Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Nabila
"Latar belakang: Tujuan utama perawatan ortodonti bukan hanya untuk mendapatkan oklusi yang ideal tetapi juga meningkatkan estetika wajah. Profil wajah merupakan salah satu indikator untuk melihat estetika wajah. Persepsi Ortodontis, Dokter Gigi, dan masyarakat awam mengenai profil wajah perlu diketahui untuk mencapai tujuan perawatan ortodontik. Tujuan: Mengetahui perbedaan persepsi antara Ortodontis, Dokter Gigi, dan masyarakat awam tentang profil wajah berdasarkan analisis Arnett dan Bregman. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan desain potong lintang. Penilaian profil wajah dengan sudut 50,80 ,110, 140 ,170 menurut analisis Arnett dan Bregman dilakukan oleh Ortodontis, Dokter Gigi, dan masyarakat awam yang masing-masing berjumlah 35 orang menggunakan VAS. Data diuji menggunakan Kruskal-Wallis dan Mann Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna antara persepsi Ortodontis, Dokter Gigi, dan masyarakat awam terhadap profil wajah (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna menurut statistik antara persepsi Ortodontis, Dokter Gigi, dan masyarakat awam terhadap profil wajah dengan sudut kecembungan 50,80, dan 110 pada laki-laki (p> 0,05) dan 50,110,140, dan 170 pada perempuan (p> 0,05). Ortodontis dan Dokter Gigi memiliki preferensi pada profil wajah lurus dan masyarakat awam memiliki perferensi pada profil wajah cekung. Kesesuaian paling tinggi terhadap analisis jaringan lunak menurut Arnett dan Bregman yaitu Ortodontis, diikuti oleh Dokter Gigi, dan kemudian masyarakat awam. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan persepsi antara Ortodontis, Dokter Gigi, dan masyarakat awam tentang profil wajah, namun terdapat perbedaan persepsi masing-masing Ortodontis, Dokter Gigi, dan masyarakat awam terhadap variasi sudut kecembungan wajah (50,80 ,110, 140 ,170) menurut Arnett dan Bregman.

Background: The main purpose of orthodontics treatment is not only to achieve ideal occlusion but also to improve facial aesthetics. Facial profile is one of the indicators to show facial aesthetics. The facial profile perception of Orthodontists, Dentists, and Laypeople sometimes need to be assessed to meet the purpose of orthodontics treatment. Objectives: To compare facial profile perception between Orthodontists, Dentists, and Laypeople according to Arnett and Bregman facial profile analysis. Methods: This study was a comparative analytic with cross-sectional design. Facial profile convexity of 50, 80,110,140,170 in male and female were assessed using VAS by 35 Orthodontists, Dentists, and Laypeople respectively. Data were tested using the Kruskal-Wallis and the Mann Whitney test. Result: There was a significant difference of facial profile perception between Orthodontists, Dentists, and Laypeople (p< 0.05) There was no significant difference of facial profile perception with facial profile convexity of 50, 80,110 in male (p> 0.05) and 50,110,140,170 in female (p> 0.05) between Orthodontists, Dentists, and Laypeople. Orthodontists and Dentists preference was a straight facial profile and the Laypeople preference was a concave facial profile. The group that met the highest agreement with Arnett and Bregman facial profile analysis was the Orthodontists, followed by the Dentists, and Laypeople. Conclusion: There was no significant difference of facial profile perception between Orthodontists, Dentists, and Laypeople. However, there was significant difference of facial profile perception between Orthodontists, Dentists, and Laypeople with variation facial convexity (50, 80,110,140,170) according to Arnett and Bregman."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelitha Shavira
"Latar Belakang: Gigi berjejal seperti yang dijelaskan oleh Nance, adalah perbedaan antara ruang yang diperlukan di dalam lengkung gigi dengan ruang yang ada di dalam lengkung gigi. Banyak faktor telah dievaluasi dan ditemukan terkait dengan gigi berjejal, termasuk perbedaan antara ukuran gigi, lebar lengkung dan panjang lengkung gigi. Penelitian ini dilakukan pada usia remaja karena sebagian besar anak usia pertumbuhan khususnya remaja di Indonesia mengalami gigi berjejal. Tujuan: Mengetahui korelasi antara Lebar Lengkung gigi dengan Panjang Lengkung gigi permanen rahang atas pada remaja dengan gigi berjejal. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasi dengan desain potong lintang. Dilakukan pencetakan rahang atas dan bawah pada 52 subjek penelitian sesuai kriteria inklusi untuk menghitung Lebar Lengkung yaitu Lebar Interkaninus dan Lebar Intermolar dan Panjang Lengkung yaitu Panjang Lengkung Gigi Anterior dan Panjang Lengkung Gigi Total rahang atas. Digunakan uji
korelasi Pearson untuk analisis korelasi antara Lebar Lengkung dan Panjang Lengkung gigi. Hasil: Uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat korelasi linier positif lemah yang bermakna secara statistik antara Lebar Interkaninus dengan Panjang Lengkung Gigi Anterior (r = 0,28, p=0,04). Sedangkan pada hasil uji korelasi Lebar Intermolar dan
Panjang Lengkung Gigi Total, tidak terdapat korelasi linier yang bermakna secara statistik (r=0,13, p=0,36). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara Lebar Interkaninus dan Panjang Lengkung Gigi Anterior, namun tidak terdapat hubungan antara Lebar Intermolar dan Panjang Lengkung Gigi Total.
Background: Dental crowding as described by Nance is the difference between the space needed in the arch and the space available in that arch that is the space discrepancy. Many factors have been evaluated and found to be related to dental crowding, including discrepancy between tooth size, arch width, and arch length. This research was conducted in adolescence because most growing age in Indonesia,
especially adolescents have dental crowding. Objective: To determine the correlation between maxillary arch width and length of crowded permanent dentition in the adolescent. Methods: This research was an analytic correlation study with crosssectional design. Study model of 52 selected sample based on inclusion criteria were used to measure the arch widths are calculated by measuring Intercanine Width and Intermolar Width and arch lengths are calculated by measuring Anterior and Total Arch Length. The Pearson correlation was used to analyse the correlation between the arch widths and arch lengths. Result: Pearson correlation test showed that there was statistically significant with weak positive liniear correlation (r=0,28, p=0,04) between the Intercanine Width and the Anterior Arch Length. Whereas there was no statistically
significant (r=0,13, p=0,36) between the Intermolar Width and Total Arch Length. Conclusion: There was correlation between Intercanine Width and Anterior Arch Length, but there was no correlation between Intermolar Width and Total Arch Length."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almas Edita Ramadhanti
"

Latar belakang: Maloklusi merupakan masalah gigi dan mulut dengan prevalensi terbayak ke-3 di dunia, menurut WHO. Keadaan ini tidak diimbangi dengan adanya kesadaran mengenai maloklusi dan efek buruknya. Masih banyak anak-anak dan remaja yang belum mengetahui mengenai maloklusi dan menganggap hal tersebut normal. Kesadaran terhadap maloklusi ini dapat memengaruhi kebutuhan perawatan ortodonti. Tujuan: Mengetahui hubungan antara tingkat kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, korelasi komponen ICON dengan kebutuhan perawatan, dan korelasi komponen kuesioner dengan kesadaran maloklusi Metode: dilakukan penelitian potong lintang pada 56 remaja berusia 12-15 tahun. Subjek diberikan kuesioner mengenai kesadaran maloklusi dan kemudian dilakukan pencetakan rahang dan pembuatan model studi untuk dinilai kebutuhan perawatan ortodontinya berdasarkan ICON. Hasil: Berdasarkan uji Chi-square, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kesadaran maloklusi dengan kebutuhan perawatan ortodonti (P>0,05). Berdasarkan uji Kendall’s tau-b, komponen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar terhadap kebutuhan perawatan dan kesadaran maloklusi. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kesadaran mengenai maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti pada remaja, kompnen estetika dental dan pertanyaan mengenai masalah pada gusi mempunyai korelasi paling besar.

 


Background: Malocclusion is the third most common oral problem in the world. This situation is not supported with an adequate awareness of malocclusion. There are still children and adolescents who are not aware about malocclusion and consider the situation is normal. Awareness of malocclusion can influence the need for orthodontic treatment. Objectives: Discover the relationship between malocclusion awareness and orthodontic treatment needs among adloescent, correlation between ICON components and treatment needs, and correlation between questionaire component with awareness of malocclusion Methods: A cross-sectional study was done towards adolescents aged 12-15. They were given questionaire about awareness of malocclusion and jaws impressing were also done which were used to make study models in order to determine the treatment needs according to ICON. Result: According to Chi-square test, there is no statistically significant difference between awareness of malocclusion and orthodontic treatment needs (P>0,05).  Based on Kendall’s tau-b test dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness. Conclusion: There is no relationship between malocclusion awarenes and orthodontic treatment needs among adolescent. Dental aesthetic and question about gum problems have the greatest correlation toward treatment needs and malocclusion awareness.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angeline Pandora Djuhadi
"Latar Belakang: Inklinasi gigi insisivus merupakan titik utama dalam menentukan rencana perawatan demi mewujudkan hasil yang estetis dan seimbang. Profil wajah seseorang sangat mempengaruhi persepsi estetika dan penampilan. Di Indonesia, penelitian mengenai hubungan inklinasi gigi insisivus dengan profil jaringan keras dan lunak wajah masih sangat jarang dilakukan, terutama pada pasien dengan maloklusi kelas II. Di sisi lain, pasien dengan maloklusi skeletal kelas II seringkali memiliki masalah pada inklinasi gigi dan profil wajah sehingga penelitian ini sangat penting untuk dilakukan. Tujuan: Mengetahui korelasi inklinasi gigi insisivus rahang atas dan bawah terhadap profil jaringan keras dan lunak wajah pada pasien maloklusi skeletal kelas II.Metode: Pengambilan sampel penelitian berupa radiograf sefalometri lateral digital pasien dengan skeletal kelas II yang diperiksa dengan alat yang terstandarisasi dari suatu klinik yang sama kemudian dilakukan identifikasi landmark dan analisis sudut dengan aplikasi OneChep untuk diperoleh data berupa besar sudut inklinasi insisivus dari analisis Eastman, profil jaringan keras wajah dari analisis Down, dan profil jaringan lunak wajah dari analisis Holdaway. Analisis data dengan uji korelasi Pearson. Hasil: Uji korelasi Pearson antara inklinasi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap seluruh parameter uji profil jaringan keras dan lunak wajah menunjukkan angka signifikansi lebih besar dari 0,05. Maka diperoleh hasil bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan skeletal kelas II. Tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang bawah terhadap profil jaringan keras wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah dan kecembungan wajah serta terhadap profil jaringan lunak wajah yang ditunjukkan dengan parameter sudut wajah jaringan lunak pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II. Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara inklinasi gigi insisivus rahang atas maupun rahang bawah terhadap profil jaringan lunak dan keras wajah pada pasien dengan maloklusi skeletal kelas II.

Background: Incisors inclination is one of the main point on deciding the treatment plan to bring an aesthetic and balanced result. Facial profile also have a great impact on the perception of aesthetic and appearance. In Indonesia, research about the correlation of incisors inclination with facial profile is rarely done, especially in patient with class II skeletal malocclusion. On the other hand, patient with class II skeletal malocclusion usually have problems regarding incisors inclination and facial profile. Hence, research about the correlation on incisors inclination with soft and hard tissue facial profile is really important to conduct. Objective: Determine the correlation of incisors inclination with soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion. Method: 52 sample of lateral cephalometric radiograph from patient with class II skeletal malocclusion from standardized lab were analyzed with an application called OneChep to gain the data of incisors inclination from Eastman analysis, hard tissue facial profile from Down analysis, and soft tissue facial profile from Holdaway analysis. Then, the data was tested for correlation using Pearson Correlation test. Result: Pearson correlation test on class II skeletal malocclusion patient showed the significance value between maxillary and mandibular incisors inclinations towards hard and soft tissue facial profile were >0.05 on each of the parameter. The parameters used on hard tissue facial profile were facial angle and angle of convexity from Down analysis. The parameter used on soft tissue facial profile was soft tissue facial angle by Holdaway analysis. Thus, there were no correlation between maxillary incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle, also no correlation between mandibular incisors inclination and facial angle, angle of convexity and soft tissue facial angle in patient with class II skeletal malocclusion. Conclusion: There were no correlation between maxillary and mandibular incisors inclination toward soft and hard tissue facial profile in patient with class II skeletal malocclusion.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Putri Secoria
"Latar Belakang : Pada sebagian besar kasus maloklusi skeletal kelas III terdapat kombinasi antara elemen dental dan skeletal yang bervariasi. Beberapa elemen tersebut diantaranya adalah pola kerangka vertikal wajah dan inklinasi insisivus mandibula. Hubungan antara gigi insisivus mandibula dan posisinya terhadap bidang mandibula seringkali menjadi pedoman dasar dokter gigi untuk merencanakan perawatan ortodontik, karena dianggap sebagai salah satu kunci dalam diagnostik ortodontik. Tujuan : Mengetahui perbedaan inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, Hiperdivergen. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif numerik secara potong lintang. Penelitian dilakukan pada 54 sefalomeri lateral pasien ortodontik sesuai kriteria inklusi. Digunakan uji komparasi One-Way ANOVA dan uji Post Hoc Bonferroni untuk melihat perbedaan inklinasi insisivus mandibula antar kelompok. Hasil : Uji komparasi One-Way ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik inklinasi gigi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III antara ketiga kelompok wajah tersebut. Selanjutnya berdasarkan uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna inklinasi insisivus mandibula pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola wajah Hipodivergen. Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara inklinasi gigi insisivus mandibular pada kasus maloklusi skeletal kelas III dengan pola kerangka vertikal wajah Hipodivergen, Normodivergen, dan Hiperdivergen.

Background : There are various combinations of dental and skeletal elements in most cases of class III malocclusion. Some of these elements include the vertical facial patterns and the mandibular incisors inclination. The relationship between the mandibular incisors and their position towards the mandibular plane is often the basic guideline for dentists to plan orthodontic treatment, because it is considered as one of the keys in orthodontic diagnostics. Objective : To compare the difference of mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns. Methods : This research was a comparative numerical analytic study with cross-sectional design. It was conducted on 54 lateral cephalometrics of orthodontic patients according to the inclusion criteria. One-Way ANOVA comparison test and Bonferroni Post Hoc test were used to see differences in the inclination of the mandibular incisors between groups. Results : One-Way ANOVA comparison test showed that there was a stastically significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion cases between three facial groups. Furthermore, based on the Bonferroni Post Hoc test, it showed that there was a significant difference in the mandibular incisor inclination in class III malocclusion with a Hypodivergent facial pattern. Conclusion : There was a statistically significant difference between the inclination of the mandibular incisor in class III malocclusion with a Hypodivergent, Normodivergent, Hyperdivergent vertical facial patterns.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathana Larissa Adrine
"Latar Belakang: Penentuan usia dental dan skeletal sangat penting dalam perawatan ortodonti. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Demirjian dan Baccetti. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kalsifikasi gigi dapat menjadi salah satu evaluasi usia skeletal. Tujuan: Mengetahui korelasi antara usia dental berdasarkan maturasi gigi dengan usia skeletal berdasarkan maturasi tulang servikal. Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan 96 sampel berupa radiograf panoramik dan sefalometri lateral dari satu pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Metode Demirjian dan metode Baccetti digunakan untuk mengevaluasi usia dental dan skeletal. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui korelasi antara usia dental dan skeletal. Hasil: Terdapat korelasi sangat kuat antara skor maturasi gigi dengan maturasi tulang servikal pada laki-laki (r = 0,858, p = 0,000) dan perempuan (r = 0,807, p = 0,000). Korelasi paling kuat pada laki-laki terlihat pada kalsifikasi gigi molar 2 (r = 0,850, p = 0,000), sementara pada perempuan terlihat pada kalsifikasi gigi kaninus (r = 0,805, p = 0,000). Kesimpulan: Korelasi sangat kuat antara usia dental berdasarkan maturasi gigi dan usia skeletal berdasarkan maturasi tulang servikal menunjukkan potensi penggunaan usia dental untuk memperkirakan usia skeletal. Namun, terdapat variasi kekuatan korelasi antar kalsifikasi gigi dengan usia skeletal.

Background: Determining dental and skeletal age is critical in orthodontic treatment. The Demirjian and Baccetti method is one of various approaches to evaluate dental and skeletal age. Related research indicates that tooth calcification can serve as a primary diagnostic tool to determine skeletal age. Objective: To assess the correlation between dental age based on tooth maturation and skeletal age based on cervical vertebrae maturation. Methods: This study involved 96 panoramic and lateral cephalometric radiographs from patients who met inclusion criteria. The Demirjian method was used to assess dental age, while the Baccetti method was used for skeletal age, spearman correlation tests were conducted to evaluate the correlation. Results: A strong correlation was found between tooth maturation scores and cervical vertebrae maturation in males (r = 0,858, p = 0,000) and females (r = 0,807, p = 0,000). In males, the strongest correlation occurred in the second molar (r = 0,850, p = 0,000), while in females it occurred in the canine (r = 0,805, p = 0,000). Conclusion: Dental age based on tooth maturation strongly correlates with skeletal age based on cervical vertebral maturation, suggesting its potential use to estimate skeletal age, but variability exists among tooth types."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Gabriella
"Latar Belakang: Penelitian persepsi Ortodontis dan masyarakat awam tentang profil wajah biasanya dilakukan untuk mengevaluasi kesepakatan di antara kelompok tersebut. Namun, masih sedikit penelitian yang menghubungkan persepsi dengan parameter jaringan lunak profil wajah. Tujuan: Mengetahui perbedaan persepsi ortodontis dan masyarakat awam dan korelasinya terhadap parameter jaringan lunak profil wajah menurut Arnett, Schwarz, dan Rickett. Metode: Penelitian ini adalah analitik korelatif dengan desain potong lintang. Foto profil 52 orang dinilai estetikanya oleh 17 ortodontis dan 17 masyarakat awam pada kuesioner. Uji korelasi Spearman dilakukan antara nilai modus persepsi VAS oleh Ortodontis dan masyarakat awam dengan selisih pengukuran parameter jaringan lunak Arnett, Schwarz, Rickett pada foto terhadap nilai normal. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara persepsi ortodontis dan masyarakat awam tentang profil wajah (p=0,001). Uji kappa menunjukkan kesepakatan antara Ortodontis dan masyarakat awam yang rendah (p=0,035 untuk persepsi estetika, p=0,112 untuk persepsi kecembungan). Terdapat korelasi linier negatif sedang yang bermakna secara statistik antara persepsi estetika Ortodontis dan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Rickett (Ls/bibir atas) (r=-0,287, p=0,039), tetapi tidak terdapat korelasi linier yang bermakna secara statistik antara persepsi Ortodontis dan masyarakat awam dengan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Arnett, Schwarz, dan Rickett (Li/bibir bawah). Kesimpulan: Terdapat korelasi antara persepsi Ortodontis dengan parameter jaringan lunak profil wajah menurut Rickett (Ls/bibir atas).

.Background: Facial profile perception of Orthodontists and Laypeople was usually studied to assess the agreement between them. However, there is still lack of study that correlates the facial profile perception with soft tissue parameters. Objectives: This study was aimed to evaluate the perception of Orthodontists and Laypeople about the facial profile and its possible correlation with soft tissue facial profile parameters according to Arnett, Schwarz, and Rickett. Methods: This study was correlative analytical study with cross-sectional design. The facial profile photographs of 52 people were rated by 17 Orthodontists and 17 Laypeople on the questionnaire. The correlation between the mode value of VAS perception score by Orthodontists and Laypeople with the difference of soft tissue facial profile parameters at photographs from the normal value according to Arnett, Schwarz, and Rickett was tested using Spearman's correlation. Results: Regarding the perception of Orthodontists and Laypeople on facial profile, statistically significant difference was detected (p=0.001). The Kappa statistic test showed poor agreement between Orthodontists and Laypeople in facial profile perception (p=0.035 for pleasantness, p=0.112 for convexity). The correlation test showed that there was statistically significant difference (moderate negative linear correlation) between Orthodontists’ perception with soft tissue facial profile parameters according to Rickett (Ls/upper lip) (r=-0.287, p=0.039), but there was no statistically significant difference (linear correlation) between Orthodontists’ and Laypeople’ perceptions with the soft tissue facial profile parameters according to Arnett, Schwarz, and Rickett (Li/lower lip). Conclusion: It was concluded that there was correlation between Orthodontists’ perception with soft tissue facial profile parameters according to Rickett (Ls/upper lip.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Khairiyah
"Pendahuluan: Pengukuran parameter sefalometri lateral adalah bagian penting dalam perencanaan perawatan ortodonti. Pengukuran metode konvensional dilakukan secara manual, namun teknik ini memakan waktu. Metode digital dapat dilakukan menggunakan aplikasi yang saat ini semakin banyak dikembangkan dan disebarluaskan seperti aplikasi OrthoCeph yang dapat digunakan secara semi-otomatis dan aplikasi WebCeph secara otomatis dan semi otomatis. Dokter gigi dapat menggunakan aplikasi tersebut pada smartphone ataupun web agar lebih efisien dengan memastikan adanya keakuratan antara pengukuran pada radiografi sefalometri metode digital dan metode konvensional sebagai gold standard. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan pengukuran parameter sefalometri lateral (skeletal, dental, dan jaringan lunak) antara metode digital (OrthoCeph dan WebCeph) dengan konvensional. Metode: Radiografi sefalometri lateral dari 36 subjek penelitian didapatkan sesuai kriteria inklusi. Terdapat 14 parameter skeletal, dental, dan jaringan lunak sefalometri lateral yang dianalisis. Uji paired t-test digunakan untuk menguji perbedaan antar metode. Interclass correlation coefficient (ICC) dan Bland-Altman plot digunakan untuk menguji reliabilitas antar metode. Hasil: tidak terdapat perbedaan secara statistik antara metode digital OrthoCeph dan konvensional pada sebagian besar parameter pengukuran parameter sefalometri lateral, antara lain SNB, ANB, SNOP, SNMP, LINB Angular, dan II (p≥0,05). Terdapat perbedaan secara statistik pada parameter SNA, UINA Angular, UINA Linear, LINB Linear, S-Line Ls dan Li (p<0,05). Terdapat perbedaan secara statistik antara metode digital WebCeph dan konvensional pada seluruh parameter (p≥0,05) kecuali E-Line Li (p<0,05). Terdapat perbedaan secara statistik antara metode OrthoCeph dengan WebCeph pada seluruh parameter (p<0,05). Sebagian besar parameter menunjukkan kesepakatan baik hingga hampir sempurna antar metode (ICC≥0.61). Kesimpulan: Sebagian besar parameter menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penggunaan OrthoCeph dan WebCeph masih diperlukan penyempurnaan.

Introduction: Measurement of lateral cephalometric parameters is an important part of orthodontic treatment planning. Conventional measurement methods are performed manually, but this technique is time-consuming. Digital methods can be performed using applications that are currently being increasingly developed and disseminated, such as the OrthoCeph application which can be used semi-automatically and the WebCeph application both automatically and semi-automatically. Dentists can use these applications on smartphones or the web to be more efficient by ensuring accuracy between measurements on digital cephalometric radiography and conventional methods as the gold standard. Objective: This study aims to determine and analyze the differences in lateral cephalometric parameter measurements (skeletal, dental, and soft tissue) between digital methods (OrthoCeph and WebCeph) and conventional methods. Method: Lateral cephalometric radiographs from 36 research subjects were obtained according to inclusion criteria. There are 14 skeletal, dental, and soft tissue lateral cephalometric parameters that were analyzed. Paired t-test was used to test the differences between methods. Interclass correlation coefficient (ICC) and Bland-Altman plot were used to test the reliability between methods. Results: There were no statistically significant differences between the digital method OrthoCeph and conventional method in most lateral cephalometric parameter measurements, including SNB, ANB, SNOP, SNMP, LINB Angular, and II (p≥0.05). There were statistically significant differences in the SNA, UINA Angular, UINA Linear, LINB Linear, S-Line Ls, and Li parameters (p<0.05). There were statistically significant differences between the digital method WebCeph and conventional method in all parameters (p≥0.05) except for E-Line Li (p<0.05). There were statistically significant differences between the OrthoCeph method and WebCeph in all parameters (p<0.05). All parameters showed good to almost perfect agreement between methods (ICC≥0.61). Conclusion: Most parameters show significant differences. The use of OrthoCeph and WebCeph still requires refinement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library