 untuk melihat fragmen spesifik DNA tuberculosis complex berukuran 54l bp. Pada teknik spoligogfping, uji PCR dilakukan dengan primer DRa dan DRb berlabel biotin untuk ampliiikasi sekwens direct repeat (DR) DNA M tuberculosis complex. DNA hasil amplifikasi dihibridisasi dengan 1 set pelacak yang terdiri dan 43 jenis oiigonukleotida space; menggunakan membran Hybond N'. Deteksi DNA hasil hibridisasi dilakukan dengan Streptavidin Horseradish Peroksidase dan alat deteksi substrat khemiluminesen ECL (Amersham) kemudian dipaparkan pada film sinar-X( Kodak). Hasil dan Kesimpulan: Sebanyak 8 sampel klinik dari penderita tuberkulosis dan 1 sampe1M bovis BCG, telah dianalisis dengan teknik spoligozjvping.
Hasil identifikasi dari 9 sampel yang dihibridisasi menunjukkan 8 pola hibridisasi yang berbeda, satu diantara isolat MDR yang dianalisis, mempunyai pola hibtfidisasi yang identik dengan galur Beijing yang ditemukan luas di Asia Timur dan juga telah ditemukan di Inggris. Dua Sampel sputum dari seorang pendentatuberkulosis yang dikumpulkan dalam 2 kali pengambilan yang berbeda memberikan pola hibridisasi yang sama. Teknik spoligozyping dapat diterapkan Iangsung pada sampei kiinik untuk deteksi cepat infeksi M tuberculosis sekaligus dapat membedakan galur kuman pada penderita tuberkulosis, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis dan pemantauan penyebaran kurnau penyakit tuberkulosis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T3741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>