Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Chairizka Annisa Hasymizar
Abstrak :
Di Indonesia, permasalahan mengenai pendaftaran tanah kerap menjadi isu yang tidak terselesaikan. Mulai dari pemalsuan dan penggandaan sertifikat hingga kesalahan pencatatan pada Kantor Pertanahan menjadi masalah utama yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah di Indonesia. Permasalahan tersebut berdampak pada hilangnya kepastian hukum terkait hak milik terhadap suatu tanah. Teknologi Blockchain merupakan database yang menawarkan keamanan dan kemudahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan kemampuan pencatatannya yang memiliki tingkat ketahanan tinggi dengan fitur time stamp dan distributed ledger yang ditawarkan. Sistem tersebut dapat menjadi solusi untuk mencegah tindakan pemalsuan, kesalahan pencatatan, serta sertifikat tanah ganda di Indonesia. Selain itu, pemanfaatan teknologi Blockchain selaras dan telah memenuhi nilai-nilai yang terdapat di perundang-undangan Indonesia tentang pendaftaran tanah secara elektronik di Indonesia. Hal tersebut membuat Blockchain dapat menjadi suatu solusi alternatif di Indonesia dengan keunggulan yang dapat menyelesaikan permasalahan pada bidang pertanahan di Indonesia. ......In Indonesia, problems regarding land registration often become unresolved issues. Starting from counterfeiting and the duplicating of certificates to recording errors at the Land Office, these are main problems that cause land disputes in Indonesia. These problems have an impact on the loss of legal certainty regarding ownership rights to a land. Blockchain technology is a database that offers security and convenience in carrying out land registration with its recording capabilities that have a high level of resilience with the time stamp and distributed ledger features it offers. This system can solve counterfeiting, recording errors, and double land certificates in Indonesia. In addition, Blockchain is also aligned and meets the values contained in the Indonesian legislation about electronic land registration. This makes Blockchain an alternative solution in Indonesia because it already has many advantages that can solve problems in the land sector in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farrell Charlton Firmansyah
Abstrak :

Tulisan ini menganalisis bagaimana aspek perlindungan Hak Cipta dari hasil motion Capture dan juga aspek Pelindungan Data Pribadi dalam tindakan Motion Capture. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian doktrinal. Motion Capture merupakan sebuah tindkaan perekaman gerakan tubuh termasuk gerakan ekspresi wajah yang kemudian dapat diaplikasikan dalam suatu animasi digital. Hasil dari Motion Capture adalah serangkaian gambar bergerak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta hasil karya Motion Capture dapat dilindungi sebagai karya cipta berupa karya sinematografi karena memenuhi persyaratan orisinalitas dan fiksasi. Kemudian dalam karya ini terdapat hak terkait berupa hak pelaku pertunjukan dan juga terdapat hak potret. Secara spesifik perekaman Motion Capture terhadap wajah merupakan bentuk pemrosesan data pribadi karena rekaman wajah merupakan data biometrik oleh karena itu harus dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Dalam analisis ini ditemukan bahwa dalam konteks motion capture terdapat persinggungan antara Hak Potret dan Hak Pelindungan Data Pribadi ......This article analyzes the aspects of copyright protection for Motion Capture results and the aspects of Personal Data Protection in Motion Capture actions. This research was conducted using a doctrinal research method. Motion Capture is a recording of body movements, including facial expressions, which can then be applied in digital animation. The result of Motion Capture is a series of moving images. Based on Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, Motion Capture works can be protected as cinematographic works because they meet the requirements of originality and fixation. In this work, there are related rights such as the rights of performers and portrait rights. Specifically, the recording of Motion Capture on the face is considered a form of personal data processing because facial recordings are biometric data. Therefore, personal data protection must be carried out in accordance with Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection. In this analysis, it is found that in the context of Motion Capture, there is an intersection between Portrait Rights and Personal Data Protection.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmannisa Fadhilah
Abstrak :
Live streaming telah menjadi sebuah tren dan mampu memunculkan suatu industri baru. Live stream kerap dikatakan sebagai penyiaran secara waktu nyata melalui internet, namun hal ini menimbulkan pertanyaan terkait kegiatan penyiaran yang dilaksanakan oleh live stream apakah memiliki pengertian yang sama dengan penyiaran sebagaimana dimaksud oleh UU Penyiaran serta terdapat kemungkinan dengan perwujudan partisipasi khalayak atas web 2.0 melalui produk live stream dapat menimbulkan sebuah jenis karya baru. Melalui pendekatan yuridis normatif dalam melakukan penelitian ini akan meneliti kedudukan produk live stream dalam UU Hak Cipta dan perlindungan dari suatu konten live stream yang dilakukan pengunggahan ulang tanpa izin. Kegiatan penyiaran yang dilakukan oleh live streaming tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan penyiaran sebagaimana pengertian UU Penyiaran dan tidak memiliki hak siar sebagaimana UU Hak Cipta. Video live stream permainan gim dapat dikategorikan sebagai suatu ciptaan, melakukan tindakan pengunggahan ulang konten live stream merupakan suatu pelanggaran hak eksklusif pencipta. Pencipta konten yang merasa hak kekayaan intelektualnya telah dilanggar dapat melakukan upaya melalui jalur litigasi maupun non litigasi. ......Live streaming has become a trend and is capable of giving rise to a new industry. Live streams are often said to be broadcasting in real time via the internet, but this raises questions regarding broadcasting activities carried out by live streams whether they have the same meaning as broadcasting as referred to in the Broadcasting Law and there is a possibility of realizing audience participation on web 2.0 through live products streams can give rise to a new kind of work. Through a normative juridical approach in conducting this research, it will examine the position of live stream products in the Copyright Law and the protection of live stream content that is re-uploaded without permission. Broadcasting activities carried out by live streaming cannot be categorized as an act of broadcasting as defined in the Broadcasting Law and do not have broadcast rights as per the Copyright Law. Video game live streams can be categorized as a creation, re-uploading live stream content is a violation of the creator's exclusive rights. Content creators who feel their intellectual property rights have been violated can make efforts through litigation or non-litigation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Saffanisa Sudiardiputri
Abstrak :
Slogan merupakan kalimat yang terdiri dari susunan kata yang menarik dan biasa digunakan untuk mempromosikan suatu merek. Slogan pada dasarnya dapat dilindungi sebagai merek. Pengertian merek slogan belum diatur secara spesifik dalam hukum merek Indonesia, tetapi berdasarkan definisi merek yang ada dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Merek slogan dapat dikategorikan sebagai jenis merek yang termasuk dalam lingkup merek kata. Penelitian ini membahas terkait perlindungan slogan sebagai merek di Indonesia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji terkait perlindungan merek slogan serta threshold daya pembeda dalam merek slogan di Indonesia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Merujuk pada hal tersebut, penulis akan mengaitkan antara pokok permasalahan dengan peraturan serta doktrin terkait. Kemudian, metode komparatif dengan pembahasan perbandingan antara negara Amerika Serikat dan Uni Eropa yang telah mengeluarkan mengatur mengenai merek slogan secara rinci. Penulisan ini akan memuat analisis terkait pengaturan terkait merek slogan yang dapat diaplikasikan di Indonesia. Dengan ini harapannya bagi hukum merek Indonesia untuk mengeluarkan peraturan terkait merek slogan dengan mempertimbangkan efektivitas dan evaluasi dari beberapa negara dan analisa yuridis yang telah dipaparkan. ......Slogan is a sentence consisting of interesting wording and is commonly used to promote a brand. Essentially, slogans can be protected as trademarks. The definition of a slogan mark has not been specifically regulated in Indonesian trademark law, but based on the definition of a mark in Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, a slogan mark can be categorized as one sort of trademark that falls within the realm of word mark. This study investigated the trademark protection of slogans in Indonesia, the United States, and the European Union. The aim of this study is to investigate the protection of slogan marks and the distinctiveness threshold of slogan mark in Indonesia, the United States, and Europe. This research is normatively legal and employs qualitative analytical techniques. In reference to this, the author will connect the topic to relevant rules and doctrines. Then, the comparative technique with a comparative discussion between the United States and the European Union enacted slogan mark laws in detail. This paper will analyze legislation governing slogan mark that can be used in Indonesia. Consequently, it is desired that the Indonesian trademark law issue restrictions relating to slogan mark, taking into account the effectiveness and evaluation of many countries and the offered legal analysis.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Keynes
Abstrak :
Merek merupakan salah satu hak kekayaan atas intelektual yang mendapatkan perlindungan hukum. Sistem perlindungan hukum di Indonesia menggunakan sistem first to file yang dalam ketentuannya hanya memberikan perlindungan terhadap merek terdaftar sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Merek terkenal memiliki hak eksklusif dalam ketentuan internasional TRIPs yang memberikan perlindungan terhadap merek terkenal meskipun tidak terdaftar. Berdasarkan ketentuan itu maka merek yang tidak terkenal dan tidak terdaftar menjadi tidak mendapatkan perlindungan.. Merek yang tidak mendapatkan perlindungan akan diambil hak eksklusifnya oleh pihak lain dengan melakukan tindakan-tindakan pelanggaran merek seperti meniru, menjiplak, dan tindakan lainnya yang dilanggar oleh peraturan perundang-undangan. Tulisan ini mengkaji asas-asas hukum dengan menggunakan metode yuridis normative mengenai perlindungan merek tidak terkenal dan tidak terdaftar di Indonesia. Penggunaan metode ini akan digunakan dalam menganalisis perkara-perkara perlindungan merek tidak terkenal dan tidak terdaftar yang sudah dituangkan dalam putusan pengadilan. Hasil temuan dari penelitian dalam tulisan ini melalui putusan pengadilann yaitu merek tidak terkenal dan tidak terdaftar dapat diberikan perlindungan oleh sistem hukum Indonesia terhadap pihak yang mendaftarkan merek dengan prinsip iktikad tidak baik sesuai dengan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Prinsip iktikad tidak baik dalam Penjelasan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu melakukan tindakan meniru, menjiplak, atau mengikuti merek milik pihak lain yang dapat menyesatkaan masyarakat. Majelis hakim mengabulkan gugatan pembatalan merek yang diajukan oleh pemilik merek tidak terkenal dan tidak terdaftar dan memerintahkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual untuk membatalkan pendaftaran merek yang berdasarkan prinsip iktikad tidak baik. ......Trademark is one of the intellectual property rights that get legal protection. The legal protection system in Indonesia uses a first-to-file system, which in its provisions only provides protection for registered marks in accordance with Article 3 of Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications. Well-known brands have exclusive rights in the international provisions of TRIPs which provide protection for well-known brands even though they are not registered. Based on these provisions, brands that are not well-known and unregistered become unprotected. Marks that do not receive protection will have their exclusive rights taken away by other parties by carrying out acts of brand infringement such as imitating, plagiarizing, and other actions that are violated by laws and regulations. invitation. This paper examines the legal principles using normative juridical methods regarding the protection of unknown and unregistered marks in Indonesia. The use of this method will be used in analyzing cases of non-famous and unregistered trademark protection that have been set forth in court decisions. The findings from the research in this paper through a court decision, namely that brands that are not well-known and not registered can be given protection by the Indonesian legal system for those who register brands in bad faith in accordance with Article 21 paragraph (3) of Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications. Bad faith in the Elucidation of Article 21 paragraph (3) of Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, namely committing acts of imitating, plagiarizing, or following the marks of other parties that can mislead the public. The panel of judges granted the lawsuit for trademark cancellation filed by a nameless and unregistered mark owner and ordered the Directorate General of Intellectual Property to cancel trademark registration based on the principle of bad faith.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Angela Violetta
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kedudukan Fenomena Meme Internet dari Perspektif Hukum Hak Cipta Indonesia, Uni Eropa dan Amerika. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu dengan cara mengurai suatu hal hingga komponen dasarnya kemudian menganalisis hubungan masing-masing komponen dengan keseluruhan konteks dan pembahasan dari bermacam sudut pandang. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas bagaimana pengaturan pembatasan dan pengecualian Indonesia, Uni Eropa dan Amerika dan menganalisis kedudukan meme internet sesuai pengaturan tersebut. Meme internet sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan telah menjadi bagian dari kehidupan berinternet sepatutnya diberikan ruang oleh Udang-Undang Hak Cipta. Kemudian setelah menganalisis yurisdiksi negara lain dapat dipelajari doktrin baru seperti Transformative Use yang diatur di Amerika Serikat dapat diimplementasikan ke dalam pengaturan hak cipta di Indonesia. ......The focus of this study discusses the position of the Internet Meme Phenomenon from the perspective of Indonesian, European Union and American Copyright Law. This study uses a qualitative data analysis method, namely by breaking something down to its basic components and then analyzing the relationship between each component with the overall context and discussion from various points of view. Therefore, this thesis will discuss how to regulate the restrictions and exclusions of Indonesia, the European Union and America and analyze the position of internet memes according to these settings. Internet memes as a form of freedom of expression and have become part of internet life should be given space by the Copyright Act. Then after analyzing the jurisdictions of other countries, it is possible to learn new theories such as Transformative Use which is regulated in the United States, which can be implemented into copyright regulations in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakananda Defiano Jusuf Firmano
Abstrak :
Merek fiksi pada dasarnya dilindungi ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun, kerap ditemukan upaya pendaftaran merek fiksi oleh pelaku usaha yang bukan merupakan pemegang hak cipta. Merek fiksi yang tidak didaftarkan sebagai merek membuka kesempatan bagi pelaku usaha lain untuk mendaftarkan merek fiksi tersebut sebagai merek terdaftar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait bagaimana hukum merek di Indonesia dan Amerika Serikat mampu melindungi pendaftaran merek fiksi oleh pihak lain tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif atas norma hukum tertulis. Perbandingan putusan pengadilan di Amerika Serikat dijelaskan untuk memberikan pemahaman terkait pelindungan merek terhadap merek fiksi di negara lain. Kesimpulan dari penelitian ini adalah merek fiksi dapat dilindungi di bawah ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagai ciptaan. ......Fictional marks are protected by Indonesian Copyright Law, Law No, 28 of 2014. However, attempts to register fictitious marks are often found by business owners who are not copyright holders. A fictional trademark that is not registered as a trademark opens up opportunities for other business owners to register the fictional mark as a registered mark. This study aims to analyze how trademark law in Indonesia and the United States is able to protect fictional trademark registration by other parties without the consent of the copyright holder. This study uses normative legal research on written legal norms. A comparison of court decisions in the United States is explained to provide an understanding regarding trademark protection for fictional marks in other country. The conclusion of this study is that fictional marks can be protected under Indonesian Copyright Law, Law No, 28 of 2014 and Indonesia Trademark and Geographical Indications Law, Law No. 20 of 2016 as creation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khasfy Ikhsan Sofynur
Abstrak :
Fenomena musik Remix di Indonesia semakin berkembang dengan banyaknya masyarakat yang mulai menyukai jenis musik tersebut. Masalah yang muncul adalah ketidaksesuaian dalam penerapan hukum hak cipta pada layanan musik streaming, di mana para Remixer dapat dengan bebas mempublikasikan karyanya tanpa menyertakan musisi asli. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa musik Remix merupakan hasil perkembangan teknologi dalam seni musik, yang melibatkan penggunaan fonogram dari karya musik lain yang kemudian dimodifikasi. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengatur hak cipta fonogram, di mana produser fonogram memiliki hak-hak mekanis. Remixer diwajibkan untuk memperoleh izin dari produser fonogram melalui perjanjian lisensi. Doktrin Transformative Use, yang pertama kali muncul di Amerika Serikat, memungkinkan penggunaan kreatif terhadap karya terdahulu dengan tujuan yang berbeda. Namun, dalam konteks hukum hak cipta Indonesia, penerapan doktrin ini masih terbatas karena pentingnya melindungi hak ekonomi dan moral pencipta, terutama produser fonogram. Oleh karena itu, penggunaan karya fonogram oleh pihak lain harus didasarkan pada perjanjian lisensi dan pembayaran royalti. Penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan perlindungan hak cipta musik Remix di Indonesia dan merekomendasikan perlunya pengaturan yang lebih jelas untuk mengakomodasi penerapan doktrin Transformative Use. ......The phenomenon of Remix music in Indonesia is growing with many people starting to like this type of music. The problem that arises is the discrepancy in the application of copyright law on streaming music services, where Remixers can freely publish their work without including the original musicians. The approach used in this research is normative juridical method. The research findings show that Remix music is the result of technological developments in the art of music, which involve the use of phonograms from other musical works which are then modified. Law Number 28 of 2014 regulates phonogram copyrights, in which phonogram producers have mechanical rights. Remixers are required to obtain permission from the phonogram producer through a licensing agreement. The doctrine of Transformative Use, which first appeared in the United States, allows creative use of earlier works for different purposes. However, in the context of Indonesian copyright law, the application of this doctrine is still limited because of the importance of protecting the economic and moral rights of creators, especially phonogram producers. Therefore, use of the phonogram work by others must be based on a licensing agreement and payment of royalties. This research provides an in-depth understanding of the problem of copyright protection for Remix music in Indonesia and recommends the need for clearer regulations to accommodate the application of the Transformative Use doctrine.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utari Kusumawardhani
Abstrak :
Peningkatan popularitas dan penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam penciptaan karya kian ramai diperbincangkan. Mulai dari gambar, suara hingga tulisan, program AI dapat menghasilkan karya sebagaimana buatan manusia. AI bahkan mulai dicantumkan sebagai author atau co-author dalam buku dan jurnal ilmiah, yang menuai pertanyaan mengenai perlindungan hukum, pencipta dan kepemilikan hak cipta atas karya tulis yang dihasilkan AI tersebut. Setelah melakukan penelitian, ditemukan kesimpulan bahwa karya tulis yang dihasilkan AI dapat dilindungi dalam hukum hak cipta beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris dengan syarat tertentu, namun belum dilindungi di Indonesia. Aspek originality untuk perlindungan karya tulis yang dihasilkan AI terletak pada prompt dari pengguna dan/atau perubahan-perubahan yang dilakukan pengguna terhadap output dari program AI. Kemudian, pengguna yang memasukkan prompt menjadi pencipta dan pemegang hak cipta atas karya tulis yang dihasilkan AI, yang ditegaskan melalui syarat dan ketentuan program AI. Apabila karya tulis yang dihasilkan AI tidak dapat dilindungi hak cipta, maka substansinya akan sulit dilindungi dan dibuktikan kepemilikan hak ciptanya. Namun, wujud karya tulis dapat menjadi benda bergerak berwujud berupa informasi elektronik yang dilindungi dengan hak kebendaan seperti hak milik. ......The increase in popularity and usage of Artificial Intelligence (AI) in creation of works are being widely discussed. From visual, musical, to written works, AI programs are capable of generating works that resemble human creations. AI is even being credited as an author or co-author in books and scientific journals, which raises questions about legal protection, authorship, and copyright ownership of the works generated by AI. After conducting research, it has been concluded that the written works generated by AI can be protected under copyright laws in certain countries, such as the United States and the United Kingdom as long as it fulfils certain conditions, but these works are not yet protected by Indonesia’s copyright law. The originality aspect for the protection of written works generated by AI lies in the prompts that the user entered and/or the changes made by the user to the output from the AI. Subsequently, the copyright of the written works produced by AI belongs to the user as an author, which is regulated by the terms and conditions of the AI program. If the written works generated by AI cannot be protected by copyright law, it will be difficult to protect its substance and to prove its copyright ownership. However, the tangible or physical form of the written works can be considered as tangible movable in form of electronic information and can be protected with property rights, such as ownership rights.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Zahara Ichsan
Abstrak :
Parodi merek terkenal merupakan tindakan mentransformasikan merek terkenal dengan mengambil ciri khas merek terkenal yang diparodikan menjadi sesuatu yang baru dengan tujuan menimbulkan kesan kejenakaan, sindiran, cemoohan, ataupun kritik. Parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang ini dapat menimbulkan persamaan pada pokoknya dan persamaan keseluruhan. Hal ini merupakan pelanggaran dari hukum merek Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pelanggaran merek dalam parodi merek terkenal yang didaftarkan sebagai merek dagang dan upaya hukum yang dapat dilakukan merek terkenal yang dirugikan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bentuk penelitian bersifat yuridis-normatif artinya penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data-data sekunder seperti peraturan perundangundangan, literatur, doktrin atau pendapat para ahli, dan hasil penelitian terdahulu. Lebih lanjut, fenomena parodi merek terkenal yang dianalisis adalah Supirmu dan Pecel Lele LELA berpotensi termasuk ke dalam pelanggaran persamaan pada pokoknya yang seharusnya ditolak menurut Pasal 21 UU MIG. Parodi ini juga dapat berisiko dikategorikan sebagai dilusi, counterfeit, passing off, dan free riding. Oleh karena itu, pemilik merek terkenal yang mengalami kerugian dapat mengajukan berbagai upaya hukum. ......A Well-known mark parody is an act of transforming a well-known mark into something new by taking its characteristics to create the impression of humor, satire, ridicule, or criticism. Parodies of a well-known mark that are registered as trademarks could lead to similarities in essence and overall similarities. This is a violation of Indonesian trademark law. The purpose of this research are to analyze trademark violations in well-known marks parodies that are registered as trademarks and the legal remedies that can be taken by the well-known marks as the aggrieved party. This research was conducted using a juridical-normative form of research, by examining secondary data such as laws and regulations, literature, doctrine, or expert opinion, as well as the results of previous research. Furthermore, the well-known trademark parody that being analyzed are Supirmu and Pecel Lele LELA, which have the potential to be included in similarities in essence and should have been rejected under Article 21 of the MIG Law. This parody can also risk being categorized as dilution, counterfeit, passing off, and free riding. Therefore, well-known mark owners as the aggrieved party can file various legal remedies.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>