Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faris Jaisyi Umam
Abstrak :
Diabetes mellitus (DM) tipe II merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah di Indonesia. Prevalensi DM tipe n terbesar berada pada kelompok usia lanjut. Hal ini dapat menimbulkan berbagai risiko karena DM tipe n berkaitan dengan teIjadinya sarcopenia; kondisi penurunan massa dan kekuatan otot. Hal ini mendorong peneliti untuk meneliti tentang hubungan dari DM ripe II pada pasien lanjut usia dengan Kekuatan Genggam Tangan (KGT) yang mewakili kekuatan otot tangan. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Sebanyak 164 pasien usia lanjut poliklinik rawat jalan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo diikutsertakan dalam penelitian ini. Variabel yang dikumpulkan meljputi penyakit DM tipe II sebagai variabel independen, kekuatan genggam tangan sebagai variabel dependen, serta status nutrisi, usia, hipertensi, dan dislipidemia sebagai variabel perancu. Kriteria KGT menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Asian Working Group for Sarcopenia (AWGS). Analisis statistik yang digunakan adalah anal isis bivariat uji chi square dan analisis multivariat uji regresi logistik. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 40,9% pasien menderita penyakit DM tipe II sementara pasien dengan kekuatan genggam tangan rendah berdasarkan kriteria sebesar 67,1 % dari total subjek. Pasien dengan DM tipe n yang memiliki kekuatan genggam tangan rendah adalah sebesar 31,7%. Hasil uji analisis bivariat, mendapatkan adanya hubungan yang berrnakna antara penyakit DM tipe n dengan KGT yang lemah (OR, 2,331; 95% CI, 1,154-4,710; p: 0,017). Pada analisis multivariat didapatkan variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan KGT adalah DM tipe II (OR, 4,052; 95% CI, 1,776-9,245; p: 0,001), status nutrisi (OR, 2,369; 95% CI, 1,155-4,860; p: 0,019), dan usia (OR, 3,338; 95% CI, 1,547-7,203; p: 0,002).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Anindita Ralena
Abstrak :
Pengantar: Jumlah geriatri tumbuh pesat pada tahun 2015, termasuk di Indonesia. Angka geriatri di Indonesia pada tahun 2100 diprediksikan akan mencapai 3.2 miliar jiwa. Risiko demensia meningkat hingga 24% pada pasien geriatri. Hal ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang krusial, karena berbagai penyakit fatal, termasuk diabetes, dapat menyebabkan terjadinya demensia. Diabetes ditemukan pada 5.6% penduduk Indonesia, menjadikannya salah satu masalah kesehatan di Indonesia. 16 penelitian telah menemukan bahwa diabetes dapat diasosiasikan dengan demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari pasien dengan diabetes dan demensia, serta menunjukkan asosiasi antara diabetes dan demensia. Metode: Data diperoleh dari catatan medis pasien geriatri di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan dengan desain kasus-kontrol. Terdapat 106 sampel yang diambil untuk 5 variabel bebas. Masing-masing besar populasi dari masingmasing variabel diambil dari pembacaan literatur, kemudian angka-angka tersebut dikalkulasi melalui rumus kasus-kontrol. Total dari angka-angka yang dihasilkan dari masing-masing kalkulasi adalah 53. Besar sampel merupakan dua kali dari 53 untuk mengharapkan hasil yang lebih valid. Pasien inklusi dari penelitian ini adalah pasien berumur ≥60 tahun dan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dari tahun 2010-2015. Kemudian, data dibagi menjadi 35 subjek kasus (pasien demensia) dan 71 subjek kontrol (pasien non demensia). Setelah itu, latar belakang penyakit pasien diamati, apakah pasien memiliki diabetes atau faktor risiko lainnya, seperti umur, jenis kelamin, tekanan darah tinggi, dan dislipidemia. Faktor risiko yang lain ditulis sebagai variabel pengganggu dalam penelitian ini. Hasil: Analisis regresi logistik menunjukkan hubungan antara diabetes dan demensia dengan OR 2,278 (0,938; 5,532). Usia juga bertindak sebagai faktor yang berkontribusi dalam terjadinya demensia, menunjukkan OR 3,604 (1,355; 9,591). Jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan dengan kejadian demensia dengan OR<1. Sementara itu, hipertensi dan dislipidemia dapat bertindak sebagai faktor inhibisi dalam kejadian demensia, dengan OR<1. Diskusi: Diabetes dapat menyebabkan demensia dengan berbagai mekanisme, seperti komplikasi pada sistem makrovaskular, AGE yang menginduksi pembentukkan kusut neurofibriler atau penurunan enzim pendegredasi insulin, yang dapat dikaitkan dalam akumulasi beta amiloid. Sementara itu, usia dapat berkorelasi dengan penurunan fungsi sistem saraf di orang tua, serta sel-sel saraf yang rusak dapat berkontribusi pada pembentukkan plak dan kusut neurofibriler pada otak
Introduction: Number of geriatrics grew rapidly in 2015, as well as in Indonesia. Its number is predicted to rise until 3.2 billion in 2100. The risk of dementia may increase until 24% in geriatric patients. This is one of the crucial public health concerns, since various fatal diseases, including diabetes, might cause dementia itself. Diabetes has been found in 5.6% of people in Indonesia, resulting it to be one of public health concerns in Indonesia. 16 researches have found that diabetes has been associated with dementia. This research objective is to know the characteristics of patients with diabetes and dementia, as well as showing the association between diabetes and dementia. Method: Data is obtained from medical records of geriatric patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The research is done through case-control design. There are 106 samples taken for 5 independent variables. Each population size from each variable is taken from literature reading, and then the numbers are calculated through a case-control formula. The total of numbers resulted from each calculation is 53. The sample size is twice than 53 for a more valid result. Patients included in this research are all ≥60 years old and outpatients in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from year 2010-2015. Then, data is divided into 35 case subjects (dementia patients) and 71 control subjects (non dementia patients). After that, patients history is observed, whether patients have had diabetes or other possible risk factors, such as age, sex, hypertension, and dyslipidemia. Other risk factors are written as confounding variables in this research project. Results: Logistic regression analysis shows association between diabetes and dementia with OR 2,278 (0,938;5,532). Age also acts as a contributing factor in the occurrence of dementia, pointing out OR 3,604 (1,355;9,591). Sex do not show any correlation to the occurrence of dementia with OR=1. Meanwhile, hypertension and dyslipidemia can act as inhibiting factor for the occurrence of dementia, showing OR<1. Discussion: Diabetes can result to certain mechanisms in resulting dementia, such as complications in macrovascular system, AGE-induced neurofibrillary tangles or decrement of insulin-degrading enzyme, associated in inducing accumulation of amyloid-beta. Meanwhile, age can be correlated with decrement of nervous system function in elderlies, as well as nerve cells break down that may contribute in brain plaques and tangles buildup.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhian Akbar
Abstrak :
ABSTRAK
Proses penuaan memberi dampak pada fungsi tubuh manusia, salah satunya adalah sarcopenia. Sarcopenia adalah pengurangan keseluruhan massa otot skeletal dan kekuatan secara progresif. Kondisi ini bisa berkembang menjadi lemah. Frailty akan menyebabkan perubahan keseimbangan energi yang malnutrisi. Pengurangan status Gizi biasanya ditemukan pada pasien usia lanjut. Jika tidak dirawat dengan benar, negara bisa progresif. Selain itu, kekuatan genggaman tangan yang dikenal memiliki beberapa kaitan dengan beberapa kondisi pada lansia seperti sarkopenia dan kerapuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kekuatan genggaman tangan dan status gizi. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional yang dilakukan di Poliklinik Geriatrik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk pasien geriatri antara Januari September 2016. Kekuatan genggaman tangan dan status gizi diukur menggunakan Jamar Dynamometer dan Mini Nutritional Assessment. Dari 98 pasien, median kekuatan genggaman tangan adalah 18. Ada 6 pasien 6,1 dengan malnutrisi dan 59 pasien 60,2 dengan risiko kekurangan gizi dan 33 pasien 33,7 dengan status gizi normal. Berdasarkan uji korelasi Pearson, kekuatan genggaman tangan berhubungan dengan status gizi p 0,008 dan r 0,268. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kekuatan genggaman tangan berhubungan dengan status gizi.
ABSTRAK
Process of aging give some impact to function of human body, one of them is sarcopenia. Sarcopenia is overall reduction of skeletal muscle mass and power progressively. This condition can develop become frailty. Frailty will lead to change of energy balance which is malnutrition. Reduction of Nutritional status is commonly found in elderly patient. If it is not treated properly, the state can be progressive. Besides, hand grip strength well known has some association to several condition in elderly such as sarcopenia and frailty. The aim of this research is to find the correlation between hand grip strength and nutritional status. This research using cross sectional design was conducted in Geriatric Policlinic of Cipto Mangunkusumo Hospital to geriatric patients between January September 2016. Hand grip strength and nutritional status was measured using Jamar Dynamometer and Mini Nutritional Assessment. From 98 patients, the median of hand grip strength was 18. There were 6 patients 6,1 with malnutrition and 59 patients 60,2 with risk of malnutrition and 33 patients 33,7 with normal nutritional status. Based on Pearson correlation test, hand grip strength has correlation with nutritional status p 0,008 and r 0,268 . The conclusion of this research is hand grip strength has correlation with nutritional status.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Wiraguna
Abstrak :
ABSTRAK
Kualitas hidup pada usia lanjut akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Menurunnya kualitas hidup pada usia lanjut dapat disebabkan oleh penurunan massa otot, kekuatan otot, dan aktivitas fisik yang dikenal sebagai sarkopenia atau penyakit kronik-degeneratif. Salah satu bentuk skrining sarkopenia adalah menilai kekuatan genggam tangan. Kekuatan genggam tangan diduga dapat memprediksi kualitas hidup populasi usia lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kekuatan genggam tangan yang diukur dengan dinamometer Jamar dengan kualitas hidup yang diukur dengan kuesioner EQ-5D dan EQ-5D VAS pada pasien usia lanjut. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan dilakukan pada 123 pasien usia lanjut di Poli Klinik Geriatri Terpadu RSUPN Cipto Mangunkusumo. Hasil analisis dengan uji Spearman menunjukkan bahwa terdapat korelasi bermakna antara kekuatan genggam tangan dan kualitas hidup yang diukur dengan kuesioner EQ-5D r = 0,219; p = 0,015 maupun EQ-5D VAS r = 0,266; p = 0,003 . Sebagai kesimpulan, kekuatan genggam tangan memiliki korelasi bermakna dengan kualitas hidup pada pasien usia lanjut.
ABSTRAK
The quality of life in elderly will decrease with age. Declining quality of life in elderly due to decreased muscle mass, muscle strength, and physical activity is known as sarcopenia and suffering from chronic degenerative diseases. One form of sarcopenia screening is assessing the hand grip strength. Hand grip strength could be expected to predict the quality of life of the elderly population. This study aimed to determine the correlation of hand grip strength measured by Jamar dynamometer with the quality of life measured by the EQ 5D and EQ 5D VAS questionnaire in elderly patients. This study used cross sectional design and conducted on 123 elderly patients in Integrated Geriatric Poly Clinic Cipto Mangunkusumo General Hospital. The results of the analysis with Spearman test showed a significant correlation between hand grip strength with quality of life as measured by the EQ 5D questionnaire r 0.219 p 0.015 and EQ 5D VAS questionnaire r 0.266 p 0.003 . In conclusion, there are significant correlation between hand grip strength with quality of life in elderly patients.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Kurnia Pratama
Abstrak :
Penuaan adalah proses alamiah yang dapat dilihat dari penurunan massa otot atau sarkopenia. Sarkopenia merupakan masalah karena terkait dengan peningkatan risiko jatuh. Oleh karena itu, kemampuan fisik orang usia lanjut perlu diketahui sejak awal. Pengukuran kekuatan genggam tangan digunakan untuk mengukur kekuatan otot tangan dan timed up and go test digunakan untuk mengukur mobilitas fungsional. Sampai saat ini korelasi keduanya belum diketahui sehingga korelasi keduanya perlu diteliti di samping mencari rerata keduanya. Penelitian ini dilakukan pada 73 pasien usia lanjut di Poliklinik Geriatri RSCM berupa pengukuran kekuatan genggam tangan dengan dinamometer Jamar dan TUGT dengan pengukur waktu. Uji normalitas data tersebut dilakukan dan diikuti dengan uji korelasi Spearmann. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna dengan hubungan menengah r=-0,568, p=0,000 . Rerata kekuatan genggam tangan dalam mean yang didapatkan adalah sebesar 19,1 kg sedangkan rerata mobilitas fungsional yang didapatkan dalam median adalah sebesar 12,8 5,9-30,9 s. ......Aging is a normal process happened and can be viewed from muscle mass reduction or sarcopenia. Sarcopenia is problematic since it is correlated with higher fall risk. Based on that finding, early measurement of physical performance of elderly is a necessary. Hand grip strength can be measured to assess hand muscle strength while timed up and go test TUGT is used to assess functional mobility. However, correlation of both variable hasn rsquo t been clearly explained thus makes this research is needed. This research was also done to measure the average of hand grip strength and functional mobility on elderly patient. This research was done on elderly patient in Geriatric Policlinic of RSCM by measuring hand grip strength using Jamar dynamometer and measuring TUGT using stopwatch. Correlation between two variables are calculated by Spearmann correlation test after being tested their normality using normality test. The result showed there are significantly meaningful moderate correlation between hand grip strength and functional mobility p 0,000, r 0,568 . The average of the hand grip strength is 19,1 kg in mean and the average of the functional mobility is 12,8 5,9 30,9 s in median.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70308
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aji Muharrom
Abstrak :
ABSTRAK
Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di dunia maupun di Indonesia. Terdapat berbagai faktor risiko stroke baik yang dapat dimodifikasi maupun yang tidak. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang paling penting yang dapat dimodifikasi. Namun demikian, masih belum jelas karakteristik hipertensi seperti apa yang paling berisiko terkena stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara lamanya hipertensi, tekanan darah sistolik tertinggi yang pernah dicapai, serta kategori hipertensi dengan terjadinya stroke. Penelitian dilakukan menggunakan desain studi kohort retrospektif pada pasien usia lanjut penderita hipertensi di Poliklinik Geriatri RSUPN-Ciptomangunkusumo tahun 2012-2016. Terdapat 207 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, dengan 40 di antaranya tercatat menderita stroke. Analisis bivariat menunjukkan hubungan antara lamanya hipertensi dengan stroke p=0.046 , sementara tidak ada hubungan p>0.05 antara tekanan darah sistolik tertinggi yang pernah dicapai maupun kategori hipertensi. Hasil uji multivariat dengan penyesuaian terhadap variabel perancu mendapatkan hubungan antara lamanya hipertensi dan stroke dengan OR 2.019 1.004 ndash; 4.063;IK 95 . Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan terjadinya stroke adalah lamanya hipertensi.
ABSTRAK
Stroke is the second highest leading cause of death both in the world and in Indonesia. There are various modifiable and non modifiable risk factors of stroke. Among them, hypertension is a well established important stroke risk factor that is modifiable. However, it is unclear which characteristics of hypertension contributes most to the incidence of stroke. This study aimed to determine the association between duration of hypertension, highest systolic blood pressure, and hypertension stages with stroke incidence. A cohort retrospective study was done among elderly hypertensive patients in Geriatric Polyclinic of Ciptomangunkusumo National General Hospital between 2012 and 2016. From 207 subjects, there are 40 stroke incidences. Bivariate analysis showed association between duration of hypertension and incidence of stroke p 0.046 , while there is no association between stroke and either highest systolic blood pressure or hypertension stages. Multivariate analysis with adjustments for confounding variables showed association between duration of hypertension and stroke with OR 2.019 1.004 ndash 4.063 95 CI . From this result, it is concluded that duration of hypertension has the strongest association to stroke.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Henry Ratno Diono
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Penyakit kardiovaskular merupakan ancaman bagi pasien lupus eritematosus sistemik LES . Penilaian indeks massa tubuh IMT sebagai faktor risiko tradisional penyakit kardiovaskular bersifat tidak akurat akibat terjadinya kaheksia reumatoid pada pasien LES. Pengukuran persentase lemak viseral secara khusus diperkirakan dapat menggantikan IMT. Kekakuan arteri KA merupakan prediktor penyakit kardiovaskular dan penelitian yang ada membuktikan bahwa terjadi peningkatan kekakuan arteri pada pasien LES. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara persentase lemak viseral dengan kekakuan arteri pada pasien LES. Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien LES yang berobat di poliklinik Reumatologi/ Alergi-Imunologi RSCM dalam periode Maret-Mei 2016. Dilakukan pengukuran KA lokal dengan USG arteri karotis komunis menggunakan teknik rf-echotracking untuk mendapatkan nilai pulse wave velocity PWV serta penilaian persentase lemak viseral menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis BIA - Karada Scan HBF-214.Hasil Penelitian : Sebanyak 56 pasien perempuan yang menderita LES diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata nilai KA PWV yaitu 7,23 1,40 m/detik yang termasuk dalam kategori kaku. Rerata persentase lemak viseral didapatkan 4,28 2,74 yang termasuk dalam kategori normal. Pada analisis bivariat tidak didapatkan korelasi persentase lemak viseral dengan KA, dengan nilai r = 0,101 p = 0,458 Kesimpulan : Tidak terdapat korelasi antara persentase lemak viseral dengan kekakuan arteri pada pasien LES yang memiliki persentase lemak viseral yang normal.
ABSTRACT
Background Cardiovascular disease is a threat for systemic lupus erythematosus SLE patients. Assessment of body mass index BMI as the traditional risk factor for cardiovascular disease is not accurate due to the occurrence of rheumatoid cachexia. The measurement of visceral fat percentage is expected to replace the assesment of BMI . Arterial stiffness AS is a predictor of cardiovascular disease and many studies have shown arterial stiffness in SLE patients. This study was aimed to find correlation between visceral fat percentage and arterial stiffness in SLE patients. Methods A cross sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital rheumatology allergy immunology outpatient clinic between March May 2016. Arterial stiffness was measured by carotid artery ultrasound using rf echotracking technic to get pulse wave velocity PWV value. Assessment of visceral fat percentage was measured by using bioelectrical impedance analysis BIA Karada Scan HBF 214 . Results 56 SLE female subjects met the inclusion criteria. Mean of PWV 7,23 1,40 m s, which was categorized in stiff artery. Mean of visceral fat percentage 4,28 2,74 , which was categorized in normal. In bivariate analysis we found no correlation between visceral fat percentage with arterial stiffness r 0,101 p 0,458 Conclusion There was no correlation between visceral fat percentage with arterial stiffness PWV in SLE patients with normal percentage of visceral fat.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inolyn
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Tromboemboli vena merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada pasien kanker. Belum ada sistem skor untuk memprediksi TVD pada pasien tanpa gejala dan tanda trombosis. Sistem skor Wells merupakan sistem skoring yang awalnya digunakan untuk memprediksi TVD pada pasien dengan faktor risiko trombosis dan secara klinis diduga suspected TVD, tetapi, belum digunakan pada pasien-pasien yang tanpa gejala dan tanda TVD. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kegunaan skor Wells yang dilanjutkan dengan algoritma ACCP IX pada pasien kanker yang asimtomatik TVD.Tujuan: Mengetahui kegunaan skor Wells dalam mendiagnosis TVD pada pasien kanker yang tidak menunjukkan gejala dan tanda trombosis asimtomatik .Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Pasien kanker yang insidens trombosis vena dalamnya tinggi tanpa gejala dan tanda TVD , dihitung skor Wells dan dilanjutkan dengan algoritma diagnostik ACCP IX untuk mendiagnosis TVD.Hasil: Penelitian ini merekrut 100 pasien kanker yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan mendapatkan kejadian TVD pada 2 pasien kanker yang tidak menunjukkan gejala dan tanda TVD. Sebagian besar pasien 93 memiliki skor Wells unlikely < 2 . Hasil D-dimer lebih dari 500 g/l didapatkan pada 60 subyek penelitian. Berdasarkan uji statistik, skor Wells memiliki nilai kalibrasi yang kurang baik p < 0,01 dan nilai diskriminasi area under the curve AUC sangat lemah 47,4 . Kesimpulan: Skor Wells tidak dapat digunakan untuk memprediksi TVD pada pasien kanker yang tidak memiliki gejala dan tanda TVD. Proporsi pasien kanker dengan TVD tanpa gejala dan tanda trombosis adalah 2 . Kata Kunci: asimtomatik, kanker, skor Wells, trombosis vena dalam
ABSTRACT
Background Venous thromboembolism is the main cause of morbidity and mortality in cancer patients. Until now there was no scoring system to predict deep vein thrombosis DVT in patients with risk factors but without sign and symptoms of thrombosis. Wells score was designated to predict patients who were clinically suspected as having DVT, but not yet used for patients who were asymptomatic. We investigate whether Wells score followed by ACCP IX guideline can be used to predict DVT in cancer asymptomatic patient. Purpose To investigate the use of Wells score in diagnosing DVT in asymptomatic cancer patients. Method We conducted a cross sectional study in cancer patients whose incidence of thrombosis were highest, without sign and symptoms of DVT. We calculated the Wells score from each patients and then chose the appropriate diagnostic examination in accordance to ACCP IX guideline. Result A total of 100 patients were enrolled in this research. We found the proportion of asymptomatic DVT in cancer patients was 2 . Most of the subjects has low Wells score 93 of subjects, score 2, categorized as unlikely and high D dimer 60 of subjects, concentration of 500 g l . Based on statistical test, Wells score had a poor calibration score p 0,01 and low area under the curve 47,4 . Conclusion Wells score cannot be used as a prediction model to predict DVT in asymptomatic cancer patients. The proportion of asymptomatic DVT in cancer patients was 2 . Keywords asymptomatic, cancer, deep vein thrombosis, Wells score
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaira Utia Yusrie
Abstrak :
Latar Belakang: Keganasan saluran cerna bagian atas terutama esofagus dan gaster merupakan penyebab kematian akibat kanker keenam dan ketiga di dunia. Beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan pasien pada pasien keganasan esofagus, gaster dan duodenum dalam studi yang terpisah telah banyak dilakukan, namun saat ini belum diketahui sepenuhnya faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kematian pasien keganasan saluran cerna bagian atas di Indonesia dengan pengembangan model prognostik. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prognostik kematian 1 tahun pada pasien keganasan saluran cerna bagian atas di Indonesia. Metode: Studi kohort retrospektif berbasis data rekam medis pasien keganasan saluran cerna bagian atas di RSUPN Cipto Mangunkusumo (2015-2019). Analisis bivariat dan multivariat dengan uji statistik Cox Proportional Hazards Regression Model dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor independen yang mempengaruhi kematian pasien keganasan saluran cerna bagian atas. Sistem skor dikembangkan berdasarkan identifikasi faktor-faktor tersebut. Hasil: 184 pasien dianalisis, sebagian besar laki-laki (58,7%), dengan rata rata usia 54,5 tahun. Faktor-faktor independen yang berhubungan dengan kematian 1 tahun pasien keganasan saluran cerna bagian adalah usia > 60 tahun dengan HR 1,93 (IK95% 1,30-2,88), indeks massa tubuh < 20 dengan HR 2,04 (IK95% 1,25- 3,33), riwayat merokok dengan HR 1,77 (IK95%1,20-2,61), performa status ECOG > 2 dengan HR 3,37 (IK95% 2,11-5,37), stadium tumor dengan stadium 4 dengan HR 9,42 (IK95% 1,27-69,98) dan stadium 3 HR 9,78 (IK95% 1,31-72,69), dan derajat diferensiasi tumor dengan HR 2,30 (IK95% 1,48-3,58) Kesintasan 1 tahun adalah 39,7% dengan median survival 9 bulan. Skor prognotik kematian keganasn saluran cerna bagian atas yang dikembangkan memiliki nilai AUC yang baik 0,918 Kesimpulan: Faktor-faktor independen yang berhubungan dengan kematian 1 tahun pasien keganasan saluran cerna bagian atas adalah usia, indeks masa tubuh, riwayat merokok, performa status, stadium tumor, derajat diferensiasi tumor dan keterlambatan intervensi. Kesintasan 1 tahun pasien keganasan saluran cerna bagian atas adalah 39,7%. Telah dibuat sistem skor prediksi probabilitas kematian keganasan saluran cerna bagian atas ......Background: Upper gastrointestinal malignancy especially esophageal and gastric cancer is the sixth and third leading cause of cancer-related deaths worldwide. Some studies have been done separately to investigate factors which associated with survival in patients with upper gastrointestinal malignancy, but not fully evaluated which factors associated with mortality patients with upper gastrointestinal malignancy regarding variables and prognostic score model. Objective: To assess prognostic factors for one-year mortality in patients with upper gastrointestinal malignancy in Indonesia Methods: Retrospective cohort study using the hospital database of patients with upper gastrointestinal malignancy at Cipto Mangunkusumo Hospital (2015-2019). Bivariate and multivariate cox proportional hazards regression analysis were performed to identify independent factors associated with mortality upper gastrointestinal malignancy. Scoring system were developed based on the identified factors. Results: 184 patients were analyzed, mostly male (58,7%) with average ages 54,5 years old. Independent factors associated with one-year mortality were age > 60 years with HR 1,93 (95%CI 1,30-2,88), body mass index < 20 with HR 2,04 (95%CI 1,25-3,33), smoking history with HR 1,77 (95%CI 1,20-2,61), performance status ECOG > 2 with HR 3,37 (95%CI 2,11-5,37), clinical stage which is 4th stage HR 9,42 (95%CI 1,27-69,98) and 3rd stage HR 9,78 (95%CI 1,31-72,69), and cellular differentiation grade with HR 2,30 (95%CI 1,48-3,58). One-year survival rate was 39,7% with median survival was 9 months. The scoring system for predicting mortality had AUC values of 0,918 respectively. Conclusion: The independent factors associated with one-year mortality were age, body mass index, smoking history, performance status, clinical stage of tumor, cellular differentiation grade, and delay for start treatment. 1-year survival rate was 39,7%. The mortality probability prediction scoring system has been developed for upper gastrointestinal malignancy
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yassir
Abstrak :
LATAR BELAKANG. Progresifitas penurunan sekresi insulin sudah terjadi sebelum individu didiagnosis sebaai DM tipe-2 baru karena kelelahan sel beta pankreas untuk mengatasi resistensi insulin. Efek glukotoksisitas, Iipotoksisitas dan amiloidosis pada sel beta pankreas menyebabkan proses tersebut terus berlanjut walaupun pasien telah diterapi dengan baik. Berbagai penelitian memperlihatkan sebagian besar penyandang DM tipe-2 baru ditemukan dengan fungsi sel beta pankreas yang sudah rendah. Populasi tersebut lebih cepat mengalami kegagalan terapi dibandingkan populasi dengan fungsi sel beta pankreas yang masih baik akibat progresifitas penurunan sekresi insulin yang lebih cepat, sedangkan resistensi insulin dalam tingkatan yang sama. Akibatnya prevalensi kegagalan mencapai kontrol glukosa darah yang baik menjadi tinggi pada populasi tersebut, dan merupakan salah satu penyebab komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular yang semakin meningkat. Di poliklinik diabetes RSCM dan berbagai puskesrnas di Jakarta, sebagian besar penyandang DM tipe-2 sulit untuk mencapai kontrol glukosa darah yang baik dan tingginya prevalensi komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular. Apakah populasi tersebut sudah berada dalam fungsi sel beta pankreas yang rendah? Penelitian ¡ni bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi sel beta pankreas melalui perhitungan HOMA-B dan resistensi insulin melalui perhitungan HOMA-IR pada subyek penyandang DM tipe-2 baru yang berobat di poliklinik diabetes RSCM. METODOLOGI. Dirancang studi potong lintang dengan analisis deskriptif. Prosedur yang dilakukan adalah subyek dipuasakan selama 10 jam lalu diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa dan insulin puasa. Dari hasil tersebut dilakukan penghitungan HOMA-B dan HOMA-IR. HASIL. Telah dilakukan pengambilan data terhadap 100 subyek. Nilai median usia 52 tahun. 51% dan subyek mempunyai riwayat keluarga DM dan sebagian besar subyek adalah obes sebanyak 54%. Sebagian besar subyek dalam kelompok nilai HOMA-B yang sangat rendah yaitu kurang dari 25 pmol/mmol sebanyak 55% dengan nilai median 17,14 pmol/mmol, dan dalam kelompok nilai HOMA-IR yang rendah yaitu kurang dari 3 pmol-mmol/l2 scbanyak 61% dengan niai median 245 pmol-mmol/l2. SIMPULAN. Sebagian besar penyandang DM tipe-2 baru di poliklinik diabetes RSCM adalah obes dan manpunyai riwayat keluarga DM. Sebagian besar subyek berada dalam kelompok fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin yang rendah.
BACKGROUND. The declining of insulin secretion already happened before the patent diagnosed type 2 diabetic, caused by beta cell pancreas failure in order to compensate insulin resistance. The glucotoxicity and lipotoxicity effect combined with amyloidosis onì beta cell pancreas caused continuing declining process progessiveIy even though the patient has been treated. Most of the previous studies showed that many new type 2 diabetic patients have already had low beta cell finction. This population failed to achieve targeted therapy faster than population with good beta cell function, because faster the declining of insulin secretion. However, innsulin resistance was almost constant. Because of that, prevalence of failed to achieve good blood glucose control were high and one of the mechanisms cause micro and macro vascular complication will increase. Many type 2 diabetic who attended in endocrine metabolic clinic in Cipto Mangunkusumo hospital and Primary Health Care in Jakarta failed to achieve good blood glucose control and there were high incidence of macro and micro vascular complication We hypothesized that many new type 2 diabetIc patients in endocrine metabolic clinic in Cipto Mangunkusumo have already had low beta cells function. We investigated the profile of beta cells function by calculated IIOMA-13 and insulin resistance by calculated ROMA-IR in new type 2 diabetic patients who attenckxl in endocrine metabolic clinic ¡n Cipto Mangunkusumo hospital. METHOD. A descriptive-cross sectional study was conducted. After 10 hours fasting, new type 2 diabetic patients were checked for fasting blood glucose and fasting insulin concentration. Based on those numbei, The HOMA-B and HOMA-IR were calculated. RESULT. Based on the results of 100 patients. Median value of age was 52 years old. 51% of the subjects had family history of diabetic and most of them were obese in 54% subjects. Most of the subjects were in lower HOMA-B value less than 25 Pmol/mmol in 55% of the subiects with median NOMA-B vahe was 17,14 pmol/mmol and wese in lower HOMA-IR less than 3 pmol-mmol,I2 in 61% of the subjects with median HOMA-ER value was 2,45 pmol-mmol/12 groups. CONCLUSION. Many new type 2 diabetic patients, who attended in endocrine metabolic Clinic in Cipto Mangunkusumo hospital, were obese and have already had family history of diabetic. Most of the subjects were in low pancreas beta cell function and insulin resistance groups.
2007
T23366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>