Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Zipora
"Struktur kompleks logam transisi yang mengandung gugus -N=6-6=N- dan ikatan tidak jenuh pada ligan yang membentuk kromofor ditemukan pada logam besi (II) dengan ligan 1,10-fenantrolin (fen) dan derivatnya (4,7-dimetilfenantrolin). Kompleks ini sangat stabil dan memberikan warna-warna yang tajam sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai indikator warna, Ligan sianida merupakan ion medan sangat kuat, sehingga diharapkan dapat menggantikan kedudukan salah satu ligan feroin. Dari basil penelitian penentuan stoikiometri berdasarkan perbandingan mol diperoleh hasil Fe(II) fen dan dmfen = 1:3, sedangkan untuk masing-masing kompleks [Fe(fen)312 dan [Fe(dmfen)3]2+: ligan ion CN- = 1:2 maka molekul kompleks yang terbentuk adalah (Fe(L)2(CN)2]. Dari penelitian tentang momen magnet dan spektrum serapan ultraungu-tampak menghasilkan tentang bagaimana terbentuknya ikatan dalam kompleks. Molekul kompleks [Fe(L)2(CN)2} adalah oktahedral dan hibridisasinya d2sp3. Spektrum serapan-tampak pada variasi pelarut berdasarkan bilangan akseptor (BA) elektron terhadap kompleks menunjukkan transisi terjadi pada orbital t2g--t*. Spektrum serapan menunjukkan bahwa semakin besar BA pelarut, penurunan tingkat energi orbiral tea akan semakin besar pula, sehingga transisi t2g-st* membutuhkan energi yang lebih besar. Senyawa kompleks dengan variasi pelarut memberikan warna-warna tertentu kecuali pada pelarut asam format memberikan warna yang sama, yaitu kuning. Aplikasi kompleks dalam penentuan komposisi etanol-air menunjukkan bahwa kompleks dapat digunakan sebagai indikator warna dan dari selisih AXinaks ditemukan bahwa kompleks [Fe(fen)2(CN)2] lebih baik digunakan sebagai indikator warna daripada kompleks [Fe(dmfen)2(CN)2).
......
The structure of transition metal complexes containing functional group of -N=6-6=N- and of unsaturated bonds for ligand forming cromophore is found in iron (II) metal and in 1,10-phenantrolin ligand and in its derivatives (4,7--dimetilphenantrolin)_ These complexes are very stable and can produce specific colors, so they are potential to be used as color indicators. Cyanide ligand is a very strong field ion and that it is expected to be able to replace the position of any pheroin ligand. The result of stoichiometry study based on mole comparisons was Fe(II): phen and dmphen = 1 : 3, whereas for each complex of [Fe(phen)312+ and [Fe(dmphen}312+ : ligand CN- ion = 1 : 2, formed complex molecules [ Fe (L) 2 (CN) 2 ] . Study of mdyiietiu moment. and uv--V is spectrums showed 'how bonds .iii complexes are rormeu. Complex molecules [Fe(L)2(CN)2) is octahedral-and is the hibridi sation of d2sp3. Visible-spectrum absorbtion for varied solvents based oIl acceptor dumber (AN)) of electrons for complex occured at a transition of t2g-n orbital. Visible-spectrum absorbtion showed that the more acceptor number of solvents, the less the orbital energy level of t2g, therefore t2g-n* orbital will need more energy. Complex compounds with varied solvents produce specific colors except for format acid solvents which produce the same color, yellow. The application of complexes in determining the composition of ethanol-water showed that the complex can be used as color indicators and from its &.max showed that (Fe (fen) 2 (CN) 2) complex is better than [Fe(dmfen)2(CN)21 complex as color indicators."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Trimulyadi Rekso
"Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi kopolimer cangkok akrilamida (AAm) dan N,N dimetilakrilarnida (DMAA) pada serat polipropilen (PP) dengan teknik prairadiasi dalam atmosfir nitrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimum proses pencangkokan gugus amida yang tidak dan tersubsitusi pads serat polipropilen, untuk memperoleh serat yang dapat diaplikasikan sebagai penukar ion logam dalam larutan.
Pada penelitian ini dipelajari parameter parameter yang mempengaruhi kadar pencangkokan yaitu, jenis dan komposisi pelarut, dosis total, konsentrasi monomer, waktu, dan temperatur reaksi . Karakterisasi serat kopolimer cangkok PP-g-Aam dan PP-g-DMAA yang dihasilkan dipelajari dengan spektroskopi infra merah, kesetabilan termal, dan pengamatan mikroskop elektron.
Hasil percobaan menunjukkan kondisi terbaik untuk pencangkokan akrilamida, adalah dosis total 20 kGy, pelarut campuran air dan metanol dengan perbandingan volume = 9 : 1 , konsentrasi akrilamida 30% (wlw), pada temperatur 400 C, dengan waktu reaksi selama 2 jam. Kadar pencangkokan rata rata yang diperoleh pada kondisi tersebut adalah 215 %. Untuk monomer N,N dimetilakrilamida adalah dengan dosis 20 kGy, pelarut air, konsentrasi monomer 50 % (w/w), pada temperatur reaksi 50 ° C , dengan waktu reaksi selama 4 jam. Kadar pencangkokan rata-rata untuk monomer ini sebesar 188 %. Energi aktivasi pencangkokan monomer akrilamida dan N,N dimetilakrilamida yang diperoleh adalah berturut turut 5,71 kkal/mol dan 12,4 kkal/mol. Ini berarti bahwa AAm lebih mudah dicangkokan daripada DMAA.
Pengamatan spektrum serapan FTIR dari serat yang telah dicangkok membuktikan telah terjadi pencangkokan gugus amida dengan munculnya vibrasi ulur gugus karbonil (1700 - 1600 cm -1 ) dan amina ( 3500 - 3400 cm-1 ) dan menurunnya intensitas vibrasi ulur gugus isopropil ( 1170 - 1140 cm'') dengan meningkatnya kadar pencangkokan. Pengujian sifat termal menunjukkan bahwa titik leleh serat PP-g-AAm dan PP-g-DMAA tidak menunjukkan penurunan yang berarti dibandingkan serat polipropilen . Pengamatan dengan SEM menunjukkan bahwa pencangkokan akrilamida lebih dominan sebagai poliamida dan terjadi dipermukaan serat, sedangkan N,N dimetilakrilamida cenderung terjadi di dalam serat.
Hasil pengujian pertukaran ion menunjukkan, bahwa serat PP-g-AAm mempunyai kapasitas penukaran yang masih rendah dan lebih selektif terhadap ion Cu (II) dibandingkan dengan ion ion Co (II) dan Fe (III) pads pH 4,4. Perlakuan dengan merefluks serat dalam larutan 1 N Na2CO3 dapat meningkatkan kapasitas pertukaran terhadap ion Cu (II) , pada pH 4,0 yaitu menjadi 64,5 mg/ g serat . Serat PP-g-DMAA mempunyai kapasitas pertukaran terhadap Cu (II) yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan PP-g-Aam, karena adanya pengaruh sterik dari gugus metil.

Synthesis and Characterization of Acrylamide (Aam) and N,N, Dimethylacrylamide (Dmaa) Grafted Onto Polipropylene (Pp) Fiber by Pre-Irradiation TechniquesThe synthesis and characterization of grafted acrylamide (AAm) and N,N, dimethylamide (DMAA) onto polypropylene (PP) by pre-irradiation techniques at nitrogen atmosphere have been carried out. The aim of this research was to find out optimum conditions of grafting of amide group neither substituted nor unsubstituted onto PP, and to study the grafted fibers prepared as an ion exchanger in solutions.
In this research, the parameters affected the degree of grafting e.g. solvents and its compositions, total irradiation dose, monomer concentrations, the temperatures, and the reaction period have been studied. The characterization of grafted PP-g-AAm and PP-g-DMAA copolymers were examined by Infra Red spectroscopy (FTIR), Differential Scanning Calorimetry (DSC) , and Scanning Electron Microscope (SEM).
The results show that the optimal conditions for grafting of AAm were as follows : total irradiation dose was 20 kGy, the solvent compositon was water/methanol 911 (v/v), the concentration of AAm was 30 % (w/w), temperature of 40 ° C and the reaction period of 2 hours. The averages degree of grafting was 215 %. The grafting condition reaction for DMAA as follows: irradiation dose was 20 kGy, water as a solvent, monomer concentration of 50 % (vlv), temperature of 50 °C and the reaction period of 4 hours . The average degree of grafting fibers was 188 %. The activation energy of AAm and DMAA monomers was 5.71 and 12.4 kkall mol, respectively. It means that AAm monomer was easier grafted onto PP fiber than DMAA.
From 1.111 spectra of grafted fibers, the amide group were shown by the vibration of carbonyl (1700 -- 1600 cm-I ) and amine (3500 - 3400 cm-I) groups. The increase in the degree of grafting followed by the decrease of intensity strectching vibration of isopropyl group (1170 -1140 cm-I) . Compared to the PP fibers , the melting point of PP-g-AAm and PP-g-DMAA did not differ, significantly. From the SEM observation it can be concluded that the AAm group pre dominantly as a polyacrylamide at the surface of fibers, and the DMAA grafted at the inner space of the fibers. The ion exchanger properties, shows that the capacity of PP-g-AAm as ion exchanger towards Cu(II) ion was low and higher selectivity than Co (II) and Fe (III) ions at pH 4.0. By reflux treatment in l N Na2CO3 solution, the exchange capacity towards Cu (II) ion was increased up to 64.5 mglg of fiber. The PP-g-DMAA fiber show much lower capacity as ion exchanger compared to PP-g-AAm, due to the a steric effect of methyl subtituent groups."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library