Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Melati
"Salah satu penyebab hidung tersumbat adalah disfungsi katup hidung, baik akibat kolapsnya katup hidung luar KHL atau sempitnya katup hidung dalam KHD. Namun hal ini belum ada data di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan besar sudut KHD dan tahanan udara hidung TUH dengan penilaian subjektif hidung tersumbat pada orang Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya dan menjelaskan peran KHD pada ras Asia, khususnya orang Indonesia. Studi kasus kontrol terdiri atas 40 kasus hidung tersumbat dan 80 kontrol tanpa keluhan hidung tersumbat. Kedua kelompok dilakukan penilaian subjektif dengan kuesioner Nasal Obstruction Symptom Evaluation NOSE. Penilaian objektif terdiri atas pengukuran besar sudut KHD dengan nasoendoskopi dan TUH dengan rinomanometri aktif anterior. Penelitian ini mendapatkan besar sudut KHD kanan kelompok kasus sebesar 15,5 10,1 p = 0,123 dan sudut KHD kiri 17,2 9,0 p = 0,022. Pada kelompok kontrol, sudut KHD kanan 19,6 11,8 p = 0,123 dan sudut KHD kiri 23,2 12,5 p = 0,022. Studi ini mendapatkan bahwa kombinasi besar sudut KHD kanan ndash; kiri dan total TUH saja, tidak mampu berdiri sendiri untuk menjelaskan hubungannya terhadap fenomena kompleks hidung tersumbat yang dinilai menggunakan kuesioner NOSE. Penilaian hidung tersumbat perlu mempertimbangkan faktor lain, yaitu dinamika fisiologis dan kelainan mukosa lainnya seperti kondisi konka inferior, adanya septum deviasi yang menyempitkan area KHD, kelapangan kavum nasi, keberadaan/kondisi NSB, dan bentuk KHD setiap lubang hidung, sebagai sebuah kesatuan.

One of the cause for nasal obstruction is nasal valve dysfunction, which may happen due to collapsing external nasal valve ENV or narrowing of the internal nasal valve INV angle. There is no published data in Indonesia, in regards to this matter. This thesis aims to investigate the relation of INV angle and nasal airway resistance NAR in regards to subjective complaint of nasal obstruction in Indonesian. This thesis also hope to contribute as basic data for future studies and may provide explanation about the role of INV in Asian, especially Indonesian. A case control study was conducted with 40 cases of nasal obstruction and 80 controls without nasal obstruction. Both groups' subjective evaluation was examined using Nasal Obstruction Symptom Evaluation NOSE quessionaire. Objective assessments such as INV angle using nasoendoscopy and NAR using active anterior rhinomanometry. The right INV angle in case group was 15,5 10,1 p = 0,123 and left INV angle was 17,2 9,0 p = 0,022. In the control group, the right INV angle was 19,6 11,8 p = 0,123 and left INV angle was 23,2 12,5 p = 0,022. This study shows the combination of right-left INV angle and total NAR alone are not sufficient to explain the complex phenomena of nasal obstruction which was measured using NOSE questionnaire. Nasal obstruction evaluations should consider other factors such as the physiology dynamics and other mucosal state such as the inferior turbinate's condition, presence of septal deviation which narrowed the INV area, wide nasal cavity, presence of NSB and the shape of INV in each nostril as a unit."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hemastia Manuhara H.
"Pendahuluan: Salah satu konsentrat faktor pertumbuhan autologus terbaru yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka dan meningkatan bioaviabilitas adalah platelet rich fibrin (PRF). Belum ada penelitian aplikasi PRF di luka pasca panen tandur kulit dapat mempercepat proses epitelisasi.
Metode: Studi multipel measure dengan general linear model adalah untuk mengevaluasi luka pasca panen tandur kulit, luka pasca panen tandur kulit dibagi menjadi dua kelompok dengan atau tanpa aplikasi PRF pada area tersebut. Untuk mengevaluasi epitelisasi luka di lokasi donor, kami memberikan perawatan luka yang sama pada kedua sisi dan evaluasi foto analisis pada hari ke 1,3, 7, 14 dan 30 menggunakan perangkat lunak ImageJ. Data yang diperoleh dianalisis dengan SPSS 20.0. Nilai P lebih rendah dari 0,05 dianggap signifikan.
Hasil: Penggunaan PRF telah membuktikan kemampuannya untuk mempercepat proses epitelialisasi proses penyembuhan situs donor p 0,000. Reaksi inflamasi kelompok PRF (hiperemik, nyeri, hipertermia, dan edema) di situs donor berkurang.
Kesimpulan: Aplikasi PRF akan memperbaiki kondisi luka, khususnya dengan menyediakan faktor pertumbuhan di lingkungan luka yang membantu mempercepat proses epitelisasi dan menghasilkan manajemen luka yang efektif.

Introduction: One of the newest concentrate autologous growth factors for wound healing process is platelet rich fibrin (PRF), used to accelerating wound healing process. PRF application on donor site after skin grafting would accelerated epithelialization process.
Methods: This multiple measure with general linear model study is to evaluate after harvesting, donor site defect was divided into two groups with or without PRF application. To evaluate of epithelialization of donor site wound, we give same treatment of wound care of both side and evaluated at day 1,3, 7, 14 and 30 using ImageJ software. Data obtained were analyzed with SPSS 20.0. The P-values lower than 0.05 considered as significant.
Result: The use of PRF has proven its ability to accelerate the epithelialization process of donor site healing process p 0,000. Inflammation reaction of PRF group (hyperemic, pain, hyperthermia, and edema) on donor site wound less.
Conclusion: PRF application would improve the condition of the wound, in particular by providing growth factor in the wound environment that help accelerate the epithelialization process and resulting in cost effective wound management.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Razki Yorivan R.H.
"ABSTRAK
Suara merupakan modalitas setiap individu untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Proses bersuara sangat dipengaruhi keberadaan pita suara. Paralisis pita suara akan mengakibatkan difonia dan mempengaruhi proses komunikasi serta berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, aktivitas dan pekerjaan. Penatalaksanaan paralisis pita suara salah satunya dengan laringoplasti injeksi. Prinsip laringoplasti injeksi adalah medialisasi dengan augmentasi. Lemak autologus merupakan salah satu bahan yang baik untuk medialisasi, tetapi memiliki waktu penyerapan beragam dan cenderung cepat terserap sehingga keberadaan lemak didalam jaringan cepat menghilang. Platelet Rich Fibrin (PRF) merupakan bahan yang dapat meningkatkan keberadaan lemak didalam jaringan karena mengandung faktor pertumbuhan. Evaluasi penggunaan kombinasi PRF dengan lemak autologus mikrolobular dibandingkan lemak autologus mikrolobular dilakukan secara subjektif dan objektif. Evaluasi subjektif menggunakan kuesioner Voice Handicap Index (VHI-30) sedangkan evaluasi objektif menggunakan pemeriksaan analisis akustik terkomputerisasi/Multidimensional Voice Program (MDVP), videostroboskopi dan waktu fonasi maksimum. Hasil penelitian ini mendapatkan gambaran perbaikan secara klinis berdasarkan evaluasi VHI-30, MDVP, videostroboskopi dan waktu fonasi maksimum pada masing-masing kelompok penelitian. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistika evaluasi subjektif dan objektif antara kelompok kombinasi PRF dengan lemak autograf mikrolobular dan kelompok lemak autograf mikrolobular

ABSTRACT
Voice is a modality for every human being to communicate and interact with others. Its process is affected by the presence of vocal cord. Vocal cord paralysis will cause dysphonia, interfering communication, thus result in social activity, and professional aspects in life. One of the management of vocal cord paralysis is injection laryngoplasty. Basic principle of the technique is medialization and augmentation. Autologous fat is one of the best material that can be chosen, but it is very highly absorbable so that its existence in body tissue is quickly disappears. Platelet Rich Fibrin (PRF) is a material that can improve fat tissue longevity due to growth factors as one of the components. Evaluation of combination of PRF and autologous microlobular fat compared with autologous microlobular fat was conducted subjective and objectively. Subjective evaluation was done by using Voice Handicap Index (VHI-30) questionnaire, and objective evaluation was by computerized acoustic analysis/Multidimensional Voice Program (MDVP), videostroboscopy dan maximum phonation time. The result showed clinical improvement according to VHI-30, MDVP, videostroboscopy and maximum phonation time parameters in both research group. There was no statistically important difference in subjective and objective evaluation between PRF and autologous microlobular fat, and autologous microlobular fat group."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Dora Auliataria
"ABSTRAK
Latar belakang: Mikrotia merupakan kelainan perkembangan telinga luar dengan variasi kelainan struktur anatomi daun telinga. Variasi kelainan anatomi telinga tengah pada mikrotia dan angka kejadian kelainan anatomi telinga tengah pada pasien mikrotia telah banyak dilaporkan. Data penelitian variasi anatomi pasien mikrotia tersebut diperlukan untuk memprediksi kelainan anatomi telinga tengah berdasarkan derajat klinis kelainan telinga.
Tujuan: Mengetahui hubungan kelainan subunit telinga luar dengan skor Jahrsdoerfer pada pasien mikrotia Metode: Dilakukan penelitian cross sectional menggunakan data retrospektif derajat mikrotia, gambaran CT Scan dan pemeriksaan audiologi (BERA dan audiometri nada murni) di Departemen THT FKUI/RSCM sebanyak 38 pasien mikrotia.
Hasil: Subjek penelitian mikrotia didapatkan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (65,8%) dengan rerata usia 12,3 ± 8,1 tahun. Kelainan telinga tengah berdasarkan skor Jahrsdoerfer terbanyak adalah kelainan kompleks maleus inkus (72,3%). Gangguan pendengaran terbanyak adalah tuli konduktif (63,1%). Berdasarkan uji korelasi jika jumlah subunit telinga semakin besar maka skor Jahrsdoerfer akan konsisten meningkat menyesuaikan dengan jumlah subunitnya.
Kesimpulan: Evaluasi subunit telinga sangat penting dalam evaluasi dan tatalaksana pasien mikrotia.

ABSTRACT
Background: Microtia is a developmental disorder with a variety of abnormalities of the outer ear anatomical structures. Variations of anatomical abnormalities of the middle ear in microtia and the incidence of middle ear anatomical abnormalities in microtia patients have been reported. The research data is needed to predict the variations in the anatomy of the middle ear abnormalities which are based on the degree of clinical disorders.
Objective: To determine the relationship of auricle subunit with Jahrsdoerfer score on microtia patients Methods: Cross-sectional study using retrospective data of microtia patients, CT Scan and audiological examination (BERA and pure tone audiometry) in the Department of Otolaryngology Faculty of Medicine / RSCM on 38 microtia patients.
Results: Study found male patients more frequent than female (65.8%) with a mean age of 12.3 ± 8.1 years. Most frequent middle ear abnormalities based on Jahrsdoerfer is malleus incus complex disorder (72.3%). Most frequent hearing loss is conductive hearing loss (63.1%). Based on correlation test if the greater auricle subunit value consistently increased with Jahrsdoerfer score.
Conclusion: Evaluation of ear subunit is essential in the evaluation and management of patients with microtia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Rayendra Saleh
"Surgical site infection is a harmful problem both for the operator or the patient. Commonly, antibiotics is used irrationally to prevent surgical site infection. In the other hand, irrational use of antibiotics might lead to microbial resistency. Plastic reconstructive surgeryof the ears and nose is classified into clean or clean contaminated surgery which only requires prophylactic antibiotics. The aim of this study is to acquire supporting data for a rational use of antibiotics in plastic reconstructive surgery in ENT-HNS Department FMUI - CMH. This study is a pilot study with negative trial design which includes 12 subjects. Subjects are randomly divided into prophylaxis antibiotic only and combination of prophylaxis antibiotic and post operative antibiotic. This study found 1 subject form the prophylaxis antibiotic only group with surgical site infection. There was no surgical site infection in the control group. There is no significant difference between the two groups. The use of post surgery antibiotic is not neccesary in plastic reconstructive surgery to prevent surgical site infection. Further study is required to support findings of this study.

Infeksi luka operasi adalah suatu masalah yang sangat merugikan baik bagi operator maupun pasien. Seringkali antibiotika digunakan secara tidak rasional untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi. Di lain pihak, penggunaan antibiotika secara tidak rasional dapat meningkatkan resistensi mikroba. Operasi plastik rekonstruksi telinga dan hidung adalah operasi bersih atau bersih terkontaminasi yang hanya membutuhkan antibiotika profilaksis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dukung ilmiah untuk penggunaan antibiotika yang rasional dalam tatalaksana operasi rekonstruksi telinga dan hidung di Departemen THT-KL FKUI - RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini merupakan suatu penelitian pendahuluan dengan desain uji klinis negatif dengan melibatkan 12 subyek. Subyek penelitian dibagi secara acak menjadi kelompok antibiotika profilaksis saja dan kombinasi antibiotika profilaksis - pasca operasi. Terdapat 1 subyek pada kelompok antibiotika profilaksis yang mengalami infeksi luka operasi. Pada kelompok kombinasi antibiotika profilaksis - pasca operasi tidak terdapat infeksi luka operasi. Tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi angka kejadian infeksi luka operasi pada kedua kelompok. Pemberian antibiotika pasca operasi tidak diperlukan dalam operasi plastik rekonstruksi telinga dan hidung untuk mencegah infeksi luka operasi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendukung hubungan yang tidak bermakna antara kedua kelompok."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ervin Yamani Amouzegar
"ABSTRAK
Latar Belakang: Ankiloglosia atau tongue tie adalah suatu keadaan dimana lidah melekat pada dasar mulut melalui frenulum sehingga gerakan lidah terbatas. Frenotomi merupakan insisi frenulum pada ankiloglosia merupakan prosedur sederhana, cepat, mudah, aman dan banyak manfaatnya. Frenotomi pada bayi ankiloglosia dilakukan jika terdapat masalah menyusui, mengisap buruk, berat badan bayi kurang dan ibu mastitis berulang. Tujuan: Meningkatkan pengetahuan tentang ankiloglosia, tatalaksana dan pengaruhnya pada kenaikan berat badan bayi menyusui eksklusif. Metode: Penelitian kohort retrospektif menilai kenaikan berat badan bayi menyusui ekskusif dengan ankiloglosia sebelum dan pasca frenotomi berusia dibawah 1 bulan dan 1-3 bulan. Hasil: 34 subjek yang dilakukan frenotomi berusia dibawah 1 bulan dan 34 subjek 1-3 bulan. Rerata kenaikan berat badan sebelum frenotomi kelompok dibawah 1 bulan 3,4gram/hari kelompok 1-3 bulan 21,1gram/hari. Kontrol pasca frenotomi kelompok dibawah 1 bulan 33,4gram/hari kelompok 1-3 bulan 17,3gram/hari. Kesimpulan: Kenaikan berat badan bayi menyusui eksklusif dengan ankiloglosia yang dilakukan frenotomi sebelum berusia 1 bulan lebih bermakna dibanding dilakukan frenotomi saat berusia antara 1-3 bulan

ABSTRACT
Background: Ankyloglossia or tongue tie is a condition which tongue attached to the floor of the mouth through frenulum make tongue movement limited. Frenotomy in ankyloglossia is simple, fast, easy, safe and useful procedure. Frenotomy in infant ankyloglossia perform if there are problems with breastfeeding, poor sucking, slow weight gain and recurrent mastitis. Objective: To increase ankyloglossia knowledge, therapy and weight gain effect in exclusive breastfeeding infant. Methods: Retrospective cohort study assessing weight gain in exclusive breastfed infant with ankyloglossia before and after frenotomi under 1 month and 1-3 months. Results: 34 subjects performed frenotomi under 1 month and 34 subjects 1­-3 months. The mean weight gain before frenotomy group under 1 month 3,4gram/day group 1-3 months 21,1gram/day. Control after frenotomy group under 1 month 33,4gram/day, group 1-3 months 17,3gram/day. Conclusion: Exclusive breastfeeding infant weight with ankyloglossia gaining significantly in frenotomy under 1 month compare with infant 1-3 months."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Olvi Nancy Marimpan
"ABSTRAK
Implan lemak dalam bidang plastik rekonstruksi sudah lama digunakan oleh para ahli bedah, namun dengan seiringnya waktu lemak dapat mengalami absorpsi 30-50 , terutama pada lemak yang disentrifugasi. Untuk itu diperlukan suatu bahan autologous untuk mempertahankan viabilitas lemak. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan antara lemak mikrolobular, lemak yang disentrifugasi, lemak mikrolobular dengan penambahan PRF dan lemak yang disentrifugasi dengan penambahan PRF. Tiga puluh enam kelompok dilakukan implan lemak di daerah dorsal telinga kelinci sebanyak 0,5cc, dievaluasi selama 4 minggu. Penilaian dilakukan secara makroskopik dengan menilai hiperemis, nekrosis dan menghitung diameter pada minggu pertama, kedua, ketiga dan keempat. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pada minggu pertama hingga minggu keempat terjadi penurunan jumlah kelompok yang mengalami hiperemis, semua jaringan tidak terdapat nekrosis sejak minggu pertama dan diameter lemak yang mengalami penyusutan hanya terdapat pada perlakuan lemak yang disentrifugasi sebanyak dua kelompok, namun secara statistik tidak didapat perbedaan bermakna p>0,05 . Evaluasi mikroskopik didapatkan bahwa jumlah adiposit median= 547,74 , fibroblas median= 600,52 , pada perlakuan lemak mikrolobular dengan penambahan PRF lebih banyak dibandingkan kelompok perlakuan lainnya, namun secara statistik tidak bermakna p>0,05 , sedangkan parameter neovaskularisasi lebih banyak ditemukan pada kelompok lemak mikrolobular mean= 12,67 , tetapi secara statistik tidak bermakna p=0,268 Namun analisis regresi membuktikan bahwa peningkatan neovaskularisasi sejalan dengan pertambahan jumlah adiposit, hal ini membuktikan bahwa viabiltas adiposit bergantung pada neovaskularisasi.

ABSTRACT
Fat graft in plastic reconstructive surgery has been used for a long time by surgeons. However, problem lies with fat being absorbed up to 30 50 , especially centrifuged fats. Therefore, an autologous material is needed to maintain fat viability. This research aims to compare the viability of microlobular fat, centrifuged fat, microlobular fat with PRF, and centrifuged fat with PRF. As much as 0.5 mL of these fat were grafted to thirty six groups of rabbits at the dorsal area of rabbits rsquo ear, which were then evaluated for 4 weeks. Macroscopic evaluation was performed on the first, second, third, and fourth week while microscopic evaluation was performed only on fourth week. Macroscopic evaluation performed since the first to the fourth week on hyperemia parameter showed reduction of redness hyperemia in all treatment groups and necrosis parameter was not found since the first week in all treatment groups. Although the diameter parameter was seen in two centrifuged fat groups on fourth week, it showed no statistically significant difference p 0,05 . Upon microscopic evaluation, the amount of adipocytes in microlobular fat with PRF group showed a greater number median 547.74 and also fibroblast median 600,52 compared to other treatment groups, but it was also not statistically significant p 0,05 . Neovascularization parameter was greater on microlobular fat group mean 12,67 , but it was not statistically significant p 0,268 . Result of regression analysis proved that increase in neovascularization was in line with the increase amount of adipocytes. Therefore, it is proved that the viability of adipocytes depends on neovascularization"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Vania Valentine Handoko
"Latar belakang: Atresia aural kongenital dengan mikrotia merupakan gangguan perkembangan daun telinga dan sering dikaitkan dengan malformasi saluran pendengaran eksternal serta telinga tengah. Pembedahan pada atresia aural kongenital dianggap sebagai salah satu yang paling sulit dan membutuhkan penilaian pencalonan yang tepat untuk menentukan operasi. Sistem penilaian Jahrsdoerfer berdasarkan pemeriksaan tomografi komputer (CT scan) masih sering digunakan untuk menentukan kandidat yang tepat untuk operasi namun dirasa terdapat celah dan ketidakcocokan pada skor ini sehingga diperlukan pengukuran lebih detail untuk keperluan kandidasi pembedahan yang lebih baik.
Metode: Studi ini merupakan studi potong lintang terhadap pasien mikrotia dengan atresia aural kongenital unilateral di RSUPN Cipto Mangunkusumo menggunakan CT scan. Parameter yang diukur meliputi volume mastoid, volume ruang telinga tengah, diameter tingkap bundar, diameter tingkap lonjong, diameter medial liang telinga, orientasi nervus fasialis, dimensi kompleks maleus inkus, koneksi inkus stapes serta kelengkapan struktur stapes.
Hasil: Rerata volume telinga tengah, jarak serta sudut orientasi nervus fasialis, diameter medial liang telinga, dimensi kompleks maleus inkus, volume mastoid, diameter tingkap bundar dan diameter tingkap longkong secara signifikan (p<0,05) berukuran lebih kecil pada telinga mikrotia dibandingkan sisi kontralateral.
Kesimpulan: Berdasarkan beberapa parameter telinga tengah mikrotia unilateral yang dilakukan pengukuran dengan CT scan diperoleh seluruh parameter telinga tengah sisi mikrotia memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan kontralateral.

Introduction: Congenital aural atresia with microtia is a developmental disorder of the auricle and is often associated with malformations of the external auditory canal as well as the middle ear. Surgery in congenital aural atresia is considered to be one of the most difficult and requires proper candidature assessment to determine surgery. The Jahrsdoerfer scoring system based on computed tomography (CT) scans is still often used to determine appropriate candidates for surgery, but there are gaps and discrepancies in this score. Detailed measurements requiered for better surgical candidacy.
Methods: This study is a cross-sectional study of microtia patients with unilateral ear canal atresia at Cipto Mangunkusumo Hospital using CT scan. Parameters measured included mastoid volume, middle ear space volume, round window diameter, oval window diameter, medial diameter of the ear canal, orientation of the fascial nerve, dimensions of the malleus incus complex, incus stapes connection and completeness of the stapes structure.
Results: The mean middle ear volume, distance and angle of orientation of the fascial nerve, medial diameter of the ear canal, dimensions of the malleus incus complex, mastoid volume, round window diameter and oval  window diameter were significantly (p<0.05) smaller in the microtia ear than the contralateral side.
Conclusion: Based on several parameters of the middle ear of unilateral microtia measured by CT scan, all parameters of the middle ear of the microtia side have a smaller size than the contralateral.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library