Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagas Sava
Abstrak :
ABSTRAK
Dewasa ini, muncul kebiasaan baru dalam kalangan wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk berburu kuliner. Hal ini menciptakan suatu fenomena yang kemudian disebut sebagai wisata kuliner dimana para wisatawan tidak segan untuk membayar mahal agar dapat mencicipi hidangan khas dari suatu wilayah. Kota Yogyakarta pada umumnya yang mengalami perubahan struktural sektor agrikultur menuju manufaktur (tenaga mesin) hingga akhirnya mencapai sektor jasa, wilayah kota Yogyakarta mengalami loncatan dari sektor agrikultur ke sektor jasa dimana industri pariwisata berada di dalamnya, termasuk pariwisata kuliner dengan makanan-makanan khas Yogyakarta seperti gudek, bakpia, yangko, dan lain sebagainya. Disamping makanan tradisional, terdapat juga makanan-makanan khas Yogyakarta yang merupakan hasil dari akulturasi budaya. Sebagai contoh, terdapat bakmi yogya, bakmi pentil, dan mie des yang merupakan hasil dari perpaduan antara budaya Tiongkok dengan budaya lokal. Akulturasi budaya kuliner tersebut dapat dilihat antara lain dari bahan utama, cara penyajian, serta cara pengemasan makanan. Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, survey lapang akan dilakukan unuk meletakan posisi (plotting) berbagai rumah makan atau restoran di Kota Yogyakarta yang hasilnya kemudian akan diolah untuk menghasilkan sebuah peta pola spasial akulturasi kuliner asing di Kota Yogyakarta dalam jangka waktu antara tahun 2005-2018.
ABSTRACT
New habits among tourists, both from domestic and abroad, in culinary hunt are emerging today. It creates a phenomenon later called culinary tourism where the tourists do not hesitate to pay in a heavy price in order to taste the local dishes of the region. Unlike the Regions of Daerah Istimewa Yogyakarta in general that is undergoing a structural change to agricultural sector towards manufacturing (power machines), the City of Yogyakarta experienced a leap from the agricultural sector to the services sector this is includes the tourism industry which also carries with the culinary tourism with local foods of Yogyakarta as gudek, bakpia, yangko, and so forth. Besides the traditional food, there are also food from Yogyakarta that emerges as the result of acculturation. For example, Bakmie Yogya, Bakmie Pentil and Mie Des. These culinary are the outcome of the combination between Chinese culture with local culture. The culinary culture acculturation can be seen among others from the main material, manner of presentation, as well as a way of packaging food. By paying attention to these aspects, field survey will be conducted by plotting a variety of restaurants in Yogyakarta then processed to produce a map of the spatial pattern of acculturation foreign cuisine in the city of Yogyakarta since 2005-2018.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yoniar Hufan Ramadhani
Abstrak :
ABSTRAK Pemetaan potensi sumber daya pulau kecil membutuhkan informasi spasial skala detail yang dapat diperoleh dengan cepat. Teknologi penginderaan jauh citra satelit resolusi tinggi yang umum digunakan memiliki beberapa kendala seperti ketersediaan data, tingginya biaya pembelian data, serta adanya hambatan lainnya seperti tutupan awan. Tesis ini melakukan kajian tentang pemanfaatan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) untuk pemetaan sumberdaya pesisir dan laut pulau kecil sebagai solusi alternatif pengganti citra satelit resolusi tinggi. Kajian dilaksanakan dengan studi kasus di Pulau Pramuka, Kab. Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Akuisisi data dilaksanakan pada bulan April 2015 dimana dihasilkan citra orthofoto dan model permukaan digital dengan resolusi spasial 10 cm. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis obyek yang dibandingkan dengan pengolahan citra satelit Worldview-2. Sebagai validator digunakan data survei lapangan pada bulan Juni 2015. Hasil klasifikasi penutup lahan pulau kecil dengan menggunakan UAV memiliki nilai akurasi sebesar 94 % dan habitat perairan dangkal dengan kelas kerapatan sebesar 54 % dan tanpa kelas kerapatan sebesar 68 %. Nilai akurasi citra Worldview-2 untuk penutup lahan sebesar 60 % dan habitat perairan dangkal dengan kelas kerapatan sebesar 38 % dan tanpa kelas kerapatan sebesar 56 %. Hasil uji akurasi menunjukkan bahwa pengunaan data UAV memberikan hasil lebih baik dibandingkan menggunakan citra satelit Worldview-2. Perbedaan hasil akurasi disebabkan karena perbedaan resolusi spasial, perbedaan informasi tambahan (model permukaan digital), dan adanya efek kilatan pada Worldview-2. UAV memiliki kelebihan dalam akuisisi data yang cepat, resolusi spasial yang sangat tinggi dan adanya data model permukaan digital dibandingkan dengan citra satelit Worldview-2, namun memiliki kekurangan dalam resolusi spektral yang rendah, resiko pada wahana, dan kebutuhan sumberdaya manusia dalam operasional wahana. Pemanfaatan data UAV untuk pemetaan sumberdaya pesisir dan laut pulau kecil dapat menjadi pengganti penggunaan citra satelit yang umum digunakan.
ABSTRACT Mapping of potential resources on small islands requires very detail spatial information that can be obtained quickly. Remote sensing technology of highresolution (multispectral) satellite imagery which is commonly used has several constraints such as high cost and availability data as well as cloud coverage. This research was conducted in order to study the use of Unmanned Aerial Vehicle (UAV) for mapping coastal and marine resources of small islands as an alternative solution to high-resolution satellite imagery. The research was conducted based on a case study at Pulau Pramuka, Kab. Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. The primary data was obtained through an aerial survey carried out on April 2015 where 10 cm spatial resolution of orthofoto imagery and digital surface model were generated. To point out the remarkable use of UAV for coastal and marine resources mapping, a set of Worldview-2 digital imagery was also used for comparison. Both data analysis were performed using an object-based approach to produce land cover and shallow water habitat classes. Furthermore, field check data on June 2015 were used to validate the classification result. The thematic accuracy of land cover classification using UAV was 94%, and shallow water habitat classification with and without density class respectively were 54% and 68%, respectively. In the other hand, the thematic accuracy of Worldview-2 for land cover lassification was 60%, and shallow water habitats classification with and without density class respectively were 38% and 56%, respectively. Accuracy assessment value showed that the use of UAV data gave better results than Worldview-2 satellite imagery. Differences in accuracy assessment results were due to the differences in spatial resolution, additional information such as digital surface model, and sunglint effect on Worldview-2. The UAV method have more advantages in rapid data acquisition, very high spatial resolution, and digital surface model data compared to Worldview-2 imagery, but lack of spectral resolution quality, the vehicle risk, and a specific human resources skill for operating the vehicle. The UAV data utilization for mapping coastal and marine resources of small island can become a substitute for the use of common satellite imagery.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardus Arya Adiputra
Abstrak :
Rumput laut merupakan komoditas perairan yang memiliki beragam manfaat bagi kehidupan manusia. Salah satu jenis rumput laut yang banyak dimanfaatkan karena bermanfaat bagi kesehatan dan memiliki nilai ekonomis tinggi adalah jenis Euchema Cottoni. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wilayah potensi yang dapat digunakan sebagai kawasan budidaya rumput laut di perairan pantai utara Cirebon, Jawa Barat. Penentuan wilayah potensi ini dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa parameter oseanografi berupa salinitas, suhu permukaan laut, muatan padatan tersuspensi, klorofil-a, arus permukaan laut, dan kedalaman perairan. Nilai salinitas, suhu permukaan laut, klorofil-a, dan muatan padatan tersuspensi diperoleh berdasarkan pengolahan data satelit penginderaan jauh Landsat 8 OLI. Data arus permukaan laut diperoleh berdasarkan pengolahan data OSCAR. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis keruangan dan deskriptif. Penentuan wilayah potensi budidaya rumput laut dilakukan berdasarkan hasil kesesuaian budidaya rumput laut pada musim barat dan musim timur dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan di sekitar perairan laut Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum wilayah penelitian sesuai sebagai lokasi budidaya rumput laut. Hasil kesesuaian antara musim barat dan musim timur menunjukkan luas wilayah kesesuaian yang tidak jauh berbeda. Dari luas wilayah perairan sebesar 79,23 km2, potensi budidaya rumput laut di wilayah perairan pesisir Cirebon memiliki persentase luasan sebesar 9,86 pada musim barat dan 13,85 pada musim timur, serta berada pada wilayah perairan Kecamatan Lemahwungkuk, Kecamatan Mundu, sebagian Kecamatan Kejaksan, dan sebagian Kecamatan Astanajapura. ...... Seaweed is known as a water resource that contains various benefits for human life. One species of seaweed that is widely used because of its benefits in health and economy is the Euchema Cottoni. The goal of this research is to identify potential sea areas that can be used as a site to cultivate seaweed. Determining potential areas is done by considering several oceanographic parameters such as salinity, sea surface temperature, total suspended solids, clorophyll a, sea surface currents, and bathymetry. All the mentioned oceanographic parameters will be acquired by remote sensing data processing of Landsat 8 OLI. Variations in sea surface current values are obtained according to OSCAR data processing. Analysis in this research uses spatial anlaysis and descriptive analysis. The identification of potential seaweed cultivation areas are done according to the results of seaweed feasibility during west and east seasons by considering environmental conditions around Cirebon seawaters. Results of this research show that generally, the study area is feasible as seaweed cultivation areas. The results of west and east season feasibility show that feasible areas and the whole measured areas do not display much differences. Based on water area of 79.23 km2, potential of seaweed cultivation in coastal areas of Cirebon has a percentage of 9,86 in the wet season, and 13,85 in the east season, and is located in water bodies of Lemahwungkuk District, Mundu District, part of Kejaksan District, and part of Astanajapura District.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Pralampita Cintantya
Abstrak :
Kualitas hidup merupakan ukuran yang digunakan secara umum untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan beberapa variabel seperti pendapatan. Kawasan Setu Babakan telah ditetapkan menjadi Perkampungan Budaya Betawi. Hal tersebut berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi, budaya, sosial masyarakat yang berada di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Maka hal tersebut juga berdampak pada kualitas hidup masyarakatnya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola keruangan kualitas hidup Masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan berdasarkan aktivitas didalamnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan keterkaitan masyarakat Setu Babakan dengan Perkampungan Budaya Betawi dan pengaruh nya terhadap kualitas hidup masyarakat. Kualitas hidup yang tinggi terdapat di lokasi permukiman yang dekat dengan Wisata Air Setu Babakan karena warganya memanfaatkan potensi yang ada untuk membuka usaha.
Quality of life is a measure that is used in general to know the welfare of society by using several variables such as income. Setu Babakan area has been established into Betawi Cultural Village. It affects the economic, cultural, social activities of the people residing in Betawi Cultural Village Setu Babakan. Then it also affects the quality of life of the community. The purpose of this paper is to determine the spatial pattern of quality of life of Betawi Village Culture Setu Babakan based on the activities therein. The method used in this research is qualitative method. The results of this study show the relevance of Setu Babakan community with Betawi Cultural Village and its influence on the quality of life of the community. A high quality of life are found in the settlement 39 s location near the Water Tour Setu Babakan because the people utilizing the existing potential to open businesses.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niantiara Ajeng Saraswati
Abstrak :
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peran dalam memperkaya kondisi perairan dan melindungi garis pantai dari abrasi dan akresi. Teluk Lembar di Kabupaten Lombok Barat yang terus berkembang menjadi pusat pelabuhan di Pulau Lombok menyebabkan perubahan garis pantai dan penggunaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial temporal hutan mangrove dan menganalisis hubungan penggunaan tanah dan garis pantai terhadap distribusi spasial temporal hutan mangrove di Teluk Lembar pada tahun 1995-2019. Penelitian ini menggunakan citra Landsat 5, 7, dan 8 dengan dibagi menjadi tiga periode yaitu periode 1995 dan 2005, periode 2005 dan 2015, dan periode 2015 dan 2019. Metode penelitian dengan menghitung luas dan perubahan pada hutan mangrove, garis pantai, dan penggunaan tanah. Kemudian dihubungkan luas perubahan hutan mangrove dengan luas abrasi dan akresi pada perubahan garis pantai di wilayah penelitian. Luas hutan mangrove mengalami penambahan luas dari tiap tahun pengamatan. Perubahan garis pantai yang dominan terjadi pada tahun 1995-2019 adalah akresi. Perubahan penggunaan tanah mangrove yang mengalami perubahan pada tahun 1995-2019 didominasi oleh perubahan badan air menjadi mangrove dan mangrove menjadi badan air. Berdasarkan perhitungan analisis hubungan perubahan luas mangrove terhadap luas abrasi dan akresi di wilayah penelitian, peningkatan luas mangrove memiliki hubungan terhadap luas akresi sebesar 98,81%, sedangkan penurunan luas mangrove terhadap luas abrasi sebesar 21,60%. Secara spasial penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.
Mangrove forest is ecosystems that have a role in enriching aquatic conditions and protecting coastlines from abrasion and accretion. Teluk Lembar in West Lombok Regency which continues to develop into a port center on Lombok Island has caused changes in coastline and landuse. This study deals with the relations of extensive mangrove forest changes to coastline changes and landuse changes in Teluk Lembar for a period of 1995 to 2019. The purpose of this study was to determine the temporal spatial distribution of mangrove forest and analyze the relations between land use and coastline to spatial distribution temporarily mangrove forest in Teluk Lembar in the period 1995-2019. The research used Landsat 5, 7, dan 8 images which were 1995 and 2005, 2005 and 2015, and the last period was 2015 and 2019. The data were processed by calculating the area and changes in mangrove forest, coastline, and landuse. Then the extensive changes in mangrove forest are associated with extensive abrasion and accretion on coastline changes in the study area. The area of mangrove forest has increased from each year of observation. The dominant change in coastline that occurred in 1995-2019 was accretion. Changes in the use of mangrove land that underwent changes in 1995-2019 were dominated by changes in water bodies into mangroves and mangroves to become water bodies. Based on the calculation of the analysis of the relations of mangrove changes to the extent of abrasion and accretion, the increase in mangroves has a relation to accretion of 98,81%, while the decrease in mangroves to abrasion is 21,60%. Spatially, the decrease and addition of mangrove are directly proportional to the broad changes in abrasion and accretion.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niantiara Ajeng Saraswati
Abstrak :
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peran dalam memperkaya kondisi perairan dan melindungi garis pantai dari abrasi dan akresi. Teluk Lembar di Kabupaten Lombok Barat yang terus berkembang menjadi pusat pelabuhan di Pulau Lombok menyebabkan perubahan garis pantai dan penggunaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial temporal hutan mangrove dan menganalisis hubungan penggunaan tanah dan garis pantai terhadap distribusi spasial temporal hutan mangrove di Teluk Lembar pada tahun 1995-2019. Penelitian ini menggunakan citra Landsat 5, 7, dan 8 dengan dibagi menjadi tiga periode yaitu periode 1995 dan 2005, periode 2005 dan 2015, dan periode 2015 dan 2019. Metode penelitian dengan menghitung luas dan perubahan pada hutan mangrove, garis pantai, dan penggunaan tanah. Kemudian dihubungkan luas perubahan hutan mangrove dengan luas abrasi dan akresi pada perubahan garis pantai di wilayah penelitian. Luas hutan mangrove mengalami penambahan luas dari tiap tahun pengamatan. Perubahan garis pantai yang dominan terjadi pada tahun 1995-2019 adalah akresi. Perubahan penggunaan tanah mangrove yang mengalami perubahan pada tahun 1995-2019 didominasi oleh perubahan badan air menjadi mangrove dan mangrove menjadi badan air. Berdasarkan perhitungan analisis hubungan perubahan luas mangrove terhadap luas abrasi dan akresi di wilayah penelitian, peningkatan luas mangrove memiliki hubungan terhadap luas akresi sebesar 98,81%, sedangkan penurunan luas mangrove terhadap luas abrasi sebesar 21,60%. Secara spasial penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi. ......Mangrove forest is ecosystems that have a role in enriching aquatic conditions and protecting coastlines from abrasion and accretion. Teluk Lembar in West Lombok Regency which continues to develop into a port center on Lombok Island has caused changes in coastline and landuse. This study deals with the relations of extensive mangrove forest changes to coastline changes and landuse changes in Teluk Lembar for a period of 1995 to 2019. The purpose of this study was to determine the temporal spatial distribution of mangrove forest and analyze the relations between land use and coastline to spatial distribution temporarily mangrove forest in Teluk Lembar in the period 1995-2019. The research used Landsat 5, 7, dan 8 images which were 1995 and 2005, 2005 and 2015, and the last period was 2015 and 2019. The data were processed by calculating the area and changes in mangrove forest, coastline, and landuse. Then the extensive changes in mangrove forest are associated with extensive abrasion and accretion on coastline changes in the study area. The area of mangrove forest has increased from each year of observation. The dominant change in coastline that occurred in 1995-2019 was accretion. Changes in the use of mangrove land that underwent changes in 1995-2019 were dominated by changes in water bodies into mangroves and mangroves to become water bodies. Based on the calculation of the analysis of the relations of mangrove changes to the extent of abrasion and accretion, the increase in mangroves has a relation to accretion of 98,81%, while the decrease in mangroves to abrasion is 21,60%. Spatially, the decrease and addition of mangrove are directly proportional to the broad changes in abrasion and accretion
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Adeanti
Abstrak :
Kekeringan merupakan bencana yang setiap tahun terjadi pada musim kemarau, kejadian bencana kekeringan tidak terlepas dari fenomena iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO). Kekeringan dapat memberikan dampak negatif pada sektor pertanian lahan sawah yang berakibat penurunan luas tanam, luas panen, dan hasil produktivitas. Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Bogor menyebutkan bahwa Kabupaten Bogor pada musim kemarau terkena dampak dari kekeringan pertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi wilayah kekeringan secara spasial dan temporal, serta menganalisis wilayah kekeringan menurut kondisi topografi seperti ketinggian dan kemiringan lereng. Penelitian ini menggunakan data citra Landsat 8 OLI/TIRS pada tahun 2014-2018 dengan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan Normalized Difference Water Index (NDWI) lalu menghasilkan indeks kekeringan dengan analisis Normalized Difference Drought Index (NDDI). Hasil pengolahan diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu normal, kekeringan ringan, kekeringan sedang, dan kekeringan berat. Berdasarkan dari pengolahan data tahun 2014, 2016, 2017, dan 2018 menunjukan bahwa kelas kekeringan ringan mendominasi di Kabupaten Bogor dan pada tahun 2015 didominasi kelas kekeringan sedang. Analisis statistik menunjukan kekuatan hubungan antara nilai NDDI dengan kondisi topografi yaitu ketinggian dan kemiringan lereng memiliki hubungan yang lemah dan tidak signifikan. ......Drought is a disaster that occurs every year in the dry season, drought is inseparable from the climate phenomenon El-Nino Southern Oscillation (ENSO). Drought can have a negative impact on the agricultural sector of paddy fields which results in a decrease in planting area, harvest area, and productivity yields. Bogor Regency's Office of Food, Horticulture and Plantation said that Bogor Regency in the dry season was affected by agricultural drought. The purpose of this study was to detect spatial and temporal areas of drought, and to analyze the area of ​​drought according to topographic conditions such as altitude and slope. This study uses Landsat 8 OLI / TIRS image data in 2014-2018 with the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and the Normalized Difference Water Index (NDWI) then produces a drought index with an analysis of Normalized Difference Drought Index (NDDI). Processing results are classified into 4 classes, namely normal, mild drought, moderate drought, and severe drought. Based on data processing in 2014, 2016, 2017, and 2018, it shows that light drought class dominates in Bogor Regency and in 2015 was dominated by moderate drought class. Statistical analysis shows the strength of the relationship between NDDI values ​​and topographic conditions, namely altitude and slope of the slope has a weak and non significant.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Martha Romadhona
Abstrak :
Motivasi remaja dalam berekreasi memiliki berbagai faktor yang beragam sesuai dengan klasifikasi wilayahnya. Kecamatan Banyakan dan Kecamatan Ngasem merupakan Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Kediri, kedua kecamatan tersebut memiliki klasifikasi wilayah yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan dan menganalisa apakah terdapat perbedaan motivasi rekreasi remaja berdasarkan karakteristik wilayah. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Motivasi, aktivitas, destinasi, jarak, biaya, dan frekuensi. Hasil dari Penelitian ini adalah Klasifikasi Motivasi remaja perkotaan cenderung memiliki klasifikasi Physical Motivation dimana aktivitas yang dilakukan merupakan kegiatan kebutuhan fisik, seperti jalan-jalan, relaksasi, atau bersantai. Sedangkan untuk remaja di wilayah perdesaan cenderung memiliki klasifikasi Social Motivation hal ini dipengaruhi oleh Motivasi eksternal dari remaja wilayah perdesaan yang cenderung karena ajakan teman. Remaja wilayah perkotaan dan perdesaan dilihat dari Motivasi Internal tidak memiliki perbedaan yang signifikan dimana pada kedua wilayah lebih cenderung alasan biaya sebagai motivasi internalnya. Jika dilihat dari Motivasi Eksternal remaja pada wilayah perkotaan lebih banyak mempertimbangkan fasilitas dalam memilih destinasi, sedangkan remaja pada wilayah perdesaan lebih cenderung kepada ajakan teman sebagai motivasinya. Remaja di perkotaan memiliki jangkauan rekreasi yang lebih kecil daripada remaja perdesaan, hal ini dikarenakan jarak menuju pusat fasilitas kota yang lebih dekat daripada wilayah perdesaan.
Motivation of adolescents in recreation has a variety of factors that vary according to the classification of the region. Subdistricts of Banyakan and Ngasem Subdistricts are Sub- Districts which border directly with the City of Kediri, the two Sub-Districts have different regional classifications. Therefore, this study aims to describe and analyze whether there are differences in adolescent recreation motivation based on regional characteristics. The variables used in this study are motivation, activity, destination, distance, cost, and frequency. The results of this study are the Classification of Motivation urban adolescents tend to have a Physical Motivation classification where the activities carried out are physical needs activities, such as walking, relaxation, or just relaxing. Whereas adolescents in rural areas tend to have a Social Motivation classification, this is influenced by the external motivation of rural adolescents who tend to be due to the invitation of friends. Teenagers in urban and rural areas viewed from Internal Motivation does not have a significant difference where in the two regions are more likely to reason for costs as internal motivation. When viewed from External Motivation, adolescents in urban areas consider more facilities in choosing destinations, while adolescents in rural areas are more likely to invite friends as motivation. Adolescents in urban areas have a smaller range of recreation than rural adolescents, this is because the distance to the center of urban facilities is closer than that of rural areas.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudya Alif Ridhoni Prakusya
Abstrak :
Kabupaten Banyumas adalah salah satu kabupaten yang memiliki potensi yang baik dalam sektor pertanian. Kabupaten Banyumas sendiri sejak 2011 melakukan pengembangan Kawasan Agropolitan yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Banyumas. Namun, pada kenyataannya kebijakan ini belum dapat berjalan, baik secara sistem maupun keruangan. Oleh karena itu, pada penelitian ini mencoba menilai bagaimana pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas kedepannya. Dengan menggunakan dua basis komoditas yakni padi dan kelapa untuk dikembangkan, penelitian ini menilai dimana lokasi yang sesuai untuk wilayah usaha tani, sentra produksi, dan juga pasar serta pusat perkotaan pada Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Dengan analisis kesesuaian lokasi desa, yakni kesesuaian lahan untuk wilayah usaha tani dan indeks komposit dengan z score dapat ditentukan wilayah mana saja yang sesuai dalam pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Dengan juga melihat karakteristik dan aksesibilitas, dinilai juga bagaimana keterhubungan antar wilayah fungsional dalam Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Hasilnya, dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa untuk wilayah usaha tani, secara keseluruhan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas sesuai untuk dikembangkan padi dan kelapa. Selanjutnya pun terdapat 11 desa yang sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai lokasi sentra produksi, sementara terdapat empat desa yang sangat sesuai untuk lokasi pasar dan perkotaan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas. Karakteristik yang ada juga menunjukan adanya potensi untuk dikembangkan Kawasan Agropolitan Kabupaten Banyumas yang juga telah memiliki keterhubungan baik ini. ......Banyumas Regency is one of the districts that has good potential in the agricultural sector. Banyumas Regency itself since 2011 has been developing the Agropolitan Area listed in the RTRW of Banyumas Regency. However, in reality this policy has not been able to work, both systemically and spatially. Therefore, this study tries to assess how the development of the Banyumas Regency Agropolitan Area will be in the future. By using two commodity bases namely rice and coconut to be developed, this study assesses which locations are suitable for farming areas, production centers, as well as markets and urban centers in the Agropolitan Area of ​​Banyumas Regency. By analyzing the suitability of the village location, namely the suitability of land for farming areas and a composite index with a z score, it can be determined which areas are suitable for the development of the Banyumas Regency Agropolitan Area. By also looking at the characteristics and accessibility, it is also assessed how the connectivity between functional areas in the Agropolitan Area of ​​Banyumas Regency is assessed. As a result, in this study it can be seen that for the farming area, the overall Agropolitan area of ​​Banyumas Regency is suitable for rice and coconut development. Furthermore, there are 11 villages that are very suitable to be developed as production center locations, while there are four villages that are very suitable for market and urban locations in the Agropolitan Area of ​​Banyumas Regency. The existing characteristics also show the potential for developing the Banyumas Regency Agropolitan Area which also has this good connection.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>