Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Gifrandy Gustiraharjo
"Polilaktida telah banyak digunakan dalam aplikasi implan fiksasi internal dikarenakan sifatnya yang kompatibel secara biologis dan mampu terdegradasi di dalam tubuh tanpa menghasilkan efek samping. Terdapat dalam dua bentuk stereoreguler, pada penelitian ini digunakan poli(L-laktida) (PLLA) dan poli(D,L-laktida) (PDLLA) untuk mengatur derajat kristalinitas material. Penambahan polietilena glikol (PEG) 400 sebagai plasticizer dilakukan untuk menurunkan kekuatan termal dan mekanik, agar dihasilkan material yang dapat membentuk kontur tulang dengan mudah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan PEG sebanyak 0%, 4%, 8%, dan 12% ke dalam campuran PLLA/PDLLA dengan perbandingan 70:30. Sintesis spesimen dilakukan dengan solution blending menggunakan pelarut diklorometana (DCM). Pengujian DSC memberikan hasil berupa penurunan Tm dan ΔHm seiring dengan penambahan PEG. Di sisi lain, indeks kristalinitas pada XRD mengalami peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi PEG hingga titik optimum 8%. Hal ini mengindikasikan PEG memplastisasi rantai PLA dengan teori lubrikasi, sehingga saat solidifikasi rantai PLA akan cenderung mengalami fenomena lipatan akibat menurunnya friksi antarrantai. Analisis lebih lanjut dilakukan dengan pengujian degradasi dalam media PBS, di mana semakin besar konsentrasi PEG, pengurangan massa terjadi lebih cepat. FTIR menunjukkan proses degradasi didahului dengan pelarutan PEG, sehingga menyisakan ruang kosong dalam matriks PLA dan meningkatkan ketidakteraturan konformasi rantai PLA. Semakin lama waktu degradasi, puncak α-kristalin pada FTIR mengalami penurunan frekuensi, mengindikasikan PLA terdegradasi pada fasa amorf terlebih dahulu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PEG memplastisasi rantai PLLA/PDLLA dengan teori lubrikasi, sehingga friksi antarrantai PLA akan menurun dan meningkatkan mobilitas rantainya. Hal ini menurunkan ketahanan termal, kekuatan mekanik, dan ketahanan degradasi, namun meningkatkan kristalinitasnya akibat rantai PLA yang terlumas.
Polylactide has been extensively used as internal fixation implant owing to its biocompatibility and degradability in vivo without significant side effect. Exists in two stereoregular configuration, this study used poly(L-lactide) (PLLA) and poly(D,L-lactide) (PDLLA) to monitor the crystallinity degree of the material. Polyethylene glycol (PEG) 400 was added into the blend to function as plasticizer, which subsequently reduced the thermal and mechanical properties. The objective of this study is to analyze the addition of 0%, 4%, 8%, and 12% PEG into PLLA/PDLLA blend with 70:30 ratio. The specimens were synthesized using solution blending method with dichloromethane (DCM) as the solvent. DSC thermogram showed decreases in Tm and ΔHm with increasing PEG content. However, XRD exhibited an increasing in crystallinity index as PEG concentration was escalated, with an optimum concentration of 8%. This indicates that PEG plasticized PLA chain with lubrication theory, where it would go through folding phenomena under solidification process because the intermolecular friction was reduced. Further analysis was carried out with degradation in PBS media, where higher PEG concentration yielded higher mass loss. FTIR showed that degradation process firstly occurred with PEG dissolution in PBS, leaving higher free volume in PLA matrix and increasing conformational irregularity of PLA chain. Increasing degradation time showed lower frequency of α-crystalline peak in FTIR, indicating PLA firstly degraded in the amorphous phase. This study showed that PEG plasticized PLA with lubrication theory, where it would reduce the intermolecular friction and increase chain mobility. This mechanism reduced thermal, mechanical, and degradation resistance, but increase the crystallinity index due to lubricated PLA chains."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aghnia Ilmiah Nurhudan
"Studi ini bertujuan untuk menganalisa design rules dalam membuat sebuah spesimen berbasis orientasi posisi dan juga mengembangkan alat rapid prototyping berbasis ekstrusi proses untuk meninjau kualitas dari system tersebut. Orientasi posisi yang digunakan terdiri dari tujuh variasi sudut, diantaranya 0°, 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Semua variasi di fabrikasi menggunakan mesin FDM Creality Ender 5 dan selanjutnya dilakukan pengujian berupa Uji Tarik. Dari hasil pengujian spesimen yang memiliki kekuatan terbesar yaitu orientasai posisi 90° dengan nilai 30,6 MPa, sedangkan kekuatan terkecil yaitu orientasi posisi 0° dengan nilai 7,5 MPa. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa kekuatan dari spesimen dipengaruhi oleh gaya yang diterima, bentuk spesimen, dan posisi cetak. Hasil dari pengujian memperlihatkan kondisi bahwa kualitas spesimen tidak hanya dipengaruhi oleh orientasi posisi cetak saja, tapi juga kualitas material, suhu printing, dan ukuran dari tiap lapisannya. Begitu pula alat rapid prototyping yang dikembangkan memperlihatkan bahwa mampu cetak dari sebuah mesin additive manufacturing bukan hanya dipengaruhi oleh suhu printing, ukuran tiap lapisan, kualitas material, maupun orientasi cetak. Namun juga dipengaruhi oleh konstruksi dan kontinyuitas dari sistem mesin tersebut. Setelah proses pengembangan berjalan, konstruksi mampu menghasilkan spesimen dengan ke akuratan dimensi yang lebih baik meski belum maksimal dan perlu dikembangkan lebih jauh lagi. Ukuran dari spesimen terdapat penyimpangan dan celah antar lapisan. Namun nilai penyimpangan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan spesimen hasil dari default mesin.
This study aims to analyze the design rules in making a specimen based on position orientation and develop a rapid prototyping tool based on the extrusion process to review the system's quality. The direction of the position used consists of seven variations of angles, including 0°, 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, and 90°. All variations are fabricated using the Creality Ender 5 machine and then tested in a Tensile Test. From the test results, the greatest strength is the 90° position with a value of 30.6 MPa, while the smallest strength is the orientation of the 0° position with a 7.5 MPa. These results illustrate that the strength is influenced by force received, the shape of the specimen, and the print position. That quality is influenced by the orientation of the print position, quality of the material, printing temperature, and the size of each layer. Likewise, the rapid prototyping tool developed shows that the printability of an additive manufacturing machine is not only affected by the printing temperature, the size of each layer, the quality of the material, and the print orientation. However, it is also influenced by the construction and continuity of the machine system. After the development process runs, the structure is able to produce specimens with better dimensional accuracy even though it is not maximized and needs to be developed further. The size of the specimen has irregularities and gaps between layers. However, the deviation value is smaller than the specimen results from the machine default. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library