Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faris Atha Muhana Yanfaunnas
Abstrak :
Perkembangan musik di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari adanya peran musisi di Indonesia, mereka melakukan berbagai cara untuk membuat karya ciptaan yang kreatif untuk menghibur masyarakat agar dapat terus berkembang di Indonesia, salah satunya dengan menciptakan karya lagu dan/atau musik menggunakan teknik sampling dengan menggunakan atau mengambil suatu Ciptaan secara seluruh atau sebagian yang substansial. Permasalahan yang muncul terdapat dalam pengaturan mengenai perlindungan Hak Cipta di Indonesia yang masih abu-abu akan perkembangan teknik sampling dalam industri musik menyebabkan terancamnya hak moral dan hak ekonomi yang dimiliki oleh Pencipta lagu dan/atau musik orisinal dan Pencipta lagu dan/atau musik yang menggunakan teknik sampling. Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan pengaturan dan penerapan doktrin Fair Use dalam perlindungan Hak Cipta lagu dan/atau musik teknik sampling di negara Indonesia dan Amerika Serikat agar dapat meningkatkan pengaturan terkait di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis-normatif dan menggunakan pendekatan studi perbandingan dengan cara membandingkan dua atau lebih suatu kondisi. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan mengenai doktrin Fair Use dalam perlindungan Hak Cipta lagu dan/atau musik yang menggunakan teknik sampling di Indonesia dan Amerika Serikat terletak pada pengaturannya terutama dalam ruang lingkupnya, pada penerapannya produser lagu yang menggunakan teknik sampling di Amerika Serikat dapat menggunakan elemen dari lagu lainnya untuk dijadikan sampel tanpa perlu meminta izin kepada produser lagu orisinal dengan catatan bahwa elemen lagu yang dijadikan sampel tidak bersifat substansial dan memiliki perbedaan makna dengan lagu orisinal dengan memenuhi 4 faktor doktrin Fair Use, berbeda dengan Indonesia yang sangat terbatas dan tidak dapat diaplikasikan sebagai pembelaan dan pembuktian. ......The development of music in Indonesia can not be separated from the role of musicians in Indonesia, they do various ways to create creative works to entertain the public in order to continue to grow in Indonesia, one of them by creating a song and / or music using sampling techniques by using or taking a Creation in whole or in substantial part. Problems that arise are in the regulation of copyright protection in Indonesia which is still gray on the development of sampling techniques in the music industry causing the threat of moral rights and economic rights owned by the creator of the original song and / or music and the creator of the song and / or music using sampling techniques. The purpose of the research in this thesis is to identify the differences in regulation and application of the doctrine of Fair Use in copyright protection of songs and / or music sampling techniques in Indonesia and the United States in order to improve related arrangements in Indonesia. The research method used in this study is a juridical-normative research method and uses a comparative study approach by comparing two or more conditions. This research indicates that the differences in the doctrine of Fair Use for copyright protection of songs and/or music using sampling techniques in Indonesia and the United States lie in their regulations, particularly in their scope. In practice, song producers in the United States who utilize sampling techniques can use elements from other songs as samples without needing to obtain permission from the original song producer, provided that the elements used are not substantial and carry a different meaning from the original song, in accordance with the four factors of the Fair Use doctrine. This contrasts with Indonesia, where the regulations are considerably restrictive and cannot be applied as a defense or proof.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabian Raffa Reyhan
Abstrak :
Recaps film adalah salah satu jenis konten yang dapat dibuat oleh para creator YouTube untuk mendapatkan uang atau keuntungan dari sistem monetisasi yang disediakan oleh YouTube. Saqahayang adalah salah satu creator yang membuat jenis konten ini pada kanal YouTube-nya. Recaps film sendiri dapat di definisikan sebagai suatu konten penceritaan kembali suatu film/serial yang sedang atau sudah tayang di publik, dengan menggunakan narasi pembuat konten sendiri serta menggunakan unsur audio dan visual dari film atau serial yang dijadikan subjek yang memiliki sifat ‘pengganti’, dimana penonton atau calon penonton suatu film dapat menonton dan mengerti isi dari suatu film dalam waktu 15 sampai 30 menit tanpa harus menonton film yang dijadikan subjek secara keseluruhan di bioskop atau layanan streaming. Walaupun YouTube sebagai penyedia platform sudah memiliki aturan tentang larangan penggunaan karya orang lain tanpa ijin pengguna, pelanggaran mengenai hal tersebut masih kerap terjadi. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pembuatan konten berjenis recaps film yang dibuat oleh Saqahayang memiliki potensi pelanggaran Hak Cipta. Tindakan yang dilakukan Saqahayang juga tidak dapat dikategorikan sebagai ‘penggunaan yang wajar’ karena terdapat kepentingan ekonomi pencipta cuplikan film atau serial yang dirugikan. Sebagai bentuk tanggung jawab dan cara untuk menanggulangi permasalahan tersebut, YouTube memiliki Formulir Web DMCA Publik, Copyright Match Tool, dan Content ID yang dapat membantu dan melindungi pencipta dan para pemilik hak cipta. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, tulisan ini akan menganalisis mengenai bentuk pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh Saqahayang dan bagaimana bentuk tanggung jawab hukum YouTube sebagai penyedia platform. ......Film recaps are one type of content that can be created by YouTube creators to earn money or profit from the monetization system provided by YouTube. Saqahayang is one of the creators who produces this type of content on their YouTube channel. Film recaps can be defined as a retelling of a movie/TV series that is currently airing or has already been released to the public, using the creator's own narration and incorporating audio and visual elements from the film or series being discussed. It serves as a 'substitute' that allows viewers or potential viewers to understand the content of a film within 15 to 30 minutes, without having to watch the entire film in theaters or on streaming services. Although YouTube, as a platform provider, has rules against the unauthorized use of others' work, violations still occur frequently. Referring to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, the production of film recap content by Saqahayang has the potential to infringe on Copyright. Saqahayang's actions cannot be categorized as 'fair use' because they economically affect the creators of the film or series excerpts. As a form of responsibility and a way to address this issue, YouTube provides the Public DMCA Web Form, Copyright Match Tool, and Content ID to assist and protect creators and copyright owners. Using a normative juridical research method, this paper will analyze the forms of copyright infringement committed by Saqahayang and the legal responsibilities of YouTube as a platform provider.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Zhafira Audrina
Abstrak :
Memasuki era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat erat kaitannya dengan dunia digital sebagai media untuk mendapatkan informasi secara cepat dan signifikan. Perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi ini tentu juga memberi perubahan terhadap hukum, terutama hukum kekayaan intelektual. Salah satu hukum kekayaan intelektual yang ikut berkembang seiring dengan perkembangan zaman adalah mengenai hak cipta. Hak cipta juga erat kaitannya dengan royalti yang merupakan bentuk perwujudan nyata dari hak ekonomi yang dihasilkan oleh pencipta atas ciptaannya itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga telah dijelaskan mengenai royalti yang merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Berkaitan dengan royalti hak cipta, akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan keputusan hakim dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB yang pada intinya adalah dikabulkannya tuntutan pembagian royalti hak cipta sebagai harta bersama. Kasus tersebut bermula dari gugatan cerai yang dilayangkan oleh Inara (istri) kepada Virgoun (suami, yang merupakan musisi) melalui Pengadilan Agama Jakarta Barat. Dalam gugatan tersebut, terdapat 7 (tujuh) tuntutan dan salah satu tuntutannya adalah untuk memberikan royalti kepada Inara terhadap 3 (tiga) lagu Virgoun. Kemudian, Pengadilan mengabulkan gugatan Inara secara penuh termasuk dengan tuntutan untuk memberikan royalti sebesar 50% kepada Inara. Hal ini terjadi karena pembuatan 3 (tiga) lagu tersebut oleh Virgoun terinspirasi dari Inara dan juga anak-anaknya. Kasus tersebut menjadi pembicaraan hangat masyarakat dikarenakan kasus tersebut digadang-gadang yang menjadi kasus pertama di Indonesia yang dikabulkan secara penuh tuntutan pembagian royalti hak cipta atas harta bersama. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai keterkaitan royalti hak cipta dengan harta bersama dalam perkawinan, yang mana menjadi polemik di masyarakat atas dasar hukum dari keterkaitan dua hal tersebut dan juga berkaca langsung pada kasus nyata dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penelitian ini menemukan bahwa memang benar adanya royalti hak cipta dapat menjadi objek dalam perkawinan, namun terdapat beberapa catatan untuk hakim untuk memutus mengenai pembagian besaran royalti dan juga mengenai aturan pemanfaatan, pengelolaan, dan pengalihan royalti pasca putus perkawinan. ......Entering the era of globalization, the development of science and technology has a significant impact on social life. In living their daily lives, people are closely related to the digital world as a medium for obtaining information quickly and significantly. These developments in science and technology of course also bring changes to law, especially intellectual property law. One of the intellectual property laws that has developed along with the times is regarding copyright. Copyright is also closely related to royalties which are a real form of manifestation of economic rights generated by the creator of his own creation. In Law Number 28 of 2014, royalties are also explained, which are compensation for the use of the economic rights of a work or product related rights received by the creator or owner of related rights. Regarding copyright royalties, recently, Indonesian society has been shocked by the judge's decision in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB, which in essence is the granting of the demand for distribution of copyright royalties as joint property. The case started with a divorce lawsuit filed by Inara (wife) against Virgoun (husband, who is a musician) through the West Jakarta Religious Court. In the lawsuit, there are 7 (seven) demands and one of the demands is to provide royalties to Inara for 3 (three) Virgoun songs. Then, the Court granted Inara's lawsuit in full, including the demand to provide 50% royalties to Inara. This happened because Virgoun's creation of these 3 (three) songs was inspired by Inara and her children. This case became a hot topic of discussion among the public because it was predicted to be the first case in Indonesia where the demand for distribution of copyright royalties on joint property was fully granted. This research will discuss the relationship between copyright royalties and joint assets in marriage, which has become a polemic in society based on the legal basis of the relationship between these two things and also reflects directly on the real case in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB. This research was carried out with a normative juridical approach and used a descriptive-analytical research typology. This research found that it is true that copyright royalties can be an object in marriage, but there are several notes for the judge to decide regarding the distribution of the amount of royalties and also regarding the rules for utilization, management and transfer of royalties after the breakup of the marriage.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paquita Aleysandra Aria Syifa
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hak cipta lagu dan/atau musik di Indonesia, terkhusus dalam pemanfaatan ciptaan guna memperoleh keuntungan ekonomi pada penyelenggaraan konser musik. Konser musik merupakan salah satu bentuk layanan publik yang bersifat komersial maka dalam penyelenggaraannya, pihak pengguna, yaitu Promotor memiliki kewajiban untuk membayar imbalan berupa royalti kepada Pencipta yang ciptaannya digunakan oleh Pelaku Pertunjukan. Pembayaran royalti tersebut didasari oleh adanya lisensi yang dilakukan oleh Promotor dengan LMK. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti secara mendalam mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan konser musik, hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap subjeknya, dan solusi alternatif dalam hal mekanisme pengelolaan royalti pada penyelenggaraan konser musik di Indonesia dengan diberlakukannya sistem direct licensing yang telah diterapkan oleh beberapa LMK di luar negeri, seperti Inggris dan Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan norma hukum, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan serta dilengkapi dengan pendekatan kualitatif melalui adanya wawancara dengan narasumber. Adapun hasil dari Skripsi ini, yaitu dalam praktek pengelolaan royalti pada penyelenggaraan konser musik di Indonesia, para subjek belum mendapatkan imbalan yang wajar, minimnya kesadaran para Promotor untuk melakukan kewajiban dalam pengurusan lisensi dan pembayaran royalti, serta belum berjalannya sebuah sistem informasi dan data pada pendistribusian royalti lagu dan/atau musik di Indonesia. ......This thesis discusses the copyright arrangement of songs and/or music in Indonesia, specifically in the utilization of creation to obtain economic benefits in the organization of music concerts. Music concerts are one form of public service that is commercial in nature so in its implementation, the user, the Promoter has an obligation to pay a reward in the form of royalties to the Creator whose work is used by the Performer. The royalty payment is based on the license made by the Promoter with the CMO. This research was conducted to examine in depth the parties involved in organizing music concerts, the rights and obligations that must be fulfilled by each subject, and alternative solutions in terms of royalty management mechanisms for organizing music concerts in Indonesia with the enactment of a direct licensing system that has been implemented by several CMOs abroad, such as the United Kingdom and the United States. The research method used is normative juridical using a legal norm approach, provisions in laws and regulations and is complemented by a qualitative approach through interviews with sources. The results of this thesis, namely in the practice of royalty management in organizing music concerts in Indonesia, the subjects have not received reasonable compensation, the lack of awareness of the Promoters to carry out their obligations in managing licenses and royalty payments, and the absence of an information and data system on the distribution of royalties for songs and/or music in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Wisriansyah
Abstrak :
Pencipta dalam melahirkan suatu karya cipta membutuhkan kreativitas dari kemampuan daya pikir yang membutuhkan pengorbanan serta pertimbangan untuk mewujudkan idenya, seperti waktu, tenaga, dan pikiran. Dengan begitu, sudah sepantasnya bagi pencipta untuk diberikan penghargaan dan perlindungan hukum atas hasil karya ciptanya. Namun, masih kerap terjadi tindakan penjiplakan karya cipta rancangan busana untuk memperoleh manfaat ekonomi dengan memproduksi busana dari karya tersebut. Perbuatan penjiplakan karya cipta dengan tanpa izin merupakan perbuatan melanggar hukum. Dalam hal ini, timbul problematika bagaimana bentuk perlindungan hukum para pencipta rancangan busana tersebut, apakah hak cipta atau desain industri yang lebih tepat untuk memberikan perlindungan hukum dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual. Penelitian dalam skripsi menggunakan metode yuridis normatif, yang mana mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Data yang digunakan adalah data sekunder melalui studi literatur dan wawancara dengan narasumber. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis berpendapat bahwa rezim hukum dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual yang lebih tepat untuk memberikan perlindungan terhadap karya rancangan busana adalah hak cipta. ......In creating a creative work, the creator requires creativity from the ability of the mind that requires sacrifice and consideration to actualize the idea, such as time, energy, and thoughts. Therefore, it is appropriate for creators to be given appreciation and legal protection for their works. However, there are still frequent cases of plagiarizing the copyrighted fashion designs to obtain economic benefits by producing clothing from those works. Copying the copyrighted works without permission is an illegal act. In this case, a problem arises as to the form of legal protection for the creators of those fashion designs, whether copyrights or industrial designs are more appropriate to provide legal protection from the perspective of Intellectual Property Rights. The research in the thesis used the normative juridical method, which refers to legal norms in statutory regulations. The data sources used in this study are secondary data through literature studies and interviews with informant. The data obtained will be analyzed using qualitative data analysis methods. Based on the results of the research, the author argues that the legal regime in the perspective of Intellectual Property Rights that is more appropriate to provide protection for fashion design works is copyright.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Dinia Rizky Ayu Nursetadewi
Abstrak :
Pendaftaran merek merupakan hal penting di Indonesia karena adanya prinsip first to file. Pendaftaran merek berikut penggunaannya pun perlu dilakukan secara cermat agar terhindar dari pelanggaran merek yang belum secara lengkap diatur dalam Undang-Undang Merek, yang mana dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan para pihak. Apabila dilihat pada Putusan No. 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby maka di dalamnya dapat ditemukan penggunaan merek yang tidak sesuai dengan yang didaftarkan yang dihadapkan dengan gugatan pelanggaran merek, yakni persamaan merek pada pokoknya. Kedua pelanggaran merek tersebut belum diatur secara mendalam dalam Undang-Undang Merek. Bahkan penggunaan merek yang tidak sesuai dengan yang didaftarkan tidak diatur pada peraturan manapun. Dalam putusan tersebut prinsip first to file menjadi tidak berlaku, hal ini sebagai dampak dari adanya penggunaan merek yang tidak sesuai dengan yang didaftarkan yang dihadapkan dengan gugatan pelanggaran merek. Untuk menentukan dampak tersebut harus dilihat pemenuhan kriteria dari kedua pelanggaran merek yang dimaksud, karena dengan adanya penggunaan merek yang tidak sesuai dengan yang didaftarkan seharusnya tidak semata-mata menyebabkan merek tersebut dapat dikatakan memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek lain. Selain itu, unsur itikad tidak baik juga perlu dilihat, yang mana justru sebenarnya dapat dilihat dari waktu pendaftaran serta penggunaan merek tersebut. ......Trademark registration is important in Indonesia because of the first to file principle. Mark registration and its use also need to be carried out carefully in order to avoid infringement on marks that have not been fully regulated in the Trademark Law, which can lead to legal uncertainty and harm to the parties. When seen in Decision No. 2/Pdt.Sus.HKI/Merek/2022/PN Niaga Sby, it can be found that the use of a mark that is not in accordance with the one registered is being faced with a lawsuit for trademark infringement, namely brand similarity in principle. The two trademark violations have not been regulated in depth in the Trademark Law. Even the use of a mark that is not in accordance with the one registered is not regulated in any regulations. In this decision the principle of first to file is not valid, this is as a result of the use of a mark that is not in accordance with the one registered which is faced with a lawsuit for trademark infringement. In order to determine this impact, it is necessary to look at the fulfillment of the criteria for the two trademark violations in question, because the use of a mark that is not in accordance with the one registered should not merely cause the mark to be said to have similarities in principle with other marks. In addition, the element of bad faith also needs to be seen, which can actually be seen from the time of registration and use of the mark.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Athallah Sakti
Abstrak :
Pengunaan dan pendaftaran/ pencatatan Logo yang tidak tepat marak menjadi sengketa antara pengguna hak cipta dan merek, hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman mengenai perlindungan dari kedua hak tersebut. Pada dasarnya Perlindungan Hak Cipta hanya diterapkan untuk komersialisasi Ciptaan. Sedangkan, perlindungan Merek pada dasarnya memiliki tujuan untuk melindungi produk berupa barang atau jasa. Adanya Pasal 65 dalam Undang-Undang Hak Cipta membuat sebuah hak cipta Logo tidak dapat didaftarkan menjadi Merek Terdaftar jika memiliki kesamaan. Pengaturan tidak memperbolehkan pedaftaran hak cipta logo yang memiliki kesamaan dengan merek terdaftar menghindari adanya pelanggaran merek persamaan pada pokoknya dengan sebuah Merek Terdaftar. Persamaan pada pokoknya sendiri merupakan adanya kesamaan arti, bunyi dan tampilan dengan tujuan membuat kebingungan konsumen secara nyata. Namun dalam pengenaan pelanggaran persamaan pada pokoknya sebuah merek harus digunakan terlebih dahulu oleh pihak lain. Tidak adanya pengaturan mengenai pengenaan sanksi persamaan pada pokoknya terhadap objek kekayaan intelektual lain mengakibatkan pemilik Merek Terdaftar mengalami kerugian yang besar dengan tidak dapat menjalankan periklanan dan promosi produk secara maksimal. Dalam praktiknya membuat pemilik hak cipta berbentuk logo dapat melakukan penyelewengan penggunannya dengan melakukan peniruan logo dalam bentuk tampilan dengan melakukan pemasaran ciptannya. Maka sebuah logo seharusnya tidak dapat dimiliki oleh pemilik hak cipta dan Merek secara bersamaan, perlu adanya pilihan yang harus ditentukan dengan pertimbangan yang tepat. Jika ingin melakukan untuk komersialisasi Ciptaan gunakanlah perlindungan hak Cipta. Namun gunakanlah perlindungan Merek bila yang ingin dilindungi adalah sebuah produk dari adanya peniruan, penjiplakan dan pemalsuan oleh pihak lain yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena merusak repurtasi produk. ......Inappropriate use and registration of Logos are rife in disputes between copyright and trademark users, this is due to a lack of understanding regarding the protection of these two rights. Copyright Protection only applies to the commercialization of Works. Meanwhile, trademark protection aims to protect products in the form of goods or services. The existence of Article 65 in the Copyright Act makes a Logo copyright cannot be registered as a Registered Mark if it has similarities. The arrangement of not obtaining a logo copyright registration that has similarities with a registered mark avoids any trademark infringement in essence with a Registered Mark. The similarity in essence is the similarity in meaning, sound, and appearance to create real consumer confusion. However, in the imposition of an equality violation, in essence, a mark must be used first by another party. The absence of regulations regarding the imposition of equal sanctions in principle against other intellectual property objects results in the owner of the Registered Mark experiencing a large loss by not being able to run product advertising and promotion to the fullest. In practice, creating a copyright owner in the form of a logo can misuse its use by imitating the logo in the form of a display by marketing the creation. So a logo should not be owned by the copyright owner and the Mark simultaneously, there needs to be a choice that must be determined with proper consideration. If you want to commercialize a work, use copyright protection. However, use Mark protection if you want to protect a product from imitation, plagiarism, and falsification by other parties which can lead to unfair business competition because it damages product's reputation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathiifa Wirasatya Listyo Putri
Abstrak :
Merek memiliki peran yang besar dalam kehidupan sehari-hari sebagai pembeda antara barang yang satu dan lainnya. Merek tergolong sebagai HKI dapat dilihat dalam pemenuhan perlindungan hukum yang bersifat represif yang berada dibawah naungan hukum perdata dalam arti luas dan hukum pidana. Pokok bahasan penulis adalah mengenai bagaimana perlindungan hukum represif terhadap Merek dalam lingkup hukum pidana dijalankan. Dalam penelitian ini jenis atau tipe penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum yuridis normatif. Pengolahan data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Terhadap data yang telah terkumpul melalui proses-proses yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian dilakukan analisis data secara kualitatif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa perlindungan HKI di bidang merek diwujudkan dalam bentuk preventif dan represif. Perlindungan merek terdaftar yang bersifat preventif dari Negara berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek) diatur dalam Pasal 20, 21 dan 22. Perlindungan represif terkait kasus pelanggaran Merek Dagang dalam ranah pidana dijalankan dengan merujuk kepada ketentuan Pasal 100, Pasal 102 dan Pasal 103 UU Merek yang terkait dengan pelaksanaannya diatur dalam Pasal 99 UU Merek mengenai penyidikan. ......The brand has a big role in everyday life as a differentiator between one item and another. Trademarks classified as IPR can be seen in the fulfillment of repressive legal protection which is under the auspices of civil law in the broadest sense and criminal law. The author's subject is how the repressive legal protection of Marks within the scope of criminal law is carried out. In this research, the type of research used is normative juridical legal research with the type of data processing in the form of a qualitative approach, as well as using data collection techniques in the form of literature studies. For the data that has been collected through the processes that described earlier, then qualitative data analysis is carried out. The research findings show that IPR protection in the field of marks is manifested in preventive and repressive forms. Preventive protection of registered marks from the State based on on Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications (Mark Law) is regulated in Articles 20, 21, and 22. Repressive protection related to cases of trademark infringement in the criminal realm is carried out by referring to the provisions of Article 100, Article 102, and Article 103 of the Trademark Law which are related to its implementation and are regulated in Article 99 of the Trademark Law concerning investigations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Andien Hanifa
Abstrak :
Penetapan PP No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif memuat ketentuan mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang memberikan sarana baru bagi pelaku ekonomi kreatif untuk menjaminkan kekayaan intelektual serta mendapatkan pembiayaan. Akan tetapi, dalam UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak diatur mengenai bentuk penjaminan merek. Namun, penetapan PP No. 20 Tahun 2022 masih sangat baru maka penulis mengkritisi dan menganalisis pengaturan terkait penjaminan merek sebagai objek jaminan utang untuk memperoleh pembiayaan dengan membandingkan pengaturan dan penerapannya di Amerika Serikat. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis-normatif, dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yaitu PP No. 24 Tahun 2022, UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan Article 9 Uniform Commercial code kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangan serta memberikan rekomendasi terkait implementasi pengaturannya. Hasil dari penelitian oleh penulis adalah merek sebagai jaminan utang dapat dibebankan atas jaminan fidusia dan implementasi harus memerhatikan penilaian kekayaan intelektual sebagai jaminan. ......The stipulation of PP No. 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy contains provisions regarding intellectual property-based financing schemes that provide new means for creative economy actors to pledge intellectual property and obtain financing. However, Law No. 20/2016 on Trademarks and Geographical Indications does not regulate the form of brand collateral. Nevertheless, the stipulation of Government Regulation No. 20 of 2022 is still very new, hence the author criticizes and analyzes the regulation related to brand collateral as an object of debt collateral to obtain financing by comparing the regulation and its application in the United States. The research method in writing this thesis is juridical-normative, and uses library materials such as primary, secondary, and tertiary legal materials, namely PP No. 24 of 2022, Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees, and Article 9 of the Uniform Commercial code then analyzes the advantages and disadvantages and provides recommendations regarding the implementation of its arrangements. The result of the research by the author is that the trademark as debt collateral can be imposed on fiduciary guarantees and the implementation must pay attention to the valuation of intellectual property as collateral.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Anindita Trisaksono
Abstrak :
Perkembangan teknologi yang begitu pesat tentunya mempengaruhi banyak aspek kehidupan kita, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan hukum kekayaan intelektual. Karena perkembangan teknologi, karya-karya baru yang tidak ada di masa lalu sekarang ada. Jenis pelanggaran baru yang bisa dilakukan di internet juga bertambah. Belakangan ini ada jenis lagu baru yaitu lagu remix. Lagu Remix adalah lagu yang dalam komposisinya telah dilakukan aransemen sehingga lagu yang dihasilkan menjadi versi yang berbeda genre dari aslinya. Dalam penelitian ini, Penulis akan fokus pada bagaimana implementasi lagu remix di Indonesia, yang mencakup praktik yang dilakukan oleh produser remix dan kepatuhannya terhadap Undang-Undang. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi para produser dan pencipta lagu remix untuk mengetahui hak dan kewajibannya dalam menjalankan praktiknya. Penelitian ini dilakukan melalui studi normatif dan empiris yang diperoleh melalui studi pustaka dan juga wawancara yang dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan praktik lagu remix. Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah, dapat dipahami bahwa praktik lagu remix belum sepenuhnya dilakukan berdasarkan Undang-Undang. Namun, sebenarnya pencipta lagu tidak keberatan dan tidak merasa dirugikan dengan adanya lagu remix. ......The vast development of technology certainly affects our life, including intellectual property law. Due to the development of technology, new kind of works that did not exist in the past now exist. A new type of infringement that can be done on the internet is now emerging. In recent days, there has been a new type of song, which is a remix song. A remix song is a song that has had arrangements in its compositions so that the song results in a different version from the original one. In this research, the Author will focus on how the implementation of remix songs in Indonesia, namely the practice done by remix producers and its compliance with the Law. Hopefully, this research can be a source of knowledge for remix producers and songwriters to know their rights and responsibilities in conducting their practice. This research is done through normative and empirical study, obtained through literature study and interviews with parties related to the practice of remixing songs. Then, it can be concluded that the practice of remixing songs has not been thoroughly conducted according to the Law. However, songwriters do not object to it as it brings no harm to them.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>