Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Khairudin
"ABSTRAK
Kampung Bustaman di Kota Semarang terkenal berpenduduk padat. Memiliki luasan sekitar 1 hektar, kampung ini dihuni kurang lebih 300an warga dari dua RT berbeda. Menariknya kepadatan populasi tak membuat wilayah ini ditinggalkan. Orang-orang justru cenderung kembali ke kampung, bukannya berpindah. Mereka ditarik ke dalam kampung karena hubungan pekerjaan, pernikahan, atau sebab-sebab lain. Beberapa yang yang sukses secara ekonomi dan berpindah justru di masa tuanya membeli tanah lagi di Bustaman. Hubungan antara keterbatasan lahan dan pertambahan penduduk menciptakan kontestasi tersendiri sehingga diperlukan mekanisme pengorganisasian di dalam masyarakat yang mana konflik-konflik bisa diatasi serta solidaritas sosial dipulihkan dan dipulihkan kembali. Tanpa itu niscaya suatu masyarakat tidak akan eksis baik secara fisik maupun psikis seperti terjadi dalam fenomena lenyapnya kampung-kampung kota di Semarang dalam 18 tahun terakhir ini. Penelitian ini ingin melihat mengapa warga terikat kampung dan bagaimana mereka mengelola keteraturan order di tengah kontestasi ruang kota. Proses ini tentu melibatkan kontak budaya culture contact baik internal maupun eksternal yang melahirkan perpecahan-perpecahan schismogenesis yang diatasi di dalam ekosistem kampung itu sendiri sehingga keseimbangan dapat tegak lagi menciptakan keteraturan order di dalam masyarakat. Kajian ini ingin memberikan sumbangsih pada studi migrasi orang ke kota yang 50 tahun belakangan ini massif, di tengah trend posmodernisme yang coraknya menggugat kekuasaan yang sifatnya memusat. Pada kondisi seperti ini, mekanisme kepengaturan macam apa yang terjadi? Pertanyaan inilah yang ingin dijawab dalam tesis ini.

ABSTRACT
Kampung Bustaman in the city of Semarang famous for its dense populated area. Having an area of about 1 hectare, this village is inhabited by approximately 300 residents from two different neighbours RT . Interestingly, population density does not make this region abandoned. People tend to go back to the village instead of moving. They are drawn into the village because of work relationships, marriages, or other causes. Some of those who are economically successful and move on in their old age buy more land in Bustaman. The relationship between land limitations and population growth creates its own contestation so that there is a need for organizing mechanisms within the community where conflicts can be overcome and social solidarity can be restored over and over again. Without it undoubtedly a society will not exist both physically and psychically as occurs in the phenomenon of the disappearance of urban villages in Semarang in the last 18 years. This research wants to see why people are tied to the village and how they manage order in the middle of city space contestation. This process involves cultural contacts both internal and external which result in schismogenesis being resolved within the kampung 39 s ecosystem itself so that the balance can be upright again creating order within the society. This study seeks to contribute to the massive 50 year urban migration study, in the midst of a postmodernist trend that sues a centralized power. In such conditions, what kind of regulatory mechanisms occur This question is what this tesis want to answer"
2018
T50595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiandry Khrisna Setiono
"Video game adalah suatu hal yang sekarang berkembang sangat pesat karena dukungan dari perkembangan teknologi yang tidak kalah cepatnya. Video game sendiri sekarang di dalamnya memiliki dukungan konektivitas internet yang memungkinkan para pemain (player) untuk berhubungan satu sama lain. Salah satu dari genre video game yang memiliki peningkatan popularitas secara pesat saat ini adalah genre Massive Online Battle Arena (MOBA) yang memungkinkan banyak pemain yang tergabung dalam sebuah tim untuk saling membantu satu sama lain mengalahkan tim musuhnya. Video game online sendiri sekarang tidaklah asing untuk memasukan transaksi ekonomi kedalamnya. Transaksi itu bisa dilakukan untuk berbagai macam hal, mulai dari pembelian sebuah barang (in-game item) yang memiliki keuntungan untuk para konsumernya, ataupun in- game item yang sama sekali tidak memberikan keuntungan apapun secara langsung untuk para konsumernya. Para pemain yang tergabung dalam sebuah fandom permainan tersebut, biasanya rela untuk mengeluarkan uang yang berjumlah tidak sedikit untuk bisa memperoleh beberapa in-game item tersebut. Hal ini juga tidak luput dari bagaimana keadaan sosial-ekonomi yang menjadi sebuah penentu dari pembentuk fandom itu sendiri, melihat bagaimana para player bertindak dalam fandomnya. Untuk hal ini, bisa kita katakan, khususnya untuk sebuah pembelian in-game item yang tidak memiliki fungsi atau memberi keuntungan secara langsung pada konsumernya, terjadi sebuah fenomena conspicuous consumption yang terjadi. Fenomena ini terjadi bisa karena berbagai hal. Hal ini sendiri ditunjukan oleh para anggota fandom (player) dalam sebuah permainan video game Mobile Legends: Bang Bang (MLBB), yang melakukan conspicuous consumption dengan suatu tujuan tertentu, yang berhubungan dengan status.

Video games are something that is growing very rapidly because of the support from the growing and development from technological developments. Video games themselves now have the support of internet connectivity that allows the players to connect themselves with each other. One of the video game genres that has rapidly increasing popularity today is the Massive Online Battle Arena (MOBA) genre, which allows many players who are the members of a team to help each other to defeat the enemy team. Nowadays it‟s a common thing in online video games to include economic transaction in it. The transaction can be done for a variety of things, from purchasing an item (in-game item) that has benefits for its consumers, or in-game items that do not provide any direct benefit to the consumers at all. The players who are members of a fandom of the game, are usually willing to spend a large amount of money to be able to get some of these in-game items. This is also due to the socio-economic conditions which are the determinants of the fandom, seeing how the players act in their fandom. For this, we can say, especially for an in-game item purchase that does not have a function or directly benefits the consumer, a conspicuous consumption phenomenon occurs. This phenomenon can occur due to various things. This was shown by fandom members (players) in a video game Mobile Legends: Bang Bang (MLBB), who do conspicuous consumption with a specific purpose, which related to status."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library