Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauzan Illavi
"Latar belakang: Program Pengendalian Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan garda terdepan penanganan DMT2 di Indonesia sejak 2014. Kontrol metabolik DMT2 yang dikenal dengan ABC: (A) A1c, (B) blood pressure, dan (C) low-density lipoprotein-cholesterol merupakan parameter metabolik utama pencegahan primer PKV pada DMT2.
Tujuan: Mengetahui dan mempelajari peran Prolanis pada pengendalian parameter metabolik dan kesusuaian implementasi kegiatan Prolanis secara bersamaan pada populasi DMT2 di Puskesmas.
Metode: Studi mixed-method ini menggunakan desain penelitian potong lintang di 10 Puskesmas Kecamatan DKI Jakarta menggunakan cluster random sampling. Pengambilan sampel analisis kualitatif dilakukan secara purposive sampling pada penanggung jawab Prolanis lewat wawancara terpimpin serta telaah dokumen pada pemegang program Prolanis. Analisis kuantitatif menggunakan sampel peserta Prolanis di Puskesmas lewat data rekam medis Puskesmas untuk menilai kendali parameter metabolik ABC.
Hasil: Dari 376 peserta Prolanis, 47,9% memiliki nilai HbA1c <7%. Proporsi pengendalian tekanan darah dan kolesterol LDL mencapai 69,7% dan 32,2% secara berturut-turut. Hanya 12,5% subjek yang memiliki kontrol ABC yang baik. Hanya usia >60 tahun yang secara independen berhubungan bermakna dengan pencapaian kontrol HbA1c pada analisis multivariat dengan OR 1,68 (1,11 – 2,56), nilai p 0,015. Analisis kualitatif menunjukkan belum adanya standard operating procedure (SOP) Prolanis yang seragam, keterbatasan obat-obat di Puskesmas, tidak terlaksananya kegiatan kunjungan rumah atau pengingat SMS, dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Prolanis sejak 2014.
Kesimpulan: Pengendalian HbA1c <7% peserta Prolanis DMT2 mencapai 47,9% di Puskesmas DKI Jakarta. Ketercapaian pengendalian TD, kolesterol LDL, dan IMT secara berturut-turut adalah 69,7%, 32,4%, dan 26,9%. Usia >60 tahun berhubungan dengan kontrol HbA1c yang lebih baik. Tidak didapatkan hubungan antara jenis kelamin, komorbiditas, durasi keikutsertaan dalam Prolanis dan kepatuhan terhadap Prolanis dengan kontrol HbA1c yang baik. Terkait kesesuaian aktivitas Prolanis, seluruh Puskesmas di DKI Jakarta tidak menjalankan kegiatan pengingat SMS dan kunjungan rumah kepada peserta Prolanis. Kualitas Prolanis DMT2 berdasarkan aspek input, proses, output dan luaran masih dirasa kurang baik penerapannya di Puskesmas DKI Jakarta.

Background: A National Chronic Disease Management Program, Prolanis, has been launched to manage T2DM cases Indonesia primary health care facilities since 2014. Managing ABC (HbA1c <7%, blood pressure <140/90 mmHg, and low-density lipoprotein-cholesterol <100 mg/dL) acts as the primary prevention of cardiovascular disaease. Unfortunately, no study has ever evaluated the ABC control and the quality of Prolanis implementation concomitantly.
Aim: To identify the Prolanis’ role in controlling metabolic ABC parameters altogether with the quality of its implementation of Prolanis activities.
Methods: This was a mixed-method study using a triangulation design conducted in 10 primary healthcare facilities in Jakarta, the capital city of Indonesia. A quantitative approach using cross- sectional method was used to analyze the ABC and its affecting factors using T2DM patients’ data in each Puskesmas. Qualitative analysis was conducted using an in-depth interview with the program coordinator to evaluate the implementation of the program activities.
Results: A total of 376 T2DM patients were included in this study. Only 47.9% of subjects reached good glycemic control while only 12.5% met the ABC control criteria. Older age (>60 year) was significantly associated independently with HbA1c <7%, OR 1.68 (95% CI 1.13 – 2.56), p-value 0.015). No significant association was observed in other factors related to HbA1c control. Qualitative analysis showed no similar standard operating procedure on Prolanis implementation, lacking adequate T2DM medications including insulin, inappropriate Prolanis activities, and myriad obstacles that might be associated with poor glycemic control and other metabolic parameters.
Conclusion: Good glycemic control was achieved in 47.9% of Prolanis members. The proportions of subjects who achieved BP, LDL cholesterol, and BMI targets were 69.7%, 32.4%, and 26.9% respectively. Older age (>60 years) was independently associated with desired HbA1c target <7%. No association between sex, comorbidity, duration of Prolanis involvement, and compliance in Prolanis activities with good glycemic control was found in this study. All Puskesmas did not implement SMS reminders and home visits to Prolanis members. The quality of Prolanis at the Puskesmas in DKI Jakarta was not properly implemented based on the input, process, output, and outcome analysis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edo Rezaprasga
"Latar Belakang : Hiponatremia adalah kelainan elektrolit yang paling sering terjadi saat perawatan dengan prevalensi hingga 24,6%. Hiponatremia juga meningkatkan risiko mortalitas saat perawatan pada populasi umum (Rasio Peluang (RP) 2,25  Interval Kepercayaan (IK) 95% 1,857–2,667). Pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) memiliki peningkatan risiko hiponatremia (RP 1,98, IK 95% 1,47–2.68) dan belum ada penelitian hubungan antara hiponatremia pada pasien DMT2 dengan mortalitas dan lama perawatan. 
Tujuan : Mengevaluasi prevalensi hiponatremia saat masuk rumah sakit dan hubungannya dengan mortalitas di rumah sakit dan lama perawatan pada pasien DMT2 yang masuk melalui unit gawat darurat (UGD).
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan menggunakan rekam medis elektronik pada Oktober 2022–Februari 2023. Studi ini mencakup pasien DMT2 berusia ≥ 18 tahun yang dirawat melalui UGD di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Lama rawat inap (LOS) dibandingkan menggunakan uji Mann-Whitney U. Hubungan mortalitas dinilai menggunakan uji Chi-square atau Fisher's exact test dan regresi logistik multivariat, menghitung risiko relatif (RR) dengan interval kepercayaan (CI) 95% yang disesuaikan untuk demografi, diagnosis, dan komorbiditas.
Hasil: Studi ini mencakup 296 pasien (median usia 62,5 tahun, median Charlson Comorbidity Index (CCI) 5). Prevalensi hiponatremia saat masuk adalah 39,5%. Tidak ada perbedaan signifikan LOS antara kelompok normonatremia dan hiponatremia, meskipun hiponatremia moderat berhubungan dengan LOS yang lebih lama dibandingkan dengan kelompok normonatremia (median 17 vs 11 hari, p<0,05). Mortalitas di rumah sakit secara signifikan lebih tinggi pada kelompok hiponatremia (29,9% vs. 11,2%, p<0,005). Hiponatremia saat masuk tetap menjadi prediktor independen mortalitas setelah disesuaikan untuk variabel perancu (HR terkoreksi 2,09, CI 95% 1,04 – 4,20, P = 0,037) dengan risiko yang terutama meningkat pada hiponatremia moderat (HR terkoreksi 4,79, CI 95% 1,67 – 13,74, p = 0,004).
Kesimpulan: Hiponatremia saat masuk rumah sakit sangat umum terjadi dan berfungsi sebagai prediktor independen yang penting untuk mortalitas di rumah sakit pada pasien DMT2 yang masuk melalui UGD.

Background: Hiponatremia is the most frequent electrolyte disorder encountered during hospital admission with prevalence up to 24,6%. Hyponatremia also increase in-hospital mortality risk in the general population(Rasio Peluang (RP) 2,25  Interval Kepercayaan (IK) 95% 1,857–2,667). Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) Patient have increased risk of hyponatremia (RP 1,98, IK 95% 1,47–2.68) therefore this research aims to identify the association between hyponatremia in T2DM patient to hospital length of stay and in-hospital mortality. 
Objective : To evaluate the prevalence of admission hyponatremia and its association with in-hospital mortality and length of stay (LOS) in Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) patients admitted through the emergency department (ED).
Methods: A retrospective cohort study was conducted using electronic medical records in October 2022–February 2023. This study include T2DM patients aged ≥18 years admitted via ED at Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital. Length of stay (LOS) was compared using Mann-Whitney U tests. Mortality association assessed using Chi-square or Fisher's exact tests and multivariate logistic regression, calculating relative risks (RR) with 95% confidence intervals (CI) adjusted for demographics, diagnoses, and comorbidities.
Results: This study includes 296 patients (median age 62.5 years, median Charlson Comorbidity Index (CCI) 5). Prevalence of admission hyponatremia was 39.5%. No significant difference of LOS between normonatremic and hyponatremic groups, although moderate hyponatremia was associated with longer LOS compared to normonatremic group (median 17 vs 11 days, p<0.05). In-hospital mortality was significantly higher in the hyponatremia group (29.9% vs. 11.2%, p<0.005). Admission hyponatremia remained as an independent predictor of mortality after adjustment for confounding varibles(adjusted HR 2,09, 95% CI 1,04 – 4,20 P = 0,037) with risk particularly elevated in moderate (Adjusted HR 4,79, 95% CI 1,67 – 13,74 p = 0,004). 
Conclusion: Admission hyponatremia is highly prevalent and serves as an important independent predictor of in-hospital mortality among T2DM patients admitted through the ED.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Annisa
"Latar belakang: Hormon tiroid berperan dalam regulasi metabolisme glukosa. Kondisi hipertiroid menyebabkan perubahan fungsi sel beta pankreas, percepatan pengosongan lambung, dan gangguan absorpsi glukosa di usus yang menyebabkan kelainan metabolisme glukosa hingga terjadinya resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Tujuan: Mengetahui korelasi kadar hormon tiroid dengan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas pada pasien penyakit Graves fase toksik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk menilai HOMA-IR dan HOMA-B pada pasien penyakit Graves fase toksik. Penelitian dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo dari Januari 2019 hingga Agustus 2020. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu pasien penyakit Graves usia 18-65 tahun, belum menerima terapi obat antitiroid atau sudah diberikan terapi obat selama maksimal 1 bulan dan masih dalam fase toksik. Analisis data menggunakan korelasi Pearson. Hasil: Dari total 38 pasien dengan kecurigaan penyakit Graves, 2 pasien dieksklusi dari penelitian karena hasil TRAb negatif. Pada studi ini ditemukan bahwa tidak terdapat korelasi antara kadar T4 bebas dengan resistensi insulin (r 0,208 ; p 0,298) dan disfungsi sel beta pankreas (r 0,215 ; p 0,928) pada pasien penyakit Graves fase toksik. Tidak ditemukan juga korelasi antara TSH dan T3 total dengan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Didapatkan korelasi yang kuat dan bermakna antara HOMA-IR dan HOMA-B (r 0,991 ; p 0.000). Kesimpulan: Tidak didapatkan korelasi antara kadar hormon tiroid (T4 bebas, T3 total, dan TSH) dengan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas.

Background: Thyroid hormones play a significant role in glucose metabolism. Hyperthyroid cause changes in pancreatic beta cell function, accelerated gastric emptying, and impaired glucose absorption in the intestine which cause abnormality in glucose metabolism, resulting in insulin resistance and pancreatic beta cell dysfunction. Aim: To determine correlation of thyroid hormone with insulin resistance and pancreatic beta cell dysfunction in toxic phase Graves’ disease patients. Method: This study is a cross-sectional study to assess HOMA-IR and HOMA-B in toxic phase Graves’ disease patients. The research was conducted at Cipto Mangunkusomo Hospital from January 2019 to August 2020. Inclusion criteria for this study were Graves’ disease patients aged 18-65 years, never received anti-thyroid medication or anti-thyroid medication had been given for maximum of 1 month and patient still in the toxic phase. Data analysis used Pearson correlation. Results: From 38 patients suspected with Graves’ disease, 2 patients were excluded from the study because of negative TRAb results. This study found there was no correlation between free T4 levels and insulin resistance (r 0,208; p 0,298) and pancreatic beta cell dysfunction (r 0,215; p 0,928) in toxic phase Graves’ disease patients. There was also no correlation found between TSH and total T3 with insulin resistance and pancreatic beta cell dysfunction. A strong and significant correlation was found between HOMA-IR and HOMA-B (r 0,991; p 0.000). Conclusion: There was no correlation between thyroid hormone (free T4, total T3, and TSH) and insulin resistance. Thyroid hormones also did not correlate with pancreatic beta cell dysfunction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library