Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Primaswari Widhiani
"Dalam kehidupan demokrasi, pengetahuan akan preferensi dan aspirasi politik anggota masyarakat menjadi sangat penting. Ini akan menentukan keberlangsungan proses demokrasi di masa datang. Informasi akan preferensi dan aspirasi politik akan sangat berguna, bukan hanya bagi partai-partai politik atau calon-calon pejabat publik, tetapi juga bagi masyarakat luas pada umumnya.
Apakah yang menyebabkan seseorang mememilih partai politik terlentu? Dalam pemilihan umum, hal ini menjadi pertanyaan banyak pihak, terutama partai-partai politik Untuk tahu jawabannya, pengetahuan akan perilaku pemilih dibutuhkan. Untuk mengerti perilaku pemilih, pendekatan yang paling sering dilakukan adalah dengan teori pemasaran. Konsep inti daripemasaran adalah bagaimana tansaksi diciptakan, difasilitasi dan dinilai. Transaksi adalah pertukaran nilai antara dua pihak. Transaksi juga terjadi saat seseorang menukarkan dukungannya dengan harapan mendapatkan pemerintahan yang lebih baik.
Teori pemasaran yang digunakan adalah teori-teori mengenai perilaku konsumen. Teori ini digunakan karena pada saat menggunakan hak pilihnya, pemihh melakukan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan untuk mempertukarkan hak suaranya dengan pilihan terhadap partai tertentu sama seperti perilaku konsumen mempertukarkan uang untuk membeli barang/jasa tertentu. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah theory of reasoned action. Menurut teori ini, individu diperkirakan berperilaku berdasarkan keinginannya untuk terikat dengan perilaku tersebut.
Penerapan theory of resoned action dapat dilakukan dalam bidang politik. Teori ini mampu mengukur faktor apa saja yang mempengaruhi keinginan untuk memilih partai politik Model yang dibuat berdasarkan teori dari Ajzen dan Fishbein (1980) ini mampu memprediksi keinginan untuk memilih partai politik, dimana kekuatan prediksinya bertambah dengan penggunaan model ini pada satu partai politik secara spesifik. Penerapan teori ini dalam bidang politik memungkinkan partai politik tahu apa yang secara signifkan mempengaruhi keinginan untuk memilih partai politik dan memasarkan partai politik secara tepat untuk mendapatkan suara.
Menurut penerapan theory of reasoned action pada bidang politik, keinginan untuk memilih partai politik secara signifakan dipengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sikap terhadap partai politik dan norma subjektif interpersonal. Pengaruh sikap terhadap partai politik signifikan karena orang mengidentifikasinya dirinya dengan partai, bukan pemimpinnya. Pengaruh sikap terhadap partai politik secara langsung lebih tinggi dibandingkan pengaruh tidak langsungnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih tidak terlalu memperhatikan atribut partai seperti visi/misi/program atau isu. Pemilih lebih menekankan pada perasaan simpati, senang dan bangga terhadap suatu partai politik dalam memilih. Pengaruh norma subjektif interpersonal signifikan karena pada masyarakat Asia, yang menekankan harrmonisasi dan kedekatan antar anggota masyarakat, sosialisasi politik sudah berlangsung sejak individu belum mempunyai hak pilih dan juga terjadi pada saat individu bersama keluarga, teman, di tempat kerja, sampai di kedai kopi. Pengaruh tidak langsung norma subjektif media massa lebih tinggi daripada pengaruh langsungnya karena adanya multiple selves dalam diri setiap individu dalam masyarakat.
Dalam rangka menarik suara sebanyak-banyakmya dan memenangkan pemilu, partai politik perlu membangun citra yang baik di mata seluruh segmen dalam masyarakat. Citra yang dibangun harus sama untuk setiap segmen masyarakat, namun cara pengkomunikasi¬annya berbeda tergantung segmen yang dituju.

In democratic life, knowledge of political preference of the people becomes very important. It will determine the continuation of democratic process in the future. This kind of knowledge not only useful for political parties and candidates but also for society in large.
What is the reason behind one's political preference? During general election, this kind of question becomes the prime question of many, especially for political parties. To find out the answer, the knowledge of voter behavior becomes very important To understand voter behavior, we can use marketing approach The main point of marketing is how transaction created, facilitated and valued. Transaction is the exchange between two parties. Transaction also occur when one vote for certain political party, exchanging his/her support for this particular party for the sake of better government.
The theories that have been used in order to understand voter behavior is consumer behavior theories. These theories have been used because there are similarities between voter and consumer in the term of decision-making. One approach that used in this research is theory of reasoned action. In this theory, one assumed to behave according to his/her will to connect with this particular behavior.
The implementation of theory of reasoned action can be done in the field of political science. This theory can measure factors that influence the will to choose certain political party. The model that built by theory from Ajzen and Fishbein (1980) can predict the will of choosing political party, where the prediction power increase with the use of this model to one particular political party. The implementation of this theory in political science allow political parties to blow factors that significantly impact the will of choosing political parties and market it perfectly in order to get vote.
According to theory of reasoned action in political science, the will of choosing political party influenced significantly, direct or indirect, by attitude towards political party and interpersonal subjective norms. The influence of attitude towards the leader of political party and mass media subjective norms are not significant The influence of attitude towards political party is significant because of party id; meanwhile the direct effect of attitude towards political party is more significant if compare to the indirect effect This fact shows that voter do not care much about the attribute of political party, such as vision/ mission/ programs or issues. Voter implies on affection., such as proud of happy of or sympathy towards particular political party. The effect of interpersonal subjective norms significant because in Asian culture, where implies harmony and strong bonds between its member in the society, political socialization has been taken place since childhood This kind of socialization also happened when voter interact with his/her family and friend, in work place to coffee shop. The indirect influence of interpersonal subjective norms more significant than the direct effect because of one's multiple selves in the society.
In order to get vote, political party must build good image in every segment of the society. The image must be the same in all segment of society, but the way of communicating this image can be differ according to the targeted segment.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Fitriyani
"Era globalisasi ditandai dengan semakin tingginya tingkat kompetisi di antara perusahaan-perusahaan yang ada Dalam keadaan yang demikian itu, perusahaan hares mengalihkan orientasi mereka, dari berfokus pada produk dan penjualan menjadi berfokus pada pelanggan dan pasar. Oleh karenanya perusahaan-perusahaan perlu menyiapkan program-program yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya.
Pertunjukan seater merupakan sebuah kesenian hiburan altematif yang sejak lama ada di Indonesia Namur; bergitu, tidak semua masyarakat menyukai pertunjukan teeter. Hal ini boleh jadi disebabkan karena kualitas pertunjukan yang ditampilkan oleh teater tersebut kurang dapat memberikan kepuasan kepada penonton-penontonnya Teater yang mainpu memberikan kepuasan kepada penontonnya dengan baik tentu- akan mendapat respon yang positif dari masyarakat. Disinilah konsep-konsep pemasaran perlu digunakan oleh manajemen pertunj ukan teater.
Salah satu seater yang kini sedang menanjak namanya adalah Ketoprak Humor. Pertunjukan teater dengan ciri khas kesenian daerah popular ini kini mendapat sambutan yang meriah sekali di tengah masyarakat. Kesuksesannya ditunjukan dengan berhasilnya acara ini mendapat penghargaan Panasonic Award pada tahun 2001 sebagai acara tradisional paling favorit serta penghargaan paling bergengsi yaitu sebagai acara televisi paling favorit.
Kesuksesan Ketoprak Humor juga mengundang maraknya acara-acara lain yang juga memadukan warns tradisional dan humor, seperti Ketoprak Canda (Indosiar), Ketoprak Jampi Stres (SCTV), Gelatak-Gelitik Campursari (TVR1), Ludruk Glamor (SCTV), Ludruk Hoki (TP1) dan Wayang Orang Humor (TPI). Hal tersebut memperlihatkan bahwa persaingan untuk acara-acara sejenis mulai bermunculan, seiring dengan meningkatnya popularitas Ketoprak Humor ini. Untuk itu manajemen Ketoprak Humor haruslah berfikir bagaimana mereka dapat tetap mempertahankan penggemar-penggemarnya yang telah ada, bahkan jika mungkin meningkatkannya Hal ini tentu bukanlah hal yang mudah, karena memang dalam praktek pemasaran mempertahankan pelanggan jauh lebih sulit daripada mendapatkannya.
Permasalahan yang diuji dalam penelitian ini adalah mengukur kepuasan, kepercayaan dan komitmen penonton terhadap pertunjukan ketoprak humor dan bagaimana pengaruhnya tersebut terhadap intensi selanjutnya Secara lebih terperinci tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: (1)Mempelajari hubungan antara komponen inti pertunjukan dengan tingkat kepuasan secara keseluruhan, (2)Mempelajari hubungan antara kepuasan secara keseluruhan dengan kepercayaan dan komitmen, dan (3)Mempelajari hubungan antara kepuasan secara keseluruhan dengan intensi selanjutnya yang akab dilakukan penonton terhadap ketoprak humor tersebut.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Garbarino dan Johnson (1999) dan variable-variabel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan variable-variabel penelitian mereka, sehingga mungkin akan terdapat ketidaksesuaian dengan kondisi yang dihadapi kelompok ketoprak humor. Pengukuran kepuasan, kepercayaan dan komitmen ini dilakukan di dalam hubungan relasional yang tinggi dan yang rendah. Terdapat 8 indikator variable dalam penelitian ini yang dituangkan dalam bentuk kuesioner yang dibagikan kepada penonton pertunjukan ketoprak humor, yaitu: (1)Kepuasan terhadap pemain, (2)Sikap terhadap keakraban dengan pemain, (3)Sikap terhadap pertunjukan, (4)Sikap terhadap tempat pertunjukan, (5)Kepuasan secara keseluruhan, (6)Kepercayaan, (7)Komitmen, dan (8)Kecenderungan masa depan.
Pengolahan data dilakukan dengan paket software SPSS for windows 11.0 yang dilakukan untuk masing-masing analisa Faktor dan regresi linear Banda pada penelitian ini. Hasil pengolahan data memperlihatkan terdapatnya hubungan yang signifikan pada semua kelompok penonton sebagai berikut:
1. Kepuasan terhadap pemain dengan kepuasan keseluruhan (rendah).
2. Sikap terhadap keakraban pemain dengan kepuasan keseluruhan (tinggi). Untuk kelompok penonton yang mernpunyai hubungan relasional inggi:
a. Sikap terhadap pertunjukan dengan kepercayaan.
b. Sikap terhadap keakraban pemain dengan komitmen.
c. Komitmen dengan kepercayaan.
d. Kepercayaan dengan intensi masa depan.
e. Komitmen dengan intensi masa depan.
f. Kepuasan keseluruhan dengan intensi masa depan.
Sedangkan pada kelompok penonton yang mempunyai hubungan relasional rendah (sample jarang) yaitu:
1. Kepuasan keseluruhan dengan intensi masa depan.
2. Kepuasan keseluruhan dengan kepercayaan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hanya sebagian dari model Garbarino dan Johnson (1999) tidak terbukti. ini terjadi disebabkan karena adanya perbedaan objek penelitian dan karakteristik demografi penonton pertunjukan teatemya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujo Pramono
"PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk dipertengahan tahun 2003 berencana meluncurkan jasa Sambungan Langsung Internasional (SLI). Agar dapat diterima pelanggan (marketable), perusahaan harus dapat mengemas suatu tawaran yang unggul (superior offering). Tawaran yang unggul berarti mengandung nilai terbaik dimata pelanggan dibanding dengan apa yang ditawarkan pesaing.
Tesis ini merupakan penelitian eksploratif tentang persepsi nilai pelanggan bisnis terhadap jasa SLI yang dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif ditujukan untuk mengetahui nilai-nilai yang menjadi pertimbangan utama pelanggan dalam mengkonsumsi jasa SLI, melalui peta pengambilan keputusan pelanggan. Sedangkan penelitian kuantitatif ditujukan untuk mengetahui peta persepsi pelanggan terhadap jasa SLI saat ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Putra Rusly
"The airline industry has been challenged, during the last years, by the opening of the European market, the adjustments required to deal with the new competitive environment and the pressure of the US open skies strategy. European airlines have developed innovative strategies in order to adapt themselves to market growth and competition challenges. During the last decade they have achieved considerable productivity improvements, which now permits the sector to create new jobs. However they still suffer from relative structural fragmentation and financial fragility when compared to their main competitors, notably North-American carriers.
Liberalization and globalization make the market increasingly competitive and require airlines to undertake large restructuring efforts. European Commission authorized state aid as a one-off measure to help national carriers to restructure during the transition to the liberalized single market. This transition is now over. The airline industry suffers from the same handicap as other industries in Europe, justifying general initiatives enhancing the efficiency of the economic environment.
The 11 September 2001 Tragedy no matter terrible should be identified as a one-off event and not a structural crisis. Air France wanted to act quickly while at the same time taking measures that could be easily reversed when needed. It needed quick action while at the same time avoiding over-reaction. Air France announced an adjustment plan on 18 September. which included among other things a freeze on hiring, a reduction in capacity and a number of cost-saving measures. Air France constantly shifted Its capacity regionally as it betted on the fact that the strength of Its hub, Paris/COG 2, allows it to resist the downturn and attract customers to Paris, thus gaining market share.
By the end of November, instead of a growth forecast of 7% over the winter of 2000, Air France had the results stabilized and the winter of 2001 was on the same level as the year before. The capacity reduced less than others but the load factors and the yields, whereas the figures for the European airlines were down 10% and even worse ¡n the U.S.
In general, and despite the huge financial losses it incurred, the European airline industry reacted much better this time than during the Gulf War crisis of 1990-91. This is largely due to greater flexibility in managing capacity and to a certain self- imposed discipline, which avoided a potentially disastrous fares war. In the end the fare structure might be imposed instead, which basically covered the costs.
Though for some other airlines still questionable, the alliances played an important role in helping Air France manage the crisis. In spite of some initial problems between European and U.S. carriers due to what was perceived as dumping practices on the part of the Americans, at a later stage a dialogue was possible on the issue of fares, thus avoiding much heavier losses. In this case, Air France was able to talk to Delta on these Issues after receiving antitrust immunity in January. In the future, the alliances may play an even larger role in minimizing the impact of such event, market slowdown, or even economic turndown.
Overall revenue figures for the industry are still down in the largest markets. There is still a depressed demand in the U.S. We are also facing additional costs as a result of 11 September, in particular ¡n the areas of security and insurance. Just in terms Of insurance, Air France is facing an annual cost increase of around US$100m.
Airline industry apparently cannot cover its capital costs. The authorities seem to realize it but they easily forget it as soon as the routines clock back. Unfortunately, if traffic decreases, the airports and the air traffic control authorities immediately increase their charges in order to compensate for lost revenue. There a great imbalance amongst player in the air transport industry.
Part of the blame for this, of course, lies within the industry. The low-cost carriers, for instance, while playing a useful role in opening up a new market segment to aviation are also damaging the industry as a whole. Their product is different, they occupy a niche of their own but in their communication they imply.
Air France practiced renegotiation, delivery delay, and restructures operating lease, which enables itself to withdraw aircraft from the fleet without being financially penalized. 11 September obviously spurred the airlines to slightly alter their plans and at least to anticipate some measures. Nine A310s were withdrawn from the fleet of Air France nine months ahead of time. They will be replaced by A330-200s. Two 747-200s and one 767 were withdrawn from long-haul operations, while in the medium-haul sector operating leases on three A321 s and one 737-300 were not renewed. The use of short-to-medium term operational leases has given Air France great flexibility in times of crisis. It seems that Air France learned the lesson of 1991 when it received brand-new aircraft that ended immediately parked iri the desert.
Strategic alliance is considered to have helped in avoiding cost increases, and building synergic complementary network. Through a code share, one could double a frequency without any spending. This means altogether substantial investment savings. On the cargo side, SkyTeam, for example, has developed frreaChiflg synergies between Air France, Delta and Korean.
The alliances are still a very young phenomenon and they have not yet expressed all their potential. Common marketing strategies might do the trick, while preserving the identity and ¡mage of each partner, will also fosters the growth of the SkyTeam brand. The alliance has made much progress over the past three years and the antitrust immunity granted in January will lead to a qualitative jump in its partner relationship."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library