Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Ganes Dzikri Pepundi Santosa
"Kajian Perancangan Tugas Akhir ini mengeksplorasi konsep transpermanensi sebagai kerangka operasional arsitektur untuk mendefinisikan kembali gagasan tradisional tentang permanen atau kekekalan. Kajian ini mempertanyakan kualitas permanen yang secara tradisional seringkali hadir dalam mendefinisikan arsitektur, menghadirkan ilusi kualitas permanen yang justru menciptakan kerentanan dan krisis lingkungan. Transpermanensi bertindak sebagai dasar dan menawarkan alternatif untuk merancang arsitektur yang lebih adaptif dan menciptakan lingkungan binaan yang resilien dan berkelanjutan. Melalui eksplorasi modularitas dan studi berbagai geometri dan tesselation untuk mencapai transpermanensi, perancangan ini mengusulkan unit modular dan kemungkinan integrasi untuk menghadirkan arsitektur dan lingkungan yang selaras dengan kesementaraan yang melekat pada alam. Pada akhirnya, hal ini menunjukkan bahwa resiliensi dan kekekalan sebenarnya dapat dicapai melalui adaptasi dan evolusi yang senantiasa berkelanjutan.
This final project design study explores the concept of transpermanence as an architectural operational framework that redefines traditional ideas about permanence. This study questions the permanent quality that is traditionally present in architecture, presenting an illusion of permanent quality that actually creates vulnerability and environmental crisis. Transpermanence acts as a basis and offers an alternative for designing a more adaptive architecture and creating a resilient and sustainable built environment. Through an exploration of modularity and the study of various geometries and tessellations for achieving transpermanence, this design proposes modular units and their possible integrations in order to align architecture and the built environment with the inherent impermanence of the natural world. Eventually, demonstrating that true resilience and enduring permanence is actually achieved through continuous perpetual adaptation and evolution."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
I Gusti Agung Sawitri Shintya Dewi
"Kajian perancangan tugas akhir ini bertujuan untuk mengeksplorasi adanya dampak dari interaksi antar makhluk hidup dalam suatu zona kontak sebagai basis pengembangan arsitektur. Secara khusus, studi dilakukan terhadap kehadiran manusia yang dianggap sebagai makhluk hidup dengan tingkat teratas, yang dapat mengubah lingkungan dan makhluk hidup lain, serta membentuknya sesuai dengan keinginan mereka. Sebagai landasan sebuah proyek perancangan, studi ini akan difokuskan lebih mendalam untuk mengamati dan mengeksplorasi dampak tidak langsung dalam jangka panjang. Secara khusus, kajian ini berupaya untuk memahami bagaimana makhluk hidup sebagai mesin bertahan hidup berinteraksi dalam zona kontak. Arsitektur hadir sebagai entitas baru yang dapat mengatur diri sendiri, sebuah alam ‘baru’ yang menjadi permulaan untuk periode selanjutnya. Skenario arsitektur yang dapat mengatur dirinya sendiri ditunjukan oleh Aspergillus fumigatus sebagai spesies pemenang dalam alam tersebut. Dengan adanya mekanisme tersebut, arsitektur hadir melalui kompleksitas dari interaksi dan siklus perubahan yang terjadi di dunia. Pergeseran identitas pemenang tersebut berdampak pada kondisi dan bentuk dari tempat bertinggal makhluk hidup yang dapat melewati peristiwa yang ada, baik secara makro maupun mikro. Melalui perancangan ini, maka di masa depan arsitektur tidak dianggap lagi sebagai ide yang statis, cerminan fungsional bentukan manusia lagi. Arsitektur hadir sebagai entitas dinamis sesuai dengan kebutuhan dari organisme yang mampu mengatur diri sendiri, mampu beradaptasi dan menjadi penguasa dalam periode kemenangannya.
The purpose of this final project design study is to explore the impact of interactions between living organisms within a contact zone as a basis for architectural development. Specifically, the study focuses on the presence of humans, who are considered the top-tier living beings capable of altering the environment and other living organisms, shaping them according to their desires. As the foundation of a design project, this study will delve deeper into observing and exploring indirect long-term impacts. Particularly, this study aims to understand how living beings, as survival machines, interact within the contact zone. Architecture emerges as a new entity capable of self-regulation, a 'new' nature that marks the beginning of the next period. The scenario of self-organize architecture is exemplified by Aspergillus fumigatus as the winning species in this environment. Through this mechanism, architecture manifests through the complexity of interactions and cycles of change occurring in the world. This shift in the identity of the dominant species impacts the condition and form of the habitat of living beings, which can withstand various events on both macro and micro levels. Through this design, architecture in the future is no longer seen as a static idea, merely a functional reflection of human creation. Instead, architecture appears as a dynamic entity, aligned with the needs of self-organize organisms, capable of adapting and becoming dominant in its period of victory."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Duta Dewangga Handana
"Peregrine, a tendency to wander. This undergraduate thesis reimagines nomadic living as a potential of catalyst for a more resilient and adaptive future urban environment. By exploring studies on modular architecture, mobile environments, and nomadism, this study examines the role of technology and mobility in shaping future living spaces. This discussion covers the theoretical basis for architecture related to nomadic life and, transportability, culture-based, sustainability, and social response. This study argues that nomadic architecture, although rooted in the ancient practice of nomadism, is instead an option to address contemporary urban challenges such as overcrowding, housing shortages, and the environmental impacts of construction. By using long-exposure photography exploration, it can show how architecture moves and behaves to define the new nomadism that I picture. Through analysis of the principles of "New Nomadism", this design encourages adaptability and temporality that respond to the situation of the modern world being re-imagined as a basis for architectural design for future urban development.
Peregrine, kecenderungan untuk mengembara. Tugas akhir ini membayangkan kembali kehidupan nomaden sebagai potensi katalis untuk lingkungan perkotaan masa depan yang lebih resilien dan adaptif. Dengan menggali karya-karya tentang arsitektur modular, lingkungan yang dapat berpindah, dan nomadisme, studi ini meneliti peran teknologi dan mobilitas dalam membentuk ruang hidup masa depan. Diskusi ini mencakup landasan bagi arsitektur secara teoretis yang terkait kehidupan nomaden dan, transportabilitas, berbasis budaya, keberlanjutan, dan respons sosial. Studi ini berpendapat bahwa arsitektur nomaden yang meskipun berakar pada praktik kuno nomadisme, justru menjadi opsi untuk mengatasi tantangan perkotaan kontemporer seperti kepadatan penduduk, kekurangan perumahan, dan dampak lingkungan dari konstruksi. Dengan eksplorasi menggunakan metode fotografi exposur panjang, hal ini dapat menunjukkan bagaimana arsitektur bergerak dan berperilaku untuk mendefinisikan nomadisme baru yang saya bayangkan. Melalui analisis prinsip-prinsip "Nomadisme Baru", perancangan ini mendorong adaptabilitas dan temporalitas yang merespon situasi dunia moderen yang diimajinasikan ulang sebagai basis perancangan arsitektur untuk pengembangan perkotaan di masa mendatang."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nadhil Hibatul Wafi
"Kajian perancangan ini bertujuan untuk mengeksplorasi lintasan ekologi yang hadir melalui penelusuran anatomi terumbu karang dalam menciptakan territorial trajectories. Territorial trajectories penting karena menggambarkan dinamika interaksi antara suatu entitas baik hidup dan mati dengan sekitarnya, membentuk dan mengubah ruang melalui waktu. Arsitektur hadir dengan merespon serta mengolah emisi yang telah ditinggalkan oleh teritori sebelumnya. Dengan konteks dunia tenggelam yang terbagi menjadi tiga kedalaman: laut dangkal, laut sedang, laut dalam. Studi ini dilakukan dengan metode penelusuran anatomi dan potensi mekanisme terumbu karang, penciptaan mutan terumbu karang beserta sembilan mesin dalam mengolah emisi, skenario territorial trajectories sebagai pembentuk arsitektur melalui integrasi setiap entitas di lautan yang didalamnya termasuk mutan terumbu karang beserta sembilan mesin, penelusuran terhadap persilangan hasil setiap entitas pada masing-masing kedalaman laut. Dengan dimulainya penerapan mesin dan terumbu karang, melalui interaksi yang kompleks dan saling terkait, terbentuklah suatu jaringan lintasan yang kemudian membentuk teritori yang dinamis dan selalu berubah dari waktu ke waktu yang terjadi karena adanya interaksi terus-menerus dan persilangan antara setiap entitas di berbagai kedalaman laut. Hasil dari proses ini adalah penciptaan ruang yang adaptif dan selalu berevolusi, di mana arsitektur yang terbentuk mencerminkan integrasi dan respons terhadap lingkungan serta emisi yang dihasilkan oleh teritori sebelumnya. Peran arsitektur pada akhirnya bukan lagi hanya memanfaatkan alam, namun menjadi bagian dari proses perubahan alam dan berkontribusi untuk mewadahi kehidupan ekosistem bawah laut yang terus berlanjut.
This design study aims to investigate the ecological trajectories that emerge through the exploration of coral reef anatomy, which will produce territorial trajectories. Territorial trajectories are important because they describe the dynamics of interaction between an entity both living and non-living with its surroundings, shaping and changing space through time. Architecture is present by responding to and processing the emissions that have been left behind by previous territories. With the context of the drowning world which is divided into three depths: shallow sea, medium sea, deep sea. This study is conducted by exploring the anatomy and potential mechanisms of coral reefs, creating mutant coral reefs and nine machines in processing emissions, scenarios of territorial trajectories as forming architecture through the integration of each entity in the ocean which includes mutant coral reefs and nine machines, tracking the crossing of the results of each entity at each depth of the sea. With the onset of the application of machinery and coral reefs, through complex and interconnected interactions, a network of trajectories is formed that then forms a dynamic and ever-changing territory over time that occurs due to the continuous interactions and intersections between each entity at various ocean depths. The result of this process is the creation of an adaptive and evolving space, where the architecture reflects the integration and response to the environment and the emissions generated by the previous territories. Thus, in the end, architecture does not only utilize nature without providing benefits to the environment; instead, it becomes part of the process of natural changes, which will contribute to accommodating the oceanic ecosystem that continuously grows."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhammad Aysar Ilman Nafi
"Studi ini bertujuan mengeksplorasi operasi chaos dan order melalui pengembangan desain arsitektur berbasis emergence. Proyek ini melihat arsitektur dari perspektif chaos dan order, serta menerapkan prinsip-prinsip sistem kompleks dalam arsitektur untuk menunjukkan arsitektur sebagai sistem yang dinamis dan holistik. Melihat arsitektur dari kacamata chaos dan order serta mendemonstrasikan dualitas posisinya sebagai sistem kompleks menyoroti kembali karakteristik arsitektur yang sering terlupakan sehingga dapat mengungkap potensi tersembunyi, mengembalikan kedinamisan arsitektur, serta memungkinkan arsitektur tumbuh dan berkembang bersama penggunanya. Konsep arsitektur dalam studi ini dikembangkan untuk menunjukkan dualitas posisinya dalam chaos dan order. Di satu sisi, arsitektur dianggap sebagai sistem kompleks yang terbentuk dari fenomena emergence. Di sisi lain, arsitektur memiliki kemampuan mengatur emergence dan perkembangan sistem kompleks lainnya. Emergence di sini merujuk pada interaksi komponen-komponen dalam sistem kompleks yang menciptakan karakteristik dinamis dan holistik yang tidak dimiliki oleh komponen individual. Pendekatan ini mendorong lingkungan yang adaptif dan tangguh, serta memberikan wawasan tentang peran arsitektur dalam membentuk perkembangan sistem kompleks.
This study aims to explore the operations of chaos and order through the development of emergence-based architectural design. The project views architecture from the perspective of chaos and order, applying complex system principles within architecture to demonstrate it as a dynamic and holistic system. Viewing architecture through the lens of chaos and order and demonstrating its dual position as a complex system highlights often forgotten architectural characteristics, revealing hidden potentials, restoring architectural dynamism, and allowing architecture to grow and evolve with its users. The architectural concept in this study is developed to show its dual position in chaos and order. On one hand, architecture is seen as a complex system formed by the phenomenon of emergence. On the other hand, it has the ability to regulate emergence and the development of other complex systems. Emergence here refers to the interactions among components within a complex system that create dynamic and holistic characteristics not present in individual components. This approach promotes adaptive and resilient environments and provides insights into the role of architecture in shaping the development of complex systems."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Rafy Adhiyarsha Sastranegara
"This study explores the concept of symbiosis between man and nature as the basis of architectural design. By perceiving nature as dynamic forces rather than inanimate objects—as understood by Indigenous society—humans shape their local environment to form a symbiotic relationship (Lo-TEK, Watson, 2019). Responding to human parasitic behavior since the Age of Enlightenment, in which we drift away from wisdom as humans progress, the exploration is conducted through analyzing how symbiosis in the natural world works. Situated in the Planet Aetheria, a conceptual model planet, demonstrates the principles of co-creation through its diverse bioregions, each contributing uniquely to a global self-regulating system. The study posits that embracing Lo-TEK (Local – Traditional Ecological Knowledge) principle, which emphasize the interconnectedness of all life forms, provides a framework for developing a circular system in architecture. By integrating these principles, the proposed designs do not merely reduce harm to the environment but actively enhance its ecological cycle. If the world is believed to be a self-regulating organism, then humans are part of the components of nature. This study redefines our relationship with nature on a different take on the Anthropocene, where humans progress without losing wisdom and relearn the symbiotic relationship of nature to be implemented in architecture as an extension of man.
Studi ini mengeksplorasi konsep simbiosis antara manusia dan alam sebagai dasar desain arsitektural. Dengan memandang alam sebagai kekuatan dinamis bukan sebagai objek yang tidak bernyawa—seperti yang dipahami oleh masyarakat adat—manusia membentuk lingkungan lokal mereka untuk membentuk hubungan simbiotik (Lo-TEK, Watson, 2019). Menanggapi perilaku parasitik manusia sejak Age of Enlightenment, di mana kita menjauh dari kebijaksanaan seiring kemajuan manusia, studi ini dilakukan melalui analisis tentang bagaimana simbiosis di alam berfungsi. Terletak di Planet Aetheria, sebuah planet model konseptual, menunjukkan prinsip-prinsip ko-kreasi melalui beragam bioregionnya, masing-masing memberikan kontribusi unik terhadap self-regilating system secara global. Studi ini mengemukakan bahwa dengan merangkul prinsip Lo-TEK (Local – Traditional Ecological Knowledge) yang menekankan keterkaitan semua bentuk kehidupan, memberikan kerangka kerja untuk mengembangkan sistem sirkular dalam arsitektur. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip ini, desain yang diusulkan tidak hanya mengurangi kerusakan lingkungan tetapi secara aktif meningkatkan siklus ekologisnya. Jika dunia dipercaya sebagai organisme yang self-regulating, maka manusia adalah bagian dari komponen alam. Studi ini meninjau ulang hubungan kita dengan alam dalam pandangan yang berbeda tentang Antroposen, di mana manusia berkembang tanpa kehilangan kebijaksanaan ekologis dan mempelajari kembali hubungan simbiotik alam untuk diimplementasikan dalam arsitektur sebagai perpanjangan tangan manusia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library