Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Thomas Aribowo Kristianto
"Penyakit Hirschsprung (PH) merupakan anomali gastrointestinal kongenital yang menyebabkan morbiditas dan risiko mortalitas pada penderita. Risiko peningkatan infeksi pada PH berhubungan dengan beberapa faktor, salah satunya adalah disbiosis mikrobiota usus, yang berperan penting dalam menjaga fungsi usus melalui produksi SCFA (Short Chain Fatty Acids). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan SCFA pada anak dengan PH dan tanpa PH. Desain penelitian ini adalah observational analitik dengan desain cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien anak dengan PH di RSUPN Ciptomangunkusumo pada bulan Januari 2024 - Juni 2024 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu sebanyak 17 pasien anak, 9 orang dengan PH dan 8 orang tanpa PH. Hasil analisis SCFA pada penelitian ini menunjukkan kadar SCFA pada anak dengan PH (2.4±1.6) lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan anak tanpa PH (7.9±2.4) dengan nilai p<0,05. Hasil penelitian juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,001) hasil analisis SCFA pada kelompok dengan PH (n=9) dan tanpa PH (n=8) pada variabel lainnya, yaitu kadar butirat absolut, kadar butirat, kadar propionat, kadar valerat, dan kadar asetat.

Hirschsprung's Disease (HD) is a congenital gastrointestinal anomaly that causes morbidity and risk of mortality in sufferers. The increased risk of infection in HD is related to several factors, one of which is dysbiosis of the intestinal microbiota, which plays an important role in maintaining intestinal function through the production of SCFA (Short Chain Fatty Acids). The aim of this research is to determine the differences in SCFA in children with HD and children without HD. The design of this research is observational analytic with a cross-sectional design. The subjects of this study were pediatric patients with HD at RSUPN Ciptomangunkusumo in January 2024 - June 2024 who met the inclusion and exclusion criteria, namely 17 pediatric patients, 9 people with HD and 8 people without HD. The results of SCFA analysis in this study showed that SCFA levels in children with HD (2.4 ± 1.6) were significantly lower than in children without HD (7.9 ± 2.4) with a p value <0.05. The research results also showed that there were no significant differences (p>0.001) in the results of SCFA analysis in groups with HD (n=9) and without HD (n=8) in other variables, namely absolute butyrate levels, butyrate levels, propionate levels, valerate, and acetate levels."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Bila ditemukan pada stadium awal kanker payudara bisa disembuhkan. Oleh karena itu lakukan SADARI (periksa payudara sendiri ) secara rutin satu bulan sekali dan bila ada benjolan atau kelainan segera periksakan kedokter dan jangan ditunda. Tidak semua benjolan pada payudara adalah kanker. Apresiasi saya kepada tim penulis yang mau berbagi ilmu dan menggagas disusun buku ini. Ayo saling jaga dan saling peduli. Linda Agum Gumelar (Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dan penyintas kanker payudara) Kanker payudara adalah penyakit yang paling ditakuti kaum perempuan. Kadang-kadang kita bingung mau bertanya kepada siapa karena setidaknya jika kita melihat ada tanda-tanda gejala awal kita bisa mengantisipasi. Alhamdulillah senang sekali bisa mempunyai buku Cerdas Menghadapi Kanker Payudara untuk awam. Banyak informasi yang didapat dan membaca buku ini membuat kita menjadi pintar. Selamat ya untuk Tim Edukasi Medis Kanker Payudara. Terima kasih atas ilmu dalam buku ini yang diberikan untuk kita perempuan cerdas Indonesia. Arzeti Bilbina (Model pembawa acara dan politisi)"
Depok: Sinergi, 2017
616.994 TIM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hardian Gunardi
"Latar belakang: Sel punca mesenkim (SPM) telah menjadi salah satu alternatif untuk menghambat proses fibrosis dan memperbaiki fungsi hati. Berbagai jalur dapat digunakan untuk pemberian SPM, namun belum banyak studi yang membandingkan jalur pemberian. Pada studi ini dibandingkan pemberian SPM intrahepatika dan intrasplenika terhadap fungsi hati dan derajat fibrosis hati Oryctolagus cuniculus ligasi duktus bilier.
Metode penelitian: Penelitian ekperimental dengan menggunakan model hewan kelinci (Oryctolagus cuniculus) yang dilakukan ligasi duktus bilier (LDB). Kelinci dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu kelompok sham surgery, LDB, injeksi SPM intrahepatika(LDB + SPM IH) dan injeksi SPM intrasplenika (LDB + SPM IS). Injeksi SPM tali pusat dilakukan pada hari kelima LBD, kemudian kelinci diobservasi sebelum diterminasi seluruhnya pada hari ke-14. Dinilai fungsi hati yang dinilai dengan kadar serum AST, ALT, bilirubin total dan direk, serta derajat fibrosis hati yang dinilai dengan skor Laennec.  
Hasil penelitian: Dari total 23 kelinci, dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok sham 2 ekor dan masing-masing 7 ekor untuk kelompok LDB, LDB + SPM IH, dan IS. Didapatkan mortalitas sebesar 57,1% pada kelompok LDB, mortalitas 14,3% pada kelompok LDB + SPM IH dan mortalitas 28,6 pada kelompok LDB + SPM IS sebelum penelitian selesai. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna untuk fungsi hati seperti AST, ALT, bilirubin total, dan direk antarkelompok, namun terkesan median fungsi hati pada kelompok LDB lebih tinggi dibanding sham surgery, serta median kelompok LDB + SPM IH dan IS lebih menyerupai normal. Fungsi hati tampak lebih baik pada kelompok LDB + SPM IS dibanding LDB + SPM IH, meskipun secara statistik tidak bermakna. Pemeriksaan histopatologi kelinci yang dilakukan ligasi duktus bilier menunjukkan derajat fibrosis Laennec 4B, yang tidak berbeda antar ketiga kelompok. Area fraction fibrosis, jumlah hepatosit yang viabel dan nekrosis, serta jumlah sel progenitor dianalisis, tidak terdapat perbedaan yang ditemukan antara kelompok LDB + SPM IH dan LDB + SPM IS, namun kelompok yang diberikan SPM memiliki jumlah hepatosit viabel yang lebih banyak dibandingkan kelompok LDB.
Kesimpulan: Pemberian SPM intrahepatika dan intrasplenika tidak berpengaruh pada fungsi hati dan derajat fibrosis hati Oryctolagus cuniculus pascaligasi duktus bilier. Pemberian SPM akan meningkatkan jumlah hepatosit yang viabel pada model cuniculus pascaligasi duktus bilier.

Background: Mesenchymal stem cell (MSC) becomes an alternative to attenuate liver fibrosis and to improve liver function. A couple of administration route had been studied, but few compared one to another. This study aims to compare intrahepatic and intrasplenic route of administration of MSC in regards of liver function and degree of liver fibrosis in Oryctolagus cuniculus bile duct ligation model.
Method: This is an experimental study using rabbit (Oryctolagus cuniculus) bile duct ligation model. The subjects were randomized into 4 groups: sham surgery, bile duct ligation (BDL), intrahepatic route of MSC (BDL + MSC IH), and intrasplenic route of MSC (BDL + MSC IS). Umbilical cord MSC was administered in the fifth day of bile duct ligation, and the subject was observed until terminated on 14th day post BDL. The liver function, such as AST, ALT, total and direct bilirubin were evaluated, and the degree of fibrosis was evaluated with Laennec score. 
Result: The subjects were grouped into 4 group: 2 sham surgery, and each had 7 in BDL, BDL + MSC IH and BDL + MSC IH groups. Mortality rate in control group was 57,1%, mortality in BDL + MSC IH group was 14,3% and in BDL + MSC IS group was 28,6%. No significant difference was found regarding liver function in each group such as AST, ALT, total and direct bilirubin, but the median of liver function in BDL group seemed worse than in sham sugery group, and the median of liver function in BDL + MSC IH and BDL + MSC IS groups were closed to sham operated (normal). Liver function seemed to be better in BDL + MSC IS group compared to BDL + MSC IH group, but showed no statistical difference. Histopathology examination in subjects undergone bile duct ligation (regardless of MSC) show the degree of fibrosis of Laennec 4B. Fibrosis area fraction, the number of viable and necrosis hepatocyte, and progenitor cell are analysed; no significant difference was found between BDL + MSC IH and BDL + MSC IS group, but the group administered with MSC shows larger number of viable hepatocyte compared to BDL group.
Conclusion: Administration of intrahepatic or intrasplenic MSC did not show significant improvement the liver function and liver fibrosis in Oryctolagus cuniculus bile duct ligation model. Administration of MSC would increase the number of viabel hepatocyte in Oryctolagus cuniculus bile duct ligation model.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Rahman Iskandar
"Latar belakang: Atresia bilier merupakan penyebab paling umum fibrosis hati pada anak, dan menjadi indikasi terbanyak transplantasi hati. Fibrosis hati dapat dinilai dengan pemeriksaan histopatologis dan kuantifikasi skor Laennec. Pemeriksaan biomarker dari darah dan metode pencitraan radiologis merupakan upaya lain untuk menilai derajat fibrosis hati. Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti perbandingan biomarker penanda fibrosis transforming growth factor (TFG-β), matrix metalloproteinase (MMP)-7, dan ultrasonografi (USG) Acoustic Radiation Force Impulse (ARFI) dengan derajat fibrosis berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian desain cross sectional pada pasien anak dengan kolestasis yang dicurigai akibat atresia bilier di ruang rawat anak RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data penelitian ini adalah data primer dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta data sekunder dari rekam medis untuk melihat riwayat penyakit pasien. Dilakukan pemeriksan serum biomarker TGF-β dan MMP-7, dan USG ARFI oleh operator yang telah ditentukan. Dibandingkan hasil pemeriksaan TGF-β, MMP-7, USG ARFI dengan hasil skoring fibrosis biopsi hati.
Hasil penelitian: Dari total 15 pasien dengan AB, terdapat 6 pasien F2-F3, dan 9 pasien F4 berdasarkan derajat fibrosis biopsi hati. Terdapat peningkatan kadar TGF-β dengan adanya peningkatan derajat fibrosis biopsi hati, namun tidak terdapat hubungan bermakna antara derajat fibrosis hati dengan kadar TGF-β (uji Mann-Whitney, p=0.768). Pada penelitian ini, rerata kadar MMP-7 pada kelompok F2-3 dan F4 menunjukan peningkatan, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna (Uji Mann-Whitney, p=0.409). Terdapat hubungan bermakna antara derajat fibrosis hati F2-F3 dengan derajat F4 yang diperoleh berdasarkan hasil USG ARFI dan hasil biopsi hati (p<0,01). Kesimpulan: TGF-β dan MMP-7 merupakan biomarker yang cukup efektif namun memiliki keterbatasan tidak spesifik untuk AB. USG ARFI merupakan pemeriksaan minimal invasive yang efektif untuk menentukan derajat fibrosis.

Background: Biliary atresia is the most common cause of liver fibrosis and the highest indication for liver transplantation in pediatrics. Liver fibrosis is quantified through Laennec score based on histopathology of liver biopsy. Blood serum biomarkers and radiological examinations are alternative methods that could determine liver fibrosis. This study aimed to compare the significance of serum biomarkers transforming growth factor (TFG-β), matrix metalloproteinase (MMP)-7, and Acoustic Radiation Force Impulse (ARFI) ultrasonography (USG) in determining the degree of liver fibrosis compared to histopathology score from liver biopsy. Method: This was a cross-sectional study, on patients in the pediatric ward at dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital, that were admitted with cholestasis with biliary atresia as the suspected etiology. Primary data was obtained through anamnesis, and physical examination, and secondary data was obtained through patients’ medical records. Serum biomarkers TGF-β and MMP-7, and USG ARFI were examined by related experts and results were obtained through medical records. Results of TGF-β, MMP-7, and USG ARFI were compared with fibrosis scores based on liver biopsy.
Result: From a total of 15 patients with AB, there were 6 F2-F3 patients, and 9 F4 patients according to the biopsy results. TGF-β levels showed and increasing trend alongside increase in liver biopsy fibrosis score, however it was not statistically significant (Mann- Whitney test, p=0.768). In this study, there was an increase in MMP-7 levels in F2-3 group compared to f4 group, however there was no statically significant difference (Mann-Whitney test, p=0.409). The ARFI USG results showed significant difference between F2-F3 group and F4 group based on ARFI USG compared to liver biopsy (p<0.01). Conclusion: TGF-β and MMP-7 are effective serum biomarkers, however, lacked specificity to determine fibrosis levels in biliary atresia. A minimally invasive test that is effective in determining the degree of fibrosis can be done through ARFI USG.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library