Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bakri Abdullah author
"Pemerintah semakin serius memperhatikan masalah kematian ibu akibat Perdarahan Postpartum (PPp) khususnya mamasuki periode Pembangunan Jangka Panjang Kedua. Angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 390/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 (SDKI). 10%-20% kematian ibu tersebut disebabkan PPp. Faktor resiko kesakitan hingga terjadinya PPp dapat membawa kaum ibu mengakhiri hidupnya, yakni kematian. Usaha menurunkan angka kematian ibu menjadi 2251100.000 kelahiran hidup pada Pelita VI, ada penurunan angka kematian tersebut sebesar (57,69%.).
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian PPp dengan "Cross Sectional Survey": Terdapat proporsi Ibu Bersalin, Berdasarkan PPp 193 (12,22%); umur: 20-35 tahun mempunyai proporsi kehamilan tertinggi 1.002 (64,42%) dan terendah umur 20 tahun 262 (16,58%); Paritas < 3 merupakan proporsi tertinggi 1.136 (71.90%) dan paritas > 4 merupakan terendah 123 (7,78%); Tingkat Pendidikan Tamat SMP merupakan yang terendah 120 (7,60%) sedangkan Tidak Sekolah menempati posisi yang signifikan1.335 (84,49%); Kadar Hb> atau=l l gr% tidak anemia sebanyak 583 (36,90%); sedangkan Kadar Hb<11 gr% anemia sebanyak 997 (63,10%); Bengkak Pada Tubuh, . yang tidak pemah bengkak terdapat 1.062 (67,22%); Konsumsi Tablet Fe < 60 tablet sebanyak 576 (36,46%) > 60 tablet 563 (35,63%); Lama Partus sebanyak 1.535 (97,15%) tertinggi dengan Partus Normal; Lepasnya Plasenta < I jam sebanyak 1.535 (97,15%); Penolong Persalinan Bukan Nakes sebanyak 940 (59,49%), Tenaga Kesehatan 640 (40,51%); Tempat Bersalin bukan Puskesmas sebanyak 940 (59,49%).
Terdapat hubungan PPp yang bermakna adalah terhadap variabel umur, tingkat pendidikan, bengkak pada tubuh, konsumsi tablet Fe, lama partus, lepasnya plasenta, penolong persalinan dan tempat bersalin. Hendaknya ditingkatkan managemen penanggulangan perdarahan postpartum dan penelitian selanjutnya hingga ke tingkat analisis multivariat."
Universitas Indonesia, 2000
T605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Renni Septini
"Instalasi Farmasi adalah salah satu unit di rumah sakit yang memberikan layanan produk dan jasa dalam bentuk pelayanan resep. Pelayanan resep sebagai garis depan pelayanan farmasi kepada pasien harus dikelola dengan baik, karena mutu pelayanan resep farmasi yang baik umumnya dikaitkan dengan kecepatan dalam memberikan pelayanan.
Pada pengamatan pelayanan resep pasien Askes di RSPAD Gatot Soebroto yang dilakukan selama bulan Maret sampai bulan Mei 2011 setelah pengelolaannya diserahkan kepada Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto, ditemukan bahwa waktu tunggu untuk obat racikan 63 menit dan non racikan 52 menit. Hal ini belum memenuhi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008, yaitu untuk obat non racikan kurang dari atau sama dengan 30 menit untuk obat racikan kurang dari atau sama dengan 60 menit.
Penelitian ini menganalisis waktu tunggu pelayanan resep obat pasien askes rawat jalan, dilakukan di Yanmasum Farmasi Askes RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 14 ? 25 Nopember 2011 setiap hari Senin sampai dengan hari Jum?at. Sampel penelitian sebanyak 124 resep pasien askes rawat jalan baik racikan maupun non racikan dan merupakan penelitian kuantitatif yang didukung metode kualitatif. Dilakukan untuk mendapatkan waktu tunggu menurut komponen tindakan dan komponen delay.
Hasil penelitian didapatkan bahwa rata-rata waktu tunggu untuk resep non racikan pasien askes rawat jalan adalah sebesar 39 menit dimana 79,7 % dari waktu tersebut merupakan komponen delay. Sementara untuk resep racikan adalah 60,4 menit dan 59,27 % dari waktu tersebut merupakan komponen delay.
Berdasarkan hasil penelitian ini, keterlambatan pelayanan disebabkan ketidaktersediaan obat, lamanya jaringan komputerisasi, belum maksimalnya pelaksanaan prosedur pelayanan resep, beban kerja yang tidak sesuai dengan sumber daya manusia yang ada. Diharapkan manajemen Yanmasum Farmasi memberikan penegasan terhadap pelaksanaan prosedur pelayanan resep, mengadakan pemberdayaaan karyawan pada titik yang dianggap penting agar tidak ada penumpukan resep di satu titik, pemeliharaan jaringan komputer secara berkala serta pemberian reward dan punishment kepada karyawan.

Installation of Pharmacy is one of the units in hospitals that provide products and services in the form of prescription services. Prescription service as a frontline pharmacy services to patients should be managed properly, because the quality of a good pharmacy prescripton service is generally associated with speed in providing services.
Observation of patient prescription service at Askes in Gatot Soebroto Army Hospital conducted during March to May 2011 after its management handed ovet to the Installation Gatot Soebroto Army Hospital Pharmacy, found that the waiting time for the concoction of drug and non concoction 63 minutes 52 minutes. It is not yet meet the Minister of Health No. 129/Menkes/SK/II/2008, is for non-compounded drugs is less than or equal to 30 minutes to blend the drug is less than or equal to 60 minutes.
equal to 30 minutes to blend the drug is less than or equal to 60 minutes. This research service analyzes the waiting period prescribed outpatient health insurance patient, conduvted in Yanmasum Pharmacy Askes Gatot Soebroto Army Hospital on 14-November 25, 2011 every Monday through Friday. Study sample as many as 124 patients prescribed either an outpatient health insurance and non concoction and non-compuonded blend was supported quantitative research qualitative method. Performed to obtain the waiting time according to the component and component delay action.
Result showed that the average waiting time for non-compounded prescription health insurance patients are ambulatory by 39 minutes where 79,7 % of the time delay is a component. While for formulas is 60,4 minutes and 59,27% of the time delay is a component.
Based on these results, delays in service due to unavailability of drugs, duration of computerized networks, yet the implementation of service procedures prescribed maximum, the workload is not in accordance with the existing human resources. Pharmacy management is expected to provider refresher Yanmasum the implementation procedure prescribed service, employee empowerment make the point that is considered important that there is no buildup of prescriptions at one point, periodic maintenance of computer networks and the provision of reward and punishments to employees.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31238
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Ratna Arietta
"Waktu tunggu merupakan komponen penentu kepuasan pasien dengan pelayanan yang diberikan oleh sebuah rumah sakit. Semakin lama pelayanan yang diberikan kepada pasien semakin tidak puas pula pasien terhadap pelayanan rumah sakit sehingga mutu pelayananan pun dinilai tidak baik. Untuk itu, peneliti melakukan penelitian mengenai waktu tunggu pasien dengan tujuan menganalis waktu tunggu pasien yang bervariasi di Departemen Gigi dan Mulut RSPAD Gatot Soebroto selama periode 21 November hingga 28 November 2011. Kategori pasien dibagi menjadi pasien lama dan pasien baru sedangkan cara pendaftaran terbagi menjadi pasien SOP dan Non SOP serta untuk status pasien dibagi atas Militer dan Sipil.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan cross sectional, kemudian dilakukan uji statistik Chi Square Tests. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu tunggu pasien SOP sekitar 1 jam 33 menit yang melebihi ketentuan yang ditetapkan pada Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam keputusan menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008, yaitu kurang dari atau sama dengan 60 menit yang berarti belum ada perbaikan yang berarti dari pihak manajemen rumah sakit berkaitan dengan waktu tunggu. Dengan demikian rekomendasi penelitian kepada pihak manajemen adalah agar memberikan saran dengan memberlakukan aturan-aturan yang terkait dengan standar pelayanan minimal termasuk waktu tunggu poliklinik, agar para petugas yang terkait dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, dan pihak manajemen dapat mengubah cara pandang terhadap waktu tunggu dengan memprioritaskan waktu tunggu dalam upaya perbaikan pelayanan.

Waiting time is a crucial component of patient?s satisfaction on services provided by an hospital. The longer the time needed to provide service to the patient, the more unsatisfaction felt by the patients, Then the quality of services will be judged as not good. Therefore, the research on patients waiting time in order to analyze the variety of patient waiting time was made. The research took place in Department of Dental and Oral Health Central Army Hospital RSPAD Gatot Soebroto, and held from November 21st until November 28th 2011. Patient category was divided into old and new patients, while patient registration method was divided into SOP and Non SOP, and for patient status was divided into Civil and Military.
This research is using a quantitative approach with a cross sectional design. The data were analyzed using a statistical test, Chi Square test. The outcome shows that the average waiting time spent by patient through SOP is approximately 1 hour 33 minutes, exceeding the provision of Hospital Minimum Service Standard in Policy of Health Minister Number 129/Menkes/SK/II/2008, that is less than or equal to 60 minutes, which means there is still no significant improvement from the hospital management related to patient waiting time. The research recommendations to the management party are to give a suggestion to enforce regulations on minimum services standard, included patients waiting time in clinic. So, the relevant employees would finish their works on time, and the management party should change the perception on waiting time by making a priority in patients waiting time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31807
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayat Hasrimy
"Gerakan Jumat Bersih merupakan upaya untuk mewujudkan perilaku kehidupan sehat melalui pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan jamban keluarga dan sarana air bersih yang diikuti penggunaannya secara umum serta penerapan kebiasaan hidup bersih sesuai nilai agama dan budaya sehat. Gerakan Jum'at Bersih (GJB ) telah dicanangkan secara Nasional pada tahun 1994, berbagai upaya telah dilakukan untuk mensukseskan GJB yang keseluruhannya memerlukan kerjasama lintas program dan lintas sektoral. Wadah untuk melaksanakan kerjasama lintas sektoral adalah Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal ) GJB, yang berada mulai tingkat Pusat sampai dengan tingkat Kecamatan. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan GJB adalah percepatan pembangunan jamban dan air bersih kurang memenuhi harapan. Hal ini dapat dilihat sejak tahun 1994 cakupan jamban 39% dan air bersih 60% sampai dengan tahun 1997. Sedangkan menurut Deklarasi KTT Anak ( 1990 ) diharapkan tahun 2000 "Semua keluarga dapat menikmati jamban dan air bersih". Apabila dianalisa penyebabnya menurut hasil pertemuan Nasional Koordinasi dan evaluasi GJB tahun 1997, salah satunya adalah kualitas perencanaan Tim Pokjanal GJB yang masih rendah. Kualitas perencanaan GJB pada sebagian besar Tim Pokjal GM Kecamatan di Kabupaten Aceh Tenggara selama ini termasuk dalam katagori kurang baik, karena sering kali rencana yang dihasilkan bersifat operasional dengan proses pentahapan kerja yang kurang jelas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komponen faktor input ( pengetahuan, struktur organisasi, informasi, anggaran ), faktor proses koordinasi, metoda dan faktor eksternal ( bimbingan teknis, supervisi Tim Pokjal GJB Kabupaten ) terhadap kualitas perencanaan yang dihasilkan oleh Tim Pokjal GJB Kecamatan. Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode Diskusi Kelompok Terarah ( DKT) dan wawancara mendalam. Metode ini digunakan untuk menggali faktor-faktor yang terdapat dalam komponen input, proses dan eksternal yang dapat mempengaruhi kualitas perencanaan Tim Pokjanal GJB Kecamatan. Sedangkan data dokumen dilakukan untuk melengkapi data hasil DKT dan wawancara mendalam. Responden penelitian adalah anggota Tim Pokjanal GJB Kecamatan dari 9 Kecamatan yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh variabel mempunyai hubungan dengan kualitas perencanaan.

The clean Friday Movement is made in order to repairing and maintaining of privy and facility for clean water that is followed up to utilizing in a manner the general public with application clean live appropriate value of religious and heartily culture which has been propagandized by Clean Friday Movement (CMF) as a Manner National in 1994. Any effort has done for succeeding the CFM that its whole required by corporate between pass program and sectors. Team Work Operation of CFM is made as coordinating institution to bring corporation to pass sectors that is exist from district to sub district. The problem that faced in CFM implementation is less satisfactory of privy development and clean water. It can be seen since 1994 that the privy is 39% and clean water is 60%. Until 1997 the privy supply just achieves 56% (sassiness 1997) and the clean water supply is 76% (BPS 1997). Accounting to KU Child's Declarations (1990) "all family are expected can enjoy the privy and clean water in 2000". If the caused is analyzed, the National conference of coordination and evaluation reported that the quality planning of Team Work Operational of Clean Friday Movement (GM) is still low. The quality of CFM's planning on Sub - District CFM's Team Work Operational at District of Autonomous Region II Aceh Tenggara was classified unsatisfied, since the result of planning was frequently un operation with unclearly working stage process.
This research is aimed to find out a correlation between input factor component (knowledge, structure of organization, information, and cost), process factor (coordination, method) and external factor (technical guidance, Team Work Operational supervision of District CFM) into quality planning that is resulted by Sub - District CFM Team Work Operational. The research used the qualitative research. Data is obtained from Focus Group discussion (FGD) and depth interview method. This method is. used for delving the factor that can be found from input, process and external component, which can influence the quality planning of Team Work Operational of Sub - District's Clean Friday Movement Whereas the document decipherment is done for completing data from FGD's result and dept and interview. The research?s respondents are members of Sub - District's Clean Friday Movement of Team Work Operational that taken from 9 of existing Sub - district. The result of research indicates that the whole variables have to do with quality - planning."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T2720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library