Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Juhdi Syarif
"ABSTRAK
Penelitian ini memfokuskan kajiannya tentang sikap Abuya Dimyati terhadap perubahan politik pada Pemilu 1977. Penelitian ini mempertanyakan mengapa Abuya Dimyati mengambil sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru menjelang Pemilu 1977, bagaimana reaksi masyarakat Banten atas penangkapan Abuya Dimyati pada 14 Maret 1977. Tujuan penelitian yaitu: menjelaskan sikap Abuya Dimyati terhadap perubahan politik dan sikap kritis beliau yang mengambil sikap berbeda dengan penguasa Pemerintah Orde Baru pada Pemilu 1977, serta menjelaskan reaksi masyarakat Banten atas penangkapan Abuya Dimyati. Metodologi strukturis yang didasarkan pada teori strukturasi Anthony Giddens digunakan untuk memahami keterkaitan antara struktur dan manusia agency dengan mengacu kepada konsep: gerakan tarekat, gerakan sosial-keagamaan, hubungan doktrin dengan perilaku politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Orde Baru berupaya mempertahankan kemenangan Pemilu 1971 dengan melakukan kebijakan fusi partai politik pada 1973 dan memaksa masyakat dengan cara intimidasi untuk memilih partai pemerintah pada Pemilu 1977. Rangkaian peristiwa fusi dan intimidasi menjelang Pemilu 1977 membuat Abuya Dimyati menasihati masyarakat agar tidak mau dipaksa oleh Pemerintah Orde Baru. Dalam kaitan ini Abuya Dimyati, berperan sebagai kiai dan juga Culture Broker, yang mampu menerjemahkan situasi sosial politik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kondisi ini memperlihatkan ulama atau kiai menduduki posisi kunci dalam struktur kebudayaan masyarakat Banten.

ABSTRACT
The focus of this study is Abuya Dimyati 39 s attitude toward political shift in the 1977 Election. The study questions why Abuya Dimyati took a critical stand against the New Order government 39 s policies prior to the 1977 Election, how the People of Banten reacted to Abuya Dimyati 39 s arrest on 14 March 1977. The purpouse of the study is to explain the attitude of Abuya Dimyati against the political shift and why he took a stand opposing the New Order government 39 s policies before the 1977 Election, and to explain the reaction of Banten rsquo s Community when Abuya Dimyati was arrested. The structural method, based on the structural theory of Anthony Giddens is used to understand the relationship between structure and human agency by referring to the concepts of the tarekat movement, the social religious movement, and the doctrinal relationship with political behaviour. The result of this study shows that the New Order government attempted to defend their victory in the 1971 Election by implementing the policy of polical parties rsquo fusion in 1973 and forced the community by way of intimidation to vote for the government party in the 1977 Election. Series of events related with the fusion and intimidation prior to 1977 election attempted Abu Dimyati to advise the people not to be intimidated by the New Order government. In this regard, Abu Dimyati acted as a Kiai and a Culture Broker, who could translate the social political situation needed by the society. This condition shows that Ulema or Kiai holds an important position in the cultural structure of Banten rsquo s society. "
2018
D2379
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eneng Ervi Siti Zahroh Zidni
"Konflik Israel-Palestina merupakan isu global yang kompleks dan berkepanjangan, yang melibatkan bermacam-macam aktor internasional. Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia berperan signifikan sebagai aktor non-negara dalam mendukung kemerdekaan dan perdamaian bagi Palestina. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran NU dalam mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, menggunakan pendekatan kualitatif yang meliputi studi literatur, wawancara, serta analisis menyeluruh. Penelitian ini mengadopsi empat kerangka teori utama: teori Non-State Actor (NSA) oleh Nye dan Keohane, teori resolusi konflik oleh Johan Galtung, teori Peace Building oleh Lederach, dan teori gerakan sosial oleh Zaldi dan McCarthy. Analisis mengungkapkan bahwa NU dapat dikategorikan sebagai Religious Transnational Actor dalam kerangka teori Soft Power yang dikemukakan oleh Jeffrey Haynes, ditunjang oleh Cross-Border Interfaith Collaboration Concept. Penelitian ini juga membantah argumen bahwa agama kurang memiliki peran penting dalam politik internasional pada abad -20. NU, sebagai organisasi masyarakat sipil berbasis keagamaan, telah mengintegrasikan agama dalam urusan politik dan diplomasi sejak awal abad ke-20, contohnya melalui pembentukan Komite Hijaz. Tokoh-tokoh berpengaruh dalam NU, seperti Abdurrahman Wahid, Hasyim Muzadi, Said Aqil Siradj, dan Yahya Cholil Staquf, menunjukkan kepedulian mendalam terhadap perdamaian Israel-Palestina. NU secara konsisten mengangkat isu perdamaian Palestina melalui Muktamar, yang merupakan forum tertinggi dalam organisasi, dan mengimplementasikan keputusan ini melalui berbagai mekanisme diplomasi multi-track. Ini termasuk diplomasi soft power, gerakan filantropis, aksi solidaritas berbasis agama, dialog antaragama, serta mendukung kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjaga kedaulatan Palestina. Dengan demikian, penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang kontribusi NU dalam usaha mencapai perdamaian dan menegaskan kembali peran strategis agama dalam politik internasional

Konflik Israel-Palestina merupakan isu global yang kompleks dan berkepanjangan, yang melibatkan berbagai aktor internasional. Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia memainkan peran penting sebagai aktor non-negara dalam mendukung kemerdekaan dan perdamaian bagi Palestina. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran NU dalam mencapai perdamaian antara Israel dan Palestina, menggunakan pendekatan kualitatif yang mencakup studi literatur, wawancara, dan analisis komprehensif. Penelitian ini mengadopsi empat kerangka teori utama: teori Aktor Non-Negara (NSA) oleh Nye dan Keohane, teori resolusi konflik oleh Johan Galtung, teori Peace Building oleh Lederach, dan teori gerakan sosial oleh Zaldi dan McCarthy. Analisis tersebut mengungkapkan bahwa NU dapat dikategorikan sebagai Aktor Transnasional Keagamaan dalam kerangka teori Soft Power yang dikemukakan oleh Jeffrey Haynes, yang didukung oleh Konsep Kolaborasi Lintas Batas Antaragama. Penelitian ini juga membantah argumen bahwa agama telah memainkan peran yang kurang penting dalam politik internasional di abad ke-20. NU, sebagai organisasi masyarakat sipil berbasis agama, telah mengintegrasikan agama ke dalam politik dan diplomasi sejak awal abad ke-20, misalnya melalui pembentukan Komite Hijaz. Tokoh-tokoh berpengaruh di NU, seperti Abdurrahman Wahid, Hasyim Muzadi, Said Aqil Siradj, dan Yahya Cholil Staquf, telah menunjukkan perhatian yang mendalam terhadap perdamaian Israel-Palestina. NU secara konsisten mengangkat isu perdamaian Palestina melalui Muktamar, yang merupakan forum tertinggi dalam organisasi, dan mengimplementasikan keputusan ini melalui berbagai mekanisme diplomatik multi-jalur. Ini termasuk diplomasi soft power, gerakan filantropi, aksi solidaritas berbasis agama, dialog antaragama, dan mendukung kebijakan pemerintah Indonesia dalam menjaga kedaulatan Palestina. Dengan demikian, studi ini memberikan wawasan yang mendalam tentang kontribusi NU terhadap upaya mencapai perdamaian dan menegaskan kembali peran strategis agama dalam politik internasional."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2025
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library