Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizqi Amaliah
"Latar belakang: Lupus eritematosus sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun sistemik yang 10-20% kasusnya memiliki awitan sejak masa kanak. Kesintasan anak dengan LES di negara maju maupun berkembang jauh meningkat sejak beberapa dekade terakhir. Meskipun kesintasannya meningkat, tidak semua anak dan remaja LES dapat memasuki masa dewasa dengan baik. Layanan transisi remaja merupakan jembatan penghubung antara layanan kesehatan anak dan dewasa yang mulai banyak dikembangkan untuk remaja dengan kebutuhan medis khusus seperti LES.
Metode: Studi pre-eksperimental pada remaja LES berusia 15 tahun hingga 17 tahun 6 bulan dilakukan di RSUPNCM dalam kurun waktu antara Desember 2022 hingga Mei 2023. Dalam studi ini seluruh subyek diikutkan dalam modul transisi remaja yang kegiatannya dilakukan secara daring maupun luring. Kegiatan daring meliputi 3 kali pemaparan materi dan diskusi interaktif dengan tema LES, masa remaja, dan layanan kesehatan di klinik dewasa. Kegiatan luring dilakukan melalui bermain peran menyerupai suasana saat melakukan kunjungan mandiri di layanan kesehatan dewasa yang dilakukan pada akhir penelitian. Luaran modul transisi dinilai dengan membandingkan rerata skor TRAQ 6.0 Bahasa Indonesia sebelum dan sesudah mengikuti modul transisi.
Hasil: Terdapat 36 remaja LES yang mengikuti modul transisi, namun hanya 32 subyek yang mengikuti ≥75% kegiatan. Rerata skor TRAQ 6.0 Bahasa Indonesia sebelum mengikuti modul adalah 3,4 (0,6). Rerata tersebut meningkat menjadi 3,8 (0,6) setelah mengikuti modul (p=0.001). Tidak ada hubungan antara lama sakit, derajat aktivitas penyakit, dan kunjungan mandiri terhadap skor TRAQ 6.0 Bahasa Indonesia sebelum mengikuti modul transisi.
Simpulan: Modul transisi remaja terbukti dapat meningkatkan kesiapan transisi remaja dengan LES berusia 15-17 tahun.
......Background: Systemic lupus erythematosus (SLE) is a systemic autoimmune disease in which 10-20% of cases have an onset in childhood. The survival of children with SLE in both developed and developing countries has increased greatly in the last few decades. Although survival has increased, not all children and adolescents with SLE can enter adulthood well. Adolescent transition services are a bridge between child and adult health services which have begun to be developed for adolescents with special medical needs such as SLE.
Methods: The pre-experimental study on LES adolescents aged 15 to 17 years 6 months was conducted at Cipto Mangunkusumo General Hospital from December 2022 to May 2023. In this study, all subjects were included in the adolescent transition module, whose activities were carried out both online and offline. Online activities include 3 presentations of material and interactive discussions on the themes of LES, adolescence, and health services in adult clinics. Offline activities are carried out through role playing, resembling the atmosphere during independent visits to adult health services carried out at the end of the study. The main outcome of the transition module was assessed by comparing the average Indonesian TRAQ 6.0 score before and after participating in the transition module.
Results: There were 36 LES adolescents who took part in the transition module, but only 32 subjects took ≥75% of the activities. The average Indonesian TRAQ 6.0 score before taking the module was 3.4 (0.6). The mean increased to 3.8 (0.6) after participating in the module (p=0.001). There is no relationship between disease duration, degree of disease activity, and independent visits to the Indonesian TRAQ 6.0 score before joining the transition module.
Conclusion: The transition module has been proven to increasing transition readiness of adolescents aged 15 to 17 years with SLE."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Novery
"Latar belakang: Kriteria klasifikasi ACR 1997, SLICC 2012, dan EULAR/ACR 2019 telah banyak digunakan untuk membantu penegakan diagnosis LES. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing klasifikasi tersebut telah banyak dilaporkan pada populasi dewasa. Akan tetapi, penelitian performa diagnostik pada populasi anak masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan performa diagnostik ketiga kriteria klasifikasi tersebut pada LES anak.
Metode: Rekam medis pasien yang tercatat sebagai penderita penyakit autoimun dengan hasil ANA positif pada periode Januari 2010-Mei 2021 diikutsertakan dalam penelitian. Rekam medis ini kemudian dinilai oleh dua orang konsultan alergi-imunologi untuk penentuan diagnosis LES atau bukan LES. Setiap kasus kemudian diekstrapolasi ke dalam ketiga kriteria klasifikasi, kemudian dinilai performa diagnostik.
Hasil: Sebanyak 86 kasus LES (rerata usia saat diagnosis 12,73±2,97 tahun) dengan rasio perempuan : lelaki adalah 11:1 dan 44 kasus bukan LES (rerata usia saat diagnosis 8,86±4,78 tahun) dengan rasio perempuan : lelaki adalah 2:1. Kriteria klasifikasi EULAR/ACR 2019 memiliki sensitivitas tertinggi sebesar 100% dibandingkan dengan ACR 1997 (90%) dan SLICC 2012 (98%). Spesifisitas ACR 1997, SLICC 2012, dan EULAR/ACR 2019 masing-masing 90%, 86%, dan 68%. Nilai prediksi positif ACR 1997 tertinggi dibandingkan SLICC 2012 dan EULAR/ACR 2019 yaitu 94%, 91%, dan 86%. Sedangkan, nilai prediksi negatif EULAR/ACR 2019 tertinggi dibandingkan ACR 1997 dan SLICC 2012 masing-masing 100%, 83%, dan 95%.
Simpulan: Kriteria klasifikasi EULAR/ACR 2019 memiliki sensitivitas tertinggi, sedangkan kriteria klasifikasi ACR 1997 memiliki spesifisitas yang paling baik dibandingkan dua kriteria klasifikasi lainnya.
Background: The classification criteria of ACR 1997, SLICC 2012, and EULAR/ACR 2019 have been widely used to establish the diagnosis of childhood-onset SLE. The sensitivity and specificity of these classification criteria have been reported in the adult-onset SLE. However, only few studies have been conducted in the childhood-onset SLE. This study aims to compare the diagnostic performance of the three classification criteria in childhood-onset SLE.
Methods: Medical records of patients diagnosed with autoimmune diseases who had positive ANA from January 2010 to May 2021 were reviewed.  Each record was assessed by two allergy-immunology consultants to determine the diagnosis of SLE or not SLE. Each subject data was extrapolated to fullfil classification criteria and was calculated of the diagnostic performance.
Results: This study consisted of 86 cases of SLE (mean age at diagnosis 12.73±2.97 years), female to male ratio was 11:1. There were 44 subject non-SLE (mean age at diagnosis 8.86±4.78 years), female to male ratio was 2:1. The sensitivity of EULAR/ACR 2019 was 100% (the highest sensitivity) while SLICC 2012 was 98% and ACR 1997 was 90%. The specificity of ACR 1997, SLICC 2012, and EULAR/ACR 2019 were 90%, 86%, and 68%, respectively. The positive predictive value for 1997 ACR was the highest one compare to SLICC 2012 and EULAR/ACR 2019 (94%, 91%, and 86%, respectively).  Meanwhile, the negative predictive value for EULAR/ACR 2019, SLICC 2012, and ACR 1997 were 100%, 95%, and 83%, respectively.
Conclusion: The classification criteria of EULAR/ACR 2019 has the highest sensitivity and ACR 1997 has the highest specificity than the other classification criteria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library