Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ihsanul Rajasa
Abstrak :
Latar Belakang. Banyak faktor yang memengaruhi derajat berat infeksi dan mortalitas dari infeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). COVID-19 menyebabkan kerusakan sel beta pankreas, namun sampai saat ini mekanisme kerusakan ini belum banyak diketahui. Metode untuk menilai fungsi sekresi dari sel beta pankreas adalah Homeostatic Model Assessment- β (HOMA-β) dan C-peptide. Tujuan. Mengetahui hubungan antara HOMA-β dan C-peptide saat admisi dengan luaran buruk pada pasien terkonfirmasi COVID-19 yang dirawat inap. Metode. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pasien terkonfirmasi COVID-19 (derajat ringan/sedang) berusia > 18 tahun, yang dirawat inap di RSCM Kiara dalam periode waktu September 2020 – Maret 2021, dengan HbA1c <6,5% serta tanpa riwayat diabetes sebelumnya, menjalani pemeriksaan HOMA-β dan C-Peptide. Ditentukan nilai titik potong keduanya untuk kemudian dilihat hubungannya dengan luaran buruk selama perawatan tersebut. Hasil. Dari 232 subyek yang memenuhi kriteria, terdapat 10(4,3%) subyek dengan luaran buruk. Median HOMA-β pada luaran buruk adalah 70,28% (RIK 32,25 – 132,11), sementara itu pada luaran baik adalah 121,6% (RIK 82,39 – 174,23). Median C-peptide pada luaran buruk dan baik berturut-turut adalah 2059 (RIK 1508 – 2762) dan 1647 (RIK 1107 – 2461). Nilai titik potong HOMA-β 80%, dengan AUC 0,702 (IK 95% 0,526-0,879) menunjukkan sensitifitas 60% dan spesifisitas 71,4%. Nilai Hazard Ratio (HR) dari HOMA-β <80 adalah 4,660 (p=0,017). Nilai titik potong C-peptide tidak dapat ditentukan karena AUC 0,555. Kesimpulan. Terdapat hubungan antara nilai HOMA-β saat admisi dengan luaran buruk selama perawatan pada pasien terkonfirmasi COVID-19, namun hubungan C-Peptide tidak didapatkan kemaknaannya dengan luaran buruk selama perawatan. Kata Kunci. COVID-19, C-Peptide, HOMA-β, Luaran buruk. ......Background. Many factors affect the severity of infection and mortality of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) infection. COVID-19 virus linked to pancreatic beta cells damage, yet the mechanism is still unclear. A method to assess the secretory function of pancreatic beta cells is based on Homeostatic Model Assessment- (HOMA-β) and C-peptide. Aim. Determine the relationship between HOMA-β and C-peptide values during admission in hospitalized confirmed COVID-19 patients with poor outcomes. Method. This is a retrospective cohort study conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). Patients with confirmed COVID-19 (mild/moderate) who were hospitalized at the RSCM Kiara Hospital during the period September 2020 – March 2021, with HbA1c <6.5%, and without history of diabetes underwent HOMA-β and C-Peptide examination. The cut-off point for both was evaluated, furthermore the relationship with poor outcomes during hospitalization was assessed. Result. From 232 subjects met the inclusion and exclusion criteria, there were 10 (4.3%) subjects with poor outcomes. Median of HOMA-β in poor outcome group was 70.28% (IQR 32.25 – 132.11) while in good outcome group was 121.6% (IQR 82.39 – 174.23). The median of C-peptide on poor and good outcome were 2059 (IQR 1508 – 2762) vs. 1647 (IQR 1107 – 2461), respectively. The HOMA-β cut- off point was 80% showed AUC 0.702 (95% CI 0.526-0.879), with sensitivity 60% and specificity 71.4%. The Hazard Ratio (HR) of HOMA-β value <80% was 4.660 (p=0.017). The C-peptide cut-off point could not be determined because the AUC was 0.555. Conclusion. There is a significant relationship between the HOMA-β during admission and the poor outcome of hospitalized patients with confirmed COVID- 19 yet there is no significant relationship between C-Peptide and poor outcome.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Jovita Kartiko
Abstrak :
Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit metabolik kronik progresif dengan sebagian besar populasi berada pada usia produktif. Di Indonesia, capaian kendali glikemik yang optimal hanya didapatkan pada 20-30% pasien. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi muskuloskeletal seperti sarkopenia yang sudah mulai terjadi sejak usia 20 tahun. Vitamin D merupakan salah satu suplementasi nutrisi yang direkomendasikan dalam tata laksana sarkopenia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara vitamin D dengan sarkopenia pada populasi DM tipe 2 usia dewasa nongeriatri. Metode: Penelitian potong lintang ini melibatkan populasi DM tipe 2 berusia 18-59 tahun yang berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Indonesia pada bulan Januari 2021 sampai dengan April 2022. Dilakukan pengukuran massa otot dengan bioimpedance analysis (BIA), kekuatan genggam tangan, kecepatan berjalan, antropometri, serta kadar HbA1c dan vitamin D serum. Titik potong vitamin D ditentukan berdasarkan kurva receiver-operating characteristic (ROC). Hasil: Dari 99 subjek, 38,4% mengalami sarkopenia, yang terdiri dari 94,7% possible sarcopenia dan 5,3% true sarcopenia. Kadar vitamin D di bawah 32 ng/mL didapatkan pada 78,9% kelompok sarkopenia. Berdasarkan analisis multivariat, prevalensi sarkopenia pada populasi DM tipe 2 dengan defisiensi vitamin D didapatkan 1,94 kali lebih tinggi (p=0,043) dibandingkan dengan populasi DM tipe 2 tanpa defisiensi vitamin D, setelah dilakukan penyesuaian dengan usia, jenis kelamin, HbA1c, dan obesitas. Kesimpulan: Terdapat hubungan bermakna antara kadar vitamin D dengan sarkopenia pada populasi DM tipe 2 usia dewasa nongeriatri, setelah penyesuaian dengan faktor usia, jenis kelamin, HbA1c, dan obesitas. ......Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a chronic progressive metabolic disease with most of the population being at productive age. In Indonesia, optimal glycemic control is only achieved in 20-30% of patients which increases the risk of musculoskeletal complications such as sarcopenia. Sarcopenia has been known to develop since the age of 20. Vitamin D is one of the recommended nutritional supplementations in the management of sarcopenia. Aim: We aimed to determine the association between serum vitamin D and sarcopenia in nongeriatric adults with T2DM. Methods: This cross-sectional study involved 18-59 years old T2DM outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia between January 2021 and April 2022. We performed muscle mass measurement using bioimpedance analysis (BIA), handgrip strength, gait speed, anthropometrics, as well as serum vitamin D and HbA1c levels. The cut-off Vitamin D level was determined using receiver-operating characteristic (ROC) curve. Results: A total of 99 subjects were analyzed of which 38.4% had sarcopenia. The proportion of possible sarcopenia was 94.7% and true sarcopenia 5.3%. Vitamin D level below 32 ng/mL was found in 78.9% of the sarcopenia group. Based on multivariate analysis, the prevalence of sarcopenia in the T2DM population with vitamin D deficiency was found to be 1.94 times higher (p=0.043) compared to the T2DM population without vitamin D deficiency, after adjusting for age, sex, HbA1c, and obesity. Conclusion: There is a significant relationship between vitamin D levels and sarcopenia in nongeriatric adults with T2DM, after adjusting for age, sex, HbA1c, and obesity.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library