Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Pattiwael, Petra
Abstrak :
Letter of Credit (L/C) merupakan salah satu metode pembayaran yang paling sering digunakan dalam dunia perdagangan internasional. Namun, pada praktiknya masih muncul berbagai permasalahan, salah satunya adalah terjadinya penolakan penerimaan dokumen yang diunjukkan oleh beneficiary karena perbedaan penerapan standar pemeriksaan dokumen. Skripsi ini membahas mengenai alasan perbankan tetap menerapkan standar pemeriksaan dokumen berdasarkan prinsip strict compliance meskipun UCP 600 mengatur mengenai prinsip substantial compliance dan akibat hukum dari perbedaan penafsiran tentang "international standard banking practice" sebagaimana diatur dalam UCP 600. Hasil penelitian yang menggunakan metode penelitian yuridis normatif ini menunjukkan bahwa bank tetap menerapkan standar pemeriksaan dokumen berdasarkan prinsip strict compliance meskipun UCP 600 mengatur mengenai prinsip substantial compliance setidaknya disebabkan oleh dua (2) alasan yaitu pertama, adanya praktik perbankan di Amerika Serikat yang menerapkan Article 5 Uniform Commercial Code yang memuat pengaturan prinsip strict compliance, yang mewajibkan issuing bank selaku special agent dari applicant menjalankan tugas berdasarkan duty of good faith. Kedua, dalam hal terjadi sengketa (disputes) transaksi L/C, pengadilan internasional cenderung menerapkan prinsip strict compliance dibandingkan menerapkan prinsip substantial compliance dalam menyelesaikan sengketa L/C tersebut. Prinsip strict compliance sebagai standar pemeriksaan dokumen Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri juga diterapkan di dalam praktik perbankan di Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. Adapun perbedaan penafsiran mengenai international standard banking pratice karena UCP 600 tidak memberikan penjelasan maksud dari international standard banking practice sehingga menimbulkan dua (2) pendapat di kalangan perbankan, yaitu pendapat pertama yang menyatakan bahwa international standard banking practice di UCP 600 mengacu kepada International Standard Banking Practice (ISBP) yang merupakan pedoman aplikasi dari ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam UCP 600 yang dibentuk oleh International Chamber of Commerce (ICC), sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa international standard banking practice yang dimaksud hanya mengacu kepada praktik yang biasanya dilakukan oleh bank-bank secara umum. Perbedaan pendapat tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum bagi pengguna L/C dalam transaksi L/C. ......Letter of Credit (L/C) is one of the most widely used method of payment in international trade. But even with such widespread use, in practice, L/C transaction is still riddled with issues, notably the rejection of document submitted by the beneficiary due to differences in interpreting L/C regulations. This thesis is to explain why banks still prefer to use the strict compliance principle over the substantial compliance principle referred within UCP 600, and the legal consequences that arise due to the vagueness of the term "international standard banking practice" in L/C transaction as mentioned in UCP 600. This research which was put together using the juridical normative research method revealed that banks still prefer to use the strict compliance principle over the UCP 600-referenced substantial compliance because of two reasons. First, the existence of the banking's practice in the United States which refers to Article 5 Uniform Commercial Code that contains the settings for the principle of strict compliance, which is issuing banks acts as a special agent of the applicant therefore they must act based on duty of good faith. Second, in the case of an L/C dispute, international courts tend to apply the strict compliance principle for dispute resolution. The reason international courts use the strict compliance principle is because they refer to banking practices that have been generally praticed and accepted. This is also true in Indonesia where strict compliance is the principle of choice in examining SKBDN documents. This preference is caused by the lack of clear definition of the term "international standard banking practice" in UCP 600 which spawned 2 (two) different interpretations within the banking community. The first interpretation assumes that the term "international standard banking practice" refers to ICC's (International Chamber of Commerce) ISBP document which acts as an implementation guideline for UCP600. While a second interpretation assumes that the term refers to banking practices that have been generally practiced and accepted. It is due to those differences in interpretations that gave to such ambiguity in L/C transactions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44824
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Tsaniati Putri
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai penerbitan dan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP), khususnya terkait dengan tumpang tindih IUP yang dapat terjadi baik antar IUP maupun dengan sektor lain seperti sektor kehutanan. Hal tersebut perlu segera diselesaikan karena dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penanaman modal dibidang pertambangan di Indonesia. Hasil penelitian yuridis normatif menunjukkan bahwa penerbitan IUP dilakukan setelah pemohon atau peserta lelang mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan IUP. Sedangkan pencabutan IUP dapat dilakukan jika pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dalam peraturan perundang-undangan. Terkait dengan pencabutan IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM) hal tersebut telah tepat, karena PT RTM tidak memenuhi kewajibannya untuk memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan hutan. Untuk mencegah timbulnya tumpang tindih IUP, dibutuhkan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, baik yang sifatnya sektoral maupun yang sifatnya lintas sektoral. Selain itu peningkatan pengawasan oleh Pemerintah terhadap penerbitan dan pencabutan IUP yang dilakukan oleh Kepala Daerah di Indonesia juga diperlukan.
This essay examines the issuance and revocation of Mining Business License (IUP), specifically related to the overlapping IUP which can occur either between IUP or with other sectors like forestry. The overlapping of IUP need to be resolved immediately seeing that it may cause uncertainty for investments in Indonesia’s mining industry. Normative juridical research results show that the issuance of IUP can be conducted after the applicant or bidders get Mining Business License Area and eligible as IUP holder. While the revocation of IUP can be done if the IUP holder does not fulfill the obligations under the laws and regulations. Related to the revocation of IUP PT Ridlatama Tambang Mineral (PT RTM), such decision was right, because PT RTM does not fulfill its obligation to have Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan to conduct mining activities in forest areas. To prevent the overlapping Mining Business License, an increased coordination between Government and Local Government is needed, be it sectorial or cross-sectorial in nature. Furthermore, the government must establish oversight towards the issuance and revocation of mining licenses by Regent and Governor in Indonesia.
2014
S57722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yulia Shadrina
Abstrak :
Saat ini BLU diberikan kewenangan untuk melakukan penandatangan perjanjian. Adanya hal ini memerlukan analisis mengenai apakah BLU mempunyai kecakapan dalam menandatangani suatu perjanjian khususnya perjanjian KSO menurut hukum perjanjian di Indonesia.  Selain itu juga menganalisis dalam hal perjanjian yang ditandatangani oleh BLU menimbulkan kerugian terhadap pihak ketiga, siapakah yang akan bertanggungjawab. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif dikarenakan penelitian kali ini akan melakukan analisis atas produk hukum yaitu Perjanjian Kerja Sama Operasi antara BLU di bidang energi dan sumber daya mineral dengan pihak swasta. Penelitian ini akan mencari dasar hukum/aturan, doktrin, teori untuk menjawab rumusan masalah yang diangkat.  Analisis masalah kecakapan akan dimulai dengan melihat teori dan ketentuan yang terdapat dalam hukum Perjanjian di Indonesia serta doktrin dan teori mengenai subyek hukum badan hukum dan teori positivisme. Analisis kedua terhadap pertanggungjawaban BLU apabila Perjanjian KSO mengalami kerugian adalah dengan menganalisis menggunakan aturan pertanggungjawaban dalam hukum perdata serta teori delegasi kewenangan, serta teori positivisme. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa BLU bukanlah subjek hukum berbentuk badan hukum sehingga tidak mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum seperti melakukan penandatanganan perjanjian KSO. Selanjutnya apabila timbul suatu kerugian maka berdasarkan hukum perdata, pihak ketiga dapat memintakan pertanggungjawaban hingga kepada instansi induk yaitu Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah. ......Currently BLU is given the authority to sign the agreement. The existence of this requires an analysis of whether BLU is capable to sign an agreement, especially KSO agreements according to contract law in Indonesia. In addition, it also analyses in terms of the agreement signed by BLU causing harm to third parties, who will be responsible. The method used in this study is a normative juridical method because this research will analyse a legal product, namely the Joint Operation Agreement between BLU in the field of energy and mineral resources and the private sector. This research will look for legal/rule bases, doctrines, and theories to answer the formulated problems raised. The analysis of skills issues will begin by looking at the theories and provisions contained in treaty law in Indonesia as well as doctrines and theories regarding the subject matter of legal entities and the theory of positivism. The second analysis of the accountability of BLU if the KSO Agreement suffers a loss is by analysing using the accountability rules in civil law and the theory of delegation of authority, as well as the theory of positivism. The results of this study conclude that BLU is not a legal subject in the form of a legal entity, so it cannot take legal actions, such as signing a KSO agreement. Furthermore, if a loss occurs, based on civil law, a third party can hold accountability up to the parent agency, namely the State Ministry/Government Agency.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ursula Kristanti Riang Borot
Abstrak :
Izin usaha pengangkatan BMKT oleh pihak asing di Indonesia mengalami kontradiksi pengaturan antara UU Cagar Budaya yang melarang pihak asing untuk ambil bagian dalam kegiatan usaha bawah air dan UU Penetapan Perpu Cipta Kerja yang mengijinkan usaha pengangkatan BMKT dengan melibatkan pihak asing. Tesis ini menentukan apakah izin usaha pengangkatan BMKT yang dilakukan pihak asing sah menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan memberikan rekomendasi pengaturan tentang izin usaha pengangkatan BMKT oleh pihak asing bagi Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan perbandingan Negara Australia dan Cina. Hasil penelitian menunjukkan; Pertama, izin usaha pengangkatan BMKT oleh pihak asing tidak sah menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini karena ada pembatasan terhadap kepemilikan dan pengelolaan pihak asing oleh UU Cagar Budaya yang merupakan pengaturan secara khusus terhadap cagar budaya baik didarat maupun diair, sedangkan UU Penetapan Perpu Cipta Kerja merupakan pengaturan yang umum. Selain itu, UU Penetapan Perpu Cipta Kerja tidak mengubah dan mencabut UU Cagar Budaya dan lebih spesifiknya pengaturan UU Cagar Budaya terhadap BMKT di Indonesia. Kedua, terdapat 2 (dua) rekomendasi pengaturan BMKT di Indonesia yakni mengubah aturan pembatasan kepemilikan pada UU Cagar Budaya dan menyusun UU BMKT di Indonesia yang mencakup : membuat ketentuan durasi permohonan izin ke instansi yang bertanggungjawab untuk kegiatan pengangkatan BMKT, menentukan kekuasaan pemerintah pada BMKT di wilayah laut, mengurangi instansi pemerintah yang ikut ambil bagian dalam pengangkatan BMKT, membatasi izin usaha pengangkatan BMKT bagi pihak asing di indonesia selama 2 (dua) tahun. ......The BMKT removal business license by foreign parties in Indonesia experiences regulatory contradictions between the Cultural Heritage Law which prohibits foreign parties from taking part in underwater business activities and the Job Creation Law which allows BMKT removal business by involving foreign parties. This thesis determines whether BMKT removal business licenses conducted by foreign parties are valid according to Indonesian laws and regulations and provides recommendations for regulating BMKT removal business licenses by foreign parties for Indonesia. This research is a normative legal research with a legislative approach and a comparison of Australia and China. The results of the study show; First, the BMKT removal business license by foreign parties is not valid according to Indonesian laws and regulations. This is because there are restrictions on foreign ownership and management by the Cultural Heritage Law which is a specific regulation of cultural heritage both on land and in water, while the Job Creation Law is a general regulation. In addition, the Job Creation Perpu Stipulation Law does not amend and revoke the Cultural Heritage Law and more specifically the Cultural Heritage Law's regulation of BMKT in Indonesia. Second, there are 2 (two) recommendations for regulating BMKT in Indonesia, namely changing the ownership restriction rules in the Cultural Heritage Law and drafting a BMKT Law in Indonesia which includes: make provisions for the duration of permit applications to the agency responsible for BMKT removal activities, determine the government's authority over BMKT in the sea area, reduce government agencies that take part in BMKT removal, limit BMKT removal business licenses for foreign parties in Indonesia for 2 (two) years.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fitriani
Abstrak :
Perseroan terbatas adalah salah satu subjek hukum berbentuk badan hukum yang di kenal dalam hukum perusahaan Indonesia. Sebagai subjek hukum, perseroan terbatas dapat digugat pailit. Dalam hal perseroan terbatas dipailitkan, muncul beberapa permasalahan, yaitu apa yang menjadi kriteria untuk menyatakan direksi telah lalai atau bersalah dalam mengurus perseroan terbatas siapa yang berwenang menyatakan direksi suatu perseroan terbatas telah lalai atau salah dalam mengurus perseroan terbatas sehingga perseroan terbatas tersebut dipailitkan, bagaimana bentuk tanggung jawab hukum direksi terhadap kepailitan suatu perseroan terbatas. Penulisan ini menggunakan metode kepustakaan dan studi kasus kepailitan PT. Interkayu Nusantara yang diputus pailit oleh Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung, dan menyimpulkan bahwa kriteria untuk menentukan kelalaian atau kesalahan direksi dalam mengurus perseroan terbatas adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar perseroan terbatas, lembaga yang berwenang untuk menentukan kelalaian atau kesalahan direksi dalam mengurus perseroan terbatas sehingga dipailitkan adalah Pengadilan Niaga, dan bentuk tanggung jawab hukum direksi perseroan terbatas yang jatuh pailit sama dengan bentuk tangggung jawab hukum direksi pada perseroan terbatas yang berjalan normal. Namun, apabila direksi melakukan kelalaian atau kesalahan dan kekayaan perseroan terbatas tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, direksi bertanggung jawab secara hukum baik secara perdata maupun pidana.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Mairissa
Abstrak :
Tingginya tingkat kredit bermasalah pada bank BUMN disebabkan adanya pengkategorian piutang bank BUMN sebagai piutang negara. Pengkategorian ini menciptakan perbedaan proses penyelesaian kredit bermasalah pada bank BUMN dibandingkan pada bank swasta. Padahal di sisi lain, peraturan terkait yang berlaku saat ini belum dapat memberikan kepastian hukum mengenai kedudukan piutang bank BUMN. Penelitian ini mengkaji apakah piutang bank BUMN dapat dikategorikan sebagai piutang negara dan bagaimana proses penyelesaian kredit bermasalah pada suatu bank BUMN. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yuridis normatif. Dengan menganalisis teori-teori dalam Hukum Perseroan dan Hukum Keuangan Negara, maka dapat disimpulkan bahwa piutang bank BUMN bukan piutang Negara. Oleh sebab itu, proses penyelesaian kredit bermasalah tidak tunduk pada peraturan mengenai piutang negara (PUPN), tetapi sesuai dengan prinsip-prinsip perseroan terbatas.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrita
Abstrak :
Menteri Keuangan memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Utang Negara (SUN), namun demikian dalam hal akan diterbitkannya suatu SUN maka Menteri Keuangan harus terlebih dahulu melakukan konsultasi terhadap Bank Indonesia dan mendapatkan persetujuan dari DPR. Transaksi repo SUN adalah transaksi jual beli SUN yang disertai adanya janji untuk membeli kembali SUN yang menjadi objek transaksi pada waktu dan dengan harga tertentu. Dalam rangka untuk menciptakan keseragaman perihal transaksi repo Surat Utang Negara, serta juga untuk memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku transaksi repo, maka telah disusunlah suatu perjanjian induk untuk transaksi repo, yang dinamakan Master Repurchase Agreement (MRA). Adapun masalah yang dibahas adalah mengenai pengaturan terhadap penerbitan Surat Utang Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengenai tata cara transaksi repo sebagaimana ditetapkan dalam MRA, dan mengenai sejauh mana efektifitas MRA dalam hal memberikan perlindungan hukum terhadap para pelaku transaksi repo. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yang menyimpulkan bahwa MRA telah cukup dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku transaksi repo SUN dengan dicantumkannya beberapa klausul yang cukup dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku transaksi repo, yaitu: pembayaran dan pengalihan, pernyataan dan jaminan, pemahaman resiko dan kemandirian bertransaksi, pemeliharaan marjin, wanprestasi, penyesuaian, tuntutan terbatas, pengakhiran perjanjian, dan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S24612
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fahruzaman
Abstrak :
Pembangunan suatu proyek adalah salah suatu usaha yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam rangka melakukan ekspansi usaha. Pembahasan mengenai pembanguan proyek erat kaitannya dengan pembiayaan proyek. Salah satu Badan Usaha Milik Negara di sektor penyaluran gas bumi, yaitu PGN, bermaksud membangun Proyek Transmisi Gas Bumi dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat (“Proyek SSWJ”). Proyek tersebut akan mengalirkan gas dari Lapangan Gas milik Pertamina yaitu UEP II di Prabumulih, Sumatera Selatan untuk memenuhi kebutuhan gas di wilayah Banten dan Jawa Barat. Pembiayaan proyek tersebut diperoleh melalui pinjaman luar negeri dari Japan Bank for International Cooperation (“JBIC”). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pengajuan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan proyek, adalah : persyaratan administrasi, persyaratan teknis, dan persyaratan finansial. PGN telah memenuhi prosedur dan mekanisme di dalam perolehan pinjaman luar negeri tersebut yang mengacu kepada Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 185/KMK.03/1995 dan KEP.031/KET/5/1995 tentang Tata Cara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam rangka Pelaksanaan APBN. Demikian pula dengan jaminan yang dipasang PGN dalam perolehan pinjaman luar negeri dari JBIC tersebut, yang berupa jaminan dari Pemerintah RI. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>