Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lasiyo
Yogyakarta: Liberty, 1985
320.5 LAS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lasiyo
Yogyakarta: Liberty, 1985
181.16 LAS p;181.16 LAS p (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Freddy Thamrin
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1982
S16700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentius A. Pramono
"ABSTRACT
Congenital hypothyroidism is the most treatable cause of mental retardation. It is also the most prevalent congenital endocrine disorder in childhood. A dramatic improvement can be made by early detection, diagnosis, and adequate treatment of levothyroxine in patients with congenital hypothyroidism. Severe cognitive impairment is associated with persistent disease in patients who have delayed or no treatment at all. In a modern era with complete healthcare facilities in a big city like Jakarta, the prevalence late-diagnosed congenital hypothyroidism is supposed to be very low. Since many districts have their own public healthcare facilities to screen and diagnose congenital hypothyroidism in children at very young age, a delayed diagnosis in adulthood is actually a rare case.
In this medical illustration, we report a case of 21 year-old woman who came to our hospital with abdominal pain. She had mental retardation with no capability to communicate well with other person. She had a short stature (her height was less than 1 meter). She also had mongoloid face with big lips and a very big tongue. There was no goiter or lump on her neck. Her motoric performance was very weak and frail. During abdominal examination, we could see an umbilical bulging on her abdominal wall and on palpation, we could feel an umbilical hernia. By abdominal ultrasound, we could see the umbilical hernia. Unfortunately, no diagnosis of congenital hypothyroidism had been made when she was a newborn, there was also no past or known history of thyroid disease of her and her family. She had a diagnosis of mental retardation with no specific etiology since she was 5-years old.
Based on the results of her laboratory examination, we had a confirmed diagnosis of primary hypothyroidism with T4 10,56 nmol/L (normal 60-120 nmol/L) and TSH > 100 mIU/mL. We provided her treatment using levothyroxine based on her body weight (25 mg daily). We arranged her to have abdominal CT Scan and digestive surgery as further management for her umbilical herniation.
Some defects are correlated with congenital hypothyroidism when the disease is not treated properly and adequately. Neurocognitive, neuromotoric, growth, and development are some areas which can be disrupted by long-term hypothyroidism condition for patients who had the disease since their early years of life. Congenital hypothyroidism appears to be associated with an increased risk of congenital malformations. Several congenital malformations associated with congenital hypothyrodism are umbilical hernia, congenital heart disease, neurologic abnormalities, genitourinary malformations, cleft palate, and Downs syndrome.
Studies concluded that severity of the congenital hypothyroidism has more important role than timing of treatment initiation on long-term cognitive and motor outcomes. Detrimental effects on developmental outcomes in congenital hypothyroidism patients may persist over time; however, early treatment for patients at very early ages may bring the best cognitive outcomes and neuromotoric development.
Regardless of the treatment options, we can say that it is a loss case and a very late diagnosis and treatment of congenital hypothyroidism. The unusual age of detection, delayed diagnosis and treatment are some reminders for primary care physicians in our society to pay greater attention to screening programs. 6 Early detection and prompt treatment is an essential part of measures to reduce burden of mental retardation in our society. Delayed diagnosis of congenital hypothyroidism case, which is diagnosed at adulthood, indicates failure in screening program. Early diagnosis and treatment are necessary to prevent long-term catastrophic effects. This a wake-up call of attention and awareness for general public and primary care physicians in our country."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2019
610 UI-IJIM 51:3 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Budiana Tanurahardja
"Infeksi Helicobacter pylori (H. pylori) masih merupakan masalah kesehatan yang serius, karena infeksi ini dihubungkan dengan serangkaian kelainan gastrointestinal seperti gastritis kronik, ulkus ventrikulus, ulkus duodenum, karsinoma gaster, hiperplasia folikel limfoid dan limfoma malignum (maltoma). Prevalensi H. pylori pada gastritis kronik dengan ulkus bervariasi antara 40% - 90% (1), sedangkan pada gastritis kronik tanpa ulkus antara 30% - 60% (2). Walaupun prevalensi cukup tinggi, tetapi terdapat kelompok yang menderita infeksi H. pylori tanpa menunjukkan gejala klinik yang bermakna (3,4).
Mekanisme terjadinya kerusakan epitel mukosa lambung pada infeksi H. pylori masih diperdebatkan oleh para ahli apakah oleh efek langsung H. pylori terhadap sel epitel mukosa larnbung atau oleh reaksi inflamasi yang ditimbulkan, Chan (5) dan Hui (6) berpendapat bahwa kerusakan mukosa lambung merupakan akibat langsung dari H. pylori, dan tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi, Genta (7,8) menemukan bahwa jumlah folikel limfoid dan limfosit pada lamina propria berhubungan dengan kerusakan epitel., sedangkan sebukan sel radang akut dan normalisasi epitel permukaan sejalan dengan densitas H. pylori.
Hubungan antara atrofi kelenjar, metaplasia intestinalis dan kerusakan epitel permukaan lambung belum banyak dibicarakan, tetapi ada pendapat (9) bahwa: atrofi mukosa gaster ialah hilangnya jaringan kelenjar, sehingga menyebabkan tipisnya mukosa dan menyebabkan kerusakan keras mukosa. Hilangnya jaringan kelenjar ini dapat karena proses inflamasi yang lama dan digantikan oleh fibrosis. Pergantian epitel antrum dengan epitel intestinal disebut metaplasia intestinal yang menimbulkan kesan adanya atrofi kelenjar secara mikroskopik, walaupun metaplasia sebenarnya adalah proses yang berdiri sandhi.
Atrofi mukosa oxyntic berhubungan dengan hilangnya sekresi asam lambung dan terjadinya metaplasia intestinal. Atrofi keras mukosa antrum biasanya dihubungkan dengan metaplasia intestinal dan meninggikan resiko terjadinya keganasan. Atrofi dapat juga ditemukan tanpa adanya metaplasia intestinal terutama pada gastritis autoimun. Penilaian derajat infeksi H. pylori dan perubahan patologi mukosa lambung yang meliputi sebukan sel radang mendadak dan menahun, metaplasia intestinal dan atrofi kelenjar pada sediaan biopsi lambung dapat juga untuk memprediksi prognosis gastritis kronik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Suharno
"ABSTRAK
Debu filter yang dihasilkan pada proses pembuatan baja melalui tanur busur listrik, saat ini pada negara-negara maju dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya. Salah satu teknologi yang menawarkan pengolahan debu filter ini adalah proses HTM (High Turbulence Mixer). Pada proses ini debu filter -tanpa proses aglomerisasi- dimasukkan ke dalam besi/baja cair yang terdapat pada reactor. Beberapa oksida seperti ZnO, PbO dan FeO akan tereduksi sementara CaO, SiO2, MnO, P205 dan AI203 akan masuk ke terak yang tidak berbahaya
Untuk mengoptimalkan parameter penting pada proses pengolahan debu filter di reaktor HTM, dilakukan perhitungan termodinamik dengan bantuan program komputer ChemSage. Melalui model simulasi ini, ingin diketahui parameter-parameter yang berpengaruh terhadap proses-proses metalurgi pengolahan debu filter, antara lain kandungan karbon dan temperatur pada besi/baja cair, basasitas terak serta besarnya tekanan pada permukaan besi/baja cair.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk mereduksi keseluruhan oksida-oksida seperti ZnO, PbO, dan FeO yang ada pada debu filter, dibutuhkan paling sedikit kadar karbon awal pada besi.baja cair sebesar 4%. Besarnya temperatur besi/baja cair yang optimal untuk pengolahan debu filter adalah 1500°C. Meski peningkatan temperatur menguntungkan proses penguapan Zn dari besi/baja cair, namun hal ini sebaiknya dihindarkan karena akan berpengaruh negatif terhadap refraktori reaktor HTM. Pengaruh basasitas terak antara 0,3 sampai 2,7 terhadap derajat penguapan Zn tidak terlampau berarti jika dibandingkan dengan pengaruh kadar karbon pada besi/baja cair yang terdapat dalam reaktor HTM."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Zulfikli Malik
"Beberapa kesulitan yang berperan dalam proses pemeriksaan pada sediaan biopsi isap rektum untuk diagnosis penyakit Hirschsprung, telah ditemukan pada pemakaian pewarnaan H&E dan Asetilkolin esterase. Oleh karena itu perlu dicari suatu prosedur diagnostik lain yang mungkin dapat memecahkan masalah ini, yaitu dengan pemakaian pewarnaan imunohistokimia neuronspesifik enolase (NSE) dan protein S-100.
Tujuan penelitian ini untuk melihat kemampuan tehnik pewarnaan imunohistokimia NSE dan protein S-100 mempertajam diagnosis morfologik penyakit Hirschsprung, terhadap sediaan-sediaan yang telah diwarnai dengan H&E yang hasilnya inkonklusif atau meragukan.
Penelitian dilakukan terhadap 37 buah sediaan histopatologi biopsi isap rektum dari arsip Bagian Patologi Anatomik FKUI/RSCM, dengan diagnosis klinik penyakit Hirschsprung atau dugaan penyakit Hirschsprung. Terdiri atas 7 sediaan yang dengan H&E diagnosisnya Hirschsprung dan 30 diagnosisnya inkonklusif. Juga disertakan beberapa-sediaan reseksi yang ada diagnosisnya dari kasus yang diteliti sebagai kontrol ketepatan diagnosisnya. Pewarnaan ulang dengan tehnik imunohistokimia menurut metoda StreptAvidinbiotin, dilakukan setelah pewarnaan H&E nya dilunturkan terlebih dahulu.
Hasil penelitian menunjukkkan bahwa kemampuan pewarnaan protein S-100 pada sediaan H&E yang representatif dengan diagnosis penyakit Hirschsprung, nilainya sama untuk menampilkan serabut saraf hipertrofik dan sedangkan untuk menampilkan ganglion lebih baik bila dibandingkan dengan H&E. Terhadap sediaan H&E inkonklusif yang representatif atau tidak representatif sangat baik sekali dibandingkan H&E. Bahkan ketepatannya sama dengan diagnosis sediaan reseksinya (100%).
NSE rendah positivitasnya pada sediaan H&E konklusif dan inkonklusif dalam penampilan serabut saraf hipertrofik, walaupun penampilan sel ganglionnya sama dengan protein S-100. Juga ketepatan diagnosisnya rendah dibandingkan diagnosis reseksinya (22,22%).
Kesimpulan yaitu telah ditemukan cara pengelolaan sediaan histopatologik, yang dapat digunakan untuk mempertajam akurasi morfologik penyakit Hirschsprung, pada sediaan biopsi isap rektum yang sebelumnya telah diwarnai dengan H&E tetapi hasilnya inkonklusif; Yaitu dengan tehnik imunohistokimia NSE dan Protein S-100 pada sediaan tersebut, dengan melunturkan pewarnaan H&E nya terlebih dahulu dan dengan diharapkan preparasi sampel jaringan yang lebih baik sebelumnya."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ninny Soesanti Tedjowasono
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>