Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Octaviani Indrasari Ranakusuma
"ABSTRAK
Studi ini menguji pengaruh faktor biologi tekanan darah sistolik , faktor psikologi trait neuroticism dan trait extraversion serta faktor sosial status sosial-ekonomi dan status sosial-subyektif terhadap persepsi dan ekspresi rasa sakit. Partisipan N=201 berasal dari dua kelompok sosial-ekonomi, yaitu bawah dan atas. Rasa sakit diinduksi oleh tes cold-pressor yang secara signifikan meningkatkan tekanan darah, persepsi sakit dan kecemasan. Terdapat pengaruh neuroticism terhadap peningkatan persepsi sakit afektif dan kecemasan. Terdapat pengaruh langsung trait kepribadian neuroticism terhadap persepsi rasa sakit sensoris, yang kemudian persepsi sakit afektif. Neuroticism mempengaruhi ekspresi sakit pada wajah secara tidak langsung. Tidak ditemukan pengaruh langsung extraversion terhadap persepsi sakit sensoris. Temuan ini menegaskan peran dimensi afektif-motivasional dari pengalaman sakit. Indeks Ekspresi kesakitan pada wajah perlu dikembangkan lebih lanjut dalam konteks masyarakat Indonesia sebagai alternatif pengukuran rasa sakit. Kata kunci: ekspresi wajah; kecemasan, persepsi sakit; tes cold-pressor;neuroticism

ABSTRACT
The study examined the effects of biological factor systolic blood pressure , psychological neuroticism and extraversion traits of personality , and social factor socio economic status and subjective social status on perception and expression of cold pressor pain. Two hundreds and one participants from upper and lower socio economic status were recruited. Pain induced by cold pressor significantly increased blood pressure and heart rate, pain perception and state anxiety during the test. There were effects of neuroticism on increasing affective pain perception and state anxiety during the test. There was a direct effect of neuroticism on sensory pain perception, which later had direct effects on state anxiety, systolic blood pressure and also on affective pain perception. There was an indirect effect of neuroticism on pain expression. There was no direct neither indirect effects of extraversion on pain perception. The study confirmed the important role of affective motivational dimension of pain. The possibility to develop the imdex of pain expression specified for Indonesians was discussed"
2017
D2328
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangkuti, Anna Armeini
"Fenomena kecurangan akademik masih terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Sebagian besar mahasiswa yang menyaksikan terjadinya kecurangan memilih diam saja dan tidak melaporkannya kepada pihak dosen pengajar atau pihak yang berwenang mengatasinya. Padahal pelaporan kecurangan akademik yang dilakukan oleh mahasiswa yang menyaksikannya akan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya peristiwa kecurangan. Disertasi ini bertujuan untuk mengeksplorasi motif yang melatarbelakangi diamnya (silence) mahasiswa yang mengetahui atau menyaksikan kecurangan akademik sekaligus menjelaskan mekanisme pelemahan silence berdasarkan perspektif pengambilan keputusan etis. Disertasi ini terdiri atas 2 studi: studi pertama menggunakan pendekatan exploratory sequential mixed method untuk mengeksplorasi motif-motif silence, dan studi kedua menggunakan pendekatan kuantitatif model persamaan struktural untuk menjelaskan mekanisme pelemahan silence dalam beragam motif yang ditemukan pada studi pertama. Partisipan pada studi 1 kualitatif berjumlah 13 mahasiswa, partisipan pada studi 1 kuantitatif berjumlah 564 mahasiswa, dan partisipan pada studi 2 berjumlah 295 mahasiswa. Temuan pada disertasi ini menunjukkan kebaruan dalam beberapa hal: pertama, penelitian ini berhasil mengidentifikasi dan mengkonfirmasi motif-motif utama silence mahasiswa saksi kecurangan akademik sama dengan motif-motif silence yang selama ini dijelaskan di dalam literatur silence di dunia kerja, yaitu: acquiescent, prososial, oportunistik, dan defensif. Motif prososial dan defensif merupakan motif yang lebih dominan dibandingkan motif acquiescent dan oportunistik. Selain itu, terdapat dua motif silence lain yang belum ada dalam literatur yang ditemukan dari partisipan penelitian, yaitu: a) karena tidak mengetahui cara melaporkan kecurangan; b) karena pernah menjadi pelaku kecurangan. Dua motif ini masih memerlukan pembuktian lebih lanjut dengan melibatkan partisipan yang lebih banyak. Kedua, terujinya ketepatan penggunaan perspektif pengambilan keputusan etis dalam menjelaskan mekanisme pelemahan silence dalam empat motif mahasiswa yang menyaksikan kecurangan akademik. Silence dalam empat motifnya dapat dilemahkan melalui peran academic cheating awareness dengan dimediasi secara serial oleh seriousness of academic cheating dan peer reporting judgment. Pelibatan faktor seriousness of academic cheating sebagai mediator ke dalam model pengambilan keputusan etis memperkaya penjelasan teoretis terkait mekanisme pelemahan silence, khususnya pada mahasiswa saksi kecurangan akademik.

The phenomenon of academic cheating still occurs in the college environment. Most of the students who witnessed the occurrence of cheating chose to remain silent and did not report it to the teaching staff or the authorities. Even though the reporting of academic cheating committed by students who witness it will be able to prevent or reduce the occurrence of fraud events. This dissertation aims to explore the motives behind the silence of students who know or witness academic cheating and to explain the mechanism of weakening silence based on an ethical decision-making perspective. This dissertation consists of 2 studies: the first study used an exploratory sequential mixed method approach to explore silence motives, and the second study used a quantitative approach to structural equation models to explain the mechanism of silence attenuation in the various motives found in the first study. There were 13 students in the first qualitative study, 564 students in the first quantitative study, and 295 students in the second study. The findings of this dissertation indicate novelty in several respects: first, this study succeeded in identifying and confirming the main motives for silence in students who witness academic fraud are the same as the motives for silence that have been described in the literature on silence in the world of work, namely: acquiescent, prosocial , opportunistic, and defensive. Prosocial and defensive motives are more dominant than acquiescent and opportunistic motives. Apart from that, there are two other motives for silence that do not yet exist in the literature which were found among research participants, namely: a) because they did not know how to report academic cheating; b) having been a perpetrator of academic cheating. These two motives still require further proof by involving more participants. Second, the accuracy of the use of an ethical decision-making perspective has been tested in explaining the mechanism of weakening silence in the four motives of students who witnessed academic cheating. Silence in its four motives can be weakened through the role of academic cheating awareness serially mediated by the seriousness of academic cheating and peer reporting judgment. Involving the seriousness of academic cheating as a mediator into the ethical decision-making model enriches the theoretical explanation regarding the mechanism of weakening silence, especially for students who witness academic cheating."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Maulina
"Tingginya angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia dalam 5 tahun terakhir terutama melibatkan sepeda motor. Kecelakaan antara lain disebabkan oleh perilaku pengendara sepeda motor yang berisiko tinggi untuk menimbulkan kecelakaan. Disertasi ini mengintegrasikan antara perspektif kognitif dan kognisi sosial untuk menjelaskan pengaruh script mengendara berisiko, persepsi jarak, dan persepsi risiko terhadap keputusan pengendara untuk melakukan tiga jenis perilaku mengendara berisiko yang khas dilakukan di kota besar Indonesia, yaitu menyelip, menyiap, dan melawan arah, dalam situasi pro-risk dan anti-risk. Dua studi pertama (studi 1 dan studi 2) dilakukan untuk menggali situasi pro-risk (mendorong) dan anti-risk (menghambat) pengendara untuk menampilkan perilaku menyelip, menyiap dan melawan arah dan mengembangkan instrumen penelitian. Pada studi 3 dilakukan penelitian eksperimental dengan desain within subject terhadap 231 pengendara lakilaki berusia 20-35 tahun di wilayah Jabodetabek.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh tidak langsung dari script mengendara berisiko melalui persepsi risiko terhadap keputusan untuk menyelip dan menyiap dalam situasi pro-risk dan anti-risk. Untuk keputusan pengendara melawan arah pada situasi pro-risk dipengaruhi secara langsung oleh persepsi risiko dan script mengendara berisiko, sedangkan pada situasi anti-risk faktor yang berpengaruh hanya persepsi risiko. Dari hasil penelitian ini, sejumlah kegiatan pelatihan dan pemberian informasi diperlukan untuk membentuk script mengendara aman dan mengembangkan keterampilan mempersepsi risiko secara akurat.

In the past 5 years, the high rate of traffic accidents in Indonesia mostly involved motorcyclists, many of whom often perform risky riding behaviors. This dissertation is intended to integrate cognitive and social cognitive perspectives in explaining the influence of risky riding script, distance perception, and risk perception on riders’ decision to perform three typical risky riding behaviors on Indonesian urban roads, namely lane splitting, dangerous overtaking, and riding in opposite direction at prorisk and anti-risk situations. Two preliminary studies were conducted to explore the pro-risk and anti-risk situations related to lane splitting, dangerous overtaking, and riding in opposite direction, as well as to aid in the development of research instruments. A within-subjects experiment involving the manipulation of 2 traffic situations (pro-risk x anti-risk) and 3 types of risky riding behavior (lane splitting, dangerous overtaking, riding in opposite direction) was then conducted on 231 male riders aged 20-35 years in Jabodetabek area.
The results show that risk perception has an indirect effect of risky riding script on riders’ decision to perform lane splitting and dangerous overtaking at pro-risk and anti-risk situations. On the other hand, the decision to perform riding in opposite direction at pro-risk situation was directly influenced by risk perception and risky riding script, but there was only a direct effect of risk perception at anti-risk situation. Based on the results, it can be inferred that further training and provision of information are necessary to help.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
D1992
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Nul Hakim
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor kepribadian conscientiousness, faktor kepribadian extraversion dan faktor lingkungan yaitu kompetisi terhadap kualitas keputusan kelompok. Dengan menggunakan tes kepribadian Big Five, 240 mahasiswa S1 yang terdiri atas 175 perempuan dan 65 laki-laki dibagi dalam 80 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang. 80 kelompok tersebut dibagi dua kedalam 40 kelompok kompetisi dan non kompetisi. Pada masing-masing dari 40 kelompok tersebut terdapat 10 kelompok yang anggotanya mempunyai partisipan dengan karakteristik kepribadian conscientiousness tinggi, conscientiousness rendah, extrovert dan introvert. Pendekatan penelitian ini adalah eksperimental between subject design. Kepada kedua kelompok ini diberi tugas untuk membuat keputusan kelompok dalam dua variasi pengaturan, dengan dan tanpa kompetisi. Kelompok menerima informasi dengan mekanisme distribusi hidden profile, dimana hanya satu dari tiga anggota kelompok mendapatkan informasi kunci. Hasil exact logistic regression menunjukkan bahwa karakteristik kepribadian conscientiousness tinggi meningkatkan kemungkinan kelompok menghasilkan keputusan yang lebih buruk. Sementara karakteristik kepribadian extraversion dan kompetisi tidak memengaruhi kualitas keputusan kelompok. Uji statistik juga menemukan terdapat interaction effect dari conscientiousness tinggi dan kompetisi terhadap kualitas keputusan kelompok. Kemungkinan kelompok dengan conscientiousness tinggi menghasilkan keputusan yang buruk menjadi semakin meningkat ketika mereka berada dalam situasi kompetisi. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa dalam rangka menempatkan the right person on the right place maka organisasi harus mempertimbangkan faktor kepribadian conscientiousness dalam rekrutmen, penempatan, penyusunan tim kerja ataupun pelatihan. Selain itu organisasi juga perlu mengatur lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan kualitas rapat-rapat didalam lingkungan organisasi.

ABSTRACT
This study aims to study the effect of personality factor of conscientiousness, personality factor of extraversion, and environmental factor of competition to group decision quality. Based on Big Five personality test, 240 undergraduate students consists of 175 girls and 65 boys were divided into 80 groups with each group consists of 3 people. 80 groups then divided into two groups of competition and non competition. In each of the 40 groups there are 10 group of high conscientiousness, low conscientiousness, extrovert, and introvert participants. The approach of this study is experimental with randomized between group design. Given to these groups is a task to make group decision in two setting variations, with and without competition. The groups receive the information through hidden profile distribution mechanism, where only one of the three group member gets the key information. Exact logistic regression results show that high conscientiousness personality characteristic increase the likelihood of a group to produce bad decisions. But extraversion personality characteristic and competition do not affect group decision quality. Statistical testing also found an interaction effect of conscientiousness and competition on the quality of group decisions. The probability of producing poor group decision will increase when high conscientiousness group are under competition situation. The implication of this research is that in order to put rdquo;the right person in the right place rdquo;, the organization must consider the personality factor conscientiousness in recruitment, placement, formulating team and training. In addition, organizations must create conducive environment to improve the quality of meetings within the organization."
2018
D2503
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunu Bagaskara
"

Peran emosi dalam performa mengemudi mulai mendapat perhatian khusus dalam studi mengenai perilaku mengemudi dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini mengingat bahwa pengalaman emosional, terutama marah, memiliki hubungan dengan perilaku mengemudi berisiko, yang merupakan salah satu penyebab utama kecelakaan. Melalui pendekatan afek heuristik dan appraisal tendency framework, penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara emosi marah (disposisional/trait dan situasional/state) dengan memperhitungkan peran sikap pro risiko sebagai mediator. Disertasi ini terdiri dari dua studi. Studi pertama meggunakan metode survei yang melibatkan 202 pengemudi mobil; studi kedua menggunakan metode eksperimental terhadap 100 pengemudi berusia 19-25 tahun. Hasil kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa emosi marah, baik dalam perspektif trait maupu state memengaruhi munculnya perilaku mengemudi berisiko. Secara lebih spesifik, pengemudi dengan trait driving anger tinggi dan pengemudi yang merasakan pengalaman emosi marah menunjukkan perilaku mengemudi berisiko yang lebih sering. Hasil studi ini juga menunjukkan bahwa pengaruh state marah terhadap perilaku mengemudi berisiko terjadi secara independen dari peran trait driving anger. Artinya, situasi yang membangkitkan state marah pengemudi mampu meningkatkan munculnya perilaku mengemudi berisiko, terlepas dari tingkat trait driving anger yang dimiliki pengemudi. Analisis mediasi menemukan bahwa hubungan antara emosi marah dan perilaku berisiko tersebut dimediasi oleh sikap positif terhadap risiko. Dengan kata lain, pengemudi yang pemarah ataupun dalam keadaan marah cenderung membentuk sikap yang positif terhadap perilaku mengemudi berisiko, yang pada akhirnya mendorongnya untuk menampilkan perilaku mengemudi berisiko. Temuan-temuan ini berimplikasi pada pentingnya pemahaman dan pengelolaan dampak emosi marah terhadap keselamatan berlalu-lintas. Sejumlah intervensi perlu dikembangkan dalam upaya meminimalisasi dampak negatif dari emosi negatif terhadap performa mengemudi.


The role of emotions in driving performance began to receive special attention in studies of driving behavior in recent years. This is considering that emotional experience, especially anger, has a fairly strong relationship with risky driving behavior, which is one of the main causes of accidents. Utilising heuristic affect and appraisal tendency framework approaches, this study aims to examine the relationship between anger (both dispositional/trait and situational/state) by taking into account the role of pro-risk attitudes as the mediator. This dissertation consists of two studies. The first study used a survey method involving 202 car drivers; the second study used an experimental method for 100 drivers aged 19-25 years. The results of the two studies show that anger, both in the perspective of trait and state, influence the risky driving behavior. More specifically, drivers with high trait driving anger and those who experience anger while driving show risky driving behavior more frequently. The results of this study also show that the influence of state anger on risky driving behavior occurs independently of the role of driving anger trait. That is, situations that elicit the drivers anger state is able to increase the likelihood of risky driving behavior, regardless of the level of drivers trait driving anger. Mediation analysis found that the relationship between anger and risky behavior was mediated by positive attitude towards risk. In other words, drivers high on trait driving anger or those who experience high anger while driving tend to form positive attitudes towards risky driving behaviors, which in turn encourages them to engange risky driving behavior. These findings have implications for the importance of understanding and managing the effects of anger on traffic safety. A number of interventions need to be developed in an effort to minimize the negative impact of negative emotions on driving performance.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
D2781
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Muji Rakhmawati
"Borderline Intellectual Functioning (BIF) memiliki populasi yang cukup besar dan sangat potensial untuk diteliti. Namun demikian, belum banyak penelitian yang memfokuskan diri pada partisipan BIF berkaitan dengan kemampuan executive function (EF) yang mereka miliki. Hal ini dapat disebabkan karena BIF dapat didefinisikan secara berbeda antara satu lembaga dengan lembaga yang lain, sehingga populasi yang besar ini justru sering kali terlewatkan dari pengamatan. EF sendiri yang dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif dalam mengukur fungsi kognitif pada kelompok BIF secara lebih menyeluruh, belum memiliki definisi yang disepakati oleh para peneliti. Hal ini menyebabkan EF dapat didefinisikan secara berbeda dan diukur dengan cara yang berbeda pula pada berbagai literature yang telah ada. Sementara itu, BIF yang didefinisikan secara berbeda pada masing-masing institusi tersebut diatas pun, pada akhirnya mengakibatkan kelompok BIF dalam penelitian EF yang ada digabungkan ke dalam satu kriteria yang sama dengan kelompok mild intellectual disability (MID) atau justru terlewatkan sehingga tidak termasuk dalam pembahasan penelitian.
Performa EF dari beberapa penelitian sebelumnya dinyatakan dipengaruhi oleh usia, tingkatan inteligensi dan jenis kelamin. Penelitian ini ingin mengangkat performa EF pada partisipan dengan BIF yang berusia 12 tahun 0 bulan sampai dengan 15 tahun 0 bulan, dibandingkan dengan kelompok chronological age (CA), mental age (MA), dan MID. Dengan membandingkan kelompok BIF dengan ketiga kelompok lainnya, diharapkan dapat tercermin kekuatan dan kelemahan EF pada kelompok BIF secara lebih spesifik. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: (1) apakah terdapat perbedaan performa pada masingmasing subkomponen EF pada kelompok BIF dibandingkan dengan kelompok CA, MA, dan MID?; (2) Jika terdapat perbedaan performa pada masing-masing subkomponen EF tersebut, maka bagaimanakah gambaran kekuatan dan kelemahan kelompok BIF dibandingkan dengan ketiga kelompok lainnya; (3) Apakah jenis kelamin memiliki peranan yang berpengaruh pada performa EF, terutama pada generativity?; (4) Apakah tingkatan inteligensi dan jenis kelamin memiliki peranan terhadap perbedaan performa pada masing-masing subkomponen EF?
Hasil penelitian dari 121 partisipan yang terlibat dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan performa pada masing-masing subkomponen EF jika dilihat berdasarkan perbedaan tingkat inteligensi (kecuali pada subkomponen shifting), tetapi tidak pada performa berdasarkan perbedaan jenis kelamin, dan interaksi antara tingkatan inteligensi dan jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin yang sering dikaitkan dengan generativity pada penelitian sebelumnya tidak tercermin pada penelitian ini. Pada performa working memory, kelompok BIF memiliki performa yang lebih lemah dibandingkan dengan CA, namun lebih kuat jika dibandingkan dengan kelompok MA dan kelompok MID. Performa inhibition pada kelompok BIF setara dengan kelompok CA, namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok MA dan kelompok MID. Pada tugas shifting, kelompok BIF memiliki performa yang lebih lemah dibandingkan dengan kelompok CA, namun setara dengan kelompok MA dan kelompok MID. Performa kelompok BIF pada planning dan problem solving setara dengan kelompok CA dan kelompok MA, namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok MID. Sementara itu, pada generativity (verbal fluency phonemic letter S) kelompok BIF memiliki performa yang setara dengan kelompok CA dan kelompok MA, namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok MID. Disisi lain, pada generativity (verbal fluency semantic category binatang), performa kelompok BIF setara dengan kelompok CA namun lebih kuat dibandingkan dengan kelompok kelompok MA dan kelompok MID.
Penelitian ini berhasil memperlihatkan bahwa kelompok BIF memang memiliki pola performa EF yang berbeda dibandingkan dengan kelompok CA, kelompok MA, dan kelompok MID. Sudah seharusnya kelompok BIF tidak lagi digolongkan dalam kriteria yang sama dengan kelompok MID, melainkan justru memiliki kriteria tersendiri yang terpisah dari kelompok MID.

Borderline intellectual functioning (BIF) has considerable population and great potential for research. However, there is not much research that focuses their subjects relating to participants with BIF and their executive functions (EF). This is due to BIF that can be defined very differently from one institution to another, so that the large population is often overlooked from fact of observation.
EF itself is regarded as one of the best ways to measure cognitive function for individual with BIF, but has not yet reached the universal definition by the researchers. Thus, EF can be defined and measured differently in different ways. BIF different definition on each institution in turn, results of BIF group in EF research most of the time combined in the same criteria with a mild intellectual disability (MID) group or even overlooked altogether in research related to their EF. EF performance in some previous studies revealed to be influenced by age, level of intelligence, and sex. The aim of this study is to lift the EF performance in participants with BIF group age ranges from 12 years 0 months to 15 years 0 months, compared with chronological age (CA), mental age (MA), and MID groups. By comparing BIF group with the three other groups, is expected to reflect on the strengths and weaknesses of EF in BIF groups more specifically. The research question posed is: (1) whether there are differences in performance on each of EF subcomponents on BIF group compared with the CA, MA, and MID groups ?; (2) If there is a difference in performance on each of EF subcomponents, then how is the strengths and weaknesses of BIF group compared with the three other groups; (3) Does gender have an influential role in the performance of EF, especially on generativity ?; (4) Is the level of intelligence and gender has a role to differences in performance on each EF subcomponents?
The results of the 121 participants involved in this research showed that there are differences in performance on each of the EF subcomponents when viewed by the different levels of intelligence (except on shifting), but not in performance by gender, and the interaction between the levels of intelligence and gender. The gender differences which is often associated with generativity are not reflected this in previous study. In the performance of working memory, BIF group had a weaker performance compared to CA group, but more higher than the MA and MID groups. Inhibition performance on par with CA group, yet more stronger than the MA and MID groups. At shifting task, BIF group had a weaker performance compared to CA group, but equivalent to the MA and MID groups. BIF group performance in planning and problem solving are equivalent with CA and MA groups, yet more powerful than the MID group. Meanwhile, the generativity (verbal fluency phonemic letter S) BIF group has equivalentperformance to CA and MA groups, but yet still higher than the MID group. On the other hand on the generativity (semantic category verbal fluency animals), BIF group equivalent to the performance of the CAgroup yet more higher than the MA and MID groups.
This study successfully demonstrated that the BIF group does have a different pattern of EF performance compared to the CA, MA, and MID groups. BIF groups should no longer be classified under the same criteria as MID group, but rather has its own criteria separated from the MID group.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library