Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Radian Syam
"Masa transisi demokrasi sejak pengunduran diri Presiden Soeharto tahun 1998 membawa perubahan terhadap struktur ketatanegaraan Republik Indonesia melalui empat kali perubahan (amandemen) terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu perubahan yang signifikan adalah perubahan dalam sistem pemerintahan daerah. Berbeda dengan masa pemerintahan Orde Baru yang cenderung sentralistik, sistem pemerintahan daerah pada masa reformasi cenderung diarahkan pada makin menguatnya otonomi pemerintahan daerah.
Penguatan otonomi pemerintahan daerah ditandai pula dengan pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan walikota secara langsung berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
"Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis."
Pemilihan kepala daerah secara demokratis ini diwujudkan dalam bentuk pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat di daerahnya berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi:
"Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan."
Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung ini mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2005, diawali dengan pemilihan bupati Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah dilangsungkan pada tanggal 2 Juni 2005. Untuk tahun 2005 terdapat 226 kepala daerah yang harus segera diganti, terdiri dari 11 Gubernur, 180 Bupati dan 35 walikota, pada tahun 2006 hingga 2008 terdapat 21 provinsi dan 202 kabupaten/kota yang harus melaksanakan pemilihan kepala daerah, dan pada tahun 2009 segera diikuti oleh 1 provinsi dan 39 kabupaten/kota. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2009 nanti seluruh rakyat di pelosok negeri secara politik akan sangat disibukkan oleh 33 pemilihan Gubernur dan 434 pemilihan Bupati/Walikota yang dilakukan secara langsung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Widyaningsih
"Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan adanya fakta hukum mengenai Tap MPR yang saat ini masih berlaku sebagai produk hukum dari MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sedangkan tata urutan peraturan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun tidak memasukkan Tap MPR sebagai peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Kewenangan apa saja yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45?
2. Bagaimana eksistensi Tap MPR Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, ada dua tujuan penelitian ini yang dimaksudkan untuk lebih menjelaskan dan mengemukakan tinjauan dari segi hukum administrasi negara, adalah:
1. meneliti dan menganalisis kewenangan yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45.
2. meneliti dan menganalisis eksistensi Tap MPR pasca perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Sam Widodo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang pengujian secara materiil Peraturan Desa sebagai salah satu produk perundang-undangan yang tercantum dalam hierarki peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang No. 10 Th. 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang menggunakan metode pendekatan secara yuridis. Metode pendekatan secara normatif yuridis yaitu metode yang mengkaji, menganalisa dan merumuskan bahan-bahan hukum, baik yang berasal dari bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang terkait dengan Peraturan Desa, bahan hukum sekunder yang dipergunakan untuk membantu menjelaskan dan melengkapi bahan hukum primer atau dalam hal ini dapat disebut sebagai bahan
hukum pendukung yang sesuai dengan pokok permasalahan, maupun bahan hukum tertier yang saling mendukung dan menguatkan sehingga dapat diketahui secara jelas dan gamblang mengenai landasan yuridis proses pengujian Peraturan Desa di Indonesia. "
2008
T25236
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwik Budi Wasito
"Tesis ini membahas tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia atau yang lebih dikenal dengan impeachment yang di dalam mekanismenya melibatkan tiga lembaga negara, antara lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketiga lembaga negara ini memiliki wewenang atributif yang dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk menjalankan proses impeachment tersebut. Sebagai wujud dari pelaksanaan sistem checks and balances, dalam melaksanakan proses impeachment, ketiga lembaga negara ini memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan sebab Indonesia ialah negara hukum. Pengertian hukum tidak hanya terbatas pada adanya peraturan perundang-undangan saja, namun juga dipatuhinya putusan hakim yang bersifat memaksa dan mengikat. Dalam kasus impeachment, putusan MK yang bersifat final dan mengikat, pada akhirnya harus dipatuhi oleh DPR dan MPR dalam memutus pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dari jabatannya.

The thesis is about the discharging of the President and/or the Vice President in the Indonesian constitutional system as known as impeachment, which is the mechanism are involving three state organs, among others are, House of Representatives (DPR), Constitutional Court (MK), and People Representative Assembly (MPR). These three state organs have attributive authority, which is stated in the Constitution of the State of the Republic of Indonesia year 1945 (UUD 1945), to role the impeachment's process. As a concrete implementation of checks and balances system, in order to role impeachment process, these three state organs have obligation to obey the law and the legislations because Indonesia is a state law. The definition of law is not restricted only into rules and legislation, but also by the obedient of the judge's verdict which is force and bound. In impeachment cases, Constitutional Court's verdict is final and bound, and had to be obeyed by DPR dan MPR when they resolving the discharging of the President and/or the Vice President from their function."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Maharanie
"Undang-undang sebagai hukum tertulis dapat lebih menimbulkan kepastian hukum, mudah dikenali, serta mudah untuk membuat atau menggantinya jika sudah tidak diperlukan lagi atau tidak sesuai lagi. Kelemahannya, kadang suatu perundang-undangan bersifat kaku (rigid) dan ketinggalan zaman karena perubahan di masyarakat begitu cepat. Di samping itu karena undang-undangan sering kali dipandang sebagai sebuah produk hukum namun karena dibuat oleh lembaga politik yang maka seringkali bernuansa politis, dalam pembentukannya kadang terjadi political bargaining atau tawar-menawar yang bermuara pada kompromi yang dapat berupa consensus atau kesepakatan politis yang dituangkan dalam norma (pasal) yang kadang kurang mencerminkan kepentingan umum, melainkan hanya untuk kepentingan golongan bahkan kepentingan pribadi. Hal ini kadang kala tidak dapat dihindari dalam proses pembentukan suatu undang-undang. Untuk itu perlu dicermati bagaimanakah tata cara pembentukan suatu undangundang, agar lebih mencerminkan kepentingan warga Negara sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Untuk itu perlu dibuka peluang partisipasi publik yang sebesarbsearnya dalam proses pembentukan kebijakan publik. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan sebuah kebijakan seharusnya dilakukan dari awal perencanaan, pembuatan sampai pada tahan evaluasi. Dalam perencanaan awal pembentukan kebijakan masyarakat perlu untuk dilibatkan agar aware terhadap isu yang akan diatur, dalam proses pembentukan agar bisa mengerti bagaimana arah kebijakan tersebut akan dibentuk, dan pada tahap evaluasi agar memberikan masukan terhadap implementasi sebuah kebijakan.

Law as an written regulation give more certainty in the aplication, friendly recognize, and easy to change if it is not compatible anymore. Law also have some weakness which it?s character is very rigid compare with the changing in the society. Law as legsilastive product sometimes seen as a political product which have it?s political atmosphere because in the law making proccess can be some dealing among the actor and that dealing formulate in the article in the act. It is unavoidable sometime in the law making proccess eventhoug that is not reflecting people?s intersest but only the law maker intersest. That is why, it is necessary to scrutinize the procedure of the law making process so law as a public policy more reflecting people?s interest.That is why it?s really important to open public participation in the policy makin widely open. Public participation in the public policy making should be put on the agenda from the begining from planning, policy decisioning, up to evaluation. In the planning proccess people will be awared of the issue that will be regulate, in the decicion making people will see how is the policy maker vision of the issue, and in the evaluation procces people can give their oponion about the policy implementation."
2009
S25461
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Dwi Anggono
"Tesis ini membahas tentang Keputusan Bersama Menteri yang secara faktual telah ada dan berkembang sejak lama dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, namun dari perspektif ilmu perundang-undangan keberadaannya masih menimbulkan ketidakjelasan terutama mengenai jenis dan letaknya dalam peraturan perundang-undangan, serta cara menguji legalitasnya.
Berdasarkan isi atau substansi nya Keputusan Bersama Menteri dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: Keputusan Bersama Menteri yang bersifat peraturan perundang-undangan (regeling); Keputusan Bersama Menteri yang bersifat penetapan (beschikking); Keputusan Bersama Menteri yang bersifat peraturan kebijakan (beleidsregels). Letak Keputusan Bersama Menteri yang bersifat peraturan perundang-undangan adalah sejajar dengan Peraturan Menteri dan di bawah Peraturan Presiden.
Mengenai pengujian terhadap Keputusan Bersama Menteri dapat dilakukan melalui tiga cara, Pertama untuk Keputusan Bersama Menteri sebagai peraturan perundang-undangan dapat dilakukan permohonan pengujian ke Mahkamah Agung. Kedua, Keputusan Bersama Menteri sebagai penetapan dapat diajukan upaya administrasi dan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Ketiga, untuk Keputusan Bersama Menteri sebagai peraturan kebijakan pengujiannya selalu dilakukan tidak langsung, yakni melalui asas-asas umum pemerintahan yang layak.

This thesis discusses the Joint Decree of the Minister factually has existed and developed since a long time in the practice of governance, but from the perspective of regulatory science is still causing confusion exists, especially regarding the type and location in the legislation, as well as how to judicial review their legality.
Based on its content or substance of the Joint Decree of the Minister can be classified into 3 types, namely: Joint Decree of the Minister is legislation (regeling) Joint Decree of the Minister is setting (beschikking); decision is with the Minister that the policy rules (beleidsregels). The decision lies with the Minister who is legislation is in line with the ministerial regulations and under the presidential decree.
Concerning judicial review of the Joint Decree of the Minister can be done through three ways, First Minister of the Joint Decree of legislation can be made application to the Supreme Court judicial review. Second, as the Joint Decree of the Minister of the determination may be filed administrative and litigation efforts to the State Administrative Court Third, for the Joint Decree of the Minister as a test policy rules do not always direct, ie through the general principles of proper administration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26752
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Dian Puji Nugraha
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S25426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Devi Melissa
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis normatif terhadap kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi dalam pengujian konstitusional undang-undang ratifikasi. Sebagaimana diketahui, kebutuhan kerjasama antarnegara berkembang secara signifikan dalam berbagai aspek. Dalam rangka mengadopsi dan mengimplementasi setiap perjanjian yang disetujui di tingkat bilateral, regional, dan multilateral, Indonesia wajib melakukan ratifikasi melalui legislasi nasional. Akan tetapi, produk hukum hasil ratifikasi perjanjian internasional bukan merupakan produk legislasi meskipun secara hierarki kedudukannya dikategorikan sebagai undang-undang. Hal ini disebabkan, sifat undang-undang ratifikasi itu sendiri terutama dalam hal substansi, yaitu adanya perbedaan karakteristik dengan undang-undang yang berlaku pada umumnya. Atas hal itu, pengujian terhadap undang-undang ratifikasi sepatutnya tidak dapat dilakukan mengingat persoalan yang dapat ditimbulkan. 

This research attempts to analyze normatively the jurisdiction of Constitutional Court in doing constitutional review towards ratification act. As we know, the need of cooperation between countries is increasing significantly in variant aspects. In order to adopt and implement every single agreement that has been agreed in bilateral, regional, and multilateral level, Indonesia needs to ratify through national legislation. However, the product of ratification of international treaty is not legislation product law even though it is equally extended to the act based on hierarchy.  This caused by the nature of ratification act itself mainly in the substances area, in which comprehensively different with characteristics of common act applied.  Therefore, the examination of ratification act could not be done since it may disclose problematic decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Lintang Septianti
"Tesis ini membahas eksistensi Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Pelaksanaan yang Terkait. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain preskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar yang diterbitkan sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan Peraturan Presiden yang bersifat mandiri yang bersumber pada kewenangan atribusi dari Pasal 4 ayat 1 UUD 1945. Materi muatan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar diatur kembali dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, namun fokus utama dari penyusunan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan pengaturan mengenai sanksi yang dikenakan bagi pelanggar. Pencabutan ketentuan Pasal 1 ayat 2 dan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar dengan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar merupakan hal yang dapat dilakukan. Namun, Pencabutan ketentuan dan Lampiran dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, serta pengaturan kembali secara komprehensif mengenai pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebabkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar tidak jelas daya gunanya.

This thesis discusses the existence of Presidential Regulation No. 78 Year 2005 concerning Management of Outermost Small Islands in Law No. 27 Year 2007 concerning Management of Coastal Areas and Small Islands as amended by Act No. 1 Year 2014 and Related Implementation Regulations. This research is qualitative research with prescriptive design.
Based on the results, it was found that Presidential Regulation No. 78 Year 2005 concerning Management of Outermost Small Islands which issued before Law No. 27 Year 2007 concerning Management of Coastal Areas and Small Islands is an independent Presidential Regulation which is based on attribution authority from Article 4 paragraph 1 of the 1945 Constitution. The content of Presidential Regulation No. 78 Year 2005 concerning Management of Outermost Small Islands is regulated in Law No. 27 Year 2007 concerning Management of Coastal Areas and Small Islands, but the main focus of the Law No. 27 Year 2007 concerning Management of Coastal Areas and Small Islands is an increase in the welfare of the people in coastal areas and small islands and regulations about punishment for violators. Revocation of Article 1 paragraph 2 and Attachment of the Presidential Regulation No. 78 Year 2005 concerning Management of Outermost Small Islands with Presidential Decree No. 6 Year 2017 concerning Determination of Outermost Small Islands is a matter that can be done. However, Revocation of provisions and Attachments in Presidential Regulation No. 78 Year 2005 concerning Management of Outermost Small Islands, as well as comprehensive reorganization of the management of Small Islands Outside in Law No. 27 Year 2007 concerning Management of Coastal Areas and Small Islands causes Presidential Regulation No. 78 Year 2005 concerning Management of Outermost Small Islands is not clearly used.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arrista Trimaya
"Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah memberikan dampak yang sangat besar dalam sistem ketatanegaraan negara Republik Indonesia, khususnya telah menempatkan posisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pemegang kekuasaan membentuk Undang- Undang yang sebelumnya kekuasaan tersebut berada di tangan Presiden. DPR masa bakti 2004-2009 didasarkan pada Prolegnas tahun 2005-2009 untuk menjalankan program legislasinya. Prolegnas untuk masa bakti 2005-2009 telah menetapkan sebanyak 284 (dua ratus delapan puluh empat) judul Rancangan Undang-Undang yang direncanakan akan disusun dan dibahas dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Kualitas pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI masa bakti 2004-2009 dapat dikatakan belum cukup baik. Hal ini dikarenakan tidak tercapainya jumlah Undang-Undang yang sesuai dengan perencanaan dalam daftar Prolegnas yang hanya tercapai kurang lebih 34 (tiga puluh empat) persen dari target awal. Adanya pengujian Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi juga menunjukkan bahwa kualitas pelaksanaan fungsi legislasi yang belum optimal. Belum optimalnya pelaksanaan fungsi legislasi DPR RI masa bakti 2004- 2009 disebabkan oleh berbagai kendala seperti: pertama pembahasan Rancangan Undang-Undang sangat lambat dan tidak efisien, kedua, pengaturan fungsi legislasi dalam Tatib DPR RI belum rinci dan sistematis, ketiga, kedudukan Baleg sebagai pusat harmonisasi dalam pembentukan Undang-Undang belum optimal, keempat, keberadaan SDM pendukung dalam pelaksanaan fungsi legislasi yang masih kurang, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, terutama dalam hal penguasaan fungsi legislasi, kelima, sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan fungsi legislasi DPR masih sangat minim.

The Amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (UUD 1945) has caused an immense consequence on the constitutional system of the Republic of Indonesia, and in particular has positioned the House of Representatives (DPR) with its power of legislation that was formerly at the hand of the President. The 2004 - 2009's House has its 2005-2009 Prolegnas as the basic of legislation program. The 2005-2009 Prolegnas is a set of 284 (two hundred and eighty-four) proposed bills to be prepared and discussed within a period of 5 (five) years. The performance quality of legislation function of the 2004-2009 House is considered not satisfactory. The reason is it fails to meet the number of bills planned on the list of Prolegnas. At the moment, the number only reached approximately 34 (thirty-four) percent of the set target. Other benchmarks that can be used as a reference in assessing the quality of the legislation function of the 2004-2009 House of Representatives is through a number of judicial review at the Constitutional Court. The exercise of judicial review indicates a poor quality of the implementation of legislation function. There are some reasons and constrains for the poor performance of legislation function of the 2004-2009 House, such as: first, the draft discussion is time-consuming and inefficient, second, the rule of legislation function in the Rule of Procedure set up by the House is not yet thorough and systematic, third, the Legislation Commission that should plays a central role in drafting has not been the most favorable, fourth, the lack of support of human resources in the implementation of legislation function, both in terms of quantity and quality, especially in terms of mastering the legislation function, and fifth, a minimum facilities and infrastructure in supporting the function of legislation of the House that still exists."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28903
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmito Gunawan
"ABSTRAK
ini, bertujuan
untuk meneliti, mempelajari serta mengetahui dasar
kewenangan Pemerintah melalui Keputusan Menteri Dalam
Negeri dalam membatalkan Peraturan Daerah di Indonesia,
penerapan Pasal 145 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah serta alasan dan
pertimbangan yuridis Keputusan Menteri Dalam Negeri dalam
membatalkan Peraturam Daerah di Propinsi Bengkulu.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian hukum normatif-empiris, sifat penelitian
deskriptif-analitik-preskriptif, alat pengumpulan data yang
dipergunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari studi
kepustakaan (library research), meliputi: Bahan hukum
primer, Bahan hukum sekunder dan Bahan hukum tertier.
Metode analisis data dalam penelitian ini, terlebih
dahulu dikelompokan berdasarkan kualitas, pola, tema, dan
katagori tertentu sesuai kebutuhan pembahasan. Data yang
sudah dikatagorikan tersebut dianalisis untuk memahami dan
menjelaskan gejala-gejala hukum dengan cara melakukan
penafsiran dengan model penafsiran surface structure dan
deep structure. Penafsiran surface structure dilakukan
terhadap teks dan fakta yang dalam ini pemaknaan difokuskan
terlebih dahulu pada persoalan yang tertuang dalam teks dan
realitas yang muncul. Berdasarkan penafsiran ini kemudian
dikembangkan kepada penafsiran deep structure yang
bertujuan untuk mengungkap makna-makna yang tersirat di
balik suatu aktivitas penafsiran.
Hasil dan simpulan penelitian ini ialah, Menteri dalam
menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kekuasaan dan
kewenangan untuk membentuk peraturan perundang-undangan,
baik yang berasal dari delegasi, atribusir Peraturan
Kebijakan (beleidsregel), maupun kebebasan bertindak
(freies Ermessen, discretainr discretionary power).
Berdasarkan kajian teori mengenai jenjang norma hukum
(Stufentheorie) yang dipopulerkan oleh Hans Kelsen dan
dikembangkan oleh muridnya Hans Nawiasky. A. Hamid S.
Attamimi mengkolerasikan dengan kontek Negara Indonesia,
serta disesuaikan dengan perkembangan penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia pada saat ini. Atas landasan
teori dan ilmu perundang-undangan serta hasil penelitian
Tesis ini, jenjang norma hukum (Stufentheorie) masih sangat relevan dan tetap menjadi acuan/patokan dalam menafsirkan
hierarki peraturan perundang-undangan sesuai dengan rumusan
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Penerapan Pasal 145 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pembatalan
Peraturan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Pada
pelaksananaannya, rumusan yang mengharuskan pembatalan
Peraturan Daerah melalui Peraturan Presiden tersebut di
atas, dari hasil penelitian didapat bahwa setelah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kurun waktu 15 Oktober 2004 sampai
dengan 8 Mei 2007, hanya 1 (satu) Peraturan Daerah yang
dibatalkan oleh Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor
87 Tahun 2006 yakni pembatalan Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal
34 ayat (8) Qanun Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Alasan
atau pertimbangan yuridis pembatalan Qanun Aceh tersebut
adalah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Alasan dan pertimbangan yuridis Keputusan Menteri
Dalam Negeri dalam membatalkan Peraturan Daerah di Propinsi
Bengkulu, karena Peraturan Daerah tentang retribusi dan
pajak daerah tersebut, antara lain: a. Bertentangan dengan
kepentingan umum, yaitu jika Peraturan Daerah tersebut
diberlakukan maka akan berakibat terganggunya kerukunan
antar warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan
terganggunya ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan
yang bersifat diskriminasi, b. Bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
meliputi:1). Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak dan Retribusi Daerah; 2). Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 3) . Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah; 4) .
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah; 5) . Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1998
tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang
Perdagangan; 6) . Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995
tentang Izin Usaha Industri; 7). Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor:590/MPP/Kep/10/1999
tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha
Industri, dan 8). Peraturan Menteri Perdagangan Nomor:09/MDag/
Per/3/2005 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan
Surat Izin Usaha Perdagangan."
2007
T37843
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nulidya Stephanny Hikmah
"ABSTRAK
Tesis ini membahas peran Mahkamah Konstitusi sebagai pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of citizen?s constitutional rights) yang tercermin dalam putusan-putusannya, baik dalam perkara pengujian undang-undang (judicial review) maupun perkara sengketa perselisihan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah yang telah memulihkan hak perseorangan warga negara untuk mencalonkan diri (right to be a candidate) dan menjadi peserta dalam pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sebelumnya dibatasi atau terhalang suatu peraturan perundang-undangan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan perlunya dilakukan penyempurnaan terhadap regulasi pemilihan umum agar hak dasar setiap warga negara Indonesia yang sudah terjamin oleh UUD 1945 dapat dilindungi, serta diperlukan suatu mekanisme khusus dan tersendiri bila kemudian terjadi pelanggaran hak-hak konstitusional yang tidak bisa diperjuangkan melalui perkara pengujian undang-undang, melainkan melalui mekanisme pengaduan konstitusional (constitutional complaints).

ABSTRACT
This thesis discusses the role of the Constitutional Court as the protector of citizen's constitutional rights that reflected in its decisions, both in the case of judicial review and dispute on the result of local election (election complaint) that have restored the rights of individual citizens to be a candidate and as a participant in the local election that previously restricted or obstructed by a legislation. This research is a qualitative research with descriptive design. The results of this study suggest the need for improvements of the elections regulation to protect the basic rights of every citizen of Indonesia, which is guaranteed by the 1945 Constitution, and requires a special mechanism if violation of constitutional rights occured and can not be fought through judicial review, but through the constitutional complaint mechanism."
2013
T32611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Oktri
"Tesis ini membahas tentang upaya pembinaan kompetensi Perancang peraturan perundang-undangan dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Tesis ini menggunakan metode penelitian socio legal dengan analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif. Masalah ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan baik di pusat maupun di daerah berdampak pada tahap pengimplementasiannya. Kualitas peraturan perundang-undangan dipengaruhi oleh kompetensi Perancang yang ikutserta dalam pembentukannya. Penelitian ini mengkaji pembinaan kompetensi melalui peningkatan kemampuan dan profesionalisme perancang yang menjadi tugas instansi pembina. Jika upaya pembinaan yang dilakukan instansi pembina sudah sesuai akan berpengaruh pada kualitas peraturan perundang-undangan. dengan menetapkan standar kompetensi. Instansi pembina belum menetapkan standar kompetensi Perancang. Standar kompetensi yang dimiliki oleh Perancang tidak hanya ilmu pembentukan peraturan perundang-undangan saja, tetapi kompetensi dalam berbagai disiplin ilmu memang harus dikuasai guna menghasilkan Peraturan perundang-undangan yang baik.

This thesis discusses the competencies coaching efforts of legislative drafter for making   good regulation. This thesis applies the method of socio legal writing with data analysis carried out in a qualitative juridical manner. The problem of disharmony in legislation both at the center and in the regions has an impact on the implementation stage. The quality of legislation is influenced by the competencies of the Legislative Drafter  who participated in its formation. This study examined competency development through improving the ability and professionalism of the Legislative Drafter  which is the main task of the supervising institution. If the competencies coaching efforts carried out by the supervising institution are appropriate, it will affect the quality of legislation, thus setting the competency standards is very crucial. The coach institution had not set the competency standards of the Legislative Drafter. The competency standards possessed by the Legislative Drafter  are not only the science of establishing legislation, but competencies in various disciplines must indeed be mastered in order to produce implementative legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paman Nurlette
"Corak bangunan sistem ketatanegaraan Indonesia dewasa ini sangat bervariatif, hal itu berimplikasi pada pergeseran fungsi, kewenangan dan kedudukan organ-organ Negara dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Salah satu implikasi dari Perubahan iklim sistem ketatanegraaan pasca Reformasi ialah, terjadi pemangkasan terhadap fungsi dan kewenangan lembaga MPR, Dahulu MPR memeliki kewenangan yang paling kuat dalam sistem ketatanegraaan Indonesia sebagai lembaga tertinggi Negara. Sehingga mendistribusikan kekuasaanya secara vertical-struktural, namun setelah terjadi Perubahan UUD 1945, maka kini MPR telah menjadi lembaga tinggi Negara dan kekuasaannya ada pada lembaga Negara lain secara horizontal-fungsional, sehingga MPR sudah bersetara dengan lembaga-lembaga Negara lain seperti DPR, Presiden, DPD, BPK, MA, MK dan KY. Akan tetapi tidak ada suatu hal yang salah dengan keinginan untuk memperkuatkan lagi fungsi dan kewenangan MPR dalam sistem ketatanegaraan. Fakta empiris membuktikan dalam praktek ketatanegaraan Indonesia selama ini eksistensi MPR lebih kepada lembaga seremonial, seharusnya sebagai lembaga yang menjadi tempat bernaungnya para anggota DPR dan DPD, seyogyanya MPR dapat menjadi tempat para wakil rakyat bermusyawarah untuk membicarakan hal-hal strategis. Namun selama ini Negara sudah kehilangan esensi bermusyawarah, DPR lebih kental dengan kekuatan politik partai yang penuh dengan lobi dan belum tentu apa yang diputuskan menjadi kepentingan seluruh masyarakat. Ketika MPR diperkuatkan fungsi dan kewenangan dalam sistem ketatanegraan Indonesia, maka ada kebijakan-kebijakan strategis dan substantif yang bisa dibahas secara bersama antara DPR dan DPD dengan melepas atribut partai atau kedaerahan. Akan tetapi tentu kewenangan MPR juga perlu dibatasi hanya pada hal-hal fundamental, seperti masalah penguatan ideologi, menjadi lembaga yang menengahi kisruh politik yang mampu memecah belah bangsa.

The style of building the Indonesian constitutional system today is very varied, it has implications for the shift in the function, authority and position of State organs in the hierarchy of statutory regulations. One of the implications of climate change in the post-Reform constitutional system is that there was a reduction in the functions and authority of the MPR institution. In the past, the MPR had the most powerful authority in the Indonesian constitutional system as the highest state institution of the State. So that it distributes its power verticallystructurally, but after the changes to the 1945 Constitution, the MPR has now become a high state institution and its power is horizontally functional in other state institutions, so that the MPR has become equal with other State institutions such as the DPR, the President, DPD, BPK, MA, MK and KY. But there is nothing wrong with the desire to strengthen the function and authority of the MPR in the constitutional system. Empirical facts prove that in the practice of the Indonesian constitution so far the existence of the MPR is more to ceremonial institutions, it should be an institution that houses the members of the DPR and DPD, should the MPR be a place for representatives of the people to deliberate to discuss strategic matters. But so far the State has lost the essence of deliberation, the DPR is more thick with party political power that is full of lobbying and not necessarily what is decided is in the interests of the whole community. When the MPR is strengthened functions and authority in the Indonesian administrative system, there are strategic and substantive policies that can be discussed together between the DPR and DPD by removing the party or regional attributes. But of course the authority of the MPR also needs to be limited to fundamental matters, such as the problem of strengthening ideology, becoming an institution that mediates political chaos capable of dividing the nation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Aziz Billah Djangaritu
"Di Negara Indonesia terdapat begitu banyak Peraturan Perundang-undangan, sehingga menjadi suatu masalah di mana terdapat disharmonisasi atau tumpang tindih pengaturan di dalamnya yang mengakibatkan permasalahan-permasalahan lainnya timbul dan menghambat aktivitas bernegara. Penyelesaian Disharmonisasi Peraturan Perundang-undangan saat ini di Indonesia tidak hanya berupa Judicial review, melainkan terdapat pula legislative review, dan executive review. Penelitian ini memfokuskan pembahasan terhadap kedudukan hukum kewenangan executive review yang memiliki pro dan kontra akan pelaksanaanya seperti halnya yang tertuang pada Peraturan Menteri dan Hak Asasi Manusia Nomor 2 tahun 2019 tentang Penyelesaian Disharmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Melalui Mediasi yang dinilai memiliki bentuk baru dalam sistem hukum di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipologi penelitian preskriptif, sedangkan untuk metode analisis data yaitu kualitatif. Penyelesaian Permasalahan disharmonisasi di luar pengadilan selama ini, dinilai tidak begitu berhasil. Dengan demikian untuk mendukung kebijakan reformasi regulasi oleh Presiden, maka kewenangan Mediasi Permasalahan Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia hadir sebagai alternatif penyelesaian permasalahan disharmonisasi yang ada pada peraturan perundang-undangan. Pada pelaksanaanya, hasil mediasi dinilai tidak efektif dikarenakan adanya hasil kesepakatan dari para pihak yang tidak terealisasikan. Oleh karenanya, perlu dilakukan penguatan terhadap kewenangan penyelesaian permasalahan disharmonisasi peraturan perundang-undangan di luar pengadilan dengan cara diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dan diakomodir dalam suatu lembaga negara yang fungsinya dikhususkan untuk menangani permasalahan peraturan perundang-undangan pada pemerintah di Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi sengketa antar kelembagaan negara dalam mengharmonisasikan regulasi terhadap lingkup kewenangannya masing-masing.

In the State of Indonesia there are so many Regulations that it becomes a problem where there is disharmony or overlapping arrangements that cause other problems to arise and hinder state activities. Settlement of Disharmonization Current regulations in Indonesia are not only in the form of Judicial reviews, but there are also legislative reviews and executive reviews. This study focuses on the discussion of the legal position of executive review authority that has pros and cons of implementing it. This can be seen in Ministerial Regulation and Human Rights Number 2 of 2019 concerning the Settlement of Disharmonization of Laws and Regulations through Mediation which is considered to have a new form in the legal system in Indonesia. The method used in this research is normative juridical with prescriptive research typology, while the data analysis method is qualitative. Settlement of disharmony matters outside the court all this time, is considered not very successful. Thus to support the policy of regulatory reform by the President, the authority of Mediation on Regulatory Issues at the Ministry of Law and Human Rights exists as an alternative solution to the problem of disharmony in the regulations in Indonesia. In the implementation, the mediation results are considered ineffective because of the agreement results from the parties that are not realized. Therefore, it is necessary to strengthen the authority to resolve the problem of disharmonization of regulations outside the court by being regulated by regulations that are higher in status and accommodated in a state institution whose function is devoted to handling regulatory issues in the government in Indonesia. This is intended to prevent disputes between state institutions in harmonizing regulations regarding the scope of their respective authorities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antoni Putra
"Omnibus law adalah pendekatan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang berkembang di negara-negara common law, namun juga diterapkan di negara-negara civil law. Penggunaan Pendekatan omnibus law di Indonesia adalah dalam rangka untuk melanjutkan reformasi peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan tesis ini, terdapat tiga rumusan masalah yaitu: 1) Bagaiamana tinjauan penerapan pendekatan omnibus law dan apa saja upaya reformasi peraturan perundang-undangan yang telah dilakukan? 2) Bagaimana dampak omnibus law dalam reformasi peraturan perundang-undangan di Indonesia? dan 3) Bagaimana pembentukan peraturan perundang-undangan dengan pendekatan omnibus law yang ideal? Untuk menjawab rumusan masalah tersebut digunakan teori negara hukum, teori perbandingan hukum, teori pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, dan teori peraturan perundang-undangan. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan simpulan: 1) pendekatan omnibus law menawarkan pembenahan regulasi yang disebabkan oleh peraturan yang terlalu banyak dan tumpang tindih; 2) penggunaan pendekatan omnibus law di Indonesia belum memliki korelasi positif dengan upaya reformasi peraturan perundang-undangan; dan 3) penggunaan omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang ideal adalah sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, oleh sebab itu penggunaan omnibus law perlu dievaluasi. Penulis menyarankan agar Pemerintah dan DPR melakukan evaluasi penggunaan pendekatan omnibus law agar tidak menyebabkan kerumitan baru dalam hal peraturan perundang-undangan.

Omnibus law is an approach to the formation of laws and regulations that has developed in common law countries but is also applied in civil law countries. The use of the omnibus law approach in Indonesia is to continue the reform of laws and regulations. In writing this thesis, there are three formulations of the problem, namely: 1) How is the review of the implementation of the omnibus law approach and what efforts to reform legislation have been carried out? 2) What is the impact of the omnibus law in the reform of laws and regulations in Indonesia? and 3) how is the formation of laws and regulations with an ideal omnibus law approach? To answer the formulation of the problem, the theory of the rule of law, the theory of comparative law, the theory of the formation of good laws and regulations, and the theory of legislation. From the research that has been carried out, it can be concluded that: 1) the omnibus law approach offers regulatory reforms caused by too many and overlapping regulations; 2) the use of the omnibus law approach in Indonesia does not yet have a positive correlation with efforts to reform laws and regulations; and 3) the use of omnibus law in the formation of ideal laws and regulations is by the principles of establishing good laws and regulations, therefore the use of omnibus law needs to be evaluated. The author suggests that the Government and DPR evaluate the use of the omnibus law approach so as not to cause new complications in terms of legislation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library