Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dendi Andrian
"Penelitian ini menjadikan Desa Biting di Jawa Tengah, Indonesia, sebagai studi kasus untuk mengeksplorasi makna dan praktik kesuksesan dari perspektif pemuda. Desa Biting dikenal dengan praktik gotong royong, nilai guyub rukun, pertanian tembakau, tingkat urbanisasi tinggi, dan partisipasi rendah dalam pendidikan formal. Dengan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya ini, pemuda Biting menjadi subjek yang menarik untuk memahami kesuksesan pemuda rural di Indonesia. Menggunakan kerangka teori praktik Bourdieu, saya menganalisis praktik kesuksesan pemuda yang berkaitan dengan kapital dan habitus dalam konteks Biting sebagai field. Penelitian ini mengungkap bagaimana habitus keluarga dan masyarakat (doxa) berperan dalam praktik kesuksesan pemuda Biting. Kesuksesan mereka meliputi praktik ekonomi (memiliki pekerjaan, mencapai kemandirian, serta stabilitas ekonomi), tanggung jawab keluarga (berbakti kepada keluarga, khususnya orang tua), dan tanggung jawab sosial serta keagamaan (menjaga hubungan baik, saling membantu, dan hubungan resiprositas di antara anggota masyarakat). Data dikumpulkan melalui penelitian lapangan etnografi selama satu bulan dengan melibatkan dua belas pemuda dan sembilan tokoh Desa, menggunakan metode auto-driven photo-elicitation, wawancara semi-terstruktur, dan observasi partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi pemuda Biting, kesuksesan diukur tidak hanya dari pencapaian ekonomi atau status individu, tetapi juga dari kesuksesan kolektif yang mencakup tanggung jawab keluarga dan sosial. Praktik kesuksesan mereka didasarkan pada akumulasi kapital sosial yang diperoleh dari kontribusi dan keaktifan di masyarakat, yang tertanam dalam nilai guyub rukun dan praktik gotong royong. Kapital sosial memiliki nilai simbolik yang paling dominan bagi kesuksesan di masyarakat Biting. Studi ini mengungkap bahwa kesuksesan di Biting dipahami sebagai doxa, yaitu habitus kolektif berupa disposisi, nilai, atau kepercayaan yang mengaitkan kesuksesan individu pemuda dengan kesuksesan kolektif masyarakat Biting.

This research focuses on the village of Biting in Central Java, Indonesia, as a case study to explore the meaning of success from the perspective of rural youth, with a specific focus on how the local context of Biting shapes their understanding of success. Biting is known for its practices of mutual cooperation (gotong royong), the value of social harmony (guyub rukun), tobacco farming, a high level of urbanization, and low participation in formal education. Given its social, economic, and cultural background, the youth of Biting are an intriguing subject for understanding rural youth success in Indonesia. In this study, Bourdieu's theory of practice serves as the framework to analyze the practices of success among youth, involving capital and habitus, within the Biting context as a field. The research reveals how family and community habitus (doxa) play a role and integrate into the practices of success among Biting's youth. This is represented through their concepts of success, including economic success (having a job and achieving economic independence and stability), family responsibilities (filial piety, particularly towards parents), and social and religious responsibilities (maintaining good relationships, mutual assistance, and reciprocal relationships among community members). Data was collected through a month-long ethnographic field study involving twelve youth and fourteen village leaders, utilizing methods such as auto-driven photo-elicitation, semi-structured interviews, and participant observation. The study shows that for Biting's youth, success is measured not only by economic achievements or individual status but also by collective success involving social and familial responsibilities. Their success practices are based on accumulating social capital through community contributions and active participation, rooted in values of social harmony and cooperation. In Biting, strong social relationships, reciprocity, mutual assistance, and a sense of belonging hold the most symbolic value for success. This study concludes that success in Biting is understood as doxa, a collective habitus of dispositions, values, or beliefs that link individual youth success to the collective success of the Biting community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Wulandari
"Sering kali apa yang direncanakan dalam pembangunan tidak selalu sejalan dengan realitas di lapangan. Penelitian ini dilakukan pada komunitas Kampung Pitu, Nglanggeran, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat Kampung Pitu tinggal di salah satu puncak Gunung Api Purba Nglanggeran yang awalnya terisolasi secara geografis dari kampung lainnya. Perubahan terjadi sejak tahun 2015 seiring dengan ditetapkannya lanskap Kampung Pitu sebagai bagian geosite Geopark Gunung Sewu. Pembangunan infrastruktur jalan menjadi gerbang pembuka interaksi Kampung Pitu dengan dunia luar. Penelitian ini memanfaatkan kerangka pemikiran Tania Li dalam The Will To Improve (2012) yang menggambarkan adanya potensi jarak antara wacana dan praktik pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab bagaimana implementasi konsep geopark mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Pitu. Penelitian lapangan dilakukan dengan metode etnografi selama satu bulan. Geopark merupakan wacana pembangunan global dengan konsep mendorong masyarakat untuk turut serta menjaga warisan geologis dan memperbaiki keadaan hidupnya dengan upayanya sendiri melalui pariwisata. Sebagai wacana global yang diimplementasikan secara lokal, konsep geopark mengalami berbagai tahapan penerjemahan. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa paradigma pembangunan global dapat terputus di tingkat lokal dan dimaknai secara berbeda oleh masyarakat setempat. Dalam disiplin antropologi pembangunan, tesis ini berargumen bahwa governmentality sangat penuh dengan pertaruhan, rentan gagal, dan pada kenyataannya gagal dalam kasus Kampung Pitu. Dengan mengelaborasi konsep working missundertanding, tesis ini menawarkan alternatif untuk memahami kesalahpahaman yang bekerja dalam implementasi wacana pembangunan. Penelitian ini memberikan wawasan berharga bagi pembuat kebijakan, praktisi pembangunan, dan organisasi non-pemerintah untuk lebih memperhatikan apresiasi etnografis dalam pelaksanaan pembangunan.

What is planned in development does not always align with the reality on the ground. This research was conducted in the Kampung Pitu community, Nglanggeran, Gunungkidul Regency, Special Region of Yogyakarta. The Kampung Pitu community resides on one of the peaks of the Nglanggeran Ancient Volcano, which was initially geographically isolated from other villages. Changes have occurred since 2015 with the designation of the Kampung Pitu landscape as part of the Gunung Sewu Geopark geosite. The construction of road infrastructure has opened the gateway for Kampung Pitu’s interaction with the outside world. This study utilizes Tania Li’s framework in “The Will To Improve” (2012), which illustrates the potential gap between development discourse and practice. The aim of this research is to address how the implementation of the geopark concept affects the daily lives of the Kampung Pitu community. Field research was conducted using ethnographic methods over the course of one month. Geoparks represent a global development discourse that encourages communities to preserve geological heritage and improve their living conditions through their own efforts via tourism. As a global discourse implemented locally, the geopark concept undergoes various stages of translation. The findings of this research indicate that the global development paradigm can become disconnected at the local level and is interpreted differently by local communities. In the discipline of development anthropology, this thesis argues that governmentality is fraught with risks, prone to failure, and indeed fails in the case of Kampung Pitu. By elaborating on the concept of working misunderstanding, this thesis offers an alternative to understanding the misunderstandings at play in the implementation of development discourse. This research provides valuable insights for policymakers, development practitioners, and non-governmental organizations to pay greater attention to ethnographic appreciation in the execution of development projects."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annabel Adeline Nathania
"Makalah ilmiah ini membahas teknikalisasi yang terjadi selama bekerja sebagai peneliti dalam program penelitian "Receh Coreng" (Research Courses of Housing Cooperatives Rental Housing). Dalam perspektif antropologi pembangunan, tulisan ini mengacu pada konsep Rendering Technical untuk menyoroti teknikalisasi yang terjadi mulai dari tahap pengumpulan data hingga tahap analisis data. Dominasi ahli dalam pembangunan cenderung mengarahkan solusi teknis tanpa mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang diteliti. Program ini merupakan program multidisiplin yang melibatkan berbagai ilmu lain, termasuk antropologi sosial, dengan tujuan menghasilkan solusi pembangunan perumahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, kendala teknikalisasi mewarnai penelitian ini, dengan penekanan berlebihan pada data kuantitatif dan desain fisik berupa luaran rusun yang mengesampingkan aspek kualitatif dan kontekstual dari pengalaman pengontrak. Teknikalisasi terlihat dalam seluruh proses pengumpulan data dan analisis, menghasilkan output berupa desain arsitektur yang kurang memperhitungkan realitas sosial masyarakat. Refleksi serta kesimpulan yang dilampirkan dalam tulisan ini berasal dari pengalaman pribadi saya yang saya elaborasikan dengan konsep rendering technical untuk mengungkapkan indikasi-indikasi teknikalisasi dalam program penelitian multidisiplin Receh Coreng.

This final scientific paper discuss technicalization that occurs while working as a researcher in the research program "Receh Coreng" (Research Courses of Housing Cooperatives Rental Housing). From the perspective of development anthropology, this paper refers to the concept of Rendering Technical to highlight the technicalization that occurs from the data collection stage to the data analysis stage. The dominance of experts in development tends to direct technical solutions without considering the aspirations and needs of the researched community. This program is a multidisciplinary program involving various other disciplines, including social anthropology, with the aim discusses of producing housing development solutions that are suitable for community needs. However, the constraint of technicalization colors this research, with an excessive emphasis on quantitative data and physical design in the form of apartment outputs, neglecting the qualitative and contextual aspects of tenant experiences. Technicalization is evident in the entire process of data collection and analysis, resulting in outputs in the form of architectural designs that inadequately consider the social realities of the community. The reflections and conclusions presented in this paper stem from my personal experience, which I elaborate on with the concept of rendering technical to reveal indications of technicalization in the multidisciplinary research program Receh Coreng.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rayhan Rasyidin
"Serangkaian perubahan kini telah terjadi di Rawa Belong yang sejatinya merupakan wilayah berlabel Betawi, juga identik dengan profesi pedagang tanaman hias dan pekerja taman. Perubahan kondisi ekonomi dan datangnya pemodal besar di Rawa Belong memaksa masyarakatnya untuk meninggalkan profesi lama mereka demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sementara itu, realitas ibu kota yang dibanjiri oleh pendatang menghadirkan permintaan besar akan kebutuhan tempat tinggal. Realitas ini kemudian memunculkan praktik bisnis baru bagi orang Betawi Rawa Belong, yaitu menjual lahan dan membangun kontrakan – yang mengubah Rawa Belong secara spasial. Praktik ini kemudian menyebabkan semakin sedikit orang Betawi yang mendiami Rawa Belong dan semakin banyak pendatang yang turut menghidupi Rawa Belong. Perubahan ini mengakibatkan pergeseran praktik dan nilai sehingga berujung kepada Rawa Belong yang kini dihidupi secara berbeda. Dengan menggunakan metode observasi partisipatoris, wawancara mendalam, dan analisis deskriptif, saya berusaha mengungkap bagaimana aktor, faktor, dan proses saling berartikulasi pada perubahan ruang di Rawa Belong juga konsekuensinya terhadap bagaimana Rawa Belong dikonstruksikan oleh para penduduk aslinya – orang Betawi Rawa Belong.

A series of changes have taken place in Rawa Belong, which is originally a Betawi-labeled area, and is also associated with the profession of ornamental plant traders and landscape workers. The changes in the economic conditions and the influx of large investors in Rawa Belong have forced its community to abandon their old professions in order to meet their daily needs. Meanwhile, the reality of the capital city being flooded by migrants has created a high demand for housing. This reality has led to the emergence of new business practices for the Betawi people of Rawa Belong, namely selling land and building rental properties, which have spatially transformed Rawa Belong. As a result, fewer Betawi people inhabit Rawa Belong, while more migrants contribute to its livelihood. These changes have caused a shift in practices and values, ultimately leading to a different way of life in Rawa Belong. By using participatory observation methods, in-depth interviews, and descriptive analysis, I aim to uncover how actors, factors, and processes interact in the spatial changes in Rawa Belong, as well as the consequences for how Rawa Belong is constructed by its original inhabitants—the Betawi people of Rawa Belong."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zefanya Rachelda
"Implementasi digital dalam bisnis memunculkan adanya peluang, tantangan, dan aktivitas baru dalam pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan modal sosial sebagai instrumen utama dalam menjalankan aktivitas bisnis UMKM yang berada di lingkup digital melalui sudut pandang antropologis. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan etnografi untuk memberikan deskripsi mengenai peran relasi sosial, kepercayaan, dan resiprositas dalam berbagai tahapan bisnis dan dinamika yang muncul antarpihak. Keberadaan modal sosial dalam UMKM digital mengimplikasikan adanya signifikansi aspek sosial dalam aktivitas ekonomi digital, sekaligus dinamika yang muncul antara pelaku usaha dengan relasi sosial yang dimilikinya dalam memanfaatkan modal sosial.

Digital implementation in business raises new opportunities, challenges, and activities in its implementation. This paper examines the use of social capital as the main instrument in implementing Small-Micro Enterprises activities in the digital sphere. The existence of social capital in digital Small-Micro Enterprises implies the significance of social aspects in digital economic activities, it also implies the dynamics that emerge between business actors and the social relations when utilizing social capital. This research uses qualitative research using an ethnographic approach to provide a holistic description for the role of social relations, trust, and reciprocity in various stages of business and the upheavals that arise between parties."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rafi
"Skripsi ini membahas pengalaman penyandang disabilitas tunanetra menjadi barista kedai kopi. Saya mencoba mengeksplorasi berbagai aspek para pekerja kedai kopi dan aktor yang terlibat dalam pengalaman tersebut seperti cerita pembelajaran membuat kopi, adaptasi dan ableisme yang dialami. Penelitian ini melihat adaptasi yang dilakukan oleh penyandang disabilitas tunanetra dilakukan melalui kemampuan multisensori seperti pendengaran dan sentuhan, untuk “melihat” dunia sekitar dan pekerjaan kedai kopi sebagai bentuk adaptasi. Selain adaptasi, ditemukan juga bahwa mereka juga melakukan mutual aids ke sesama penyandang disabilitas dengan melakukan pelatihan dan bantuan lainnya. Dari bantuan sesama, suatu komunitas juga terbangun dengan dasar kesamaan perjuangan dan pengalaman yang dialami oleh penyandang disabilitas tunanetra. Bantuan yang mereka lakukan didasari atas kesamaan di antara mereka baik dengan kesamaan kedisabilitasan, pengalaman hidup, dan status ekonomi. Bantuan tersebut, mereka berharap akan terbukanya kesempatan di ekonomi dan kemampuan untuk bekerja di dunia yang berpandang ableist apa yang bisa dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh penyandang tunanetra.

This Thesis talks about the blind disability work as a coffee shop barista. I try to explore various aspects of the coffee shop barista and related actors that involve the story of learning how to make coffee, adaptation, and ableism. This research also looks at the adaptation that is done through multisensory ability like hearing and touch to “see” the world and the barista job as a form of adaptation. Besides adaptation, apparently they also do mutual aid to fellow people with disabilities through training and other forms of aid. With those aids, a community is also built with the basis of similarities in struggles and experiences by people with disabilities. With those aids, the blind barista hoping for new opportunities in economy and working skill in world that have ableist view on what can blind people do and what they cannot do."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sendi Kenia Savitri
"Broker sebagai sebuah konsep telah banyak dipelajari pada berbagai bidang saat ini. Hal ini seolah menutup lintasan sejarah lahirnya broker yang sempat mengalami surut perhatian. Sebagai sebuh konsep yang saat ini kembali menarik perhatian, pertanyaan mengenai siapa broker menjadi perlu diulas seiring perkembangan bidang serta kompleksitas peran yang dijalankan. Menggunakan systematic literature review, karya tulis ini mengeksplorasi naras broker berdasarkan 52 artikel jurnal yang diterbitkan antara tahun 1984-1985. Hasilnya penulis mendapati ada dua cara pandang antropolog dalam mengidentifikasi siapa broker yakni berdasar kemampuan dan subyektifitas profesi. Karya tulis ini juga menemukan berbagai tantangan yang dihadapi broker termasuk poses peranannya yang bread pada dua mata pisau. Broker sebagai pelebur kesenjangan juga perilaku kesewenang-wenangan dan oportunis. Berdasarkan hal ini penulis menyarankan untuk mempertimbangkan bagaimana seseorang dapat menjadi broker untuk melihat keberpihakannya. Karena broker hari ini semakin berkembang dan tetap menemui relevansinya didukung salah satunya melalui wacana pembangunan berkelanjutan.

Brokers as a concept have been widely studied in various fields today. This seems to close the historical path of the birth of brokers who had experienced a decline in attention. As a concept that is currently attracting attention again, the question of who a broker is needs to be reviewed along with the development of the field and the complexity of the role played. Using a systematic literature review, this paper explores the narrative of brokers based on 52 journal articles published between 1984-1985. The results found that there are two anthropological perspectives in identifying who a broker is, namely based on the ability and subjectivity of the profession. This paper also found various challenges faced by brokers including their role poses which are on two sides. Brokers as a smelter of gaps as well as arbitrary and opportunistic behavior. Based on this, the author suggests considering how someone can become a broker to see their bias. Because today's brokers are increasingly developing and continue to find their relevance supported by one of them through the discourse of sustainable development."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Shabirah
"Penelitian ini mengkaji penyelenggaraan program beasiswa Hé-MAn sebagai bentuk pengelolaan kegiatan berderma dalam konteks pendekatan ekonomi-ekonomi kemanusiaan (Ekonomi-Ekonomi Kemanusiaan) di masa pandemi COVID-19. Program beasiswa Hé-MAn hadir sebagai aksi filantropis untuk menjawab permasalahan ekonomi mahasiswa dengan memberikan bantuan biaya pendidikan. Meskipun berada di bawah kerangka berderma yang spontan dan berbasis solidaritas, pengelolaan program ini tidak terlepas dari adanya pengaturan yang bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, serta menghindari penyalahgunaan dana. Tujuan sosial utama dari program ini adalah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka. Meskipun niat awalnya mulia, pengaturan yang ada untuk menjaga pertanggungjawaban justru memunculkan dinamika moral di antara para penerima, pengelola, dan donor beasiswa. Dinamika ini mencerminkan tantangan dalam menjaga keseimbangan antara niat baik filantropis dan implementasi yang adil dan transparan.

This study examines the dynamics of the Hé-MAn scholarship program as a form of charity within the context of Ekonomi Kemanusiaan, particularly during the COVID-19 pandemic, which has broadly impacted economies, including student finances. The Hé-MAn scholarship program emerged as a philanthropic initiative to address the economic challenges faced by students by providing educational financial aid. Although it operates under the framework of charity, the management of this program involves regulations aimed at ensuring transparency and accountability, and preventing the misuse of funds. The primary social goal of this program is to provide students with the opportunity to continue their higher education. Despite its noble intentions, the existing regulations to maintain accountability have led to moral dynamics among recipients, administrators, and donors. These dynamics highlight the challenges of balancing philanthropic intentions with fair and transparent implementation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratqa Athallah Rizkianto
"Simbol akan selalu melekat dalam kehidupan manusia. Mulai dari gimik muka hingga benda dapat menjadi sebuah simbol dengan pemikiran yang beragam berdasarkan kebudayaannya. Rokok menjadi salah satu benda yang memiliki beragam simbol. Simbol dan makna yang muncul pada rokok ini berbeda-beda tergantung bagaimana sebuah kategori masyarakat memaknainya. Terdapat pola-pola masyarakat berdasarkan pandangan dan simbol yang mereka maknai terhadap rokok. Simbol ini muncul terutama dalam sebuah proses interaksi sosial. Masyarakat Urban yang heterogen menjadi subjek penelitian dengan keberagaman yang muncul pada masyarakatnya. Dengan metode penelitian meta analisis serta kerangka konsep dari Roland Barthes, Victor Turner dan Clifford Geertz tentang simbol dan kebudayaan, saya mencari pola-pola tersebut dengan melakukan analisis terhadap 12 jurnal yang terkait dengan tema ini. Penelitian ini menemukan bahwa rokok memiliki beragam simbol berdasarkan pola masyarakat yang heterogen pada lingkungan urban.

Symbols will always be inherent in human life. Starting from facial expressions to objects can become symbols with various ideas based on culture. Cigarettes are one of the objects that have various symbols. The symbols and meanings that appear on cigarettes vary depending on how a category of society interprets them. There are societal patterns based on views and symbols that give meaning to cigarettes. This symbol appears especially in a process of social interaction. Heterogeneous urban communities are the subject of research with the diversity that appears in their communities. Using meta-analysis research methods and a conceptual framework from Roland Barthes, Victor Turner and Clifford Geertz regarding symbols and culture, I looked for these patterns by analyzing 12 journals related to this theme. This research found that cigarettes have various symbols based on heterogeneous community patterns in urban environments."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Humaira Akbar
"Makalah ilmiah akhir ini merefleksikan pengalaman magang saya di program penelitian Receh Coreng, dengan fokus pada tantangan yang saya hadapi sebagai mahasiswa antropologi yang diharapkan untuk menerapkan metode etnografi dalam lingkungan penelitian transdisipliner. Terlepas dari pembelajaran saya sebelumnya, penerapan praktik metode etnografi terbukti sulit, terutama saat mengintegrasikannya ke dalam kerangka penelitian multidisiplin yang lebih luas. Dalam pelaksanaannya, saya menemukan berbagai limitasi mulai dari tahap pra lapangan, penelitian lapangan, pengorganisasian, dan pengolahan data. Dalam setiap prosesnya, saya menyadari bahwa etnografi tidak bisa diimplementasikan secara maksimal. Dengan mengacu pada Hammersley dan Atkinson (2007), makalah ini merefleksikan dan membandingkan kesenjangan antara pelatihan teoritis dan praktis, menggambarkan hambatan dan kendala spesifik yang saya dihadapi selama penelitian magang. Melalui refleksi ini, saya mengeksplorasi bagaimana ekspektasi penggunaan metode etnografi sering kali tidak sesuai dengan implementasi nyatanya dalam penelitian transdisipliner. Refleksi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang tantangan praktik metode etnografi dalam penelitian interdisipliner.

This final scientific paper reflects on my internship experience at the Receh Coreng research program, focusing on the challenges I faced as an anthropology student expected to apply ethnographic methods in a transdisciplinary research environment. Despite my prior learning, the practical application of ethnographic methods proved difficult, especially when integrating them into a broader multidisciplinary research framework. In its implementation, I encountered various limitations from the pre-field, field research, organizing, and data processing stages. Throughout the process, I realized that ethnography could not be implemented to its full potential. With reference to Hammersley and Atkinson (2007), this paper reflects on and compares the gap between theoretical and practical training, describing the specific obstacles and constraints I faced during my internship research. Through this reflection, I explore how expectations of using ethnographic methods often do not match the actual implementation in transdisciplinary research. This reflection aims to provide a deeper understanding of the challenges of practicing ethnographic methods in interdisciplinary research."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>