Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Siti Lestari
Abstrak :
Terdapat hubungan yang erat antara etika bisnis dan persaingan usaha. Terdapatnya aspek hukum dan aspek etika bisnis sangat menentukan terwujudnya persaingan yang sehat. Munculnya persaingan yang tidak sehat disebabkan karna peranan hukum dan etika bisnis dalam persaingan usaha belum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam bisnis, terjadi persaingan yang ketat, yang kadang-kadang menyebabkan pelaku usaha menghalalkan segala usaha untuk memperoleh keuntungan usaha dan memenangkan persaingan.
Etika bisnis adalah perwujudan dari nilai-nilai moral. Hal ini disadari oleh sebagian besar pelaku usaha, karena mereka akan berhasil dalam kegiatan bisnisnya jika mengindahkan prinsip-prinsip etika bisnis. Jadi penegakan etika bisnis penting artinya dalam upaya menegakkan iklim persaingan sehat yang kondusif di Indonesia, penegakan etika bisnis dalam persaingan usaha semakin berat. Kondisi ini semakin sulit dan komplek, karena banyaknya pelanggaran terhadap etika bisnis oleh para pelaku bisnis itu sendiri, sedangkan pelanggaran etika bisnis tersebut tidak dapat diselesaikan melalui jalur hukum karena sifatnya yang tidak mengikat secara hukum.
Kondisi etika bisnis di kalangan pengusaha Indonesia sangat memprihatinkan seperti misalnya tampak pada adanya keserakahan, kolusi, korupsi, dan nepotisme yang menyebabkan timbulnya pengusaha besar atau kelompok pengusaha besar atau konglomerat, yang mengalahkan pengusaha kecil dan konsumen. Timbullah praktek bisnis curang seperti monopoli, oligopoli, kartel, dan sebagainva.
Upaya ke arah terbentuknya persaingan sehat dan penegakan etika bisnis, telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan dua buah undang-undang, yaitu Undang-Undang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Persaingan usaha yang sehat akan menjamin keseimbangan antara hak-hak produsen dan konsumen. Indikator dari persaingan sehat adalah tersedianya banyak produsen, harga pasar yang ditentukan berdasarkan keseimbangan antara permintaan dan penawaran, dan peluang yang sama dari setiap usaha, dalam bidang industri dan perdagangan.
Adanya persaingan usaha yang sehat, akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen dan pengusaha kecil, dan produsen sendiri, karena akan menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa usaha tertentu. Tanpa kepastian hukum, maka mekanisme pasar akan terancam. Adanya hukum yang pasti akan memelihara ketertiban pasar dan menjamin transparansi pasar.
Tesis ini bertujuan untuk mengkaji relevansi etika bisnis dengan persaingan usaha di Indonesia, dan apa aspek hukum dari adanya persaingan tidak sehat terhadap konsumen dan pengusaha kecil Iainnya. Juga bagaimana aspek hukum yang timbal dengan diundangkannya Undang-Undang Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsuumen yang akan diberlakukan pada tahun 2000 yang akan datang. PeneIitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T3913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Kuntoro
Abstrak :
Upaya hukum penyelesaisan kredit perbankan bermasalah berupa eksekusi barang jaminan berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata, Pasal 224 HIR/256 Rbg, Pasal 1155 ayat (1) KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 49 Prp tahun 1960 dan perikatan lainnya yang dibuat antara bank dengan pemilik barang jaminan atau penanggung hutang, dalam praktik belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena adanya kendala dan faktor-faktor penghambat, baik yang datang dari unsur manusia yang terlibat maupun unsur ketidakpastian dari ketentuan hukum yang mengaturnya.
Penggunaan lembaga penyanderaan (gijzeling) yang diatur dalam Pasal 209 sampai dengan Pasal 224 HIR dan Pasal 242 sampai dengan Pasal 258 Rbg diharapkan dapat menjadi salah satu sarana dalam upaya penyelesaian kredit perbankan bermasalah, tetapi ternyata berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2/1964 tanggal 22-01-1964 dan Nomor 4 tahun 1975 tanggal 1-12-1975 ketentuan-ketentuan tersebut telah dinyatakan dihapus dan tidak diberlakukan lagi dengan alasan bertentangan dengan perikemanusiaan. Ditinjau dari asas Lax Superior derogat legi inferiors, Surat Edaran Mahkamah Agung yang berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tidak termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan, Surat Edaran tersebut tidak dapat menghapus ataupun tidak memberlakukan ketentuan HIR dan Rbg yang merupakan peraturan yang sederajat Algement Maatregel van Bestuur dan ordonansi yang menurut tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia saat ini setingkat dengan undang-undang.
Dari segi kriteria orang yang disandera, mengacu pada bunyi Pasal 209 ayat (1) HIR dan Pasal 242 ayat (1) Rbg, penyanderaan bertentangan dengan Sila Kedua Pancasila karena yang dikenakan adalah orang miskin yang tidak ada atau tidak cukup barang untuk memenuhi keputusan pengadilan, tetapi dari segi kemanfaatannya bagi masyarakat substansi lembaga penyanderaan dikaitkan dengan Sila Kedua Pancasila "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" yang menjamin adanya Justitie Protectiva dan Justitia Vindicativa penyanderaan terhadap debitor yang tidak beritikad baik tidak bertentangan dengan Sila Kedua Pancasila. Diberlakukannya kembali ketentuan hukum mengenai penyanderaan akan membantu penyelesaian kredit perbankan bermasalah karena akan berfungsi selaku sarana social control sekaligus social engineering terhadap perilaku debitor dan kreditor.
Agar lembaga penyanderaan dapat menjadi sarana yang efektif dalam upaya penyelesaian kredit perbankan bermasalah, perlu diadakan reformasi ketentuan yang mengatur terutama mengenai objek yang dapat dikenakan.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isran Idris
Abstrak :
Sistem gilir ganti sawah adalah pola penguasaan tanah sawah menurut hukum adat bagi ahli waris perempuan secara bergilir ganti dalam menggunakan atau pemakaiannya untuk mendapatkan hasilnya. Adanya sistem ini adalah pengaruh sistem kewarisan yang membedakan antara harta berat dan ringan. Banyaknya peserta dan persilangan gilir ganti sawah mempengaruhi pergerakan sistem dan masa tunggu setiap peserta mendapatkan gilirannya. Pada saat ini Sistem gilir ganti sawah sudah tidak efektif dan fleksibel lagi karena bekerja diatas lapisan ke 3 dan persilangan melebihi dari 3 generasi. Keadaan ini diperburuk dengan luas sawah yang sangat kecil, sehingga produktivitasnya tidak layak untuk mencukupi kebutuhan sebuah keluarga petani.
Penguasaan dan pemilikan sawah gilir ganti tidak sepenuhnya pada anak perempuan, walaupun ahli waris adalah anak perempuan tapi mereka harus memenuhi beberapa persyaratan, sehingga menimbulkan pemilikan barsyarat. Dalam prakteknya pengaturan, peruntukan dan kebijakan berada pada anak laki-laki. Walaupun ahli waris adalah anak perempuan, tapi bila dijual anak laki-laki mendapat bagian. Sehingga pola penguasaan dan pemilikannya tidak tegas. Sistem perwarisannya tidak sesuai dengan Pasal 9 UUP, dimasa dalam perwarisan kedudukan anak laki-laki dan perempuan adalah sederajat, sedangkan di Kerinci anak laki laki sebagai ahli waris tidak mendapat bagian atas tanah sawah gilir ganti. Ketidak tegasan kepemilikan menyebabkan tidak terdapatnya kepastian hakum, dan sampai sekarang tidak ada bukti kepemilikan baik secara Hukum Adat maupun UUPA (sertifikat), satu - satunya tanda yang dijadikan bukti kepemilikan adalah ranji.
Walaupun tidak efektif, produktif, dan tidak adanya kepastian hukum, masyarakat Kerinci tetap mempertahankannya, karena mereka melihat dari sudut sosiologis den antropologis, bukan dari sudut ekonomis dan yuridis.
Kondidisi ini dimasa mendatang akan menjadi lebih komkpleks lagi dan perlu adanya pertimbangan yang mendasar untuk mempertahankan eksistensinya. Untuk mengatasinya agar sesuai dengan cita-cita UUPA, yai_tu adanya kepastian hukum, maka setiap pemilikan tanah harus didaftarkan, dan setiap tanah harus dikerjakan secara aktif sehingga bisa menjadi sumber kehidupan yang layak, maka perlu melaksanakan beberapa kebijakan antara lain: penyuluhan, penyerderhanaan sistem, dan membuat sertifikat khusus. Dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan pejabat formal, dan informal, serta instansi terkait.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Indriati Arief
Abstrak :
Perlindungan Hukum terhadap tenaga kerja melalui penerapan perjanjian kerja, dimana dalam perjanjian kerja tersebut terdapat faktor-faktor upah, syarat-syarat kerja dan pemberian jaminan sosial, dan ketiga hal tersebut turut diatur oleh pemerintah melalui Peraturan perundang-undangan.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hakim
Abstrak :
Pasar modal sebagai wahana guna menghimpun dana bagi perusahaan dalam menunjang pembiayaan pembangunan nasional memang merupakan alternatif yang tepat. Pada awalnya kegiatan pasar modal baru diramaikan dengan sembilan perusahaan yang melakukan emisi. Namun dari waktu kewaktu kegiatan pasar modal menunjukkan kegairahan yang sangat menakjubkan. Hingga pertengahan bulan Maret 1995, kegiatan pasar modal telah diramaikan oleh 223 perusahaan yang mencatatkan efek untuk diperjualbelikan pada bursa efek Jakarta dengan total kapitalisasi mencapai 104 trilyun rupiah. Saat ini perusahaan kecil menengah telah dapat turut berkiprah pada bursa reguler yang mulai membenahi diri dengan pola otomatisasinya. Peranan pemodal asing juga membawa dinamika bagi kegiatan pasar modal. Go-public BOMN baik melalui bursa domestik, internasional maupun transnasional adalah juga dalam rangka memperbaiki struktur permodalan BUMN serta guna memprediksikan penjadwalan pembayaran hutang luar negeri. Pertumbuhan ekonomi yang mapan, stabilitas politik yang mantap adalah merupakan faktor pendukung berkembangnya pasar modal di Indonesia. Agar ada kepastian hukum bagi para pelaku pasar modal, maka Undang-undang Pasar Modal yang saat ini sedang dibahas di DPR-RI memang sangat urgent kehadirannya.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Byan Resta Adevca
Abstrak :
Tanggung jawab profesi dalam melaksanakan aktivitas profesinya sangat perlu untuk dibahas dan dipelajari secara lebih mendalam. Profesi disini adalah profesi secara umum, seperti profesi kedokteran, notaris, akuntan, konsultan teknik dan sebagainya. Khusus dalam tests ini, penults mengangkat profesi konsultan hukum atau penasihat hukum atau pengacara atau advokat.
Pembahasan dan pengkajian mengenai topik tanggung jawab profesi konsultan hukum atau pengacara ini, selama ini hanya ada dan muncul sesekali dalam pembicaraan antara sesama rekan profesi. Dapat dikatakan bahwa kesadaran untuk hal tersebut masih berasal dari profesi itu sendiri guna mengatur mengenai hubungan kerja dengan rekan seprofesi dan mengatur "wilayah" masing-masing, pengaturan selebihnya dapat dikatakan hanya sebatas memenuhi formalitas saja. Kesadaran mengenai hal tersebut bukan berasal dari masyarakat konsumen atau pemakai profesi yang seharusnya lebih berperan aktif dalam membahas dan mengangkat permasalahan ini secara kritis karena menyangkut dan berkenaan langsung dengan diri mereka, konsumen profesi.
Pembahasan mengeni topik ini penting artinya bagi perlindungan terhadap konsumen profesi dalam menerima "produk" dari profesi. Secara Intemasional, topik ini pun sebenamya telah menjadi pembicaraan penting sebagaimana halnya mengenai WTO.
Pengaturan mengenai petaksanaan tugas, fungsi dan tanggung jawab profesi dari konsultan hukum atau pengacara di Indonesia dalam kenyataannya masih merupakan pengaturan-pengaturan yang "berserakan", belum diwujudkan dalam satu peraturan perundang-undangan tersendiri sebagaimana diharapkan oleh banyak kalangan. Hal ini dinilai oleh banyak praktisi hukum sebagai salah satu faktor utama penyebab negatifnya penilaian masyarakat konsumen profesi atas tanggung jawab konsultan hukum atau pengacara. Satu contoh yang merupakan gambaran betapa lemahnya pengaturan mengenai ha! ini dapat penulis ketahui dari jawaban kuisioner penelitian tesis ini, yaitu masih kurang pastinya kejelasan mengenai apa sebenamya ruang lingkup malpraktik profesi.
Selama ini, pelaksanaan fungsi, tugas dan tanggung jawab profesi konsultan hukum atau pengacara di Indonesia pada pokoknya didasarkan pada ketentuan pada UU. No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman dan beberapa peraturan lainnya, disamping Kode Etik Profesi Konsultan Hukum atau Kode Etik Advokat.
Disamping perlunya suatu UU khusus mengenai Bantuan Hukum (sebagai produk profesi konsultan hukum atau pengacara) ini di Indonesia, keberadaan dan ketentuan mengenai Asuransi Profesi di Indonesia juga diperlukan, mengingat kian besarnya permasalahan dan risiko yang dihadapi oleh profesi. Tidak saja untuk konsultan hukum atau pengacara, Asuransi Profesi ini juga -perlu untuk Profesi-profesi lainnya, agar kepentingan dan hak-hak wajar masyarakat banyak - masyarakat konsumen ~ terlindungi, baik dari segi materi maupun nonmateri yang disebabkan karena tindakan malpraktik profesi.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernie Suwarti Moenir
Abstrak :
ABSTRAK
Kapal tanker merupakan salah satu jenis kapal barang yang mengangkut muatan
cair berbentuk curah yang sangat berbahaya. Tanggung jawab pengangkutan barang
melalui laut, menyangkut masalah kepada siapa dan mengapa tanggung jawab pelaksanaan
penyelenggaraan pengangkutan harus dibebankan. Tanggung jawab pada hakikatnya
terdiri atas dua aspek, yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus
dilaksanakan sebaik-baiknya (responsibility) dan tanggung jawab ganti rugi (liability)
kepada pihak yang dirugikan. Salah satu tugas Pertamina (Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara) adalah menyalurkan minyak dan hasil produksi minyak ke
seluruh Indonesia. Guna menjamin kelancaran penyediaan dan distribusi produk-produk
tersebut keseluruh pelosok tanah air, Pertamina mempergunakan kapal tanker milik
ataupun carter. Tanggung jawab dalam pengangkutan kapal tanker merupakan hal yang
sangat penting karena menyangkut masalah tanggung jawab pengangkut sebagai pemilik
kapal tanker serta tanggung jawab pengangkut sebagai pencarter kapal tanker terhadap
pemilik kapal tanker. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 1992 tentang
Pelayaran mengatur tanggung jawab pengangkut di dalam Pasal 86. Sementara itu, di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengenai pengangkutan barang dalam
kaitannya dengan tanggung jawab pengangkut diatur di dalam Buku II Bab Va, Pasal 466
sampai dengan Pasal 520. Tanggung jawab pengusaha tanker menjadi semakin berat
terutama tanggung jawabnya terhadap pencemaran laut yang disebabkan tumpahnya
minyak ke laut. Pemerintah RI telah mengambil langkah-langkah dalam hal pencegahan
pencemaran dengan meratifikasi dan memberlakukan konvensi-konvensi internasional
seperti Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1986 yang meratifikasi Konvensi Marpol
73/78 Anex I tentang Minyak dan Anex II tentang Bahan Cair Beracun yang diangkut
dalam bentuk curah (noxious liquid substances carried in bulk). Undang-Undang RI No. 4
tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab VI
Pasal 20 dan 21 mengatur ganti rugi dan biaya pemulihan karena kerusakan/pencemaran
lingkungan, sedangkan Bab VII Pasal 22 mengatur mengenai ketentuan pidananya.
Undang-Undang RI No. 21 tahun 1992 tentang Pelayaran mengatur pula usaha
Pencegahan Pencemaran dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 68 dan Pasal 119 sampai
dengan Pasal 121. Dalam pertemuan internasional di Brussels tahun 1969, 29 negara telah
menandatangani International Convention on Civil Liability Convention for Oil
Pollution Damage (konvensi CLC 1969). Dalam Konvensi tersebut telah ditetapkan
peraturan dan prosedur internasional yang seragam untuk menentukan pertanggungjawaban
dan penyediaan dana kompensasi kepada yang menderita kerusakan karena
pencemaran minyak yang berasal dari kapal. Pemerintah Indonesia sebagai salah satu
penandatangan konvensi telah meratifikasi konvensi CLC 1969 dengan Keputusan
Presiden Nomor 18 tahun 1978 dan penerapannya diikuti dengan Instruksi Menteri Perhubungan Nomor 1 M.4/AL.1003/PHB.82 dan Surat Keputusan Direktur Jendral
Perhubungan Laut No. DKU 64/7/10-1982 tanggal 14 Juli 1982 tentang Keharusan
Memiliki Sertifikat Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran Laut bagi kapal-kapal yang
mengangkut minyak sebagai muatan curah dalam jumlah lebih dari 2000 ton. Sertifikat
Dana Jaminan Ganti Rugi Pencemaran Laut (iCertificate of Insurance or Other Financial
Security in Respect o f Civil Liability for Oil Pollution Damage) dikeluarkan oleh
Pemerintah negara di tempat kapal tersebut didaftarkan, setelah pemilik/operator kapal
membuktikan bahwa mereka telah mengasuransikan tanggung jawabnya, biasanya melalui
Protection and lndemnity Club (P & I) terhadap kerugian yang tercantum dalam artikel
VII konvensi CLC 1969. Sementara itu, Pasal 121 Undang-Undang RI No. 21 tahun
1992 tentang Pelayaran menegaskan bahwa pemilik atau operator kapal yang tidak
mengasuransikan tanggung jawabnya dipidana dengan kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benemay
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T36494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Sulistiyono
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat penggunaan eksekusi grosse akta dalam menyelesaikan kredit macet, untuk mendapatkan gambaran bentuk baku suatu grosse akta yang dapat dieksekusi berdasar Pasal 224 HIR, dan untuk mengetahui kemungkinan diterapkannya gijzeling sebagai alternatif untuk menyelesaikan kredit macet.
Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan penelitian hukum normatif yang bersifat analitis-deskriptif, dimana bahan-bahan kepustakaan menjadi sumber utama untuk menyusun laporan penelitian. Namun demikian, untuk menambah lengkapnya hasil penelitian, juga dilakukan penelitian lapangan. Dengan meneliti dan mengamati prosedur permohonan grosse akta dan eksekusi grosse akta di Pengadilan Negeri Solo, dan juga dilakukan wawancara secara mendalam dengan Biro Hukum Bank Indonesia.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan timbulnya kredit macet di Indonesia, yaitu syarat-syarat pemberian kredit tidak ditaati, pengurusan perusahaan yang keliru, dan kondisi ekonomi di Indonesia yang kurang kondusif. Untuk mengatasi kredit macet tersebut, di antara perangkat hukum yang dapat digunakan adalah eksekusi grosse akta dan gijzeling. Namun demikian untuk mengetrapkan dua perangkat hukum ini ada beberapa hambatan yang menjadikan kedua perangkat ini kurang bisa berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang.
Untuk itu, sebelum terbentuknya Hukum Acara Perdata yang baru, Mahkamah Agung sebaiknya segera membuat bentuk baku grosse akta yang jelas dan tegas, sehingga tidak menimbulkan permasalahan dalam praktik litigasi, di samping itu Mahkamah Agung perlu mengeluarkan surat edaran yang mencabut keberadaan Surat Edaran No.2 tahun 1964, yang sekaligus mengatur kembali persyaratan gijzeling agar bisa dipakai sebagai sarana mengatasi kredit macet.
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahadjeng Endah K. Siradjoeddin
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T36482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>