Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ruspriyatno
"Kebijakan teknis yang ditempuh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dalam pembinaan kemandirian dirasakan belum dapat menyentuh seluruh warga binaan pemasyarakatan. Kondisi Over kapasitas disamping mengundang kerawanan-kerawanan gangguan keamanan dan ketertiban juga menyiratkan potensi tenaga kerja yang perlu dikelola agar dapat berdaya guna dan berhasil guna. Tak mudah menemukan program kegiatan kelja yang dapat menampung tenaga keJja yang banyak, tidak memerlukan keahlian khusus, waktu panen yang sebentar, proses produksinya menggunakan pera!atan yang banyak terdapat di pasar, kegiatan tersehut dapat menjadi bekal ketrampilan yang berguna pada saat yang bersangkatan bebas nantinya. Salah satu kegiatan kelja yang termasuk dalam ketentuan tersebut adalab budidaya ikan Ie!e. Proses produkslnya memerlukan banyak tenaga kerja terut:ama pada saat memanen, pengangkutan ke pemesan, pembuatan kolarn, pembersihan kolam. Menggunakan peralatan yang sederhana dalarn produksinya, waklu panen sekitar tiga bulanan, keahlian khusus yang rumit nyaris tidak ada, masih memilikl peluang pasar yang menjanjikan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan kemandirian warga binaan. Bagairn.ana prospek budidaya tersebut ditinjau dari kepentingan pihak Lapas dan faktor-faktor apa sajakah yang meqjadi pendorong dan penghambat tercapainya keberhasilan program tersebut Proses produksi yang dilaksanakan dengan penerapan teori-teori manajemen berbeda dengan hanya aktifitas pemeliharaan semata. Pengetahuan teknis dan non teknis mendapat porsi yang seimbang agar dapat mencapai basil yang optimal.
......Technical policies pursued in the guidance of the Directorate General of Corrections of independence was thought not to be touched all citizens of the built correctional. Over capacity in addition to inviting the condition of insecurity-insecurity and order also implies the potential for labor that needs to be managed in order to be efficient and effective manner. Not easy to find work activity programs that can accommodate a lot of labor, requires on special skills, harvesting time is short, the production process using equipment that is widely available in the market, these activities can be a useful skill when the relevant free will. One of the work activities included in these provisions is the cultivation of catfish. Production process requires many workers, especially during harvesting, transportation to the buyer, making ponds, cleaning of ponds. Using simple tools in their production, harvest time about three months, the special expertise of complex almost non-existent, still has a promising market opportunities.This research aimed to identify the extent of catfish aquaculture activities can motivate people supervised independence. Haw are reviewed prospects for the cultivation of the interests of the prison and what are the factors driving and inhibiting the achievement of the success of the program. The production process is carried out by application of different management theories with only maintenance activities only. Technical and non technical knowledge gets a balanced portion in order to achieve optimal results. The research approach is an understanding of managerial and behavioral research methods use while the interviews and direct observation."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T21030
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Prabowo Saputro
"Pembaharuan sistem pidana pemenjaraan di Indonesia dari sistem pemenjaraan dengan pendekatan penjeraan (deterrance) dan pembalasan (retriburive) bergeser ke konsep pemasyarakatan dengan pendekatan reintegrasi sosial yang lebih mengarah pada penunaian hak-hak narapidana. Pergeseran konsep ini sesuai dengan amanat Bapak Dr. Sahardjo (mantan Menteri Kehakiman). Implementasi konsep pemasyarakatan merupakan perubahan kearah modernisasi sistem kepenjaraan yang mengedepankan kepada pemenuhan hak azasi narapidana. Dalam konsep pemasyarakatan, hak-hak narapidana yang dirampas negara hanyalah hak kebebasan, selain itu negara bertanggungjawab untuk memulihkan hak-hak mantan narapidana sebagai warga negara dan sebagai anggota dari keiompok sosialnya. Dalam pemenuhan hak-hak sosialnya, dalam kerangka konsep pemasyarakatan dengan pendekatan reintegrasi sosial, negara bertanggung jawab untuk memulihkan konflik sosial antara narapidana dan masyarakatnya. Dalam konteks ini konflik sosial adalah tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana. Dalam pemulihan hubungan sosial ini, negara adalah sebagai mediator untuk membaurkan kembali mantan narapidana secara uluh kepada kelompok sosialnya (masyarakat) agar dapat kembali hidup secara normal dengan hak dan tanggungjawab sosial yang benar-benar utuh. Namun dalam pelaksanaannya proses reintegrasi sosial mantan narapidana di masyarakat rnasih mengalami berbagai hambatan. Dari berbagai unsur dalam proses reintegrasi sosial; mantan narapidana, masyarakat, dan negara. Dari mantan narapidana, hambatan yang muncul berupa rasa rendah diri dan kurangnya kepercayaan diri setelah menjalani masa hukuman sehingga menghambat proses pembauran dengan masyarakat. Dari masyarakat, stigma negatif sebagai orang jahat dan akan terus mengulangi perbuatannya terhadap mantan narapidana juga menjadi hambatan dalam proses reintegrasi. Dari pihak negara, pemberian status sebagai mantan narapidana secara permanen dalam berbagai urusan birokrasi pemerintahan terkait dengan dokumen pribadi mantan narapidana, secara tidak disadari juga memberi andil terhadap hambatan dalam pembauran proses reintegrasi sosial mantan narapidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses reintegrasi mantan narapidana dilakukan pasca bebas dari manjalani hukuman serta hambatan apa saja yang dialami oleh mantan narapidana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif analitis. Teknik pengumpulan data melalui wawancara terhadap 6 responden yang tersebar di beberapa Iokasi penelitian dengan dua karakter sosial yang berbeda yaitu desa dan kota. Lokasi penelitaian di desa dilakukan di Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang sedangkan di kota di wilayah Jakarta Timur. Teknik analisis data dilakukan melalui analisis dengan proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data., dan menarik kesimpulan. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa proses integrasi mantan narapidana dinilai positif oleh mantan narapidana meski masih ditemui berbagai hambatan. Proses integrasi ini memiliki implikasi yang berbeda antara mantan narapidana yang hidup di kota dengan mantan nasapidana yang hidup di desa. Perbedaan ini terjadi karena karakter sosial masyarakat kota dan desa yang berbeda. Masyarakat kota dengan karakter individualis cenderung tidak memperdulikan status pribadi anggota masyarakat yang Iain sehingga memudahkan mantan narapidana untuk berbaur dengan masyarakat. Sementara masyarakat desa dengan karakter kekeluargaan justru rnenjadi penghambat bagi mantan narapidana untuk berbaur kembali dengan masyarakat karena dengan pola hubungan sosial masyarakat desa yang kekeluargaan menganggap bahwa masalah pribadi anggota masyarakat juga merupakan bagian dari masalah masyarakat keseluruhan.
......Updates on the Indonesian system of criminal incarceration incarceration system penjeraan approach (deterrance) and revenge (retributive) shifts to the concept of socialization with a broader social reintegration approach leads to penunaian rights of inmates. This concept shifts in accordance with the mandate of Mr Dr. Sahardjo (former Minister of Justice). Implementation of the concept of socialization is headed to prison affair to promote the modernization of the system to the fulfillment of human rights of prisoners. In popularizing the concept, the rights of state inmates are deprived of freedom is just right, except that the state is responsible for restoring the rights of former prisoners as citizens and as members of social groups. In fulfillment of social rights, within the framework of the concept of socialization with the social reintegration approach, the state is responsible for restoring social conflicts between inmates and society. In this context of social conflict is a crime done by the inmates. In the recovery of these social relations, the state is as a mediator to assimilate ex-convicts returning to scara intact social groups (communities) in order to retum to normal life with rights and social responsibility truly intact. However, in the implementation process of social reintegration of former inmates in the community is still experiencing a variety of obstacles. Of the various elements in the process of social reintegration, former prisoners, communities and countries. From ex-convict, the obstacles that appear in the form of low self-esteem and lack of confidence after period of punishment that inhibits the process of assimilation with the community. From the public, the negative stigma as a bad person and will continue to repeat the deeds of former inmates also become obstacles in the process of reintegration. From the country, giving as an ex-felon status permanently in the affairs of goverment bureaucracy associated with the personal documents of former inmates, sceara unconscious also contributed to the obstacles in the assimilation process of social reintegration of former inmates. This research was conducted to determine how the process of reintegration of former inmates conducted manjalani post free of any penalties and barriers experienced by former prisoners. This study uses qualitative analytical methods. Techniques of data collection through interviews with six respondents spread across several research sites with two different social character of villages and towns. Penelitian location in the village in the District Legok done while in the city of Tangerang Regency in East Jakarta area. Data analysis techniques through the analysis process of data collection, data reduction, data presentation, and draw conclusions. From this research we can conclude that the integration process positively assessed by an ex-con ex-convict, though still encountered various obstacles. This integration process has different implications between ex-prisoners who live in the city with former inmates who live in the village. This difference occurs because the social character of urban and rural communities are different. Urban society with individualistic characters tend not memperdulikan personal status of other members of society making it easier for former inmates to mingle with the community. While familiarity with the character of the village community became obstacles for former inmates to mingle again with the community because the pattern of social relationships that familial villagers assume that the problems of individual members of society are also part of a whole community issue."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T21148
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library