Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Azhari Taufik
"Latar Belakang: Sepsis berat dan syok sepsis merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas di ruang perawatan intensif. Komplikasi sepsis sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem kardiovaskular yang berisiko berkembang terjadi syok. Deteksi dan resusitasi dini syok pada sepsis bermanfaat mencegah terjadinya hipoperfusi. Berdasarkan protokol EGDT dengan menggunakan parameter mikrosirkulasi sistemik misalnya kadar laktat, ScvO2 dan nilai P(cv-a)CO2 dapat menurunkan angka mortalitas dibanding dengan metode sederhana. Pasien dengan perfusi sistemik yang normal, masih memungkinkan terjadi hipoperfusi regional. Regio splanknik, merupakan salah satu organ yang paling awal mengalami hipoperfusi yang tidak terdeteksi berdasarkan parameter hemodinamik sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hipoperfusi splanknik dengan metode sederhana yaitu volume residu lambung dengan melihat hubungan dengan parameter mikrosirkulasi sistemik yaitu kadar laktat, ScvO2 dan nilai P(cv-a)CO2.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan uji korelasi antara volume residu lambung dan kadar laktat, ScvO2 dan nilai P(cv-a)CO2 yang diambil secara konsekutif pada pasien sepsis berat dan syok sepsis pascaresusitasi di ICU RSCM pada bulan Februari 2014 sampai April 2014. Seluruh subyek penelitian dilakukan pengkuran volume residu lambung dan kadar laktat, ScvO2 dan nilai P(cva) CO2 pada jam ke-0, ke-8 dan ke-24. Angka kematian dilihat selama 28 hari kemudian.
Hasil: Sebanyak 53 subyek diikutsertakan dalam penelitian ini. Tidak terdapat korelasi secara signifikan antara volume residu lambung dan kadar laktat, ScvO2 dan nilai P(cv-a)CO2 pada jam ke-0, ke-8 dan ke-24. Didapatkan korelasi lemah antara volume residu lambung dan nilai P(cv-a)CO2 pada jam ke-0 (r:0,37 ; p:0.006). Tingkat mortalitas 28 hari sebesar 58,4%, sebagian besar pasien meninggal di ICU.
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi secara signifikan antara volume residu lambung dengan kadar laktat, ScvO2 dan nilai P(cv-a)CO2 pada jam ke-0, ke-8 dan ke-24.

Background: Severe sepsis and septic shock caused of mortality and morbidity in intensive care. Complications of sepsis is closely associated with a decreasing of cardiovascular system function that can develops to shock. Detection and early resuscitation in septic shock are useful to prevent the hypoperfusion. Based EGDT protocol using systemic microcirculation parameters, for example the levels of lactate, ScvO2 and P (cv-a) CO2 may reduce mortality compared with a simple parameters. Patients with normal systemic perfusion, still allowing regional hypoperfusion. Splanchnic region, is one of the earliest organ hypoperfusion were not detected by the systemic hemodynamic parameters. This study aims to assess splanchnic hypoperfusion with a simple method that gastric residual volume by looking the relationship with systemic microcirculation parameters,that the levels of lactate, ScvO2 and the value of P (cv-a) CO2.
Methods: This study was a cross-sectional study to test the correlation between gastric residual volume and levels of lactate, ScvO2 and the value of P (cv-a) CO2 taken consecutively in patients with postresusitation of severe sepsis and septic shock in ICU RSCM in February 2014 to April 2014. the whole subject of the research carried out taking the measurements of gastric residual volumes and levels of lactate, ScvO2 and the value of P (cv-a) CO2 at 0, 8 and 24. The mortality rate seen during 28 days later.
Results: A total of 53 subjects enrolled in this study. There was no significant correlation between gastric residual volume and levels of lactate, ScvO2 and the value of P (cv-a) CO2 at 0, 8 and 24 hour. Obtained a weak correlation between gastric residual volume and value of P (cv-a) CO2 at-0 (r: 0.37, p: 0.006). The mortality rate was 58.4% 28 days, most of the patients died in the ICU.
Conclusions: There was no significant correlation between the rate of gastric residual volume lactate, ScvO2 and the P (cv-a) CO2 at the 0, 8 th and 24 th.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Agus Waluyo Jati
"Latar Belakang: Anemia atau kadar hemoglobin yang menurun dari nilai normalnya merupakan permasalahan yang biasa terjadi pada pasien kritis di Intensive Care Unit (ICU) dan 61% pasien anemia membutuhkan ventilasi mekanik. Anemia dapat mengganggu kemampuan ventilasi selama proses penyapihan dan ekstubasi. Namun pengaruh dari kadar hemoglobin yang menurun ini masih belum jelas dan diperdebatkan oleh karena itu telaah sistematis ini dibuat untuk mengambil kesimpulan apakah kadar hemoglobin berpengaruh terhadap proses penyapihan dan ekstubasi pada pasien kritis dengan ventilasi mekanik berdasarkan penelitian-penelitian yang tersedia.
Tujuan: Mengetahui efek kadar hemoglobin terhadap proses penyapihan dan ekstubasi pada pasien kritis dengan ventilasi mekanik.
Metode: Dengan menggunakan kata kunci spesifik, dilakukan pencarian artikel potensial secara komprehensif pada PubMed, EMBASE, Scopus dan Cochrane database dengan pembatasan waktu 2013 sampai dengan 2022. Protokol studi ini telah di registrasi di PROSPERO (CRD42022336646) pada tanggal 7 Agustus 2022.
Hasil: Total 7 penelitian dengan 2.054 pasien dengan ventilasi mekanik memenuhi kriteria untuk penelitian ini dan dimasukkan dalam tinjauan sistematis. Setelah pemeriksaan database menyeluruh, dilaposkan satu studi tidak menemukan korelasi antara hemoglobin dan keberhasilan proses penyapihan dan ekstubasi. Enam penelitian menyatakan bahwa kadar hemoglobin berhubungan dengan keberhasilan proses penyapihan dan ekstubasi pada pasien sakit kritis dengan ventilasi mekanik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kadar hemoglobin mempengaruhi proses penyapihan dan ekstubasi pada pasien sakit kritis dengan ventilasi mekanik. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkonfirmasi hasil tinjauan sistematis ini.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan kadar hemoglobin mempengaruhi proses penyapihan dan ekstubasi pada pasien kritis dengan ventilasi mekanik. Namun dibutuhkan penelitian yang lebih banyak untuk mengkonfirmasi hasil telaah sistematis ini.

Background: Anemia or hemoglobin levels that decrease from average values ​​is a common problem in critical Intensive Care Unit (ICU) patients, and 61% of anemic patients require mechanical ventilation. Anemia can impair ventilation ability during weaning and extubation. However, the effect of decreased hemoglobin levels is still unclear and debated; therefore, this systematic review was made to conclude whether hemoglobin levels affect weaning and extubation processes in critically ill patients with mechanical ventilation based on available studies.
Objective: To determine the effect of hemoglobin levels on the process of weaning and extubation in critically ill patients with mechanical ventilation.
Methods: Using specific keywords, a comprehensive search of potential articles was carried out on PubMed, EMBASE, Scopus, and Cochrane databases with a time limit of 2013 to 2022. This study protocol was registered at PROSPERO (CRD42022336646) ) on August 7th, 2022.
Result: A total of 7 studies with 2,054 patients with mechanical ventilation met the criteria for this study and were included in a systematic review after a thorough database check. One study found no correlation between hemoglobin and the successful weaning and extubation process. Six studies stated that hemoglobin levels were associated with the success of the weaning and extubation process in critically ill patients with mechanical ventilation.
Conclusion: This study concludes that hemoglobin levels influence the weaning and extubation processes in critically ill patients with mechanical ventilation. However, more research is needed to confirm the results of this systematic review.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Suwan Djaja
"Latar Belakang : Akumulasi cairan yang telah terjadi pasien sepsis dan diperberat oleh resusitasi cairan memiliki dampak buruk terhadap organ ginjal (sepsis related kidney injury). Oleh karena itu, tujuan penelitian ini ingin menilai efektivitas deresusitasi dini menggunakan furosemide terhadap kejadian AKI pada pasien sepsis dengan menggunakan pNGAL sebagai parameter AKI. Metode : Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak tersamar ganda, yang dilakukan pada pasien sepsis di ICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada periode Juli – Desember 2023. Kadar pNGAL diperiksa pada jam ke-0 dan ke-48 jam perawatan ICU. Sebanyak 40 subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 20 pasien pada kelompok perlakuan diberikan injeksi furosemide kontinyu 2 mg/jam, dan 20 pasien pada kelompok kontrol diberikan injeksi placebo 2 mL/jam. Hasil : Ditemukan kadar pNGAL telah meningkat sejak awal perawatan di ICU pada semua subjek. Tidak terdapat perbedaan bermakna selisih kadar pNGAL jam ke-0 dan ke-48 (p=0,146). Ditemukan penurunan kadar pNGAL yang cukup besar pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kadar laktat, TVS, lama perawatan ICU, lama penggunaan ventilator pada kedua kelompok tidak ditemukan berbeda bermakna. Rerata balans cairan pada jam ke-24 ditemukan lebih rendah pada kelompok intervensi (-391,01 ± 871,59 mL vs. 586,90 ± 1382 mL, p=0,016). Proporsi subjek yang menerima terapi pengganti ginjal dan mengalami kematian dalam 28 hari juga tidak berbeda signifikan. Simpulan : Penggunaan furosemide bermanfaat untuk mengurangi akumulasi cairan dalam 24 jam pertama perawatan sehingga menghambat progresifitas kerusakan tubulus ginjal pada pasien SAKI.

Background: Fluid accumulation occurs in septic patients and is increased by fluid resuscitation, causing kidney damage. This study aimed to determine the effectiveness of early deresuscitation with furosemide on the incidence of AKI in sepsis patients using pNGAL as an AKI parameter. Methods: This study used a double-blind, randomized clinical trial design conducted on sepsis patients in the ICU at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) in July – December 2023. pNGAL levels were measured at the first and 48th hours of ICU care. A total of 40 participants were divided into two groups: 20 patients in the treatment group were given continuous furosemide injections at a rate of 2 mg/hour, while 20 patients in the control group were given placebo injections of 2 mL/hour. Results: pNGAL levels had increased since all subjects started treatment in the ICU. There was no difference in changes of pNGAL levels at 0 and 48 hours (p=0.146). A trend of reduction in pNGAL levels was found in the intervention group compared to the control group. Lactate levels, TVS, length of ICU stay, and length of ventilator use in the two groups were not found to be significantly different. Fluid at 24 hours was lower in the intervention group (-391.01 ± 871.59 mL vs. 586.90 ± 1382 mL, p=0.016). The proportion of participants who underwent renal replacement therapy and died within 28 days showed no significant difference. Conclusion: Furosemide effectively lowers fluid accumulation in the first 24 hours of therapy, slowing the course of renal tubular injury in SAKI patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library