Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tuti Nuraini
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia). Motilitas yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain adanya gangguan pada fungsi mitokondria. Porin atau voltage dependent anion channel (VDAC) merupakan kanal ion dengan berat molekul 30-35 kDa yang terdapat di membran luar mitokondria sel eukariota. Sampai saat ini telah berhasil diidentifikasi 3 tipe porin dengan tingkat homologi yang tinggi. Sebagai kanal ion, porin bertanggung jawab atas keluar masuknya metabolit di dalam sel, termasuk ATP. Porin tidak banya memperantarai transport ATP dari dalam mitokondria bahkan juga mengatur proses keluarnya ATP. Hasil penelitian Sampson et al. (2001) dengan teknik knock out mouse yang mendelesikan 4 exon terakhir gen VDAC3 mencit menyebabkan mencit jantan mutan sehat tapi infertil asthenozoospenmia (Jumlah sperma normal tapi motilitas menurun). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis exon 6 gen VDAC3 manusia pada sperma motilitas rendah dari pasien infertilitas asthenozoospermia dibandingkan dengan sperma motilitas lurus dan cepat (normal). Sperma pasien asthenozoospermia diswim-up dan diambil sperma yang gerakannya lemah. Sedangkan sperma yang normal diswim-up dan diambil sperma yang berenang ke atas (gerakannya baik). Setelah itu dilakukan isolasi DNA dan sperma yang didapat. Jumlah sampel sperma asthenozoospermia adalah 30 sampel, sedangkan sperma normal sebanyak 20 sampel. DNA genom yang sudah didapatkan kemudian di amplifikasi dengan primer yang spesifik untuk exon 6 gen VDAC3. Hasil PCR dielektroforesis dengan gel agarose 2%. Setelah dilakukan sekuensing terhadap produk PCR dari sampel yang ada dengan menggunakan Big Dye Terminator Mix menggunakan musin sekuensing the ABI 377A.
Hasil dan Kesimpulan: Dari 30 sampel sperma pasien asthenozoospermia, 28 sampel menunjukkan adanya hasil amplifikasi fragmen exon 6 gen hVDAC3 berukuran + 225 pb dan dari hasil sekuensing ditemukan adanya 4 mutasi substitusi nukleotida yang menyebabkan perubahan asam amino penyusun exon 6 gen bVDAC3 pada 9 sampel, yaitu perubahan asam amino posisi 131 dan isoleusin menjadi leusin sebanyak 8 sampel (26,67%), posisi 174 dari lisin menjadi asam glutamat sebanyak 1 sampel (3,33%), posisi 143 dan valin menjadi glisin sebanyak 1 sampel (3,33%), dan posisi 164 dari leusin menjadi triptofan sebanyak 1 sampel (3,33%). Mutasi ini mungkin dapat menyebabkan gangguan fungsi mitokondria sperma dalam mengeluarkan ATP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Darin Wijaya
"Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) didefinisikan sebagai kelainan hormonal multifaktorial yang ditandai dengan berlebihnya jumlah hormon androgen, menstruasi yang irregular dan atau morfologi ovarium yang berukuran besar serta berkista-kista. SOPK dapat berujung pada berbagai komplikasi, seperti penyakit kardiovaskular, resistensi insulin, serta infertilitas. Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa patogenesis SOPK dapat berkaitan dengan faktor genetik, non-genetik, maupun epigenetik. Salah satu faktor epigenetik yang diduga berperan adalah metilasi dari DNA gen Anti-Mulerian Hormone (AMH). Gen AMH menghasilkan suatu produk berupa hormon, yakni hormon AMH yang terbukti ditemukan meningkat secara signifikan pada serum pasien SOPK. Untuk mengevaluasi peranan faktor epigenetik berupa metilasi DNA gen AMH pada patogenesis SOPK, dilakukan suatu penelitian potong lintang menggunakan sampel dari jaringan granulosa ovarium. Sampel diperoleh dari 14 wanita dengan SOPK dan 9 kontrol. DNA dari sampel diisolasi untuk kemudian dikonversi bisulfit dan diamplifikasi menggunakan metode Methyl Specific PCR (MSP). Hasil amplifikasi kemudian diamati dengan menggunakan gel elektroforesis dan intensitas pita yang tampak dibawah sinar ultraviolet dikuantifikasi dengan cara konversi kedalam bentuk numerik menggunakan perangkat lunak ImageJ. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney dengan signifikansi ditetapkan apabila p<0.05. Dari hasil analisis ditemukan perbedaan yang signifikan antara persentase metilasi DNA pada pasien SOPK dengan kontrol (p=0.002), dimana pasien SOPK cenderung memiliki tingkat metilasi DNA gen AMH yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa rendahnya tingkat metilasi DNA gen AMH pada pasien SOPK dapat meningkatkan ekspresi dan produksi AMH. Peningkatan AMH tersebut diduga berkontribusi dalam patogenesis SOPK.

Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) defined as a multifactorial hormonal disorder that is characterized by androgen excess, irregular periods, and or enlarged ovarium with cystics morfology. PCOS leads to many complications, such as cardiovascular disease, insulin resistance, and infertility. Previous studies showed that the pathogenesis of PCOS correlated with genetic, non-genetic, and epigenetic factors. One of epigenetic factors that is suspected to play a role is the DNA methylation of Anti-Mullerian Hormone (AMH) gene. AMH gene produces a hormone, called AMH, of which found to elevate in the serum of PCOS patient. To evaluate the contribution of AMH gene DNA methylation in the pathogenesis of PCOS, this cross-sectional study using ovarian granulose cells sample was performed. Samples were obtained from 14 PCOS patient and 9 control. The DNA from each sample was isolated, converted by bisulfite conversion, and amplificated by Methyl Specific PCR (MSP) method. After being amplificated, samples then were observed by using electrophoresis gel and the band intensity that was appeared under ultraviolet was quantified by conversion to numeric form by using ImageJ software. The obtained data statistically analyzed by Mann-Whitney test with significant result considered to p<0.05. The analysis result showed that there was a significant difference between DNA methylation percentage in PCOS group and control group (P=0.002), of which PCOS patient tend to have a lower AMH gene DNA methylation compared to control. This finding indicates that the lower AMH gene DNA methylation in PCOS patient may increase the expression and production of AMH. This elevation of AMH suspected to play a role in the pathogenesis of PCOS."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Paramita
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Infertilitas terjadi pada 15% pasangan suami istri di seluruh dunia. Penyebab iniertilitas bermacam-macam, salah satunya adalah astenozoospermia. Motilitas spermatozoa merupakan proses yang memerlukan ATP. Molekul ini dihasilkan oleh mitokondria dan keluarnya ATP dari mitokondria ke sitoplasma diatur oleh kanal Voltage-Dependent Anion Channel (VDAC). VDAC adalah kanal ion yang terdapat pada membran luar mitokondria, ditemukan pada berbagai spesies dan tersebar di berbagai jaringan tubuh. Saat ini diketahui terdapat tiga isoform VDAC pada manusia, yaitu hVDAC1, hVDAC2 dan hVDAC3. Melalui penelitian knock-out mouse oleh Sampson et al. (2001), mencit mutan VDAC3 (-1-) mengalami penurunan motilitas spermatozoa apabila dibandingkan dengan mencit wild type. Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk menganalisis exon 8 gen hVDAC3 pada spermatozoa yang mempunyai motilitas rendah dari pasien infertil astenozoospermia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah DNA spermatozoa yang diperoleh dari 32 pria astenozoospermia dan dari tiga pria fertil normozoospermia. Sampel semen tersebut mula-mula di-swim up untuk memisahkan antara sperma bermotilitas baik dan sperma bermotilitas rendah. Setelah itu DNA sperma diisolasi dan diamplifikasi dengan metode Polymerise Chain Reaction (PCR), dengan menggunakan primer yang spesifik untuk exon 8 gen hVDAC3, Setelah itu dielektroforesis dan disekuensing untuk dianalisis adanya mutasi.
Hasil dan Kesimpulan Penelitian:
Hasi1 amplifikasi DNA spermatozoa dengan primer spesifik exon 8 genVDAC3 dideterminasi dengan terlihatnya pita DNA berukuran 513 bp. Satu pasien (A32) tidak menampakkan pita, sedangkan hasil elektroforesis 13-aktin sampel A32 menunjukkan adanya pita. Setelah disekuensing, ditemukan satu pasien (A3) yang mengalami rnutasi substitusi berupa substitusi satu nukleotida dari A men]adi C, namun tidak menyebabkan perubahan asam amino. Satu pasien (A4) ditemukan mengalami rnutasi insersi satu nukleotida T. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adaiah tiga pasien dari 32 pasien astenozoospermia yang diteliti mengalami mutasi pada gen hVDAC3 ekson 8, yaitu mutasi substitusi sebanyak sate sampel, mutasi insersi sebanyak satu pasien dan mutasi delesi sebanyak satu pasien. Pada penelitian ini ditemukan adanya mutasi pada gen hVDAC3 exon 8 pada sperma bermotilitas rendah pasien infertil astenozoospermia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 17674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titien Sumarsih
"Ruang Lingkup dan Cara
Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu ditangani secara bersama-sama dengan infertilitas pada wanita. Salah satu parameter yang berperan dalam fertilitas pria adalah motilitas spermatozoa. Motilitas sperma berperan penting dalam kesanggupan sperma untuk mencapai sel telur (ovum). Oleh karena itu gangguan mortilias sperma sering menjadi penyebab infertilitas pada pria. Pasien dengan masalah ini dikategorikan astenozoospermia. Astenompspermia dapat terjadi akibat disfungsi pada mitokondria, Voltage dependent anion channel (VDAC) merupakan kanal ion yang terdapat pada membran luar mitokondria, bertanggung jawab etas keluar masuknya ATP. Sampai saat ini telah diidentifikasi 3 tipe VDAC dengan tingkat homologi yang tinggi. Berdasarkan penelitian Sampson et al., 2001 dengan menggunakan teknik Knock-out mouse menunjukan bahwa sperma dari mencit mutan dengan delesi 4 ekson terakhir VDAC3 mengalami penuruanan dalam mortalitasnya serta penelitian dari Asmarinah et al (2004) bahwa pada exon 6 gen VDAC3 terdapat mutasi substitusi nukleotida. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pada exon 7 gen VDAC3 juga terdapat mutasi? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis exon 7 gen VDAC3 pada sperma pasien astenozoospermia. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, tahap awal adalah pengumpulkan sampel sperma pasien astenozoospermia sebanyak 32 sampel setelah dilakukan swim up dan isolasi DNA. Tahap berikutnya amflifikasi dengan metode PCR dengan primer spesifik untuk ekson 7 gen VDAC3 dan tahap akhir sekuensing DNA dari produk PCR untuk mendeteksi adanya mutasi.
Hasil dan kesimpulan
Dari 32 sampel terlihat adanya hasil amplifikasi fragmen exon 7 gen hVDAC3 yang berukuran kurang lebih 551 pb dan dari hasil sekuensing ditemukan 3 macam mutasi, yaitu mutasi delesi pada 4 sampel (13,33%), mutasi substitusi 1 sampel (3,33 %) yang menyebabkan perubahan asam amino pada posisi 228 dar asam aspartat menjadi asparagine dan mutasi insersi pada 1 sampel (3,33 %) yang mengubah susunan asam amino pada posisi 228."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 17682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransigor Bai
"Infertilitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih dihadapi dunia hingga saat ini. Pada tahun 2010, diperkirakan terdapat 48,5 juta pasangan di seluruh dunia yang mengalami masalah infertilias. Menurut data WHO, pada tahun 2012, satu dari empat pasangan mengalami infertilitas. Infertilitas dapat disebabkan, baik oleh faktor wanita maupun pria. Berbagai teknik fertilisasi berbantuan (assisted fertilization) telah digunakan untuk mengatasi masalah infertilitas. Namun, kesuksesan dari teknik ini bergantung pada kualitas oosit dan sperma. Salah satu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan kualitas sperma adalah integritas kromatin sel sperma, melalui metode pewarnaan toluidine blue (TB).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat integritas kromatin sperma dari pria yang mengalami masalah infertilitas dibandingkan dengan pria normal. Penelitian ini termasuk dalam studi cross-sectional. Sebanyak 123 sampel dikumpulkan dari klinik infertilitas Rumah sakit Telogorejo, Semarang dan dari Departemen Biologi Fakultas Kedoktera Universitas Indonesia (FKUI) Sampel sperma terdiri atas 28 sampel normospermia, 38 sampel dengan kategori asthenozoospermia, 57 sampel kategori oligoasthenozoospermia. Pengamatan terhadap sampel yang telah diwarnai dengan pewarna TB dilakukan di Laboratorium Andrologi, Departemen Biologi FKUI. Pengamatan dilakukan terhadap perbandingan persentase kromatin yang terwarnai TB antara pasien normospermia dengan pasien dengan kategori asthenozoospermia dan oligoasthenozoospermia.
Analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat SPSS versi 24. Hasil analisis statsistik menggunakan uji non-parametrik mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang signifikam pada tingkat integritas kromatin sperma yang buruk antara sampel dengan kategori asthenozoospermia dan oligoasthnenozoospermia dengan kategori normozoospermia (p < 0.001). Tingkat integritas kromatin sperma memiliki korelasi positif dengan keadaan infertilitas pada pria (p < 0.001, r = 0.454).

Infertility is one of the health problems that the world still faces today. In 2010, it was estimated that there were 48.5 million couples around the world who experienced infertility problems. According to WHO data, in 2012, one in four couples experienced infertility. Infertility can be caused by both female and male factors. Various assisted fertilization techniques have been used to overcome infertility problems. However, the success of this technique depends on the quality of oocytes and sperm. One of the ways to ensure sperm quality is done by examining the integrity of sperm chromatin, through the toluidine blue staining method. Through this method, the prognosis of infertility patients is expected to be more easily known.
The aim of this study was to determine the level of integrity of sperm chromatin from men who experienced infertility problems compared to normal men. This study is part of a cross-sectional study. Approximately 123 samples were collected from the infertility clinic of Telogorejo-Semarang Hospital and from the Department of Biology, Faculty of Medicine, University of Indonesia (FKUI). Observations on samples that have been coloured with toluidine blue dyes were carried out in the Andrology Laboratory, Department of Biology FKUI. Observations were made on the comparison of the percentage of stained chromatin between normospermia patients and patients of asthenozoospermia and oligoasthenozoospermia categories. Statistical analysis was performed using the 24 version of SPSS application.
The statistic analysis results using the mann-Whitney non-parametric test showed a significant difference in the level of poor sperm chromatin integrity between the infertile samples (asthenozoospermia and oligoasthnenozoospermia categories) and the fertile samples (normozoospermia category) (p <0.001). The level of integrity of sperm chromatin has a positive correlation with infertility in men (p < 0.001, r = 0.454).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutug Kinasih
"Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan mirip endometrium di luar uterus. Jaringan ini memiliki kemampuan tertanam di berbagai tempat ektopik karena dipengaruhi sistem aktivator plasminogen yang berperan dalam proses fibrinolisis. Pada endometriosis terdapat ekspresi plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) berlebih yang menyebabkan kurangnya fibrinolisis sehingga menyebabkan terbentuknya produk fibrin terdegradasi yang dapat mempengaruhi penempelan dan perkembangannya. Faktor epigenetik perubahan tingkat metilasi DNA berperan pada patogenesis endometriosis.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat metilasi gen PAI-1 dan hubungannya dengan perkembangan jaringan endometriosis ovarium dan peritoneum. Studi potong lintang ini menggunakan 13 sampel wanita endometriosis ovarium, 5 wanita endometriosis peritoneum, dan 8 wanita tanpa endometriosis. DNA dari sampel diisolasi, dilakukan konversi bisulfit, kemudian diamati tingkat metilasi DNAnya dengan metode methylation specific polymerase chain reaction (MSP). Hasilnya dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat metilasi DNA gen PAI-1 pada ketiga kelompok sampel (p<0,05).
Penelitian ini menemukan perbedaan signifikan antara endometriosis ovarium dan peritoneum dibandingkan dengan kontrol (p=0,006 dan p = 0,003); namun tidak ada perbedaan yang signifikan pada endometriosis peritoneum dibandingkan dengan ovarium (p>0,05). Penelitian kami menunjukkan rendahnya tingkat metilasi gen PAI-1 yang dapat meningkatkan ekspresi gen PAI-1 dan hal ini disugestikan dapat berkontribusi sebagai faktor risiko endometriosis pada ovarium dan peritoneum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadian Ramadhan
"Infertilitas pria akibat penyebab yang tidak diketahui merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang serius. Dibutuhkan analisis tambahan yang mampu menunjang hasil analisis semen standar, salah satunya adalah uji pewarnaan Aniline Blue yang dapat mengenali sperma dengan kromatin imatur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kematangan kromatin sperma dari pria fertil normospermi dan sperma dari pria infertil menggunakan pewarnaan Aniline Blue.
Penelitian dengan desain cross-sectional dilaksanakan di Laboratorium Andrologi Universitas Diponegoro dan Laboratorium Andrologi Departemen Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sampel sperma yang diteliti berjumlah total 121 sampel pria yang dikelompokkan menjadi 39 sampel asthenozoospermia dan 55 sampel oligoasthenozooespermia dari sperma pasien klinik infertilitas RS Telogorejo dan 27 sampel sperma terfiksasi dari donor fertil yang telah dianalisis profil spermanya dan diwarnai dengan pewarnaan Aniline Blue.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan persentase kromatin sperma imatur yang signifikan kelompok oligoasthenozoospermia dan kelompok asthenozoospermia dibandingkan dengan kelompok normospermi (p < 0,001). Maturitas kromatin sperma memiliki korelasi dengan abnormalitas sperma pada pasien dengan infertilitas (r=0,446; p< 0,001).

Idiopathic male infertility is a serious reproductive concern in many parts of the world. This causes the need of additional examinations that can support the results of standard semen analysis, of which one likely candidate is the Aniline Blue staining examination, which stains sperm with immature chromatin. This study aims to compare the percentage of sperms with immature chromatin between infertile men with sperm abnormalities and fertile normospermic men.
This cross-sectional design study was conducted in two laboratories, which are the Andrology Laboratory at Faculty of Medicine Universitas Diponegoro and Andrology Laboratory at Department of Medical Biology, Faculty Medicine Universitas Indonesia. This study analyzed a total of 121 sperm samples which are grouped into 39 asthenozoospermic and 55 oligoasthenozoospermic sperm samples from the patients who came to infertility clinic in Telogorejo Hospital and 27 sperm samples from normospermic fertile donors, which are analyzed using standard semen analysis technique and stained using the Aniline Blue staining method.
This study shows that there was a significant difference in the percentage of sperms with immature chromatin between normospermic group and oligoasthenozoospermic group (p < 0,001) along with the asthenozoospermic group (p < 0,001). This study also shows that there was a positive correlation between sperm chromatin maturity and the findings of standard semen analysis (r = 0,446; p < 0,001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nagita Gianty Annisa
"Endometriosis adalah sebuah penyakit yang dicirikan dengan implantasi jaringan endometrium di luar uterus. Endometriosis disebut sebagai penyakit hormonal. Salah satu hormon yang mempengaruhi patogenesis penyakit ini adalah hormon estrogen. Estrogen diduga dapat memicu proliferasi dan pertumbuhan jaringan endometrium ektopik. Sintesis estrogen dipengaruhi oleh faktor transkripsi SF-1 (Steroidogenic Factor-1). SF-1 berperan penting dalam sintesis aromatase, enzim kunci dalam biosintesis estrogen. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan peran epigenetik dalam endometriosis, salah satunya adalah metilasi DNA pada gen SF-1. Promoter gen SF-1 pada jaringan endometriosis telah ditemukan mengalami hipometilasi yang menyebabkan SF-1 lebih banyak disintesis pada jaringan endometriosis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat metilasi dari promoter gen SF-1 pada endometriosis ovarium dan peritoneum. Penelitian ini menggunakan 11 sampel jaringan endometriosis ovarium, 11 sampel jaringan endometriosis peritoneum, dan 11 kontrol. Jaringan endometriosis didapatkan dari pasien yang melakukan laparoskopi, sedangkan kontrol didapatkan dari pasien yang melakukan mikrokuretase. DNA dari sampel kemudian diisolasi dan dilakukan konversi bisulfit, kemudian dianalisis dengan methylation-specific polymerase chain reaction (MSP). Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah tes Kruskal-Wallis, yang dilanjutkan dengan analisis post-hoc menggunakan tes Mann-Whitney U. P-value kurang dari 0,05 dianggap signifikan. Terdapat perbedaan signifikan tingkat metilasi promoter gen SF-1 antara sampel endometriosis ovarium, endometriosis peritoneum, dan kontrol (p=0,001).
Peneliti kemudian menemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kontrol dan endometriosis peritoneum (p=0,028), serta antara endometriosis ovarium dan peritoneum (p=0,028). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kontrol dan endometriosis ovarium (p=1,00). Hasil ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam tingkat metilasi promoter gen SF-1 dapat diasosiasikan dengan perkembangan endometriosis peritoneum. Sementara itu, perbedaan pada tingkat metilasi promoter gen SF-1 antara endometriosis ovarium dan peritoneum dapat menunjukkan perbedaan patogenesis antara kedua tipe endometriosis.

Endometriosis is a disease characterized by implantation of endometrial-like tissues outside of uterus. Endometriosis is a hormonal disease. One of the hormones involved in its pathogenesis is estrogen. Estrogen is thought to induce proliferation and growth of ectopic endometrium tissues. Estrogen biosynthesis involved a transcription factor, SF-1 (Steroidogenic Factor-1) for synthesis of aromatase, a key enzyme in estrogen biosynthesis. Previous studies have shown the possibility of epigenetic role in endometriosis, one of them is in the DNA methylation of SF-1 gene. Promoter of SF-1 gene has found to be hypomethylated, causing an increase in the syntehsis of SF-1 in endometriotic tissues.
The purpose of this study was to analyze the methylation profile of SF-1 gene in peritoneal and ovarian endometriosis. This study used 11 samples of ovarian endometrial tissues, 11 samples of peritoneal endometrial tissues, and 11 controls. Endometrial tissues were obtained from patients underwent laparoscopy, while controls were obtained from patients underwent microcurretage. DNA from the samples were isolated, sodium bisulfite converted and then analyzed by methylation-specific polymerase chain reaction (MSP). Statistical analysis used was Kruskal Wallis and continued with post hoc analysis using Mann-Whitney U test. A two-tailed p value less than 0.05 was considered to be significant. There was a significant difference between ovarian endometriosis, peritoneal endometriosis, and control with p = 0.001.
We further discovered that there was a significant difference between control and peritoneal endometriosis (p=0.028) and between ovarian and peritoneal endometriosis (p=0.028). Meanwhile, there was no significant difference between control and ovarian endometriosis (p=1.00). Our result suggested that the difference in methylathion profile of SF-1 gene may be associated with the development of peritoneal endometriosis. The difference in methylation profile between ovarian and peritoneal endometriosis might suggest different pathogenesis of both type of endometriosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Nuraini
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Salah satu penyebab infertilitas pada pria adalah rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia). Motilitas yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara Iain adanya gangguan pada fungsi mitokondria. Porin atau voltage dependent anion channel (VDAC) merupakan kanal ion dengan berat molekul 30-35 kDa yang terdapat di membran luar mitokondria sel eukariota. Sampai saat ini telah berhasil diidentifikasi 3 tipe porin dengan tingkat homologi yang tinggi. Sebagai kanal ion, porin bertanggung jawab atas keluar masuknya metabolit di dalam sel, termasuk ATP. Porin tidak hanya memperantarai transport ATP dari dalam mitokondria bahkan juga mengatur proses keluarnya ATP. Hasil penelitian Sampson et al. (2001) dengan teknik knock-out mouse yang mendelesikan 4 exon terakhir gen VDAC3 mencit menyebabkan mencit jantan mutan sehat tapi infertil asthenozoospermia (jumlah sperma normal tapi motilitas menurun).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis exon 6 gen VDAC3 manusia pada sperma motilitas rendah dari pasien infertilitas asthenozoospermia dibandingkan dengan sperma motilitas lurus dan cepat (normal). Sperma pasien asthenozoospermia diswim-up dan diambil sperma yang gerakannya lemah. Sedangkan sperma yang normal diswim-up dan diambil sperma yang berenang ke atas (gerakannya baik). Setelah itu dilakukan isolasi DNA dari sperma yang didapat. Jumlah sampel sperma asthenozoosperrnia adalah 30 sampel, sedangkan sperma normal sebanyak 20 sampel. DNA genom yang sudah didapatkan kemudian di amplifikasi dengan primer yang spesifik untuk exon 6 gen VDAC3. Hasil PCR dielektroforesis dengan gel agarose 2%. Setelah dilakukan sekuensing terhadap produk PCR dari sampel yang ada dengan menggunakan Big Dye Terminator Mix menggunakan mesin sekuensing the ABI 377A.
Hasil dan Kesimpulan:
Dan 30 sampel sperma pasien asthenozoospermia, 28 sampel menunjukkan adanya hasil amplifikasi fragmen exon 6 gen hVDAC3 berukuran + 225 pb dan dan hasil sekuensing ditemukan adanya 4 mutasi substitusi nukleotida yang menyebabkan perubahan asam amino penyusun exon 6 gen hVDAC3 pada 9 sampel, yaitu perubahan asam amino posisi 131 dan isoleusin menjadi leusin sebanyak 8 sampel (26,67%), posisi 174 dari lisin menjadi asam glutamat sebanyak 1 sampel (3,33%), posisi 143 dari valin menjadi glisin sebanyak 1 sampel (3,33%), dan posisi 164 dan leusin menjadi triptofan sebanyak 1 sampel (3,33%). Mutasi ini mungkin dapat menyebabkan gangguan fungsi mitokondria sperma dalam mengeluarkan ATP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Fauziah
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Perkembangan di bidang biologi molekuler mendeterminasi bahwa mikrodelesi kromosom Y merupakan penyebab penting pada infertilitas pria dan merupakan penyebab genetik kedua yang paling sering terjadi pada pria infertil. Region azoospermic Factor (AZF) dengan 3 subregion (AZFa,AZFb,AZFc) pada Ygll diduga berpengaruh terhadap gangguan spermatogenesis. Kandidat potensial AZF adalah RBMYI dan DAZ yang memiliki implikasi pada metabolisme testis-specifk RNA. Pada tahun 1998 Vogt dkk mendeteksi adanya protein DAZ pada spermatid dan ekor spermatozoa, dan dengan menggunakan teknik pewarnaan imunologi, Habermann dkk. memperlihatkan bahwa protein DAZ terutama terdapat pada spermatid dan ekor spermatozoa. Mereka juga menduga bahwa delesi gen DAZ tampaknya tidak mengganggu pematangan spenna tetapi menyebabkan penurunan bertingkat spenna matang. Pada spermatozoa yang belum matang, memiliki kemampuan menghasilkan energi yang Iebih sedikit sehingga menyebabkan motilitas yang kurang baik. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah pada pria astenozoospermia terdapat delesi pada gen DAZ?. Frekuensi delesi pada lengan panjang kromosom Y (Yq) pada pasien pria infertil bervariasi antara 1-55% tergantung pada kriteria seleksi pasien. Di Indonesia, frekwensi mikrodelesi kromosom Y yang ditemukan dart 35 pria azoospermia adalah 5,7%, dari 50 pria oligozoospermia adalah 2% dan dari 50 pria OAT adalah 2%. Delesi ditemukan pada ketiga subregion. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi mikrodelesi kromosom Y pada pria astenozoospermia dan untuk mengetahui pola delesi yang mungkin timbul pada 3 subregion tersebut. Penelitian ini menggunakan metode PCR menggunakan 6 STS (sequence-tagged sites) pada 50 pria astenozoospermia, 10 pria norrnozoospermia (kontrol positif), dan 8 wanita memiliki anak (kontrol negatif). Hasil PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarose 2% untuk melihat ada tidaknya delesi yang ditunjukkan dengan ada tidaknya pita spesifik dengan ukuran tertentu. Beberapa basil PCR disekuensing untuk konfirmasi ketepatan lokus yang diamplifikasi.
Hasil dan kesimpulan : Dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya mikrodelesi kromosom Y pada 50 pria astenozoospermia di Indonesia.

Scope and methods of study : The rapid growth of molecular biology has determined that microdeletions of the Y chromosome represent an important cause of male infertility, and the second most frequent genetic cause of male infertility. The AZF region has 3 non overlapping subregion AZFa,AZFb, and AZFc which are required for normal spermatogenesis. Two potential AZF candidates, RBMY1 and DAZ have been implicated in testis specific RNA metabolism. In I998 Vogt et al detection of DAZ proteins in late spermatids and sperma tails. Haberrnann et al used immunology staining technic detection DAZ genes encode proteins located in human late spermatids and in sperm tails. DAZ gene deletion cause decrease the sperm mature, and impairs motility by reducing the production or transfer of respiratory energy. It make the question what deletion in the DAZ gene can we found in astenozoospermic men ?. The incidence of Y microdeletions has varied widely ; from 1% to 55% depends on the selection criteria of the patients. In Indonesian incidence of Y microdeletion is 5,7% from 35 azoospermic men, 2% from 50 oligozoospermic men and 2% from OAT men. Location of deletion was in the AZFa, AZFb and AZFc. The aim of this study is to determine the frequency and the three loci of Y chromosome microdeletions in astenozoospermic men. The study include DNA isolation from peripheral blood of 50 astenozoospermic men, 10 normozoospermic men, and 8 Indonesian women. We used PCR-based Y chromosome screening with 6 STS for microdeletions, and then continued with agarose electrophoresis. One sample from each STS was sequenced to confirm the exact loci.
Result and conclusion : This study not found men containing Y microdeletion from 50 Indonesian astenozoospermic men.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T55744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>