Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Calvin
Abstrak :
Puri merupakan sebuah identitas kelompok elite yang berasal dari keluarga kerajaan dalam masyarakat Bali. Puri terbentuk sejak masa penaklukan Kerajaan Bedahulu oleh Majapahit pada abad ke-14. Peran sosial yang dilakukan oleh puri masih tetap bertahan hingga masa kini, meskipun puri tidak lagi memiliki kekuasaan formal dalam pemerintahan. Secara umum, puri memiliki tiga peran sosial yang menjadi bagian utama, yaitu (1) peran kultural dalam preservasi seni, khususnya di tengah derasnya perkembangan pariwisata di Pulau Bali, (2) peran ekonomi terkait kesejahteraan masyarakat yang berada di bawah naungannya, dan (3) peran politik dalam mengarahkan figur tertentu dan/atau ikut serta dalam pemerintahan lokal melalui pemilihan umum. Meskipun demikian, perubahan pespektif dari masyarakat terhadap puri pada masa kini dan perbedaan kapabilitas puri yang besar menjadikan peran puri tidak lagi sama antara satu dengan lainnya. Untuk memahami lebih lanjut mengenai peran puri dalam masyarakat Bali pada masa pasca-Orde Baru, penelitian ini dititikberatkan pada dua studi kasus di dua wilayah berbeda, yaitu Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Gianyar. Kabupaten Klungkung merupakan lokasi Puri Agung Klungkung yang merupakan puri tertua di Pulau Bali. Kabupaten Gianyar merupakan lokasi tiga puri yang menjadi obyek penelitian, yaitu Puri Agung Gianyar (Puri Gianyar) di Kecamatan Gianyar, serta Puri Saren Ubud dan Puri Agung Peliatan (Puri Ubud) di Kecamatan Ubud. Penelitian ini dirancang untuk menganalisis peran politik puri di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Gianyar serta faktor yang mempengaruhi peran politik tersebut. Teori oligarki, pseudohistori, dan penjelasan mengenai relasi antarkasta dalam masyarakat Bali menjadi penting dalam menganalisis temuan-temuan yang ada dalam penelitian ini. Melalui metode kualitatif, sumber primer penelitian yang didasarkan pada wawancara mendalam dengan sejumlah tokoh puri dan nonpuri diletakkan sebagai kunci utama dalam penelitian ini, selain sumber-sumber sekunder yang juga menunjang kebutuhan informasi lanjutan dalam memahami peran puri secara lebih mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Puri Klungkung memiliki kapabilitas internal dan eksternal yang lebih lemah dalam memainkan tidak hanya peran politik, namun juga peran ekonomi dan kultural jika dibandingkan dengan peran sosial Puri Gianyar dan Puri Ubud. Kalangan elite Puri Gianyar dan Puri Ubud di Kabupaten Gianyar mampu menjalin relasi yang lebih intensif dengan masyarakat, sehingga partai politik tidak pernah merekomendasikan tokoh di luar puri untuk maju dalam pemilihan umum, setidaknya sampai tahun 2012. Penelitian ini juga tidak menemukan kepentingan bisnis yang bersifat oligarkis dalam jabatan politik tokoh puri di Kabupaten Gianyar, meskipun wilayah ini merupakan wilayah pariwisata terbesar ketiga di Bali, selain Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Kecenderungan bias status dari kalangan puri dan nonpuri juga menjadi temuan penting dalam penelitian ini yang menunjukkan perbedaan perspektif terjadi secara nyata dalam memandang puri dari kalangan nonpuri dan sebaliknya. Kasus pseudohistori yang ditujukan untuk memperbaiki citra puri dalam kasus Puri Agung Klungkung juga menambahkan temuan penting dalam penelitian terkait peran politik puri dan strategi untuk mendapatkan jabatan politik praktis. Skripsi ini diharapkan mampu mengisi celah penelitian terkait politik lokal di Bali, khususnya dalam memahami peran politik puri di masa pasca-Orde Baru secara lebih kontemporer hingga mencakup tahun 2012. Berdasarkan temuan penelitian yang ada, secara keseluruhan puri masih menjadi entitas sosial penting yang memiliki kapabilitas khusus dalam memperoleh dukungan dan legitimasi dari masyarakat di kedua wilayah tersebut, meskipun berbeda secara karakter. ......Puri is an elite group identity which originated from Balinese royal family. Puri was formed since the Majapahit conquest of Bedahulu Kingdom in the 14th century. The Puri‟s social role still hitherto persists, albeit puri is no longer holds formal authority in local goverment. Generally, puri has three social roles which are substantial, there are (1) cultural role in arts preservation, mainly through vigorous development of tourism in Bali Island, (2) economic role which is related to community welfare under its influence, and (3) political role in directing certain figures and/or participating in local government through elections. Nevertheless, changing perspectives on puri in Balinese community in recent days and huge capability divergences among puri themselves render puri‟s roles being different from each other. To deepen comprehension on puri‟s roles in Balinese society in post-New Order era, this research is scrutinized in two case studies in two different locations, namely Klungkung Regency and Gianyar Regency. Klungkung Regency is home to the Puri Agung Klungkung which is the oldest puri on the island of Bali. Gianyar Regency is home to three puris which are being research objects, namely Puri Agung Gianyar (Puri Gianyar) in Gianyar subdistrict, along with Puri Saren Ubud and Puri Agung Peliatan (Puri Ubud) in Ubud subdistrict. This research is designed to analyze political role of puri in Klungkung Regency and Gianyar Regency along with some factors affecting the so-called political role. Oligarchic theory, pseudohistorical, and elucidation of caste social relations in Balinese society become necessary to analyze the findings on this research. Through qualitative method, primary sources of this research which are based on in-depth interview with several puri and nonpuri figures provide the setting on this research, aside from secondary sources which bolster additional informations to comprehensively deepen understanding of puri. The results of this research show that Puri Klungkung has weaker internal and external capacities in playing not solely political role, but also economic and cultural roles if collated with social roles of Puri Gianyar and Puri Ubud. Elite cohort of Puri Gianyar and Puri Ubud in Gianyar Regency is still able to maintain intensive relations with its people, hence political parties never recommend figures outside puri to join local elections, leastwise up to 2012. This research also finds no business interests in Gianyar Regency through political offices held by puri elites which seems like oligarchic, whereas this regency is the third most favorite tourist destinantion in Bali, after Badung Regency dan Denpasar City. The propensity of status bias from both puri and nonpuri elites also becomes an important finding on this research which shows different perspectives that occur apparently regarding puri through nonpuri and vice versa. Pseudohistorical cases which addressed for beautification attempts of puri‟s image in case of Puri Agung Klungkung also add important findings on political role and strategies of puri to achieve political offices. At last, this thesis is expected to fill the gap on study of local politics in Bali, particularly in comprehension of puri‟s political role in post-New Order era contemporarily up to 2012. Based on existing research findings, overally puri is still an important social entity which has special capabilities to obtain support and legimation from its people in both locations, despite different characteristically.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46919
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mau, Yoyarib
Abstrak :
Skripsi ini mengemukakan tema politik, terutama rekrutment calon anggota DPRRI dari kalangan preman oleh partai politik, sebagai sebuah persoalan politik yang dilakukan oleh sejumlah partai politik pada era reformasi. Partai Politik sebagai institusi yang melakukan rekrutment, menjadikan preman sebagai salah satu sumber rekrutmen calon anggota legislatif. Ormas kepemudaan sebagai salah satu sumber rekrutment caleg untuk diteliti, mengingat peran ormas kepemudaan sebagai tonggak dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan spirit militnasi yang tinggi serta proses kaderisasi yang terstruktur dan sistematis. Namun kemudian organisasi yang distigmakan sebagai organisasi preman tetap menjadi daya tarik bagi partai politik untuk menjadikannya sebagai sumber rekrutmen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif. Data diperoleh melalui studi literatur dan wawancara. Perilaku partai politik yang menjatuhkan sumber rekrutmen calon berasal dari preman, Peta dan kekuatan Preman dalam sejarah Indonesia, Preman-preman yang terpilih sebagai Anggota Legislatif, Dampak rekrutment dari pada preman bagi kinerja legislatif yang terpilih pada Pemilu Legisltif 2009. ...... This study proposes political theme, especially recruitment of RI Parliament Member Candidate by political parties as a political issue in the reformation era. Political party as an institution which conducts recruitment, makes civilian as a recruitment source candidate of legislative member. Civilian, as a recruitment source is an interesting one to study by considering that organization is the place for the civilian runs caderization process has a very important role in the history of the nation. But later on the organization that is stigmated as a civilian organization is alwasys interesting for political party to make it as a recruitment sources. This tudy uses qualitative method with descriptive design. Data obtained from literature study and interview. Political party behavior which determines source of candidate recruitment comes from civilian. The map and the power of civilian in Indonesia history, civilians elected from as the members of legislative. The effect of recruitment.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S53728
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rif`atul Mahmudah
Abstrak :
Politik anggota koalisi pendukung pemerintahan SBY dalam Hak Angket Bailout Bank Century. Koalisi lazimnya dibentuk untuk memberi dukungan atas kebijakan yang dilakukan pemerintah. Namun, dalam hak angket tersebut, tujuan itu tidak tercapai karena sikap anggota koalisi dalam mendukung kebijakan tersebut tidak mampu mencapai mayoritas ketika dilakukan voting. Terdapat tiga kondisi yang memengaruhi terjadinya perbedaan sikap tersebut di antaranya adalah pembentukan koalisi yang mencakup bentuk koalisi yang terbentuk serta penggunaan sistem pemerintahan presidensial dan sistem kepartaian multipartai, pola interaksi partai politik termasuk di dalamnya kesepakatan dalam koalisi serta positioning partai, baik dalam koalisi maupun di hadapan publik. Kekuatan partai politik di DPR tidak menjadi jaminan bagi partai untuk mampu menjadi pengontrol dalam koalisi. Terdapat kondisi lain terkait tiga hal tersebut di atas yang juga memengaruhi sehingga inkompatibilitas perpaduan sistem presidensial dan sistem multipartai tidak menjadi satu-satunya sebab. ......Representative's Right of Inquiry on Investigation of Century Bank Case among political parties that are member of coalition supporting SBY government. The coalition is customarily formed to provide support for the government's policy. However, it was not achieved in the right of inquiry because of the members of coalition's stances in supporting the policy couldn't able to reach majority when voting conducted. There are three conditions that affect stance differences: the formation of coalition that includes form coalition formed, the use of presidential system of government and multi-party system, and the interaction pattern of political parties which the coalition agreement and the positioning of the party either in coalition or in public are included in it. The power of political party in House of Representative is not a guarantee for a party to be able to be the controller in coalition. There are conditions related to three things mentioned above are also affecting so that the blend incompatibility presidential system and a multiparty system is not the only cause.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hasan Saeful Rijal
Abstrak :
Skripsi ini akan memberikan kajian terkait dinamika politik internal pada saat Jusuf Kalla memimpin Partai Golkar. Pada periode ini, lahir dua partai politik baru yaitu Partai Hanura dan Partai Gerindra yang didirikan oleh Wiranto dan Prabowo yang mempunyai hubungan erat dengan Partai Golkar. Pada masa ini, menjadi awal dari penguasaan Partai Golkar oleh para saudagar. Di sisi lain, sebagai partai pendukung pemerintah, Partai Golkar juga mengalami penurunan perolehan suara di Pemilu 2009 dibanding Pemilu 2004. Ketiadaan mekanisme manajemen konflik yang baik membuat partai ini akan selalu dibayangi perpecahan. Partai politik lain akan kembali lahir dari Partai Golkar. Setidaknya sudah ada tiga partai besar yang lahir dari Partai Golkar, yaitu Partai Demokrat, Partai Hanura dan Partai Gerindra. ...... This thesis will provide the internal political dinamic in the time of Jusuf Kalla lead Golkar Party. In this period, two political parties (Hanura and Gerindra) were born established by Wiranto and Prabowo that had close relation with Golkar Party. We can say that in this time Golkar Party by merchants. Golkar party had decreased for election in 2009 if compared with 2004. The bad management of risk makes this party always be shadowed by divisions. Al least, three new parties had born by Golkar, they are Democtrat Party, Hanura Party, and Gerindra Party.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Permana Putra
Abstrak :
Kota Padang sebagai salah satu daerah di Indonesia yang menerapkan kebijakan berdasarkan syariah atau kebijakan yang bersumber dari ajaran agama Islam, seperti Perda No. 6 Tahun 2003 tentang Wajib Pandai Baca Tulis Al Quran dan Intruksi Walikota Padang Nomor 451.422/Binsos-III/2005 tentang Kewajiban Mengenakan Jilbab dan Busana Islami (bagi penduduk yang memeluk Islam) dan Anjuran Memakainya (untuk non-Muslim). Tesis ini menganalisis latarbelakang dan kepentingan elite politik Kota Padang di balik munculnya kebijakan tersebut. kerangka analisis dalam penelitian ini menggunakan teori elite dan teori kebijakan publik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam. Pemilihan target informan dalam penelitian ini adalah stakeholders atau elite politik di Kota Padang yang terlibat dalam munculnya kebijakan berdasarkan syariah tersebut. pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif-analitis. Hasil penelitian menemukan bahwa walikota Padang memunculkan kebijakan berdasarkan syariah dengan alas an bahwa perilaku para pelajar di Kota Padang banyak yang tidak lagi sesuai dengan filosofi kehidupan masyarakat Minangkabau yang memegang teguh falsafah adat ?Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Namun bagi elite politik, ruang ABS-SBK tidak semata konstruksi kultural, tetapi juga ruang politis, mereka menjadikan jargon budaya itu sebagai latarbelakang untuk menerapkan kebijakan berdasarkan syariah yang populis sebagai agenda untuk meraih simpati dari masayarakat Kota Padang. ...... Padang City is one of several regions in Indonesia which implements sharia based policies or policies derived from the teachings of Islam, such as the Regulation No. 6 of 2003 about compulsory of Quran literacy and the Instruction No. 451.422/Binsos-III/2005 about obligation wearing hijab and Islamic clothing (for moslem) and the suggestion to wear it (for non-Moslims). This thesis will analyze the background the interests of Padang's political elite behind the rise of those sharia based policies, of the emergence of policy and political interest of the ruling elite on those sharia based policy. This study used elite theory and public policy theory, as it tools of analysis. This is a qualitative research using in-depth interviews for data collection. Informants in this research are stakeholders or Padang political elite who were involved in the making of those sharia based policy. The data is analyzed using by descriptive-analytical method. This research shows that sharia based policies can be comprehended as a manifestation in increasing local participation in developing the religious life and supporting government programs. Padang the mayor based his sharia based policies on current condition of students behavior in Padang who are no longer in accordance with the Minangkabau philosophy of life which uphold the philosophy of adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. But for the political elite, ABS-SBK space is not merely a cultural construction, but also the political space, they make the cultural philosophy as background to implement populist policies based on sharia agenda to gain the sympathy of the citizen of Padang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Citra Anjani
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini berfokus pada diskusi mengenai de-demokratisasi di Thailand sejak tahun 2006-2017. Sebagai negara demokratis, Thailand mulai menunjukkan indikasi keruntuhan demokrasi sejak kudeta militer tahun 2006. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat penyebab dari de-demokratisasi melalui proses keruntuhan demokrasi di Thailand. Penelitian ini menggunakan landasan teori keruntuhan rezim demokrasi Linz yang melihat interaksi antar elemen keruntuhan melalui tiga tahapan proses. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang diperoleh melalui data sekunder. Hasil dari temuan ini memperlihatkan bahwa de-demokratisasi di Thailand tidak hanya terjadi karena interaksi antar elemen keruntuhannya saja tapi juga karena kegagalan proses penyeimbangan kembali.
ABSTRACT
This study aims to thoroughly discuss the de democratization in Thailand during the period 2006 2017. Despite being a democratic country, the country has shown indications of democratic breakdown following the military coup during the period. This study attempts to address the causes such de democratization through the democratic breakdown process. Utilizing Linz rsquo s democratic regime breakdown theory, the discussion revolves on the interactions among the breakdown elements throughout three stages. In particular, this study qualitatively discusses study cases that are analyzed using secondary data relevant to the subject. The findings suggest that Thailand rsquo s de democratization ensued not only due to such interactions between the aforementioned elements, but also the country rsquo s reequilibration failures.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library