Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alberta Christina Cahya Pertiwi
"Persoalan mengenai penyintas 1965 dapat dilihat secara kompleks dan tidak terbatas pada segi gerakan sosial atau melihat hanya sebagai kelompok rentan. Tulisan ini berfokus pada agensi pada Dialita, suatu kelompok musik yang berisi para penyintas perempuan dari peristiwa penangkapan dan penganiayaan massal yang diawali Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) tahun 1965, dan Sahabat Dialita, sebuah istilah yang digunakan Dialita untuk menyebut individu-individu yang membantu Dialita untuk mencapai tujuannya, dalam membentuk ruang berekspresi. Berangkat dari pemaparan mengenai pengalaman yang dialami para penyintas 1965 dan upaya yang dilakukan kini, diketahui bahwa agensi dimiliki oleh para individu sebagai agen untuk membentuk ruang berekspresi yang turut berfungsi sebagai pemulih atas trauma terhadap kejadian tahun 1965. Agensi yang dimiliki Dialita dan Sahabat Dialita turut membentuk karya seni yang tercipta karena adanya pengalaman yang dialami Dialita dan Sahabat Dialita. Proses berkesenian yang dilakukan Dialita dan Sahabat Dialita membutuhkan ruang. Ruang berekspresi merupakan ruang para anggota Dialita dan Sahabat Dialita bertemu, bercerita dan mengutarakan pikiran, serta berlatih menyanyi. Upaya Dialita dan Sahabat Dialita untuk menciptakan ruang berekspresi merupakan bentuk dari ruang sosial. Bentuk resistensi terhadap apa yang mereka alami dan usaha untuk menyampaikan wacana kemanusiaan juga bentuk dari ekspresi yang disebabkan agensi.

Agency as the Maker of The issue of 1965 survivors can be seen in a complex way and not limited to the social movement aspek or seeing only as a vulnerable group. This paper focuses on the agency at Dialita, a music group that contains female survivors from the events of mass arrests and persecution that began with the Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30SPKI) in 1965, and Sahabat Dialita, a term used by Dialita to refer to individuals who help Dialita to achieve its goals, in forming expression space. Drawing from the presentation of the 1965 survivors’ experiences, it is known that the agency is owned by individuals as agents to form an expression space which functions as a restorer of the trauma because the events in 1965. Agency, that Dialita and Sahabat Dialita have, also forms artworks which are created by Dialita and Sahabat Dialita’s experiences. The process of making artworks needs space. The expression space is the space for Dialita dan Sahabat Dialita members to tell stories, express thoughts, and practice singing. The efforts of Dialita and Sahabat Dialita to create expression space are a form of social space. The resistance from the experience and effort to convey human discourse are also forms of expressions caused by agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Khasanah Enggar Saptaningrum
"Variasi akses lahan Perhutani terjadi karena keragaman cara individu dalam mendapatkan aksesnya. Guna mendapatkan keuntungan dan aliran manfaat dari sumber daya yang longlasting diperlukan cara-cara tertentu dari masing-masing aktor untuk mendekati aktor yang menjadi pengontrol akses utama, yaitu Perhutani. Variasi akses yang dilakukan oleh petani penggarap dapat dilihat melalui mekanisme akses berdasarkan hak secara legal dan ilegal, serta melalui mekanisme akses berdasarkan struktural dan relasional. Munculnya ragam akses tersebut karena adanya perbedaan kekuasan dari setiap aktor. Penulis juga menunjukkan transformasi tanaman tembakau menjadi tanaman lainnya atas respon beberapa peristiwa yang terjadi pada kurun waktu satu dasawarsa, Perubahan ini merupakan pilihan rasional yang diambil petani untuk bisa tetap mendapatkan keuntungan dari tanamanya. Metode yang digunakan adalah penelitian etnografi dengan cara pengambilan data observasi partisipan dengan wawancara natural, dan wawancara mendalam. Temuan data menunjukkan berbagai macam dinamika variasi akses seperti bentuk mekanisme akses legal dan ilegal, ‘gadai’, dan ganti rugi lahan. Proses transformasi penanaman tembakau menjadi tanaman lainnya menunjukkan pilihan rasional dari masyarakat guna menekan kerugian maksimal akibat ketidakjelasan harga tembakau.

Variations in access to Perhutani' land occur due to the diversity of ways in which individuals gain access. In order to obtain benefits and the flow of benefits from long-lasting resources, certain ways are needed from each actor to approach the actor who is the main access controller, namely Perhutani. Variations in access by smallholders can be seen through access mechanisms based on legal and illegal rights, as well as through access mechanisms based on structural and relational. The emergence of this variety of access is due to the different powers of each actor. The author also shows the transformation of tobacco plants into other crops in response to several events that occurred in a decade. This change is a rational choice taken by farmers to be able to continue to benefit from their crops. The method used is ethnographic research by taking participant observation data with natural interviews, and in-depth interviews. The data findings show various dynamics of access variations such as the form of legal and illegal access mechanisms, 'pawning', and land compensation. The process of transforming tobacco cultivation into other crops shows the rational choice of the community in order to minimize maximum losses due to the uncertainty of tobacco prices."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firni Anindita
"ABSTRAK
Tulisan ini melihat kegiatan street photography sebagai salah satu genre paling populer dalam fotografi. Street photography dalam antropologi visual dilihat sebagai produk dari adanya pengetahuan, praktik, dan pengalaman individu atau kelompok yang dibagikan satu sama lain. Penelitian ini mengkaji Maklum Foto sebagai sekumpulan orang yang mengeksplorasi kehidupan jalanan dalam kegiatan fotografi. Data dikumpulkan melalui kerja lapangan, menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi partisipan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai praktik korespondensi anggota Maklum Foto sebagai pelaku street photography dengan kehidupan jalanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan Maklum Foto merupakan hasil dari adanya sharing pengalaman dan korespondensi individu-individu dalam kelompok. Kegiatan street photography dilihat sebagai pengalaman yang dibagikan antar individu dalam Maklum Foto dan komunitas street photography sebagai sebuah ekspresi dari praktik korespondensi Maklum Foto dengan kehidupan jalanan dan komunitas street photography lainnya.

ABSTRACT
This paper looks at street photography activities as one of the most popular genres in photography. Street photography in visual anthropology is seen as a product of the knowledge, practices, and experiences of individuals or groups that are shared with each other. This study examines Maklum Foto as a group of people who explore street life in photography activities. Data was collected through fieldwork, using in-depth interviews and participant observation. This study aims to provide an overview of the practice of correspondence between members of Maklum Foto as a performer of street photography with street life. This study shows that Maklum Fotos activities are the result of sharing experiences and the correspondence of individuals in the group. Street photography activities are seen as an experience shared between individuals in Maklum Foto and the street photography community as an expression of Maklum Fotos correspondence practice with street life and other street photography communities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sophia Rainy
"ABSTRAK
Radio komersial sebagai media massa yang memberikan informasi dan juga hiburan kepada para pendengarnya membutuhkan keuntungan agar tetap tumbuh dan berkembang untuk mempertahankan bisnis. Penyiar dalam radio komersial merupakan garda terdepan bagi radio komersial untuk menjaring banyaknya pendengar agar menarik perusahaan-perusahaan yang menjual barang dan jasa melakukan kerjasama iklan. Penyiar yang berfungsi sebagai daya tarik membutuhkan air personality yang unik dan berbeda dari penyiar-penyiar lainnya. Penelitian etnografi ini menggambarkan bahwa pembentukan air personality penting dimiliki oleh penyiar sebagai bagian dari cara untuk menunjang fungsi bisnis dalam industri media. Trax FM, radio komersial anak muda, membebaskan penyiarnya untuk membentuk air personality sesuai dengan kepribadian dirinya sendiri melalui proses pembelajaran yang berdasarkan praktik dan juga pengalaman penyiar. Dalam prosesnya, penyiar dapat melakukan praktik agensi berdasarkan air personality hingga dapat berperan dalam proses perkembangan radio Trax FM. Namun demikian, agen yang berada dalam struktur sulit untuk dilihat terlepas dari kekuasaan tersebut. Dalam konteks neoliberal, peranan Trax FM dalam pembentukan air personality sangat penting, namun agensi pun harus bisa memposisikan diri dalam struktur. Sehingga baik agensi dan struktur, terlihat tidak sepenuhnya bebas.

ABSTRACT
Commercial radio as a mass media that provides information and entertainment to its listeners requires profits to keep growing and developing to maintain the business. Broadcasters in commercial radio are the frontline for commercial radio to attract many listeners in order to engage companies that sell goods and services to do advertising cooperation. Broadcasters that have a function as an attraction require unique air personality and different from other broadcasters. This ethnographic research illustrates that the formation of an air personality possessed by broadcasters as part of a way to support business functions in the media industry. Trax FM, as a commercial radio for young people, gives flexibility to the broadcasters to form air personality according to their own personality through a learning process that is based on practice and the broadcaster's experience. In the process, broadcasters can practice agency based on air personality so they can play a role in the process of developing Trax FM radio. However, agents in the structure are difficult to see apart from that power. In the neoliberal context, the role of Trax FM in the formation of air personality is very important, but the agencies must be able to position themselves in the structure. So that both the agency and the structure, it look not completely free.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isti Kholif Maulinur
"Tulisan ini merupakan refleksi pengalaman saya dalam mengikuti Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang diselenggarakan oleh Program Studi Antropologi Sosial, Universitas Indonesia bersama Badan Registrasi Wilayah Adat (MBKM UI-BRWA). Pembahasan dalam makalah ini difokuskan pada refleksi metodologi etnografi dalam proses fasilitasi pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di BRWA. Proses ini juga mengungkap relasi identitas antara saya sebagai mahasiswa program studi antropologi sosial dengan BRWA dan relasi identitas saya sebagai fasilitator dengan masyarakat adat dalam menghasilkan etnografi masyarakat adat. Berdasarkan hal tersebut, makalah ini bertujuan memberikan gambaran kepada etnografer maupun fasilitator terkait kemungkinan yang akan mereka hadapi saat berada di lapangan. Pendekatan etnografi yang digunakan yaitu dengan Rapid Ethnography Assessment (REA) dengan metode pengambilan data melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara, transek, serta kolaborasi aktif dari masyarakat adat. Kegiatan ini dilakukan di beberapa wilayah adat yang berada di Kalimantan Tengah (Gunung Mas), Kalimantan Timur (Penajam Paser Utara), Kalimantan Utara (Nunukan), dan Riau (Kampar). Upaya menghasilkan etnografi masyarakat adat dengan acuan formulir pendaftaran BRWA merupakan hal yang penting dan krusial dalam proses advokasi pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Indonesia. Dalam proses melakukan etnografi banyak kemungkinan yang dihadapi oleh seorang etnografer sekaligus fasilitator, baik ekspektasi dari masyarakat adat hingga tantangan dan penyesuaian saat berada di lapangan.

This paper reflects on my experience participating in the Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Program organized by the Social Anthropology Study Program at the University of Indonesia in collaboration with the Indigenous Territory Registration Agency (BRWA). The discussion in this paper focuses on reflecting on the ethnographic methodology in facilitating the recognition and protection of the rights of indigenous communities within the BRWA framework. This process also reveals the identity relationships between myself, as a student of the social anthropology program, and the BRWA, as well as my identity as a facilitator working with indigenous communities to produce an ethnography of these communities. Based on this, the paper aims to provide insight to ethnographers and facilitators regarding the potential challenges they may face in the field. The ethnographic approach employed in this study is Rapid Ethnography Assessment (REA), with data collection methods including Focus Group Discussions (FGD), interviews, transects, and active collaboration with indigenous communities. The activities were conducted in several indigenous territories located in Central Kalimantan (Gunung Mas), East Kalimantan (Penajam Paser Utara), North Kalimantan (Nunukan), and Riau (Kampar). Producing an ethnography of indigenous communities using the BRWA registration form as a guideline is crucial and vital in the advocacy process for the recognition and protection of indigenous legal communities in Indonesia. During the ethnographic process, an ethnographer and facilitator may face various possibilities, from the expectations of indigenous communities to the challenges and adjustments required in the field.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dinda Mawarni
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji Nalitari sebagai komunitas tari yang mengimplementasikan nilai-nilai inklusifitas dalam kegiatan berkeseniannya. Dengan metode etnografi, penelitian ini mendeskripsikan kegiatan menari serta metode yang digunakan oleh Nalitari dalam mengimplementasikan inklusifitas. Adapun bentuk implementasi inklusifitas dalam Nalitari dilakukan melalui latihan menari rutin (jamming), workshop, serta pementasan atau eksibisi tari. Lebih lanjut kegiatan menari artinya menjadikan tubuh sebagai medium utama dalam berkesenian, sehingga tulisan ini mengeksplorasi konsep mengenai tubuh individual dan tubuh sosial serta kaitannya dengan penggunaan metode contact improvisation. Nalitari mencipta dan mereproduksi ruang ketiga dengan beragam fungsi melalui tarian. Pertama, ruang aman sebagai ruang yang memberikan rasa aman untuk berekspresi bagi penarinya. Kedua, ruang melawan dari diskursus tari konservatif dengan mengabaikan benar/salah atau luwes/kaku. Ketiga, ruang berelasi sebagai ruang bagi para penari untuk membangun relasi sosial dan memberikan dukungan sosial.

ABSTRACT
This research examines Nalitari as a dance community that implemented the notion of inclusivity in their artwork. Using the ethnographic method, this research describes Nalitaris act of dancing and its method in order to implement inclusivity notions. Moreover, this research captures Nalitaris methods to implement their notions of inclusivity, which includes dance practice or jamming, workshop, and dance exhibitions. Given the fact that Nalitari incorporated body as the main medium in their artwork, this research explores the concept of individual and social body and seeks the interconnection between these two concepts to the usage of contact improvisation method. Furthermore, Nalitari produced and reproduced the third space that has several functions, which includes: (1) a safe space that enables its dancers to express safely; (2) a resisting space that enables its dancers to resist against the conservative dancing methods by ignoring the standard of right or wrong or flexible or stiff; and (3) a space for relations that enable its dancer to develop social relationships and support each other.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mukhlisina Ramadhan
"Terkenalnya Kota Pekalongan sebagai “The World City of Batik” membawa konsekuensi meningkatnya permintaan pasar yang mendorong peningkatan produksi. Hal tersebut menyebabkan masalah pencemaran lingkungan hingga sekarang akibat limbah hasil produksi industri batik yang dibuang sembarangan tanpa melalui tahap pengelolaan atau penetralisiran limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Usaha pemerintah memberikan sosialisasi, pembuatan regulasi, dan membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah Komunal (IPAL) ternyata belum dapat menyelesaikan masalah pencemaran limbah batik. Pengetahuan dan perilaku aktor industri batik menjadi salah satu penyebab pencemaran limbah batik. Tulisan ini menggunakan teori rational choice (Bennet, 1980) dan ecological tragedy (Henley, 2008) serta metode etnografi untuk melihat bagaimana pengetahuan dan perilaku ekologi aktor usaha batik mikro, kecil, dan menengah terkait limbah “batik” di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini adalah pengetahuan dan perilaku aktor industri tersebut belum dapat mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik karena pengetahuan mereka yang minim atau tidak tahu sama sekali, memiliki pengetahuan namun memilih tidak melakukan pengelolaan limbah, dan memiliki kemauan atau keinginan untuk mengelola limbah namun kemampuan mereka terbatas.

Pekalongan City known as "The World City of Batik" has led to an increase in market demand, which has led to an increase in production. This has caused environmental pollution problems until now due to the waste produced by the batik industry which is disposed of carelessly without going through the waste management or neutralization stage first before being discharged into the river. Government efforts to provide socialization, make regulations, and build a Communal Wastewater Disposal Installation (IPAL) have not been able to solve the problem of batik waste pollution. The knowledge and behavior of batik industry actors is one of the causes of batik waste pollution. This paper uses rational choice theory (Bennet, 1980) and ecological tragedy (Henley, 2008) as well as ethnographic methods to see how the ecological knowledge and behavior of micro, small and medium batik business actors related to "batik" waste in Jenggot Village, South Pekalongan Subistrict, Pekalongan City, Central Java, Indonesia. The conclusion of this paper is that the knowledge and behavior of these industry actors have not been able to support better waste management because they have minimal knowledge or do not know at all, have knowledge but choose not to carry out waste management, and have the willingness or desire to manage waste but their abilities are limited."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ingka Ramdhani
"Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) menciptakan perubahan signifikan dalam dunia pendidikan dengan menghadirkan pembelajaran inovatif di luar kelas. Hal ini diwujudkan melalui kerja sama antara perguruan tinggi dengan lembaga mitra, yang salah satunya dilakukan oleh Kementerian PPN RI/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung melalui program Desa Cemara (Cerdas, Mandiri, Sejahtera). Program ini bertujuan untuk menurunkan angka kemiskinan di Desa Cikubang, Kabupaten Tasikmalaya melalui optimalisasi produk dan pemberdayaan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Makalah ilmiah ini berisi refleksi saya sebagai mahasiswa magang yang mencoba menerapkan metode needs assessment sebagai salah satu ilmu antropologi terapan selama proses program Desa Cemara. Proses ini melibatkan pengumpulan data, identifikasi kebutuhan untuk merumuskan bentuk kegiatan intervensi yang berfokus pada pemberdayaan pelaku UMKM. Ada pun tulisan ini ditulis berdasarkan pengalaman dan proses saya merefleksikan diri selama berjalannya program dengan latar belakang saya sebagai mahasiswa antropologi. Gambaran refleksi menunjukkan adanya kesenjangan dalam penerapan dan teori needs assessment pada program Desa Cemara karena menghadapi banyak hambatan dan dinamika di dalamnya. Namun, perjalanan program belum tentu dapat dikatakan gagal karena adanya penyesuaian alternatif hingga membuat hasil data dan perancangan solusi dapat tetap berjalan dengan penyesuaian.

Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) policy creates significant changes in the world of education by presenting innovative learning outside the classroom. This is realized through collaboration between universities and partner institutions, one of which is carried out by the Indonesian Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency (Bappenas) with the University of Indonesia and the Bandung Institute of Technology through the Desa Cemara program (Smart, Independent, Prosperous). This program aims to reduce the poverty rate in Cikubang Village, Tasikmalaya Regency through product optimization and empowerment of Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs). This scientific paper contains my reflections as an intern student trying to apply the needs assessment method as one of the applied anthropology methods during the Desa Cemara program process. This process involves collecting data, identifying needs to formulate forms of intervention activities that focus on empowering MSME actors. Even so, this article was written based on my experience and process of self-reflection during the program with my background as an anthropology student. The reflection picture shows that there are gaps in the application and theory of needs assessment in the Cemara Village program because it faces many obstacles and dynamics within it. However, the course of the program cannot be said to have failed because of alternative adjustments so that the data results and solution design can continue with adjustments."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nisita Izzadina
"Kesadaran masyarakat dan informasi mengenai kesehatan mental telah berkembang pesat. Reaksi yang ditimbulkan setelah merasakan adanya gangguan mental itu sendiri bisa jadi kompleks, salah satunya yaitu menyalurkannya menjadi estetika yang diunggah di internet. Penelitian ini mengulas lebih jauh bagaimana praktik dan dinamika yang terjadi dalam pengekspresian konten estetika gangguan mental di media sosial. Dilakukan analisis mengenai alasan yang melatarbelakangi subjek untuk mengunggah konten estetika gangguan mental di internet, batasan bentuk konten estetika gangguan mental yang diterima oleh warganet, serta dampak dari pengunggahan konten estetika gangguan mental di media sosial sebagai bentuk ekspresi. Penelitian ini menggunakan metode etnografi digital. Observasi dilakukan pada tiga media sosial yaitu Twitter, TikTok, dan Instagram, serta dilakukan wawancara kepada tujuh narasumber yang merupakan penyintas gangguan mental yang pernah melihat konten estetika gangguan mental di media sosial, tiga di antaranya turut mengunggah konten estetika gangguan mental. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa alasan informan mengunggah konten estetika gangguan mental di media sosial yaitu untuk ekspresi diri. Praktik pengunggahan yang dilakukan oleh penyintas ini juga menunjukkan adanya agensi, serta tindakan pengunggahan konten dipengaruhi oleh perkembangan internet. Mengenai batasan, terdapat ambivalensi yang terjadi dalam pandangan terhadap penggunaan estetika dalam pengekspresian gangguan mental di media sosial. Pada praktik ini, terdapat dampak positif maupun negatif bagi warganet maupun pengunggah konten.

Nowadays, public awareness and information about mental health has grown rapidly. The reaction towards mental illness itself can be complex, one of which is channeling it into an aesthetic that is uploaded on the internet. This research attempts to understand the practices and dynamics that occur in the expression of aesthetic content of mental illness on social media. In this regard, an analysis was carried out on the reasons for uploading aesthetic content of mental illness on the internet, the limitations of the forms of aesthetic content of mental disorders that would be accepted by netizens, and the impact of uploading aesthetic content of mental illness on social media as a form of expression. This research uses digital ethnographic methods. Observations were made on three social media, namely Twitter, TikTok, and Instagram, and interviews were also conducted with seven interviewees who are survivors of mental illness who have seen aesthetic content of mental illness on social media, three of whom also uploaded aesthetic content of mental illness. From this study, it was found that the reason for informants uploading aesthetic content with mental disorders on social media was for self-expression. The practice of uploading aesthetic content also shows the existence of agency among the survivors, and the act of uploading content is influenced by the growth of the internet. Regarding boundaries, there is ambivalence that occurs in the use of aesthetics in expressing mental disorders on social media. In uploading this content, there are positive and negative impacts for netizen and the content uploaders."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Phydra Adila Wicaksani
"Perkembangan teknologi komunikasi dan informatika yang semakin masif mempercepat persebaran berbagai informasi termasuk information disorder terutama di internet. Dengan menggunakan metode bibliografi beranotasi penulis berupaya untuk mengetahui pola perilaku pengguna media sosial dalam menyebarkan information disorder. Adapun cara untuk mengetahui pola perilaku pengguna media sosial dalam menyebarkan information disorder itu sendiri dapat dilihat dari bentuk information disorder itu sendiri seperti disinformasi, misinformasi, dan malinformasi Dengan mengetahui pola perilaku dalam persebaran information disorder dapat membantu untuk menemukan solusi mitigasi dari persebaran information disorder. Dari berbagai literatur yang menawarkan upaya untuk mengatasi information disorder ini pun penulis menemukan bahwa dunia digital merupakan ekosistem yang terus berproses dan bersifat dinamis sehingga menjadi sangat rentan yang pada akhirnya penulis berkesimpulan bahwa solusi mitigasi merupakan proses dari mitigasi persebaran information disorder itu sendiri.

The increasing development of information and communication technology massively has accelerated the spread of various information, including information disorders, especially on the internet. By using the annotated bibliographic method, the author attempts to find out the behavior patterns of social media users in spreading information disorders. The way to find out the behavior patterns of social media users in spreading information disorder itself can be seen from the forms of information disorder itself such as disinformation, misinformation, and malinformation. Knowing the behavior patterns in the spread of information disorder can help us to find mitigation solutions to the spread of information disorder. From the various literature that offers efforts to overcome information disorder, the authors find that the digital world is a dynamic ecosystem that keeps continuing to process so it becomes very vulnerable. In the end, the authors conclude that the mitigation solution is a process of mitigating the spread of information disorder itself."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>