Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nita Octarina
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas remaja Indonesia yang saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Perilaku seksual di kalangan remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan pengetahuan agama dengan perilaku seks pranikah remaja sekolah menengah (MAN 2 dan MAS Darussalam) di kota Bengkulu tahun 2018. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Populasinya adalah Remaja kelas X dan XI di MAN 2 dan MAS Darussalam Kota Bengkulu, besar sampel 135 responden yang diambil dengan menggunakan purposive sampling. Variabel independen adalah pengetahuan agama dan variabel dependennya adalah perilaku seks pranikah remaja. Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan uji chi square dengan tingkat kesalahan p value < 0,05 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengetahuan agama adalah kategori tinggi MAN 2 78,6% dan MAS Darussalam 84,6% dan sebagian kecil perilaku seks pranikah pada remaja adalah kategori beresiko( MAN 2 21,4% dan MAS Darussalam 30,8%). Setelah dilakukan uji statistik chi square nilai p value= 0,002 (MAN 2) dan p value=0,001 (MAS Darussalam) yang artinya ada hubungan antara pengetahuan agama dengan perilaku seks pranikah pada remaja. Pada model akhir, pengaruh teman sebaya (p value= 0,022) dan paparan media pornografi (p value=0,001) berhubungan dengan perilaku seks pranikah remaja (MAN 2) dan paparan media pornografi (p value=0,019) di MAS Darussalam. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada hubungan pengetahuan agama dengan perilaku seks pranikah pada remaja. Melihat hasil penelitian ini maka pengetahuan agama sangat penting untuk mengurangi perilaku seks pranikah tersebut. Remaja diharapkan agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang keagamaannya dalam menjalankan kehidupan agar terhindar dari perilaku yang tidak sesuai dengan agama seperti perilaku seksual pranikah.
ABSTRACT
This thesis discusses Indonesian adolescents who are currently experiencing rapid social change from traditional societies to modern societies, which also change their norms, values and lifestyles. Sexual behavior among unmarried teenagers tends to increase. This study aims to determine whether there is a relationship between religious knowledge with premarital sexual behavior of middle school adolescents (MAN 2 and MAS Darussalam) in the city of Bengkulu in 2018. The design of this study was cross sectional. The population is Adolescents of class X and XI in MAN 2 and MAS Darussalam in the City of Bengkulu, a sample of 135 respondents taken using purposive sampling. The independent variable is religious knowledge and the dependent variable is premarital sexual behavior of adolescents. The instrument in this study used a questionnaire and was analyzed by the chi square test with an error rate of p value <0.05 The results showed that the majority of religious knowledge was in the high category of MAN 2 78.6% and MAS Darussalam 84.6% and a small proportion of premarital sex in adolescents was at risk category (MAN 2 21.4% and MAS Darussalam 30.8%). After chi square statistical tests, the value of p value = 0.002 (MAN 2) and p value = 0.001 (MAS Darussalam), which means there is a relationship between religious knowledge and premarital sexual behavior in adolescents. The conclusion that can be drawn from this study is that there is a relationship between religious knowledge and premarital sexual behavior in adolescents. Seeing the results of this study, religious knowledge is very important to reduce premarital sexual behavior. Adolescents are expected to increase their knowledge of religion in carrying out life in order to avoid behavior that is not in accordance with religion such as premarital sexual behavior.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prila Khairunnisa
Abstrak :
Infeksi menular seksual merupakan pintu masuk terjadinya infeksi HIV. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di tahun 2013 ditemukan (9%) kasus baru IMS pada wanita usia subur (10-19 tahun), Di Ambon terjadi peningkatan kejadian IMS pada wanita usia subur (15-24 tahun) dari (28,67%) di tahun 2011 menjadi (32,53%) di tahun 2013. Tahun 2018 ditemukan (15%) kasus IMS di RSCM terdiri dari anak berusia (12-22 tahun). Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor yang berhubungan dengan risiko terjadi infeksi menular seksual pada wanita usia subur (15-24 tahun) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel 4.240 wanita usia (15-24 tahun). Data diperoleh dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2017 dan dianalisis menggunakan analisis multivariat cox regression. Analisis multivariat cox regression menunjukkan bahwa faktor risiko terjadi IMS pada wanita usia subur (15-24 tahun) adalah pengetahuan, usia dan usia pertama kali berhubungan seskual. Prediktor utama adalah pengetahuan remaja (PR 1,489; p: 0,000, CI 1,243-1,783) yang artinya wanita yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang IMS berisiko terkena IMS sebesar 1,489 kali dibanding wanita yang memiliki pengetahuan baik. Menghilangkan stigma seksual adalah tabu dan terbatas pada pasangan sudah menikah serta promosi alat kontrasepsi kondom perlu ditingkatkan sehingga wanita memperoleh informasi tentang dampak dan pencegahan tertular IMS dengan lebih baik. ......Sexually transmitted infections are the gateway to HIV infection. Based on the results of previous studies in 2013, new STI cases were found (9%) in women of childbearing age (10-19 years). in 2011 to (32.53%) in 2013. In 2018 it was found (15%) STI cases at RSCM consisted of children aged (12-22 years). This study aims to find factors associated with the risk of sexually transmitted infections in women of childbearing age (15-24 years) in Indonesia. This study used a cross-sectional design with a sample of 4,240 women aged (15-24 years). Data were obtained from the 2017 Indonesian Health Demographic Survey and analyzed using cox regression multivariate analysis. Multivariate cox regression analysis showed that the risk factors for STIs in women of childbearing age (15-24 years) were knowledge, age and age when they first had sexual intercourse. The main predictor was knowledge of adolescents (PR 1.489; p: 0.000, CI 1.243-1.783) which means that women who have poor knowledge about STIs are at risk of getting STIs by 1.489 times compared to women who have good knowledge. Eliminating sexual stigma is taboo and limited to married couples and the promotion of protective equipment needs to be increased so that women get better information about the impact and prevention of contracting STIs.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Mega Sari
Abstrak :
Fenomena pernikahan dini di Indonesia mengalami peningkatan pada masa pandemi COVID-19, faktor keuangan yang menurun selama pandemi COVID-19 dan faktor bosan belajar daring telah mempengaruhi sebagian besar anak-anak di Indonesia. Indonesia termasuk rangking 37 di dunia dengan persentase tertinggi Pernikahan Dini, Di Indonesia Provinsi paling tinggi angka pernikahan dini adalah Provinsi Kalimantan Selatan 12,52 persen, sedangkan pada posisi kedua berasal dari Provinsi Jawa Barat 11,48 persen.Penelitian yang dilakukan dengan metode Kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. dengan pendekatan Theory Of Reosened Action. Pernikahan dini yang terjadi pada perempuan di desa Cibaregbeg keseluruhan informan memiliki niat yang kuat untuk melakukan pernikahan dini,itu didasari dengan pemahaman seperti alasan tidak ingin membebankan orang tua,faktor pendidikan, faktor budaya, faktor pergaulan bebas dan bahkan memang ada faktor dari anak itu sendiri untuk menikah. Berpijak pada temuan tersebut, maka dirumuskan salah satu yang dapat memberikan tambahan kepada berbagai pihak, Penundaan usia pernikahan dikalangan remaja harus lah ditangani secara bersama. Pernikahan hendaklah memperhatikan faktor usia karena usia sangat berpengaruh terhadap kematangan fisik, non fisik seperti pola pikir. Umur sangat penting dalam menjalankan sebuah hubungan keluarga, karena seiring dengan bertambahnya umur seseorang maka pola pikirnya juga akan bertambah dan berubah. ......The phenomenon of early marriage in Indonesia has increased during the COVID-19 pandemic, the declining financial factor during the COVID-19 pandemic, and the boredom factor of online learning have affected most children in Indonesia. Indonesia is ranked 37th in the world with the highest percentage of Early Marriage, In Indonesia, the province with the highest early marriage rate in South Kalimantan Province 12.52 percent, while a second place comes from West Java Province 11.48 percent. The research was conducted using Qualitative methods with a case study research design. with the Theory Of Reasoned Action approach. The early marriage that occurs in women in Cibaregbeg village, all informants have a strong intention to marry early, it is based on understanding such as reasons for not wanting to burden parents, educational factors, cultural factors, promiscuity factors, and even there are factors from the child himself to get married. Based on these findings, one that can provide additions to various parties is formulated, the delay in the age of marriage among adolescents must be handled together. Marriage should pay attention to the age factor because age greatly affects physical, and non-physical maturity such as mindset. Age is very important in running a family relationship because as a person gets older, his mindset will also increase and change.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuril Rahmatika
Abstrak :
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan remaja. Dari data tingkat pemenuhan SN-PKPR bulan Mei-Juni 2020, terdapat 34 Puskesmas yang melakukan evaluasi diri. Terdapat 5 Puskesmas yang telah mencapai tingkat pemenuhan SN-PKPR paripurna (Skor > 80%), 4 Puskesmas memiliki tingkat pemenuhan SN-PKPR optimal (Skor 60-79,9%), dan 25 Puskesmas memiliki tingkat pemenuhan SN-PKPR minimal (Skor < 60%). Tujuan penelitian ini ialah untuk melakukan analisis implementasi PKPR di Puskesmas Kota Depok dengan studi kasus pada Puskesmas Cinere (Tingkat pemenuhan SN-PKPR optimal) dan Puskesmas Cisalak Pasar (Tingkat pemenuhan SN-PKPR minimal). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen. Triangulasi yang dilakukan ialah trangulasi sumber, metode, dan data. Penyelenggaraan PKPR di Puskesmas Cinere didukung tim PKPR dimana Penanggung Jawab programnya telah mendapatkan pelatihan, jumlah Kader Kesehatan Remaja yang mencukupi, terdapatnya ruang untuk konsultasi, adanya pedoman, dan dana. Telah ada proses perencanaan PKPR hingga evaluasi PKPR. Berdasarkan 2 format laporan PKPR Puskesmas Cinere, jumlah kunjungan remaja bulan April 2020-Juni 2020 relatif lebih rendah daripada bulan-bulan sebelumnya. Pada data salah satu laporan, yaitu data kunjungan kasus remaja, terlihat penurunan kunjungan pada April 2020 (161 remaja) dibandingkan Maret 2020 (467 remaja). Permasalahan yang ditemukan terkait dengan belum ada pelatihan PKPR rutin, kurangnya sosialisasi, remaja merasa kurang dilibatkan, belum ada tempat menyimpan rekam medik remaja, kegiatan PKPR sudah tidak rutin serta belum ada target PKPR. Penyelenggaraan PKPR di Puskesmas Cisalak Pasar didukung tim PKPR yang Penanggung Jawab programnya juga telah mendapatkan pelatihan dan ketersediaan pedoman. Proses perencanaan PKPR hingga evaluasi juga telah berjalan. Dari data kunjungan kasus Puskesmas Cisalak Pasar, kunjungan remaja cenderung menurun sejak tahun 2019. Terdapat penurunan pemanfaatan PKPR yang jelas terlihat pada bulan April 2020 (7 remaja) dibandingkan Maret 2020 (32 remaja). Permasalahan yang ditemukan terkait dengan belum rutinnya pelatihan PKPR, kurangnya koordinasi dengan remaja, tidak ada ruang untuk konsultasi dan penyimpanan rekam medik remaja, tidak ada penggunaan dana untuk PKPR, kegiatan PKPR sudah tidak rutin sejak 2019, kurang lengkapnya pengisian format pencatatan dan pelaporan, target PKPR belum ditentukan, dan kurangnya dukungan lintas sektor. Penurunan pemanfaatan PKPR dapat terkait dengan permasalahan pada masing-masing Puskesmas. Penanggung Jawab program PKPR berserta tim PKPR perlu mengambil langkah yang tepat untuk memperbaikinya. Diperlukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga terkait untuk menyusun kebijakan perbaikan penyelenggaraan PKPR. ......Adolescent Friendly Health Services (AFHS) is a health services to meet adolescent health needs. From SN-PKPR level of fulfillment data in May–June 2020, there were 34 Public Health Centre which had completed self assessment. There were 5 Public Health Centre that had perfect SN-PKPR level of fulfillment (Score > 80%), 4 Public Health Centre that had optimal SN-PKPR level of fulfillment (Score 60 – 79,9 %), and 25 Public Health Centre that had minimal SN-PKPR level of fulfillment (Score < 60%) The aim of this study was to analyze AFHS implementation in Depok City Public Health Centre with case studies at Cinere (Optimal SN-PKPR level of fulfillment) and Cisalak Pasar (Minimal SN-PKPR level of fulfillment) Public Health Centre. This qualitative study was conducted by indepth interview and document review. Triangulation for this study are source, method, and data triangulation. The implementation of AFHS at Cinere Public Health Centre has been supported by AFHS team which the program implementer had received training, sufficient number of adolescent health cadres, availability of consultation room, availability of guidelines, and fund. AFHS planning to evaluation has been carried out. Based on 2 Cinere Public Health Centre AFHS report formats, the number of adolescent visits in April 2020 – June 2020 was relatively lower than in the previous months. From one of the reports, adolescent case visit data, there were a decrease of adolescent visit in April 2020 (161 adolescent) than in March 2020 (467 adolescent). The problems found were no routine AFHS training, lack of socialization, lack of adolescent participation from adolescent perspective, no place to save adolescent medical record, no routine AFHS activities, and no AFHS target. The implementation of AFHS at Cisalak Pasar Public Health Centre has been supported by AFHS team which the program implementer also had received training and availability of guidelines. AFHS planning to evaluation also has been carried out. Based on Cisalak Pasar Public Health Centre adolescent case visit data, the number of adolescent visit has tended to decline since 2019. There was a decrease in utilization of AFHS that was clearly visible in April 2020 (7 adolescent) than in March 2020 (32 adolescent). The problems found were no routine AFHS training, lack of coordination with adolescent, no room to give consultation and no place to keep adolescent medical records, no AFHS fund, no routine AFHS activities, incomplete filling of recording and reporting formats, no AFHS target, and lack of support from related sectors. Decreased utilization of AFHS could be related to the problems which were found at both Public Health Centre. The program implementer with their team need to take appropriate step to fix it. Coordination and cooperation with related sectors are required to formulate policy for the improvement of AFHS.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Efrida
Abstrak :
Penyebab gangguan jiwa pada remaja adalah multifaktor, tidak hanya satu penyebab, namun disebabkan oleh berbagai faktor yang perlu pengkajian lebih dalam. Untuk mengetahui penyebab masalah gangguan kesehatan jiwa pada remaja, salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan skrining dan follow up. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan e-skrining kesehatan jiwa dalam mendeteksi masalah gangguan jiwa sehingga dapat ditindaklanjuti dengan segera, baik oleh guru maupun tenaga kesehatan. Instrumen skrining menggunakan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). Pengembangan sistem ini dilakukan di puskesmas panunggangan Barat, Kota Tangerang dengan menggunakan metode pendekatan prototyping untuk menghasilkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan penjaringan ke sekolah selama ini masih menggunakan kertas dan mengolah data secara manual. Hasil uji-coba pada siswa menggunakan kuesioner dengan mengacu pada model Technology Accceptance Model (TAM) menunjukkan bahwa respon user terhadap pengembangan sistem sebesar 77.89% dengan potensi gangguan jiwa sebesar 12.04% dengan gangguan emosional cenderung pada SMP dan SMK.Hasil uji fungsional menggunakan black box testing berhasil diterima.Hasil akhir penelitian ini berupa prototype yang mampu menjaring siswa sekaligus dengan hasil akurat, menyediakan konseling pada siswa,guru dan petugas puskesmas.Prototipe sistem ini berbasis website responsive online yang dapat diakses dimanapun. Sistem ini akan terhubung ke tenaga PKPR untuk menerima hasil skrining dan laporan dari guru. Rekomendasi yang ditawarkan dalam pengembangan ini adalah perlunya kerjasama oleh pemerintah setempat, guru, dan tenaga kesehatan dalam memberdayakan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk mendapatkan pembinaan kesehatan jiwa pada remaja. Perlu pelatihan pada pengguna untuk mendapatkan manfaat yang diharapakan pada pengembangan sistem ini. ......The cause of mental disorders in adolescents is multifactorial, not only one cause, but caused by various factors that need further study. To find out the causes of mental health problems in adolescents, one of the most effective way is to do screening and follow-up. This study aims to produce mental health e-screening to detect mental disorders so follow up can be done timely by both teachers and health workers. The screening instrument was utilizing the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). The development of this system is carried out at the Panunggangan Barat Public Health Center in Tangerang City using a prototyping approach method to produce a system that suits user needs. The results showed that all this time, screening activities in schools were still using paper and processed data manually. The results of trials on students using a questionnaire refer to the Technology Acceptance Model (TAM) model which showed that the user's response to system development was 77.89% with a potential mental disorder of 12.04% with mental emotional problems more pronounced in junior-senior high school students.The final result of this research is a prototype able to capture many students at the same time with accurate results, providing counseling to students to conduct by teacher and health center staff. This system prototype is based on online responsive web which can be accessed anywhere and will be connected to youth care health service officers (PKPR) in order to receive screening results and reports from teachers. The recommendation offered in this development is the need for local government cooperation, teachers, and health workers in empowering school health unit (UKS) to get mental health guidance for adolescents. User training is required to get the benefits expected from developing this system.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library