Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melinda Hariyanti Rustana Kusharto
Abstrak :
Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC) merupakan alat ukur yang mengukur inteligensi dan prestasi untuk anak usia 2 tahun 6 bulan sampai 12 tahun 5 bulan. Tes ini pertama kaii dibuat oleh Kaufman & Kaufman (1933) di Amerika Serikat, dan telah memenuhi persyaratan alat ukur yang baik. Sebagai battery tes, K-ABC mengukur taraf inteligensi berdasarkan teori yang berorientasi proses dan mengukur taraf prestatif untuk melihat level pemfungsian kemampuan intelektual anak. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan adaptasi tes K-ABC skala prestatif untuk usia 6 sampai 7 tahun 11 bulan, sehingga tes ini sesuai dengan latar belakang budaya dan pendidikan anak di Indonesia. 2 metode pengujian yang digunakan adalah validitas mengikuti cara skoring berdasarkan Item Response Theory dan Criterion Validity dengan menggunakan Kriteria Penilaian Guru. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian "payung" tes K-ABC skala prestatif terhadap 122 anak (usia 4 sampai l2 tahun 5 bulan), dengan 31 sampel usia 6 sampai 7 tahun 11. Pemilihan sampel dilakukan tersebar pada 4 daerah DK1 Jakarta dan Depok dari Sekolah Dasar Negeri dan Swasta. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode. IRT dengan software Acer Quest, sedangkan pengujian criterion validity dilakukan melalui perhitungan korelasi Pearson dengan software SPSS 10. Hasil analisa menunjukkan bahwa item-item pada setiap subtes skala prestatif belum tersusun berdasarkan derajat kesukarannya. Pembahasan secara kualitatif dilakukan berdasarkan teori-teori perkembangan dan kurikulum pendidikan anak usia 6 Sampai 7 tahun 11 bulan. Hasil perhitungan reliabilitas menurut konsep IRT membuktikan adanya indeks relibilitas yang tinggi untuk keenam subtes. Sedangkan hasil uji validitas menunjukkan adanya korelasi signifikan pada subtes Berhitung dan Membaca, Mengeja & Mengkode, sedangkan korelasi tidak signifikan pada subtes Ragam Kata, Wajah & Tempat, Menebak, dan Membaca & Memahami. Saran berdasarkan hasil penelitian yaitu penelitian lanjutan diharapkan lebih memperhatikan penilaian praktisi pendidikan dan latar bclakang sosial ekonomi serta budaya anak dalam pengadaptasian alat, perbaikan kriteria dalam uji validitas, penggunaan teknik sampling yang lebih baik dengan populasi yang lebih luas, dan memperhatikan kegiatan belajar-mengajar dalam pengambilan data.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Aliza Rachmawati
Abstrak :
Alat tes Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC) yang dikembangkan oleh Alan Kaufman dan Nadeen Kaufman merupakan alat tes psikologi yang dikembangkan di Amerika pada tahun 1983. Alat tes K-ABC ini dibuat berdasarkan pada teori yang berorientasi pada proses dan digunakan untuk mengukur inteligensi dan prestasi pada anak dengan rentang usia 2-6 sampai dengan 12-5 tahun. Melalui suatu proses penelitian yang cukup lama dan melalui proses yang panjang diperoleh hasil bahwa alat tes ini memiliki validitas, reliabilitas dan susunan item yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan adaptasi tes K-ABC khususnya skala prestasi usia 4 - 5 tahun 11 bulan. Adapun metode pengolahan data yang digunakan adalah metode modem yaitu [RT untuk mendapatkan tingkat kesukaran item serta reliabilitas dan metode klasik yang digunakan untuk mencari validitas dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian payung yang terbagi menjadi empat kelompok usia dan melibatkan 122 subyek penelitian usia 4 sampai dengan 12,5 tahun. Adapun usia 4 - 5 tahun 11 bulan sebanyak 30 subyek yang duduk di bangku TK dan tinggal di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Depok. Pengambilan data dilakukan secara individual kepada masing-masing subyek penelitian. Hasil yang telah diperoleh diolah secara kuantitatif maupun kualitatif Adapun pengolahan secara kuantitatif menggunakan metode IRT untuk 122 subyek dan secara kualitatif terhadap subyek yang berjumlah 30 orang. Sedangkan kofisien validitas diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor estimasi kemampuan siswa pada masing-masing subtes skala prestasi dengan penilaian guru (teacher rating) yang dikembangkan dari definisi operasional masing-masing subtes dalam skala prestasi. Berdasarkan hasil diperoleh bahwa item hasil adaptasi belum memiliki susunan item berdasarkan tingkat kesukarannya. Dari reliabilitas diperoleh hasil reliabilitas item estimate dan relibilitas case estimate mendekati 1. Sedangkan hasil validitas menunjukkan bahwa dari seluruh subyek yang berjumlah 122 subyek hanya subtes membaca dan memahami yang tidak valid. Sedangkan untuk usia 4 - 5 tahun ll bulan terdapat tiga subtes yang tidak valid yaitu subtes wajah dan tempat, menebak, membaca, mengeja, dan mengkode sebab tidak berkorelasi dengan penilaian guru (teacher rating). Dai hasil dapat disarankan untuk mengganti gambar yang kurang familiar, mengganti gambar yang kurang tajam, mempertimbangkan anak-anak di daerah pedesaan, menambah jumlah sampel dalam penelitian, mempertimbangkan kendala teknis dalam perrnohonan ijin dan pengambilan data, serta menambah karakteristik dari subyek penelitian.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T16808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Primarini
Abstrak :
Program ini bertujuan umuk mengembangkan kcmampuan motorik halus anak dalam rangka menunjang kematangan sekolah anak Sena mcngajarkan kemampuan menggunal-can mesin tik braille. Terdapat tiga teknik dasar modifikasi perilaku yang digunakan pada rancangan intcrvensi ini yaitu teknik shaping, fading, dan prompiing. Martin dan Pear (2003) mengatakan bahwa teknik fading dapat di gunakan untuk membentuk perilaku pada anak dengan gangguan perkembangan, autis, atau anak yang berusia sangat muda. Mrdiirgjuga sesuai digunakan umuk meningkatkan keahlian yang belum dikuasai oleh anak seperti misalnya melatih jan dalam mengetik (Vcnkatesan, 2006). Program terdiri atas tujuh tahap dan menggunakan beberapa alat bantu yang disesuaikan dengan masing-masing tahapan. Mulai dan tahapan pendahuluan 1 dimana anak diperkenalkan dengan kantung biji-bijian, pendahuluan IJ saat fasilitator mengajak anak umuk bermain dengan adonan tepung atau lilin mainan, kelima tahap selanjumya fasilitator meminta anak untuk menekan tuts sesuai dengan alat bantu yang telah disiapkan yaitu tahap Ipianika, tahap II piano mainan, tahap ITI mesin tik Iistrik, tahap IV mesin tik manual dan tahap V mesin tik braille. Prosedur pelaksanaan intewcnsi dimulai dengan fasilitator memberikan pronnmiing pada subyek untuk mengawali dan mengarahkan respon kepada target perilaku yang dikendaki. Jika pcrilaku subyek sudah tampil konsislen, maka perlahan pemberian prompting akan dikurangi sampai subyek mampu menampilkan tingkahlaku yang dikendaki dan fasilitator tidak lagi memberikan prompting (Martin & Pear, 2003). Bentuk I'(:’flM)l'(.°(£I)l¢:‘l!f yang diberikan pada program ini adalah social reiijorcemenl yaiw dengan memberikan sentuhan, ciuman, dan pelukan. Evaluasi program dilakukan bcrdasarkan data wawancara dan juga perbandingan tabel hasil pelaksanaan kegiatan pendahuluan dan tahap terakhir. Kesimpulan program intewensi ini adalah subyek menunjukkan peningkatan kemampuan dalam menggunakan jan tangannya umuk menekan tuts mesin tik dengan teknik shaping, pronioring, danfading. Yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan program ini adalah perlunya tahap persiapan yang lebih matang dalam melatih kemandirian sebelurn mengajarkan anak untuk mengetik. ......In order to enhance line motor skills for school readiness and in teaching using a type machine with Braille letters, blind children need support from their significant others. The methods used in this intervention program is shaping, prompting and fading. Shaping is a method to develop new behavior involving the used of reinforcement in the behavior that needs to be developed (Martin & Pear, 2003). Then, fading is a gradually process that have to be done step by step in order to eliminate the support that given whenever ones developing child’s new behavior, including teaching them how to type (Venkatesan, 2004). This program consists of seven steps. The intervention uses a few tools which are conditioned with each step. In the first introductory step, child is introduced to two different kinds bag of seeds; in the second introdustory step, facilitator asks the child to play with wheat meal or clay; while in the next fifth steps facilitator asks child to click on tumbles designed according to the steps, namely in the first step pianica, in the second step playing piano, in the third electric type machine, in the fourth manual type machine and in the filth step, a Braille type machine. The procedure of this program starts whenever the facilitator give prompting to the child in order to build new target behavior. Ifthe behavior already consistenly shovtm then slowly facilitator fades the prompting to the child untill the child show the target behavior and the facilitator no longer give prompting (Martin & Pear, 2003). Social reinforcement is also given in the form of touch and embracement. Evaluation ofthe program is done based on intervention data and also comparison of evaluation table of the first introductory step with the last step. In sum, the intervention program succeeded in enhancing subject’s use of fingers in typing with a type machine using the shaping, prompting and Riding technique. None the less, a few limitations are subject of improvement in the future, such as the urgently of prepring the first steps before the program is being held in order to develop the independence of child before they start. to leam how to type.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34073
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yulan Fitriani
Abstrak :
Kegiatan matematika dihadapi oleh setiap individu setiap hari. Sejak masa kanak-kanak hingga usia lanjut, tiap individu pasti berhubungan dengan matematika. Matematika sudah mulai dipelajari oleh anak ketika ia berada di lingkungan rumah. Setelah itu, ia akan mempelajarinya lebih dalam di jenjang pendidikan (sekolah). Matematika hanyalah satu di antara pengetahuan dan ketrampiian yang dipelajari di sekolah. Untuk mempelajari suatu pengetahuan atau ketrampiian, diperlukan kesiapan individu yang bersangkutan yaitu, kematangan, pengalaman, relevansi mated dan metode instruksional, serta sikap emosional. Matematika seringkali dianggap sebagai 'momok' yang menakutkan oleh anak-anak. Hal ini tidak terlepas dad pengaruh banyak hal, di antaranya orangtua, kelompok, dan kesan mengenai guru matematika yang menakutkan. Perhatian terhadap usaha pembentukan sikap positif terhadap matematika masih dirasakan kurang. Padahal, sikap positif terhadap matematika perlu ditanamkan sedini mungkin. Apabila murid tertinggal dalam penguasaan matematika maka akan berpengaruh pada kelangsungan pendidikan pada jenjang berikutnya. Sekolah yang berbeda dalam menggunai;an fasilitas untuk mendukung kegiatan belajar mengajar, akan memberikan pengalaman yang berbeda bagi anak didiknya. Pengalaman yang berbeda dapat membentuk sikap yang berbeda pula. Pengalaman yang diterima oleh anak di sekolah akan berbeda antara satu dan lainnya, demikian pula halnya dalam pelajaran matematika. Oleh karena itu ingm diketahui bagaimanakah sikap anak kelas 1 SD terhadap matematika. Selain itu ingin juga diketahui apakah ada perbedaan sikap terhadap matematika antara dua sekolah yang berbeda yaitu sekolah yang menggunakan fasilitas alam (Sekolah Alam) dan sekolah yang tidak menggunakan fasilitas alam (SD Perguruan Cikini). Subyek dalam penelitian ini sebanyak 13 anak, 5 subyek berasal dari Sekolah Alam dan 6 subyek berasal dari SD Perguruan Cikini. Metode pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Metode ini dipilih karena merupakan metode yang cocok untuk digunakan pada anakanak. Dalam wawancara ini terdapat 13 aitem pertanyaan inti yang digolongkan ke dalam 4 kelompok besar yaitu suasana belajar di sekolah, kegiatan bermain, kegiatan sehari-hari, dan suasana belajar di rumah. Selain itu juga terdapat 3 aitem tambahan. Pertanyaan diajukan dengan menggunakan alat bantu gambar sebanyak 13 buah. Penggunaan gambar dilakukan agar perhatian anak dapat tetap terfokus pada jalannya penelitian. Pertanyaan yang diajukan mempunyai dua altematif pilihan jawaban {fixed-altemative items). Jawaban yang didapatkan kemudian dikategorikan menjadi positif dan negatif. Jawaban positif terhadap suatu aitem menandakan bahwa subyek mendukung aitem tersebut dan mempunyai sikap yang positif terhadap aitem itu. Untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan sikap, dilakukan perhitungan dengan menggunakan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek yaitu anak kelas 1 SD memiliki sikap yang positif terhadap matematika. Berdasarkan pengelompokkan aitem pertanyaan, sebagian besar memiliki jawaban yang positif dan diasumsikan memiliki sikap yang positif. Apabila dilihat perbandingan antara subyek yang belajar di sekolah yang menggunakan fasilitas alam (Sekolah Alam) dan yang tidak (SD Perguruan Cikini), tidak ada perbedaan sikap terhadap matematika. Namun ada perbedaan yang cukup mencolok di dalam aitem-aitem pertanyaan kelompok 3 yaitu kegiatan sehari-hari. Subyek di Sekolah Alam dapat dengan lebih baik menerapkan pengetahuannya ke dalam kegiatan sehari-hari. Peneliti menyarankan dilalcukannya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab teijadinya pembentukan sikap yang sama. Peneliti juga manyarankan supaya penelitian yang sejenis mempertimbangkan lebih lanjut pilihan jawaban yang tersedia serta jumlah pertanyaan. Hal ini tentu saja hams disesuaikan dengan karakteristik subyek yang dipilih. Selain itu alat bantu gambar juga perlu diperhatikan, apakah memang diperlukan dan alat bantu apakah yang paling sesuai untuk digunakan. Hal ini untuk mencegah pengamh gambar terhadap jawaban yang diberikan oleh subyek.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martina Dwi Mustika
Abstrak :
Penelitian mengenai sikap orang tua dan siswa SLTP Tarakanita I terhadap Pemberian Pendidikan Seksualitas untuk Remaja di Sekolah ini dilakukan dengan alasan berkembangnya kebutuhan masyarakat akan pendidikan seksualitas untuk remaja. Kebutuhan ini muncul dengan makin maraknya kejahatan seksual yang alaupun meningkatnya kehamilan di luar nikah yang dialami remaja. Meskipun masih ada pro dan kontra di kalangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan seksualitas untuk remaja, namun para ahli berpandangan b^wa pemberian pendidikan seksualitas untuk remaja merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengurangi fenomena negatif, seperti kehamilan di luar nikah, pelecehan seksual, di kalangan remaja. Dengan mengetahui sikap orang tua dan siswa, dapat dicari jalan keluar untuk mengatasi pro dan kontra, sehingga pendidikan seksualitas dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan remaja dan keinginan orang tua. Dengan menggunakan metode purposive sampling, responden penelitian yang dipakai dalam penelitian ini beijumlah 102 orang, yang terdiri dari 51 orang responden orang tua dan 51 orang responden siswa yang merupakan pasangan orang tua dan anak. Semua responden diambil pada SLTP Tarakanita 1, Jakarta, dimana anak duduk di kelas 3 SLTP yang telah mendapatkan pendidikan seksualitas di kelas 2 SLTP. Alat ukur yang digunakan adalah seperangkat kuesioner yang terdiri dari 20 pernyataan. Data yang diperoleh diukur dengan menggunakan metode Likert, dan dengan menggunakan SPSS 11.0 menghitung mean, A NOVA dan Hesl untuk menggambarkan sikap responden serta membandingkan antar komponen sikap yang diukur. Dari data yang diperoleh, gambaran hasil penelitian dapat diuraikan secara singkal sebagai berikut; secara umum, responden orang tua adalah wanita yang berusia antara 35 hingga 50 tahun, memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir adalah SMU keatas. Sedangkan responden siswa, sebagian besar berusia 14 hingga 15 tahun, dan perbandingan antara pria dan wanita hampir seimbang. Sedangkan sebagian besar responden berasal dari daerah Jawa. Dari hasil perhitungan mean, didapatkan bahwa hampir seluruh responden bersikap positif terhadap pemberian pendidikan seksualitas di sekolah. Artinya responden setuju dengan pemberian pendidikan seksualitas di sekolah. Hasil perhitungan t-test, untuk membandingkan mean antar komponen sikap yang diukur, didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan antar komponen yang diukur. Hal ini berarti masing-masing komponen sikap hal yang sesuai dengan pengertiannya. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian diatas adalah sikap responden, baik responden orang tua maupun siswa, terhadap pemberian pendidikan seksualitas di sekolah adalah positif meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antar kelompok responden. Saran yang dapat diberikan terbagi menjadi dua, yaitu saran untuk penelitian dan saran untuk pihak sekolah. Saran untuk penelitian ditujukan agar pada penelitian lebih lanjut, peneliti dapat mengubah dan memperhatikan hal-hal tertentu, seperti item-item pemyataan, metode penelitian, sehingga hasil atau data dapat lebih akurat dan mewakili populasi yang sebenamya. Sedangkan saran untuk pihak sekolah lebih ditujukan agar pihak sekolah dapat mengadakan pendidikan seksualitas yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi orang tua dan siswa.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2872
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanthi Haryati
Abstrak :
Pelanggaran disiplin sekolah menjadi masalah yang kerapkali dilakukan oleh remaja. Bentuk peianggaran disiplin sekolah yang dilakukan dapat berupa: agresi fisik, contohnya pemukulan, perkelahian, dan perusakan; kesibukan berteman saat guru mengajar, mencari perhatian, seperti mengedarkan tulisan, atau gambar-gambar dengan maksud mengalihkan perhatian dari pel^aran; menentang wibawa guru, misalnya tidak mau menurut, memberontak, memprotes dengan kasar, dan mencari perselisihan dengan mengkritik, menertawakan dan mencemooh, merokok, datang terlambat, membolos, kabur dari kelas, mencuri, menipu, berpakaian tidak sesuai dengan ketentuan, memeras, minum minuman keras dan menggunakan obat-obat terlarang (Kooi dan Schutx dalam Sukadji 2000). Bahkan masalah yang berhubungan dengan sekolah menjadi salah satu masalah besar dalam rentang masa remaja selain obat-obatan terlarang, kehamilan remaja, dan delinkuensi. Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya peianggaran disiplin sekolah, salah satunya adalah sejauh mana kesesuaian perilakunya dengan keterampilan-keterampilan kecerdasan emosi menurut Goleman. Begitu juga menurut Gunarsa & Gunarsa (2003) dan Sarwono (2003) yang menyatakan bahwa faktor pribadi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya permasalahan remaja. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif terhadap 100 orang siswa SXM yang berada di wilayah Depok, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signitikan antara kecerdasan emosi dan peianggaran disiplin sekolah. Arah hubungannya negatif, artinya semakin tinggi kecerdasan emosi semakin rendah peianggaran disiplin sekolah. Beberapa ranah dalam kecerdasan emosi yang berhubungan dengan peianggaran disiplin sekolah adalah kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi dan kemampuan mengenali emosi orang lain. Sedangkan unluk ranah kemampuan memotivasi diri dan membina hubungan dengan orang lain tidak ada hubungan dengan peianggaran disiplin sekolah. Saran yang diberikan adalah perlu adanya peningkatan keterampilan kecerdasan emosi pada siswa sehingga dengan demikian remaja dapat terbantu dalam mencapai tugas-tug£is perkembangannya dan turut membantu terciptanya kegiatan belajar yang baik. Perlu diperhatikan pula hal-hal lain yang menjadi faktor penyebab terjadinya pelanggaran disiplin sekolah misal faktor keluarga, faktor pengaruh peer-group, faktor sosial ekonomi dan faktor lingkungan, sehingga para remaja sebagai harapan bangsa dapat mencapai identitas diri yang positif dan mereka akan tiba di masa dewasa yang dapat memberi kontribusi yang mulia untuk kesejahteraan bangsanya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S2878
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Santi Nurani
Abstrak :
ABSTRAK
Akhir-akhir ini banyak perdebatan di kalangan para pemerhati pendidikan prasekolah (TK) tentang perlu tidaknya memberikan kemampuan belajar membaca, menulis dan berhitung pada anak TK, sementara kebutuhan anak yang utama adalah untuk melakukan aktivitas bermain. Pemberian kemampuan membaca, menulis dan berhitung tersebut didorong oleh timbulnya suatu trend baru dalam masyarakat yang menghendaki anak-anak usia prasekolah dapat menguasai kemampuan-kemampuan tersebut sebagai bekal untuk masuk sekolah dasar. Akibatnya tidak sedikit TK yang memberikan kegiatan belajar membaca, menulis dan berhitung yang menyimpang dari aturan-aturan Depdikbud dalam GBPKB-TK 1994, walaupun ada juga sebagian TK yang tetap melaksanakan aturan- aturan tersebut dengan patuh. Dengan demikian timbul dan kecenderungan kegiatan belajar mengajar dan sasaran hasil belajar dalam pendidikan TK, yaitu kegiatan belaiar mengajar yang lebih menekankan kegiatan bermain dan sasaran hasil belajar dalam ranil afektii sertakegiatan belajar mengjar yang lebih menekankan kegiatan belajar dan sasaran hasil belajar dalam ranah kognitif. Kegiatan belajar mengajar yang lebih menekankan kegiatan bermain dan sasaran hasil belajar dalam ranah afektifvadalah kegiatan-kegiatan di TK yang memberikan kebebasan bagi anak untuk bermain sambil belajar dalam suasana yang menyenangkan, dengan tujuan utama menimbulkan sikap positif dan peraasaan suka terhadap dunia sekolah. Sedangkan kegiatan belajar mengajar yang lebih menekankan kegiatan belajar dan sasaran hasil belajar dalam ranah kognitif adalah kegiatan-kegiatan di TK yang memfokuskan perhatian pada pengajaran kemampuan-kemampuan tertentu, dengan tujuan utama adalah agar anak menguasai kemampuan-kemampuan tersebut.

Bagaimana sikap orang tua terhadap kegiatan belajar mengajar dan sasaran hasil belajar yang berbeda tersebut ?. Hal itu akan diungkap dalam penelitian ini. TK yang dijadikan sampel penelitian adalah dua TK yang memiliki karaktersitik berbeda, disebut sebagai TK ?Ideal? dan TK ?Tidak Ideal?. TK 'Ideal' adalah TK yang melaksanakan aturan-aturan Depdikbud dengan sebagaimana mestinya, sedangkan TK ?Tidak Ideal? adalah TK yang menyimpang dari aturan-aturan Depdikbud. Adakah perbedaan sikap orang tua terhadap kegiatan belajar mengajar dan sasaran hasil belajar dalam dua TK tersebut?.Hal inilah yang akan diungkap melalui penelitian ini.

Instrumen yang digunakan adalah skala Likert dengan subdimensi kegiatan belajar mengajar yang lebih menekankan kegiatan bermain dan sasaran hasil belajar dalam rumah afektif (bermain/afektif), serta kegiatan belajar mengajar yang lebih menekankan kegiatan belajar dan sasaran hasil belajar dalam rumah kognitif (belajar/kognitif). Sedangkan komponen sikap yang digunakan adalah komponen afektif; kognitif dan konasi. Kemudian perbedaan sikap antara kedua kelompok dinyatakan dalam uji perbedaan mean dengan menggunakan t test.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan sikap terhadap kegiatan belajar mengajar dan sasaran hasil belajar dalam pendidikan TK, antara orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah TK ?Ideal? dengan orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah TK ?Tidak Ideal?. Orang tua memiliki harapan agar anak dapat menguasai kemampuan membaca, menulis dan berhitung sejak di TK, karena kemampuan- kemampuan tersebut diperlukan untuk masuk ke sekolah dasar. Tetapi orang tua juga menghendaki kegiatan bermain sebagai kegiatan utama di TK, agar kebutuhan bermain dalam diri anak dapat tersalurkan dengan baik.

Dengan demikian, pemberian kegiatan belajar membaca, menulis dan berhitung pada anak TK itampkanya menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari lagi dalam tuntutan zaman yang semakin tingi, walaupun sebaiknya tetap dilakukan melalui kegiatan bermain. Saran yang dapat diberikan sehubungan hasil penelitian ini adalah agar guru TK lebih memperhatikan perancangan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung agar tidak mengesampingkan kebutuhan bermain pada diri anak. Untuk itu mungkin perlu diadakan penataran khusus untuk guru kelas, dalam kelompok-kelompok kecil denga seorang instruktur sebagai pelatih.
1998
S2898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linggawati Haryanto
Abstrak :
Self-esteem berperan banyak dalam perkembangan mental yang sehat dari seorang anak. Dengan memiliki rasa penghargaan diri yang positif, seorang anak akan bisa meraih kondisi optimal dari perkembangan mentalnya dan mencapai kebahagiaan hidup. Sebagaimana anak yang normal, seorang anak tuna grahita ringan juga membutuhkan self-esteem yang positif untuk perkembangan yang optimal dalam keterbatasan yang dimiliki. Untuk bisa memiliki self-esteem yang positif, seorang anak tuna grahita sangat membutuhkan dukungan yang positif pula dari ibunya. Walaupun harapan akan dukungan ibu dalam pembentukan self-esteem yang positif pada anak tuna grahita ringan sangat dibutuhkan, ternyata kondisi kelainan pada anak dapat menimbulkan sikap yang negatif dari ibu. Hal ini disebabkan kondisi anak tuna grahita tidak sesuai dengan harapannya akan anak yang ideal. Padahal teori mengatakan bahwa sikap ibu akan mempengaruhi perlakuan ibu terhadap anak dan hubungan di antara mereka. Karena itu maka dirasa perlu untuk meneliti hubungan antara sikap ibu terhadap anaknya yang menyandang tuna grahita dan dukungan ibu dalam pembentukan self-esteem yang positif dari anaknya tersebut. Pencarian data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian kuesioner kepada ibu-ibu yang anaknya bersekolah di SLB-C. Kuesioner yang diberikan ada dua buah yaitu kuesioner sikap ibu dan kuesioner dukungan ibu dalam bentuk skala Likert. Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan teknik koefisien Alpha Cronbach. Dari analisa reliabilitas terhadap kedua kuesioner didapat nilai alpha sebesar 0,7124 untuk kuesioner sikap ibu dan alpha 0,8471 untuk kuesioner dukungan ibu. Hasil dari pengumpulan data menunjukkan rata-rata skor kelompok yang cukup tinggi pada kedua skala yaitu skala sikap ibu dan skala dukungan ibu. Perhitungan korelasi antara dua variabel yaitu variabel sikap dan dukungan menunjukkan indeks korelasi sebesar 0,538 yang signifikan pada LOS 0,01. Dengan demikian dapat dinyatakan adanya hubungan antara sikap ibu terhadap anaknya yang menyandang tuna grahita ringan dan dukungan ibu dalam pembentukan self-esteem yang positif dari anaknya tersebut. Untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk melihat adanya social desirability pada kuesioner terutama untuk kuesioner yang membahas hal-hal yang sensitif seperti masalah sikap dan pengasuhan ibu.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3004
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Tri Wardhani
Abstrak :
ABSTRAK
Motivasi merupakan salah satu unsur penting dalam tercapainya sebuah tujuan proses belajar. Dalam bidang pendidikan, dikenal teori Goa/ Orientation (GO) untuk menggambarkan performa dan bagaimana anak belajar menghadapi tugas-tugas akademik di dalam situasi sekolah. GO dapat berupa keinginan untuk bisa memahami dan menguasai materi pelajaran yang diberikan, yang disebut dengan task involved atau berupa keinginan untuk tampil baik dan mendapatkan penghargaan dari orang lain, yang disebut dengan ego involved. Selain faktor internal, GO juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal antara lain lingkungan rumah dan lingkungan sekolah. Dalam kaitannya dengan sekolah, metode pengajaran yang diterapkan di kelas dapat menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi GO, karena metode pengajaran mempengaruhi bagaimana guru memberikan materi dan bagaimana situasi dalam kelas itu berlangsung. Di dalam penelitian ini, metode pengajaran dibagi menjadi belajar aktif dan belajar pasif. Belajar aktif adalah metode pengajaran yang memberikan peluang kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan belajar pasif adalah metode pengajaran yang menempatkan siswa pada peran yang pasif di dalam proses belajarnya di kelas. Selanjutnya penelitian ini diadakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan GO yang signifikan pada siswa sekolah dasar (SD) yang mendapatkan metode pengajaran belajar aktif dan belajar pasif.

Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner yang mengukur GO dan diberikan pada dua kelompok subyek, yaitu kelompok belajar aktif dan belajar pasif. Peneliti menggunakan 44 siswa sekolah dasar Islam (SDI) Pondok Duta sebagai subyek yang mewakili kelompok belajar pasif dan 34 siswa SDI Terpadu Fajar Hidayah yang mewakili kelompok belajar aktif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Seluruh subyek memiliki rentang usia 10-12 tahun atau kelas tinggi SD dimana pada usia tersebut siswa memiliki GO yang lebih stabil dibandingkan kelas rendah sehingga sudah dapat dilakukan pengukuran terhadap GO. Perhitungan reliabilitas alat dan T-fesf dalam penelitian menggunakan program SPSS 10.0.1 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan GO baik task involved maupun ego involved yang signifikan antara kelompok belajar aktif dan belajar pasif. Selanjutnya, skor rata-rata dari kedua kelompok menunjukkan bahwa siswa pada kelompok belajar aktif memiliki skor GO task involved yang lebih tinggi daripada siswa pada kelompok belajar pasif. Hal ini berarti siswa pada kelompok belajar aktif cenderung memiliki GO task involved daripada kelompok belajar pasif. Sebaliknya, siswa pada kelompok belajar pasif memiliki skor GO ego involved yang lebih tinggi daripada siswa pada kelompok belajar aktif. Hal ini berarti siswa pada kelompok belajar pasif cenderung memiliki GO ego involved daripada kelompok belajar aktif.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran mungkin menjadi salah satu faktor yang turut mempengaruhi GO siswa. Meskipun demikian, hasil yang diperoleh belum tentu menggambarkan hubungan sebab akibat. Artinya perbedaan GO yang signifikan antara kedua kelompok tidak benar-benar mutlak menggambarkan bahwa metode pengajaranlah yang mempengaruhi GO. Hal ini disebabkan karena penelitian ini bukanlah penelitian eksperimental yang dapat memastikan hubungan sebab akibat antar variabel penelitian.

Untuk penelitian selanjutnya disarankan memperhatikan penggunaan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami mengingat subyek adalah siswa SO. Selain itu, penggunaan sampel yang lebih banyak diperlugan untuk hasil yang lebih baik. Secara aplikatif, hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak sekolah maupun guru untuk menggunakan metode pengajaran belajar aktif sebagai sarana mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.
2002
S3094
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udin Yulianto
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk meningkatkan profesionalisme Polri, pimpinan Polri berusaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia anggotanya melalui pendidikan, terutama pendidikan yang bersifat akademis. Untuk itu pimpinan Polri memberikan kesempatan pada anggotanya untuk melaksanakan pendidikan di Perguruan Tinggi. Anggota Polri yang melaksanakan pendidikan di Perguruan Tinggi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar dan anggota Polri yang mendapatkan ijin belajar dari pimpinan Polri. Masing-masing kelompok tentu mempunyai motivasi meraih sukses dan motivasi menghindari kegagalan yang berbeda-beda dalam melaksanakan belajarnya, karena kedua kelompok tersebut mendapatkan tugas dan perlakuan yang berbeda dari pimpinannya Dalam kaitan itu semua, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara kecenderungan meraih sukses dan kecenderungan menghindari kegagalan anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar dan ijin belajar di Perguruan Tinggi. Penelitian ini mengunakan sampel sebanyak 70 orang, dengan perincian 35 orang dari anggota Polri tugas belajar dan 35 orang lainnya dari anggota Polri yang ijin belajar. Pengambilan sampel menggunakan metode incidental sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner skala kecenderungan berprestasi yang terdiri dari motif meraih sukses dan motif menghindari kegagalan yang diadaptasi dari Mehrabian dan ditambah beberapa item hasil elisitasi. Pengolahan data dengan menggunakan analisis mean dan t-test. Hasil analisis data menunjukkan bahwa motivasi meraih sukses antara anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar dan anggota Polri yang ijin belajar berbeda secara signifikan, yaitu lebih tinggi anggota Polri yang melaksanakan tugas belajar. Demikian pula dengan motivasi menghindari kegagalannya. Dengan hasil yang demikian, penelitian ini memberikan gambaran bahwa motivasi meraih sukses dan motivasi menghindari kegagalan anggota Polri yang tugas belajar dan anggota Polri yang ijin belajar berbeda secara signifikan. Perbedaan tersebut dipengaruhi antara lain oleh faktor perbedaan tugas dan perbedaan perlakuan yang diterima kedua kelompok tersebut. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan pendekatan gabungan antara kualitatif dan kuantitatif, agar diperoleh data yang lebih mendalam, sehingga hasil penelitian lebih sempurna.
2003
S3195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>