Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Kurniati Hardaningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling sesuai untuk bayi karena ASI mengandung semua zat-zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan serta perkembangan bayi dan juga mengandung zat-zat yang dapat melindungi bayi terhadap penyakit infeksi (Sastroamidjojo, 1989).

ASI mempunyai banyak kelebihan dibanding susu sapi. Protein ASI lebih mudah dicerna daripada protein susu sapi, selain itu ASI mempunyai susunan asam amino esensial yang secara biologik paling sesuai bagi bayi (Ebrahim, 1979; Heine, dkk, 1991).

Pemberian nutrisi yang optimal pada bayi kurang bulan adalah pemberian nutrisi yang akan memberikan pertumbuhan yang cepat seperti pertumbuhan dalam kandungan pada trimester ke-III sehingga dapat dicapai tumbuh kembang yang memuaskan sekarang dan pada masa yang akan datang (American Academy of Pediatrics Commitee on Nutrition, 1977).

Protein penting untuk menunjang pertumbuhan. Bila bayi kurang bulan diharapkan tumbuh dengan memuaskan, maka harus terjadi kondisi keseimbangan nitrogen yang positif atau terdapat nitrogen yang tertahan dalam tubuh dalam jumlah yang cukup dan terus menerus, sehingga pertumbuhan dapat berlangsung normal (Davies, 1977; Atkinson, dkk, 1981; Lau, dkk, 1986; Brooke, dkk, 1987 dan De Curtis, 1987).

Hal tersebut telah terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Atkinson, dkk, (1981), dimana bayi kurang bulan yang mendapatkan ASI dari ibunya sendiri akan menunjukkan keseimbangan nitrogen yang positif, penambahan berat badan, pertumbuhan linear dan lingkar kepala yang bermakna, dibandingkan dengan bayi kurang bulan yang mendapatkan ASI dari bank ASI (ASI ibu kurang bulan mengandung protein yang sesuai dengan kebutuhan bayi).

Lemak merupakan sumber energi terbesar didalam ASI (35-45%), juga merupakan bahan penyusun yang penting bagi sistem saraf yang mengalami perkembangan cepat pada waktu bayi, berperan dalam pengangkutan vitamin yang larut dalam lemak. Selain itu lemak merupakan unsur penting dari membran sel dan merupakan prekursor hormon (Benson, 1981).

Laktosa merupakan salah satu karbohidrat yang paling menonjol di dalam ASI. Kadar laktosa ASI lebih tinggi daripada laktosa susu sapi. Tekanan osmotik dalam ASI harus seimbang dengan plasma, keadaan ini diatur oleh kadar laktosa dan ion-ion Na, dan Cl (ion monovalen). Dalam hal ini laktosa memegang peran penting. Bila kadar laktosa lebih tinggi, maka kadar ion-ion monovalen akan lebih rendah daripada di dalam susu sapi. Keadaan ini sangat menguntungkan karena cairan dengan kadar ion monovalen yang rendah tidak membebani ginjal (Lawrence, 1989 c).
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trisno Wijanto
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Penderita kanker kolorektal sering mengalami malnutrisi. Untuk memperkecil komplikasi paska bedah, diperlukan tunjangan nutrisi bagi penderita pra bedah kanker kolorektal dengan malnutrisi. Sebagai tunjangan nutrisi, susu lazim digunakan di rumah sakit. Tetapi pemberian susu pada orang dewasa dan keadaan malnutrisi sering menimbulkan intoleransi, sehingga diperlukan bahan makanan lain sebagai penggantl susu. Tempe merupakan sumber gizi tradisional yang memiliki banyak kelebihan karakteristik, diharapkan dapat sebagal pengganti susu. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan pengaruh suplementasi formula tempe dan susu terhadap .perubahan kadar transperin serum penderita kanker kolorektal dengan malnutrisi. Penelitian dilakukan di RSUPNCM, Jakarta. Penderita pra bedah kanker kolorektal yang memenuhi kriteria penerimaan di bagi dua kelompok secara acak. Pada kelompok tempe mendapat suplementasi formula tempe 100 g/hari dan kelompok susu diberikan suplementasi susu full cream 75 g/hari, selama 7hari. Pada awal dan akhir penelitian diperiksa kadar transferin serum sebagai parameter status protein. Hasil: Terjadi peningkatan kadar transferin serum yaitu dari (200,36 ± 29,10) mg/dL menjadi (250,36 ± 91,00) mg/dL pada kelompok tempe dan dari {195,33 ± 29,70) mg/dL., menjadi (276,13 ± 134,15) mg/dL pada kelompok susu. Peningkatan ini secara statistik bermakna (p < 0,05). Bila dibandingkan kedua kelompok tersebut, kadar transferin serum sesudah suplementasi secara statistik tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Kesimpulan: Suplementasi formula tempe atau susu pada penderita pra bedah kanker kolorektal dengan malnutrisi, dapat meningkatkan kadar transferin serum yang setara. Formula tempe merupakan sumber protein nabati dapat digunakan sebagai pilihan alternatif pengganti susu. ...... Comparison Study Of The Influence Of Tempe Formula And Milk Supplementation Towards The Transferrin Serum Content Of Pre Surgery Colorectal Cancer Patient With Malnutrition.Scope and Method of Study. A colorectal cancer victim often suffers of malnutrition. To reduce complications a colorectal cancer patient with malnutrition requires nutritional support before surgery. Generally in hospitals milk is used as nutritional support. However milk otten causes intolerance to adults and cases of malnutrition, therefore other foodstuff is required to substitute for milk. Tempe represents a traditional source of nutrition with many characteristic advantages and expected useable as a substitute for milk. The aim of this study is to compare the influence of tempe formula and milk supplementation towards the change of transferrin serum content in colorectal cancer patients with malnutrition. The study is conducted at the RSUPNCM in Jakarta. Pre surgery colorectal cancer patients fulfilling the criteria are divided at random into two groups. The tempe group receives a supplementation of 100 grams per day tempe formula, while the milk group is given supplementation of full cream milk powder of 75 grams per day for 7 days. At the beginning and conclusion of the study the transferrin serum content is examined as a paramenter of the protein status. Result: An increase of the transferrin serum content has 1 occured, i.e. from (100,36 ± 29,10) mg/dL to (250,36 ± 91,00) 1 mg/dL in the tempe group and from (195,33 ± 20,70) mg/dL to (276,13 ± 134,15) mg/dL in the milk group. Statistically the increase is significant (p < 0,05). When comparing the two groups the transferrin serum content supplementation does not differ significantly statistic-wise (p > 0,05). Conclusions: The supplementation of either tempe formula or milk to pre surgery colorectal cancer patients with malnutrition equally increases the transferrin serum content. The tempe formula represents a vegetative source of protein and can be used as an alternative option of milk.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi S. Muktisendjaja
Abstrak :
ABSTRAK
1. Gambaran Umum

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan nilai prevalensi nasional 0,29%, dan nilai prevalensi untuk DKI Jakarta 0,26 % (Manaf, 1986).

Salah satu ciri penyakit tuberkulosis paru yang sudah lama dikenal ialah penurunan status gizi yang tampak jelas dengan adanya penurunan berat badan atau bertambah kurusnya penderita dari hari ke hari. Dokumen tertua yang memuat hal ini ditemukan sekitar tahun 3700 SM, sekalipun waktu itu namanya masih bermacam-macam. Demikian juga dikemukakan bahwa lukisan orang sakit yang ditemui Budha dalam perjalanannya pada rilief-rilief candi Borobudur berupa gambar orang-orang kurus dengan tulang iga yang menonjol dan bahu yang tertarik ke atas merupakan gambaran penderita tuberkulosis paru, yang rupanya saat itu telah menjadi
penyakit rakyat yang dikenal luas (Van Joost, 1951). Selanjutnya penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 1977 mendapatkan bahwa dari 132 penderita tuberkulosis paru (apusan sputum positif), 84,1% di antaranya mempunyai berat badan kurang, kekurangannya bervariasi antara 10% s/d 47% dari berat badan ideal (Danusantoso, 1979).

Saat ini sudah disadari bahwa penurunan status gizi pada pasien dengan penyakit infeksi umumnya disebabkan anoreksia dan peningkatan kebutuhan metabolik sel oleh inflamasi (Faster, 1987), dampaknya bukan sekedar penurunan berat badan atau bertambah kurusnya penderita tetapi juga akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi seperti penurunan Sekretori Imunoglobulin A (SIgA) yang memberikan kekebalan permukaan membran mukosa, gangguan sistem fagositosis, gangguan pembentukan kekebalan humoral tertentu, berkurangnya sebagian besar komplemen, dan berkurangnya thymus sel (T) sel yang sudah tentu akan mempengaruhi fungsinya (sel mediated immunity) (Faulk & Vitale, 1982). Kesemuanya itu akan meniadi kendala dalam merawat dan mengobati penderita karena dapat memperburuk keadaan, memperpanjang masa perawatan, menghambat penyembuhan serta mempermudah kekambuhan atau reinfeksi di kemudian hari (Faulk dkk, 1974; Silk, 1983; Kudsk and sheldon, 1983). Dari gambaran di atas sudah sewajarnya faktor penurunan status gizi ini mendapat perhatian dan penanganan yang intensif, lebih-lebih lagi pada saat ini dimana obat-obat anti tuberkulosis sudah demikian banyak dan ampuh, maka tunjangan nutrisi sebagai bagian dari mata rantai pengobatan dapat Lebih bezperan dalam menentukan suksesnya pengobatan. Hal lain yang penting yaitu peningkatan status gizi akan memberikan dampak psikologis yang positif terhadap penderita sendiri maupun lingkungan keluarga, masyarakat,
pekerjaannya dalam anti rasa percaya diri, penerimaan keluarga / masyarakat / lingkungannya, termasuk lingkungan pekerjaannya sehingga penderita dapat produktif kembali?

1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gaga Irawan Nugraha
Abstrak :
Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler (PKV) di Indonesia terus meningkat dan tahun ke tahun. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, kematian yang disebabkan oleh PKV adalah 9,7% dan pada SKRT tahun 1992 angka ini meningkat menjadi 16,4% , kemudian pada SKRT tahun 1995 menjadi 24,2% (Departemen Kesehatan RI, 1997; Departemen Kesehatan RI, 1994). PKV yang utama adalah penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh terbentuknya plak aterosklerotik pada arteri koronaria. Etiologi aterosklerosis bersifat multifaktorial dengan faktor risiko utama adalah dislipidemia (Libby, 2001). Dislipidemia ditandai dengan perubahan profil lipid yang berupa (salah satu atau semua) kenaikan kadar kolesterol total (KT), kolesterol low-density lipoproteins (KLDL) dan trigliserida atau penurunan kolesterol high-density lipoproteins (K-HDL). Sedangkan rasio K-LDL/K-HDL lebih dari 5 dapat meningkatkan risiko PKV (Tribble dan Krauss, 2001; Semiardji, 2000; Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia Indonesia, 1995). Apolipoprotein A-I (apo A-I) merupakan protein utama HDL. Berdasarkan penelitian epidemologis apo A-I mempunyai korelasi negatif terhadap PKV. Oleh sebab itu apo A-I bersama K-HDL digunakan sebagai parameter yang bersifat protektif terhadap risiko terjadinya PKV (Rader, 2003; Walldius dkk, 2001). Minyak kelapa merupakan minyak yang sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, namun kemudian penggunaan minyak kelapa makin menurun seiring dengan adanya anggapan bahwa minyak kelapa yang mengandung tinggi saturated fatty acid (SAFA; 91%) berbahaya untuk digunakan karena dianggap dapat meningkatkan risiko PKV. Selain itu mulai tahun 1981 industri minyak sawit mulai tumbuh dan berkembang makin pesat di Indonesia (BPS, 2003; Gun, 1984; Setyomidjaja, 1984). Pada saat ini minyak kelapa merupakan minyak yang sulit didapatkan balk di pasar tradisional maupun pasar swalayan. Namun demikian ternyata masih ada masyarakat di Kabupaten Ciamis Sawa Barat yang menjadi perajin minyak kelapa yang hanya menggunakan minyak kelapa untuk memasak sehari-hari. Berbagai penelitian melaporkan bahwa asupan SAFA yang banyak terdapat pada minyak kelapa terbukti meningkatkan KT dan K-LDL. Namun asupan SAFA juga meningkatkan K-HDL, sehingga rasio KT/K-HDL ataupun K-LDL/ K-HDL menjadi lebih rendah secara bennakna dibandingkan dengan asupan minyak kelapa sawit, atau minyak jagung yang kaya MUFA dan PUFA (Mensink dkk, 2003; Enig, 1996; Sundram, 1994). Penelitian sebelumnya yang dilakukan pada suku Tokelau yang tinggal di kepulauan New Zealand yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan 34% asupan energinya berasal dari kelapa menunjukkan bahwa tidak ada satupun yang menderita dislipidemia dan menderita PKV (Prior dkk, 1981).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadarma Widjaja
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Telah banyak dilaporkan tentang malnutrisi dan faktor terjadinya pada pasien hemodialisis. Penyebab yang paling sering adalah asupan makanan terutamaenergi dan protein yang inadekuat. Ada anggapan yang menyatakan bahwa status klinis dan status nutrisi banyak berperon pada asupan tersebut. Penilaian asupan makanan pada pasien hemodialisis biasa dilakukan pada hari antara HD. Telah dilakukan suatu penelitian mengenai penilaian status nutrisi pada 32 responden pasien hemodialisis yang secara klinis stabil, dibagi atas kelompok HD selang 1, 2, dan 3 hari berturut-turut menjadi sebanyak 7, 14 dan 11 responden. Hasil dan Kesimpulan : Antara ke-3 kelompok, asupan energi dan protein tidak berbeda bermakna dan terhadap nilai kecukupan berbeda bermakna, kecuali asupan energi kelompok HD selang 2 hari. Antara ke-3 kelompok, status nutrisi berdasarkan IMT dan status protein somatik berdasarkan LOLA tidak berbeda berrnakna dan terhadap nilai kecukupan pada IMT tidak berbeda bermakna, tetapi pada LOLA berbeda. Status protein viseral berdasarkan prot. tot., alb. dan trans. tidak berbeda antara ke-3 kelompok, terhadap nilai kecukupan nilai albumin tampak berbeda bermakna pada kelompok HD selang 2 dan 3 hari, sedangkan kelompok yang lain tampak tidak berbeda bermakna. Parameter status klinis kadar krea. dan ure. Masing-masing mempunyai korelasi dengan kemaknaan yang tertinggi (p < 0,001) terhadap asupan energi dan protein. Hasil ini mernperlihatkan bahwa pasien hemodialisis yang secara klinis stabil menunjukkan pada parameter yang dinilai antara ke-3 kelompok, ada yang berbeda bermakna dan ada yang tidak. Hal ini juga diperoleh terhadap nilai kecukupan masing-masing parameter. Disamping itu didapati parameter krea. dan ure. berturut-turut mempunyai kolerasi yang dominan dengan parameter asupan energi dan protein.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurly Hestika Wardhani
Abstrak :
ABSTRAK
Modernisasi kota-kota besar di Indonesia terutama Jakarta meningkatkan jumlah perempuan bekerja dengan pcrubahan terhadap gaya hidup terutama dalam jumlah dan komposisi asupan makanan. Hal tersebut bila disertai dengan mulai meourunnya honnon estrogen pada perempuan di awal masa klimakterlum, dikhawatirkan telah teljadi perubahan profil lipid dan distribusi lemak. Tujuan pcnalitian ini adalah diketahuinya asupan total energi dan asupan makronutrien serta profit lipid karyawati di awal rna.- klimakterium yaitu usia 35-45 tahun, serta hubungannya dengan ukuran lingkar pinggang. Stodi ini adalah studi potong lingtang yang dilakukan di Poliklinik Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RJ. Sebanyak 66 orang karyawati menandatangani lembar persetujuan menjadi subyek pcnelitian, dengan 52 orang (78,8%) subyek menyelesaikan studi ini. Pengumpulan data ditakukan dengan wawancara, pcngukuran antropometri dan pcaitaian asupan makanan menggunakan merode food record 3x24 jam. Dilakukan juga pemeriksaan tahoratorium untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan trigliserida serum. Rerata ulruran lingkar pinggang subyek adalah 84,8 ± 9,42 em dengao sebagian besar subyek (67,3%) tennasuk dalarn kategori lebih. Rerata asupan total energi subyek penelitian adalah 1571 ± 303,2 kkal, dengan sebagian besar subyek tennasuk dalarn kategori cukup jika dibandingkan dengan kebutoba energi total. Rerata asupan makronutrien untuk karbohidrat adalah 213,7 ± 40,73 gr (54,7 ± 6,24 o/oE), sera! 11,2 ± 4,52 gr, protein 54,0 ± 13,25 gr (13,7 ± 1,89 %E), lemak 56,0 ± 17,76 gr (31,6 ± 5,62 %E), SAFA 25,8 ± 8,84 gr (14,6 ± 3,44 %E), MUFA 14,1 ± 5,07 gr (8,0 ± 2,02 %E), PUFA 12,3 ± 5,85 gr (6,9 ± 2,84 %E) dan kotesterol 242,2 ± 118,36 mg per hari. Berdesarkan aujuran asupan oleh PERKENI, asupan kaibohidrat, protein, MUF A dan PUF A sebagian besar subyek dikategorlkan cukup. Sementara asupan lemak, SAP A dan kotesterol sebagian besar subyek dikategorikan lebih dan asupan serat kurang. Kadar kolesterol LDL, HDL dan trigliserida subyek berturut-turut adalah 126,3 ± 29,71 m8fdL, 58,2 ± 9,46 mg/dL dan 84,7 ± 35,81 mg/dL. Kadar ko1esterol LDL dan trigliserida serum sebagian besar subyek dalam kategori normal. Kader kolesterol HDL serum seluruh subyek dahun kategori normal. Tidak terdapat hubungan bermakna antara jumlah asupan energi total dan masing-masing makronutrien terhadap ukuran lingkar pinggang. Namun terdepat korelasi derajat lemak antara kadar trigliserida serum dan ukuran lingkar pinggang.
Abstract
Modernization on some major cities in Indonesia specially Jakarta bas raised the number of working women from year to year, and alter their !!restyle including their total nutrition intake and macronutrient composition. Accompanied with decreasing estrogen level in early climacteric women, there was big concern that there had been alteration on lipid profile and fat distribution among these women. The aim of the study was to evaluate daily intake of total energy, macronutrients and lipid profile among healthy female government employee on early climacteric phase (aged 35-45 years), and their association with waist circumference. This cross sectional study took place in Cultural and Tourism Department of Republic Indonesia. Sixty six women have provided consent, while 52 subjects (78.8%) have completed the study. Data collection were conducted from interviews, anthropometric measurements and dietary assessment using 3 x 24 hours food record. Serum triglyceride, LDL, HDL cholesterol level were assessed as well. Mean value of waist circumference was 84.8 ± 9.42 em, and categorized as high, as well as on the majority of subjects (67.3 %).Mean value and standard deviation of to!al energy intake was 1571 ± 303,2 kcal, and categorized as moderate. The mean intake value of carbohydrate was 213,7 ± 40,73 g (54,7 ± 6,24 %E), fiber 11,2 ± 4.52 gr, protein 54.0 ± 13.25 g (13.7 ± 1.89 %E), fut 56.0 ± 17.76 g (3L6 ± 5.62 %E), SAFA 25.8 ± 8.84 gr (14.6 ± 3.44 %E), MUFA 14.1 ± 5.o7 gr (8.0 ± 2.02 %E), PUFA 12.3 ± 5.85 gr (6.9 ± 2.M %E) and cholesterol 242.2 ± 118.36 mg!day. Based on PER.KENI recommendation for macronutrient intake, majority of subject's intake of carbohydrate, protein, MUFA and PUF A were categorized as moderate, the intake of daily fat, SAFA and cholesterol were high, and all subject's intake of fiber was low. Subject's serum LDL and HDL cholesterol level were 126.3 ± 29.71 mg/dL and 58.2 ± 9.46 mg/dL respectively, while serum triglyceride level was 84.7 ± 35.81 mg!dL. Majority of subject's lipid profile categorized as normal. No significant associations were found among total energy as well as macronutrients with waist circumference. Nevertheless, there was weak significant association between triglyceride serum level and waist circumference.
2009
T32811
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library