Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasimah Fatimah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah putusan-putusan terkait dengan ingkar janji nikah dapat digunakan sebagai sumber hukum bagi hakim untuk memutus perkara-perkara serupa. Peneliti melakukan analisis kritis terhadap dua putusan perdata dan satu putusan pidana kasus ingkar janji nikah. Dalam putusan perdata, tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dalam putusan pidana, Terdakwa dijatuhkan pidana penjara. Dalam melakukan analisis, Penulis menggunakan metode penelitian berperspektif perempuan untuk mengetahui apakah Majelis Hakim dalam perkara tersebut telah mempertimbangkan pengalaman perempuan dan bagaimana dampaknya bagi korban. Dalam putusan perdata, Penulis menemukan bahwa Majelis Hakim lebih memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat untuk memutus ingkar janji nikah sebagai perbuatan melawan hukum, Nilai-nilai tersebut masih menganut nilai-nilai patriarki yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat atau kelas kedua. Dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim masih kurang memperhatikan dampak langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh korban akibat dari perbuatan tersebut. Sedangkan, dalam putusan pidana Majelis Hakim telah melakukan penemuan hukum dengan memperluas unsur-unsur dalam Pasal 285 KUHP karena ketiadaan hukum. Majelis Hakim dalam putusan pidana memperhatikan relasi kuasa yang ada, namun Majelis Hakim lebih mendengarkan keterangan Terdakwa dibandingkan keterangan Korban. Meskipun demikian, penulis menemukan putusan-putusan yang ada memberikan dampak yang baik bagi korban, baik korban yang ada dalam perkara tersebut maupun di luar perkara. Penulis juga menemukan bahwa untuk menangani kasus ini perlu pemberdayaan perempuan dan peraturan untuk jangka pendek. Dengan demikian, Penulis menyarankan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.

ABSTRACT"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Endy Hizkia
"Kajian ini mencoba membahas peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air yang seringkali dianggap tidak penting karena pengaruh budaya patriarki dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini kemudian mengkaji apakah norma hukum baik secara internasional maupun nasional mampu mengakomodir dan memberikan jaminan hak-hak perempuan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya air. Penulis mencoba membuktikan seberapa besar dampak yang dapat diberikan ketika perempuan dilibatkan dalam pengelolaan sumber daya air dengan melakukan review program dari Srikandi Sungai Indonesia yang dilakukan di Kabupaten Klaten. Penulis menggali pengalaman para perempuan yang menjadi pendiri, pengurus, dan anggota Srikandi Sungai Indonesia melalui wawancara mendalam dengan mereka dan menganalisis mereka menggunakan beberapa teori seperti ekofeminisme, hak atas air berdasarkan perspektif hukum feminis. Penelitian ini menemukan fakta bahwa sudah ada beberapa norma hukum nasional dan internasional yang mengakui pentingnya partisipasi perempuan dalam pengelolaan sumber daya air, dan berusaha mengakomodirnya meskipun tidak spesifik. Namun fakta di lapangan masih jauh dari apa yang diharapkan dan perempuan masih sering mengalami diskriminasi ketika mencoba berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya air. Pahlawan Sungai
Indonesia merupakan salah satu forum yang membuktikan betapa pentingnya peran perempuan dan perspektif perempuan dalam pengelolaan sumber daya air.

This study tries to discuss the role of women in water resource management which is often considered unimportant because of the influence of patriarchal culture in people's lives. This research then examines whether legal norms both internationally and nationally are able to accommodate and guarantee women's rights to participate in water resources management. The author tries to prove how much impact can be given when women are involved in water resource management by conducting a program review of Srikandi Sungai Indonesia conducted in Klaten Regency. The author explores the experiences of women who became founders, administrators, and members of Srikandi Sungai Indonesia through in-depth interviews with them and analyzes them using several theories such as ecofeminism, the right to water based on a feminist legal perspective. This study finds that there are already several national and international legal norms that recognize the importance of women's participation in water resources management, and try to accommodate them even though they are not specific. However, the facts on the ground are still far from what is expected and women still often experience discrimination when trying to participate in water resources management. River Hero
Indonesia is one of the forums that proves the importance of women's roles and women's perspectives in water resources management.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Amirah Deaz Putri
"Deepfake pornography adalah konten foto, video, atau audio yang memiliki muatan pornografi. 90-95% konten deepfake di internet adalah konten deepfake pornography. Faktanya, 90% korban adalah perempuan. Penelitian ini menggunakan metode sosio-legal dan etnografi digital yang berperspektif feminist legal theory untuk mengetahui apakah regulasi dan upaya yang ada telah mengakomodir kebutuhan korban perempuan. Regulasi yang dianalisis adalah UU Pornografi, UU ITE, UU TPKS, dan UU PDP. Hasil penelitian ini adalah regulasi yang ada belum cukup efektif dalam melindungi korban deepfake pornography. Kemudian, upaya yang dilakukan dalam pelindungan korban adalah literasi artificial intellegence, penghapusan jejak digital korban (right to be forgotten), pendampingan hukum dan psikologis, dan upaya mewujudkan peraturan pendukung. Tantangan yang dihadapi adalah seperti kurangnya edukasi deepfake pornography, kurangnya kesadaran aparat penegak hukum, kurangnya kualitas dan kuantitas fasilitas pengada layanan, belum adanya peraturan khusus deepfake pornography, dan platform digital yang belum berpartisipasi maksimal dalam upaya pelindungan. Lalu, meskipun peraturan dan hukuman Indonesia lebih banyak dan lebih tinggi dari Thailand, ternyata kualitas penanganan Indonesia masih kurang. Kemudian, refleksi dari pengalaman korban adalah bahwa budaya patriarki menjadi faktor perbuatan pelaku. Terakhir, delik aduan yang ada di UU TPKS menghambat korban melaporkan kasusnya ke jalur hukum. Karena, dari perspektif feminist legal theory, sistem hukum ini tidak sensitif terhadap korban perempuan yang seringkali merasa takut, malu, atau terintimidasi untuk melapor. Lalu, aparat penegak hukum kurang aktif menangani kasus dengan membebankan pembuktian kepada korban. Hal ini menghambat pelaksanaan right to be forgotten sebagai hak atas pemulihan korban.

Deepfake pornography is photo, video or audio content that has pornographic content. 90-95% of deepfake content on the internet is deepfake pornography content. In fact, 90% of victims are women. This research uses socio-legal methods and digital ethnography with a feminist legal theory perspective to find out whether existing regulations and efforts have accommodated the needs of female victims. The regulations analyzed are the Pornography Law, the ITE Law, the TPKS Law, and the PDP Law. The results of this research are that existing regulations are not effective enough in protecting victims of deepfake pornography. Then, the efforts made to protect victims are artificial intelligence literacy, erasing digital traces of victims (right to be forgotten), legal and psychological assistance, and efforts to create supporting regulations. The challenges faced include a lack of education on deepfake pornography, a lack of awareness by law enforcement officials, a lack of quality and quantity of service provision facilities, the absence of specific regulations on deepfake pornography, and digital platforms that have not participated optimally in protection efforts. Then, even though Indonesia's regulations and penalties are more numerous and higher than Thailand's, it turns out that Indonesia's handling quality is still lacking. Then, a reflection of the victim's experience is that patriarchal culture was a factor in the perpetrator's actions. Lastly, the complaint offense contained in the TPKS Law prevents victims from reporting their cases to legal channels. Because, from the perspective of feminist legal theory, this legal system is not sensitive to female victims who often feel afraid, embarrassed or intimidated to report. Then, law enforcement officials are less active in handling cases by placing the burden of proof on the victim. This hampers the implementation of the right to be forgotten as a right to recovery for victims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Rizki Khairani
"Penelitian ini berfokus pada isu terkait perlindungan anak, khususnya problematika perkawinan anak serta bagaimana kebijakan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak dengan statusnya sebagai Kota Layak Anak (KLA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan kausalitas antara pengaruh budaya hukum (legal culture) terhadap kasus perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak, bagaimana hakim di Pengadilan Agama Siak mempertimbangkan unsur-unsur budaya hukum masyarakat dalam mengadili perkara dispensasi kawin, serta mencari tahu strategi perlindungan hak anak dari perkawinan anak yang ada di Kabupaten Siak sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Sosio-Legal guna menganalisis hukum sebagai perilaku masyarakat yang berpola dan selalu berinteraksi dalam aspek kemasyarakatan melalui studi literatur dan studi lapangan untuk mencari jawaban atas permasalahan penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep budaya hukum pada konteks perkawinan anak di Kabupaten Siak mengarah pada perbedaan persepsi dan kepatuhan hukum masyarakat dalam memahami batas usia kawin yang ditentukan oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pengaruh adat dan agama begitu melekat dalam diri orang Melayu dibandingkan dengan pemahaman terhadap undang-undang. Lebih lanjut, penafsiran perkawinan berdasarkan konsep keagamaan yang tekstual memberi celah untuk menikah muda sebab indikator aqil baligh dianggap sebagai suatu kepantasan untuk menikah daripada menjalin hubungan pacaran yang berpotensi besar melanggar syariat Islam. Strategi yang berkaitan dengan pencegahan perkawinan anak di Kabupaten Siak juga belum dirumuskan secara komprehensif.

This research focuses on issues related to child protection, especially the problem of child marriage and how policies to prevent child marriage in Siak Regency, with its status as a Child Friendly City (KLA), The purpose of this study is to examine the causal relationship between the influence of legal culture on child marriage cases in Siak Regency, how judges in the Siak Religious Court consider elements of community legal culture in adjudicating marriage dispensation cases, and find out strategies to protect children's rights from child marriage in Siak District as a Child Friendly District (KLA). The method used in this research is Socio-Legal to analyze law as a patterned community behavior and always interact in social aspects through literature studies and field studies to find answers to research problems. The results of this study indicate that the concept of legal culture in the context of child marriage in Siak Regency leads to differences in public perception and legal compliance in understanding the marriage age limit determined by the state through Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. The influence of custom and religion is so inherent in the Malay people compared to their understanding of the law. Furthermore, the interpretation of marriage based on textual religious concepts provides a loophole for young marriage because the indicator of aqil baligh is considered an appropriateness for marriage rather than a dating relationship, which has great potential to violate Islamic law. Strategies related to the prevention of child marriage in Siak Regency have also not been formulated comprehensively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library