Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 38 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Catur Aryanto Putro
"Keinginan untuk mengurangi ketergantungan dengan Barat menjadi dasar kuat bagi negara-negara ASEAN+3 untuk membuat kerja sama keuangan yang sesuai dengan kebutuhan negara-negara di kawasan ini. Berubahnya kerja sama CMI dari bilateral menjadi multilateral merupakan titik penting bagi kerja sama keuangan di Asia sebagai langkah awal untuk menuju regionalisasi kawasan. Kepentingan negara-negara besar di dalam kawasan ini tidak lepas begitu saja dalam pembentukan kerja sama CMIM. Cina dan Jepang, sebagai raksasa ekonomi Asia, berebut supremasi untuk memperoleh posisi pemimpin di dalam kerja sama tersebut. Penelitian ini ingin menganalisis mengapa kedua negara akhirnya mau bekerja sama secara multilateral mengingat sebelum tahun 2010 kerja sama yang dibentuk bersifat bilateral. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui kerja sama multilateral, justru keuntungan yang bisa diperoleh oleh kedua negara lebih besar dibanding jika kedua negara mempertahankan status quo untuk bekerja sama secara bilateral. Selain itu, kompleksitas hubungan kedua negara tidak hanya ditandai dengan rivalitas yang ada namun juga ditunjukkan dengan makin tingginya derajat interdependensi di antara keduanya.

The wants to eliminate the degree of dependence towards West became the main reason for ASEAN+3 states to establish financial cooperation, based on their own needs. The transformation of CMI cooperation from bilateral to multilateral was a key point for the financial cooperation in Asia as a first step striving for regionalization. Interests of big states within the cooperation cannot be excluded in establishing CMIM. China and Japan, two economic giants in the region, compete to obtain the leadership seat in the cooperation. The research is aimed to see and analyze why those two states finally decided to cooperate multilaterally after years of bilateralism upto year 2010. The result shows that through multilateral cooperation, the gain and interests that can be aimed by two states are bigger, instead of them being stagnant in status quo. Moreover, the complex relation between China and Japan is not only shown by the rivalry existing between them, but also the rising degree of interdependence amongst them. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46476
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akia Kevin Muliansyah Athallah
"Ilmu Hubungan Internasional telah berkembang pesat sejak Aberystwyth dan semakin banyak ditawarkan sebagai program studi di universitas-universitas di seluruh penjuru dunia. Sebagai kegiatan utama di dalam diseminasi Ilmu Hubungan Internasional, kegiatan belajar mengajar belum mendapat perhatian yang sesuai dalam pembahasan Ilmu Hubungan Internasional arusutama. Untuk membuka ‘kotak hitam’ kegiatan ini, penulis mengkaji 70 artikel dalam jurnal internasional yang terkait dengan pedagogi ilmu Hubungan Internasional. Dengan menggunakan metode taksonomi, penulis membagi badan kajian menjadi empat kategori yaitu (1) desain pedagogi ilmu Hubungan Internasional, (2) strategi pedagogi ilmu Hubungan Internasional, (3) konteks pedagogi ilmu Hubungan Internasional, dan (4) kehidupan keilmuan Hubungan Internasional. Dalam tinjauan pustaka ini, penulis mengidentifikasi bahwa tiap aspek tersebut saling terhubung satu sama lain. Sebagai sintesis, penulis menyusun rantai kausal desain dan strategi pedagogi ilmu Hubungan Internasional dan memberikan kerangka pemikiran untuk memahami signifikansi pedagogi dalam ilmu Hubungan Internasional. Penulis juga memberikan refleksi atas kajian mengenai pedagogi ilmu Hubungan Internasional. Tulisan ini ditutup dengan rekomendasi untuk kajian pedagogi ilmu Hubungan Internasional di masa depan.

International Relations has developed rapidly since its conception in Aberystwyth, and it is increasingly being offered as a course at universities worldwide. Even though pedagogy is the main avenue to disseminate International Relations knowledge, it has not received appropriate attention in the mainstream International Relations discourse. To open this ‘black box’, the author reviews 70 articles in international journals related to the pedagogy of International Relations. The author divides the body of knowledge by using the taxonomic method, resulting in four categories: (1) the pedagogical design of International Relations, (2) the pedagogical strategies of International Relations, (3) the pedagogical context of International Relations, and (4) the intellectual activities of International Relations. In this literature review, the author identifies that these aspects are interconnected. As a synthesis, the author compiles causal chains of pedagogical design and strategy in International Relations and provides a framework to understand the significance of pedagogy in International Relations. The author also reflects on the current state of literature in International Relations pedagogy. This paper concludes with recommendations for future research in International Relations pedagogy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nofra Sella
"Tulisan ini menganalisis alasan di balik perubahan kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang menjadi semakin agresif dalam kebijakan Arktik tahun 2022. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduktif, tesis ini menggunakan teori perubahan kebijakan luar negeri untuk mengkaji mengapa AS meningkatkan agresivitasnya di Arktik setelah invasi Rusia ke Ukraina, meskipun sebelumnya AS mempertahankan sikap yang relatif pasif. Sumber-sumber perubahan yang diidentifikasi meliputi dorongan pemimpin, advokasi birokrasi, restrukturiasi politik, dan external shock yang berisi ancaman nyata dan persaingan regional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan AS di Arktik pada tahun 2022 sangat dipengaruhi oleh guncangan eksternal yaitu aktivitas-aktivitas militer Rusia di Arktik, khususnya agresi Rusia ke Ukraina, dan faktor lain sebagai pendukung. Peristiwa tersebut yang kemudian mendorong AS untuk mengadopsi pendekatan militer yang lebih agresif dalam kebijakan terbarunya.

This study aims to analyse the reasons behind the United States' shift to be more aggressive military stance in its 2022 Arctic policy. Employing a qualitative research method with a deductive approach, the thesis utilizes the theory of foreign policy change to examine why the U.S. increased its aggression in the Arctic following Russia's invasion of Ukraine, despite previously maintaining a relatively passive stance. The identified sources of change include leader-driven initiatives, bureaucratic advocacy, political restructuring, and external shocks encompassing tangible threats and regional competition. The findings reveal that the shift in US policy in the Arctic in 2022 was significantly influenced by external shocks, particularly Russia's military activities in the Arctic and its aggression towards Ukraine, with other factors playing a supportive role. These events prompted the US to adopt a more aggressive military approach in its latest policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Nasir
"Tulisan ini membahas tentang motivasi Finlandia dalam mencari aliansi pertahanan dengan NATO pada tahun 2022. Finlandia dikenal sebagai negara yang netral sejak berakhirnya Perang Dingin meskipun memiliki perbatasan dengan Rusia yang agresif. Tulisan ini disusun melalui metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deduktif. Dalam menganalisis fenomena tersebut, karya ilmiah ini menggunakan teori Perimbangan Ancaman yang digagas oleh Stephen M. Walt didukung dengan konsep-konsep faktor kekuatan dari Mearsheimer; kemampuan ofensif dari Jervis, Levy, serta intensi agresif dari Jervis. Tulisan ini menunjukkan bahwa terdapat upaya peningkatan kemampuan laten, berikut kedekatan geografis yang semakin nyata, pengembangan dan modernisasi senjata ofensif, serta intensi agresif yang massif dari Rusia dibandingkan dengan NATO yang dimulai sejak pasca terjadi aneksasi Rusia terhadap Krimea. Sehingga, peningkatan postur agresif Rusia memunculkan respon Finlandia untuk beraliansi dengan NATO karena tidak dapat melakukan peningkatan kapabilitas pertahanan sendiri secara signifikan. Dengan demikian, sejak berakhirnya Perang Dingin sampai tahun tahun 2022, Finlandia mempersepsikan Rusia sebagai ancaman secara serius dimulai ketika Rusia meningkatkan indikator ancamannya terhadap Finlandia pada tahun 2014 ke belakang.

This article discusses Finland's motivation in seeking a defence alliance with NATO in 2022. Finland is well-known as a neutral country since the end of the Cold War even though it has a border with an aggressive-neighbour Russia. This article was prepared using qualitative research methods with a deductive approach. Uses the Balance of Threat theory which was initiated by Stephen M. Walt as a tool to analyse the phenomena, supported by Mearsheimer's power factor concepts; Jervis’ the offensive abilities concept as Levy’s own, as well as Jervis’ aggressive intentions arguments. This article shows that there are efforts to increase latent capabilities, along with increasingly obvious geographical proximity, the development and modernization of offensive weapons, as well as massive-aggressive intentions from Russia compared to NATO which began after Russia's annexation of Crimea. Thus, such an increase in Russia's aggressive posture impulses Finland’s response to involve in an alliance with NATO because he was unable to significantly increase its own defence capabilities. Thus, from the end of the Cold War until 2022, Finland perceives Russia as a serious threat starting when Russia increased its threat indicators towards Finland in 2014-present.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephanie Lidya Nashirah Suprapto
"Tidak semua duta besar yang diangkat oleh suatu negara merupakan seorang diplomat karier. Di Indonesia, pengangkatan duta besar dari kalangan diplomat non-karier kerap hadir dari masa ke masa. Meskipun agenda reformasi telah menghadirkan kriteria duta besar dengan landasan hukum yang jelas, di era Presiden Joko Widodo, tetap terdapat peningkatan persentase duta besar Republik Indonesia yang merupakan diplomat non-karier daripada pemerintahan sebelumnya. Selain itu, Presiden Joko Widodo mengangkat orang-orang yang pengalamannya tidak relevan dengan diplomasi secara umum maupun diplomasi ekonomi secara khusus sebagai fokus yang ia tekankan. Fenomena-fenomena tersebut memunculkan pertanyaan tentang pola pengangkatan duta besar Republik Indonesia di era Presiden Joko Widodo. Penelitian kuantitatif ini memanfaatkan teori patronase untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penelitian menggunakan data 170 pengangkatan duta besar di era Presiden Joko Widodo dari tahun 2014 hingga 2024. Penelitian ini menemukan bahwa patronase dalam bentuk duta besar Republik Indonesia dengan latar belakang bisnis lebih mungkin ditempatkan di negara yang derajat hubungannya lebih tinggi dengan Indonesia dan lebih strategis secara ekonomi bagi Indonesia. Penelitian juga menemukan bahwa duta besar Republik Indonesia dari TNI dan Polri lebih mungkin ditempatkan di negara yang lebih tidak damai. Pola pengangkatan ini tampak paralel dengan visi diplomasi ekonomi, tetapi tidak dapat dikatakan menguntungkan kepentingan nasional semata mengingat pertimbangan politik domestik Presiden Joko Widodo dalam mengangkat pebisnis. Alhasil, sesuai dengan pemahaman bahwa Presiden merupakan aktor sentral dalam kebijakan luar negeri, pola pengangkatan ini juga mencerminkan sentralitas peran Presiden yang determinan sekaligus keterbatasan peran birokratik Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia dalam pengangkatan duta besar. Kemlu menjadi tempat bagi Presiden Joko Widodo untuk menyisipkan kepentingan politiknya. Dengan demikian, selama masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo melakukan patronase melalui pengangkatan duta besar Republik Indonesia.

Not all ambassadors appointed by a state are career diplomats. In Indonesia, ambassadorial appointments from non-career diplomats often exist from time to time. While the reformasi agenda has given a clear legal basis of ambassadorial criteria, in the era of President Joko Widodo, there is still an increase from the previous government in the percentage of ambassadors who are non-career diplomats. Moreover, President Joko Widodo appointed ambassadors with no relevant experience in diplomacy in general and economic diplomacy in particular as the focus that he emphasized. These phenomena raise the question of the pattern of ambassadorial appointment in the era of President Joko Widodo. This quantitative research utilizes the patronage theory to answer that question. This study uses the data of 170 ambassadorial appointments in the era of President Joko Widodo from 2014 to 2024. The result of this study showed that patronage in the form of ambassadors with a business background are more likely to receive appointments to countries with higher degree of relations with Indonesia as well as countries economically more strategic for Indonesia. This study also found that ambassadors from TNI and Polri are more likely to be appointed to less peaceful countries. While this pattern appears parallel to the economic diplomacy vision, it cannot be said that it is solely for the benefit of Indonesia’s national interest, bearing the President’s domestic politics considerations in appointing businessmen. Therefore, in accordance with the understanding that the President is a central actor in foreign policy, this pattern also reflects the centrality of the President’s determinant role and the limited bureaucratic role of the Ministry of Foreign Affairs (MoFA) of the Republic of Indonesia. MoFA becomes an arena for President Joko Widodo to insert his political interests. Thus, during his reign, President Joko Widodo carried out patronage through the appointment of ambassadors of Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mischa Guzel Madian
"Fokus dari tesis ini adalah menganalisa kerjasama Indonesia - Korea Selatan dalam mengembangkan pesawat tempur generasi 4.5 KAI KF-X / IF-X bila membandingkannya dengan fenomena Revolution in Military Affairs (RMA) yang jamak terjadi di kawasan, dan dengan tingkat kapabilitas pertahanan kedua negara dalam menyukseskan program tersebut. Penulisan menggunakan teori dan/atau konsep stratatifikasi, RMA, dan beberapa konsep penunjang lain seperti inovasi militer, difusi teknologi militer, dan strategi integratif.
Penelitaian ini menggunakan metode kualitatif, dan menjabarkan dengan komprehensif tinjauan historis dari kerjasama Indonesia - Korea Selatan; perkembangan, kajian, dan tingkatan industri pertahanan kedua negara; spesifikasi teknis KAI KF-X / IFX; serta Doktrin dan Postur angkatan bersenjata.
Temuan yang didapatkan dari penelitian adalah bahwasanya pesawat tempur KAI KF-X / IF-X ini tidak mempengaruhi RMA Indonesia karena pesawat tempur tersebut akan memenuhi tuntutan operasional TNI AU di masa mendatang dan tidak akan menyebabkan perubahan signifikan terhadap Doktrin maupun Postur TNI. Yang terjadi adalah evolution in military affair, bukan RMA.

This thesis is concentrated in analyzing the cooperation between Indonesia - South Korea in the development of a 4.5 generation jet fighter KAI KF-X / IF-X by comparing it to the Revolution in Military Affairs (RMA) phenomena that is raging in the region, and with the defense capability of the two countries. The theories and/or concepts used in the writing of this thesis are stratification, RMA, and a few other concepts such as military innovation, technology diffusion, and integrative strategy.
The writings that are used are within the qualitative methods, that describes comprehensively the historical background of the Indonesian - South Korean relations; the level of both defense industries; technical specification of the KAI KF-X / IF-X; and the Doctrine of the armed forces.
The findings of this research concludes by acknowledging that the KAI KF-X / IF-X jet fighter will not start nor alter Indonesia?s RMA, because the planes will be align with the future operational requirements of the Indonesian air force. Neither does the Doctrine will be affected. Thus, what is happening is not an RMA, rather the evolution in military affair.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30364
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Grawas Sugiharto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi pendukung keputusan pemerintah Australia dalam mwnyetujui kerjasama kontra terror yang dengan pemerintah Indonesia. Analisis dalam tesis ini menggunakan dasar pemikiran konsep strategi dan kebijakan keamanan. Kajian literatur dalam penelitian ini menemukan sejumlah faktor-faktor pendorong dan penarik dalam perumusan kebijakan keamanan pemerintah Australia yang mempengaruhi pendirian JCLECdi Indonesia pada tahun 2004.

ABSTRACT
This thesis discusses the internal and external factors to the Australian government decision support in counter-terror cooperation with the Indonesian government. The analysis in this thesis uses the concept premise security strategy and policy. Review of the literature in this study found a number of factors push and pull in security policy of the Australian government that affect the establishment JCLEC in Indonesia on 2004."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T33195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Tarumanegara
"ABSTRAK
Amerika menghadapi berbagai tantangan dan ancaman sepanjang periode 2002-2010. Strategi keamanan Amerika Serikat menunjukan peningkatan intensitas defensif dan kooperatif, di tengah peningkatan kapabilitas militer China pada periode yang sama, dimana China berpotensi melakukan aksi ofensif dan mengancam Amerika Serikat. Tesis ini akan fokus pada pertanyaan mengapa strategi Amerika Serikat mengalami peningkatan intensitas defensif terhadap terhadap China yang mengalami peningkatan kapabilitas militer di tahun 2002-2010. Tesis ini menggunakan metode kuantitatif dan menggunakan teori dilema keamanan, dalam rangkaian pengujian hipotesa. Hasil temuan dalam tesis ini mengungkapkan bahwa intensitas defensif dan kooperatif yang ditunjukan Amerika Serikat melalui strateginya disebabkan oleh peningkatan intensitas dilema keamanan. Argumen ini juga dipengaruhi perhitungan rasional terhadap keunggulan defensif yang dimiliki AS, serta intensitas ofensif-defensif China yang tidak dapat dibedakan. Sifat defensif dalam strategi keamanan Amerika Serikat memungkinkannya untuk memitigasi peningkatan intensitas dilema keamanan, khususnya melalui peningkatan kekuatan defensif diantara tahun 2002-2010, serta melalui peningkatan kerjasama pada periode 2006-2010.

ABSTRACT
United States facing numerous challenges and threat during the period 2002-2010.
United States security strategy in this period showed an increase in the intensity of
defensive and uncooperative, in mid of the increasing of Chinese military
capabilities over the period 2002-2010, which China could potentially take
offensive action and threaten the United States. This thesis focused on the
question of why the strategy of the United States experienced an increase in
defensive intensity against China, which its military capabilities have increased in
the years 2002-2010. This thesis uses quantitative methods and security dilemma
theory, in a series of hypothesis testing. The findings in this thesis reveal that the
intensity of defensive and cooperative, caused by the increasing of the security
dilemma intensity. This argument is also influenced by rational calculations of
United States defensive advantage and China offensive-defensive that can not be
distinguished. Defensive nature of the security strategy of the United States
allowed it to mitigate the increasing intensity of security dilemmas, particularly
through increasing the defensive strength between the years 2002-2010, as well as
through increased cooperation in the period 2006-2010."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Suryadi
"Tesis ini membahas dinamika persenjataan Indonesia dalam membangun kapabilitas militernya. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor domestik Indonesia yang antara lain: faktor militer, faktor ekonomi, faktor ancaman, dan faktor politik mempengaruhi dinamika persenjataan Indonesia yang termasuk kedalam tipologi maintenance dalam periode 2004-2009. Secara menyeluruh, faktor ekonomi adalah yang sangat esensial dalam membangun kapabilitas Indonesia dibandingkan faktor lainnya

The focus of this study is about Indonesia's arms dynamic in developing its military capability. This research uses a quantitative study with method of literary study. The result of this research summarizes that military, economic, threat, and political factors affect Indonesia's arms dynamic to become maintenance typology period 2004-2009. In overall, economic factor is the most essential in developing its military than the other factors."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Putu Elvina Suryani
"Tesis ini membahas perubahan kebijakan AS terhadap terorisme melalui kacamata sekuritisasi untuk dapat memahami mengapa dan bagaimana perubahan sekuritisasi terjadi di negara tersebut pada masa Pemerintahan George W. Bush dan Barack H. Obama Tahun 2001-2012. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif komparatif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat variasi sekuritisasi terorisme yang terjadi pada masa Pemerintahan Bush dan Obama. Variasi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terkait dengan elemen-elemen sekuritisasi. Hasil penelitian juga menyarankan untuk dilakukannya pengembangan teori sekuritisasi secara lebih luas lagi sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai panduan pembelajaran bagi negara dalam menghadapi ancaman terorisme.

This thesis discussed the change of U.S. policy to terrorism through the lens of securitization in order to be able to understand why and how securitization change happened in U.S. during the George W. Bush and Barack H. Obama Administrations in 2001-2012. This research is descriptive-comparative research with qualitative approach. From the result of this research, there is variation of terrorism securitization during Bush and Obama Administrations periods. This variation is influenced by number of factors which are related with the elements of securitization. The result also suggested to develop securitization theory more broadly therefore it could be used as a study reference for countries in responding the terrorism threat.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>