Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simbolon, Manotar Freendom
"Pendahuluan : Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi, dari hulu sampai hilir mempunyai peranan dalam memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan. Salah satu peralatan operasi paling panting dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi adalah tangki penimbun. Hasil produksi usaha Minyak dan Gas Bumi, balk sebelum dan sesudah proses pemumian pengolahan, disimpan di dalam tangki penimbun. Dalam operasinya, tangki penimbun dapat mengalami kegagalan operasi seperti kebocoran, kebakaran, tumpahan, ledakan, collapse yang disebabkan oleh vacuum dan menggelembung bahkan pecah yang disebabkan oleh overpressure. Berdasarkan hal -hal tersebut di etas, maka perlu dilakukan analisis lebih lanjut unluk mengetahui kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan collapsenya tangki A-24.
Metode: Penelitian ini menggunakan pendakatan metode analisis pohon kegagalan (Fault Tree Analisys) untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian colLapsenya tangki A-24, dengan melakukan studi evaluasi kualitatif dan semi kuantitatlf dimana data yang diteliti berasal dari data primer (laporan hasil penyelidikan) dan data sekunder yang terkait dengan kebijakan perusahaan, peranoangan, pengoperasian, inspeksi dan pemeliharaan tangki penimbun dan peralatan lain yang ada di PT. X. Diharapkan dengan analisis pohon kegagalan ini diketahui faktor atau beberapa faktor yang paling dominan penyebab collapsenya tangki A-24.
Telitian: Aspek input adalah kebijakan perusahaan mengenai K3LL, dokumen desain dan konstruksi tangki, pompa dan peralatan lainnya, Dokumen operasi, inspeksi dan perawatan tangki termasuk peralatan pemafasan tangki, pompa dan peralatan lainnya serta laporan kecelakaan Collapsemya tangki A-24. Aspek Proses adalah evaluasi kebijakan perusahaan, pengumpulan data, evaluasi dan analise data menggunakan Fault Tree Analysis. Aspek output adalah diketahuinya penyebab paling dominan collapsenya tangki A-24 den adanya rekomendasi untuk mencegah terjadinya collapse dimasa yang akan datang.
Kesimpulan : Faktor yang mengawali terjadinya penyebab langsung dan penyebab dasar adalah kelemahan kontrol atau pengawasan oleh manajemen. Faktor paling domlnan penyebab collapsenya tangki A-24 disebabkan tidak berfungslnya breather valve dan goose neck (unsafe condffion). Faktor - faktor seperti operasi pampa tidak normal, korosi atap dan dinding tangki, perubahan cairan yang ditimbun dan perubahan temperatur atau tekanan cairan di dalam tangki dapat secara tidek langsung menyebabkan collapsenya tangki A-24 (unsafe condition). Sedangkan belum sempurnanya instruksi tertulis, kurangnya kepatuhan tehadap perundang-undangan serta kurangnya pengetahuan dan kelerampilan SOM secara tidak langsung menyebabkan collapsenya tangki A-24 (basic cause dan lack of control).

Oil and gas operation activities, from the downstream to the upstream, have a great role in giving some add values to the continuous growth of the national economics. One of the most important equipment in the oil and gas operation activities is the storage tanks. Oil and gas products, before and after the refinery processes, are stored in the storage tank. In its operation, storage tank may undergo some operation failures, such as leakage, fire, spill, explosion, collapsed (caused by vacuum condition) and even burst (caused by overpressure). Based on the situation above mentioned, it is important to make a further analysis to find other possible factors that cause the A-24 tank to collapse.
Method: This research use Fault Tree Analysis method to find factors that are affecting A-24 tank to collapse, using qualitative and semi-quantitative study to evaluate primary data (investigation report) and secondary data related to company policy, design, operation, inspection and maintenance of the storage tank and other equipment in PT X. From this fault tree analysis, it is expected that the most dominant factor or factors to the collapse of the A-24 tank can be found.
Concern: The input aspects are company policy on safety, health and environmental; tank, pump and other equipment design and construction documents; operation, inspection and maintenance documents of tank and its breathing equipment, pump and other equipment; and incidental data of the A-24 tank collapse case. The process aspects are company policy evaluation and data collection, evaluation and analysis using Fault Tree Analysis method. The output aspects are to find the most dominant cause of the A-24 tank collapse and to give recommendation to prevent tank collapse in the future.
Summary: The factor that starts direct cause and basic cause is management lack of control or supervision. The most dominant factor to the A-24 tank collapse is the malfunction of breather valve and goose neck (unsafe condition). Some factors, such as abnormal pump operation, corroded tank roof and shell, change of liquid stored, and change of liquid temperature and/or pressure inside the tank, may indirectly cause the A-24 to collapse (unsafe condition). While improper written instruction, lack of compliance to regulation, lack of knowledge and unskillful human resources, may indirectly cause the collapse of the A-24 tank."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T32491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Noor
"ABSTRAK
Pada setiap perusahaan terdapat tiga komponen pokok yaitu pekerja, alat
kerja dan Iingkungan kerja di mana satu dengan yang lainnya saling
memepengaruhi produkrivitas kerja karyawannya. Setiap pekerja mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja
guna mewujud kan produktivitas kerja yang optimal.
Pabrik daur uiang batere Pb, akan melepaskan berton-ton Pb ke
Iingkungan jika tidak dikendalikan. Pb yang di cairkan pada proses daur ulang
akan menghasilkan fume dan debu Pb yang termasuk Iogam berat. Ketika
masih di udara logam berat ini dapat saja terabsorbsi ke dalam tubuh manusia
melalui jalur pernafasan, pencernaan dan kulit.
Peneritian ini dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor yang berhubungan
dengan kandungan timbal di dalam darah pekerja pabrik daur ulang batere
timbal (Pb) PT. X.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode cross sectional
karena pengukuran paparan dan akibat yang ditimbulkan dibuat pada waktu yang sama dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Data primer
didapatkan dari observasi Iangsung di PT. X, dan wawancawa dengan pekerja
dengan menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi Pb di ruang kerja
berhubungan dengan kandungan Pb di dalam darah pekerja pabrik PT X.
Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung diri
dengan kandungan Pb di dalam darah pekerja. Di samping itu tempat kerja,
yaitu ruang produksi atau ruang kantor, juga merupakan faktor yang
berhubungan dengan kandungan Pb di dalam darah pekerja pabrik PT X.
Saran bagi pabrik PT X, adalah penambahan exhaust fan di area mehfing,
penunjukan pengawas pemakaian APD, dan sosiafisasi kembali tentang bahaya
Pb dan penggunaan APD kepada para pekerja.

ABSTRACT
Every company has three main component, i.e. workers, equipment and
working environment. These componets are interacted each other to create
worker productivity. Every worker has right to be protected of their occupational
health and safety to optimize the productivity.
Lead battery recycling factory, will generate tons of Pb to the environment
if it is not managed. Lead melting proces will generate Pb fume and dust that
categorized as heavy metals and hazardous. The fume and dust can be
absorbed to workers body through inhalation, ingestion and skin.
This research is conducted to assess factors that related to blood lead in
workers of lead battery recycle factory PT. X.
Method used in this research is cross sectional due to exposure is
measured at the same time with the consequence. The research used primary
and secondary data. Primary data is get through observation at PT. X and
distribute quetionnaire to the workers. The result shows that there is relation between Pb concentration in
working area and workers blood Pb. There is signiticant relation between used
of personal protective equipment (PPE) and workers blood Pb. The other factor,
i.e, working place, is related to workers blood Pb significaltly as well.
Some recommendation for PT X, includes add of exhaust fan at melting
area, appoint supervisor to control use of PPE and re-socialize hazard Pb and
use of PPE to workers.

"
2007
T34524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsye As Safira
"ABSTRAK
Pendahuluan: Upaya pencegahan sakit akibat kerja karena pajanan bahan
kimia dapat dilakukan melalui program kesehatan kerja yang berbasis risiko.
Kajian risiko penting bagi Proyek Konstruksi LNG. Pekerjaan yang bersifat
jangka pendek, jumlah tenaga keria yang besar, Iokasi proyek di daerah
terpencil dan dengan jenis pekerjaan yang sangat bervariasi serta dikerjakan
secara simultan (SIMOPS) dapat menimbulkan berbagai macam risiko
kesehatan kerja melalui pajanan berbagai macam bahaya kesehatan termasuk
bahan-bahan kimia.
Metode: Penelitian ini bersifat dekriptif dengan meiakukan evaluasi penggunaan
pendekatan He-althMap dalam mengkaji risiko bahan kimia pada Proyek
Konstruksi LNG di Perusahaan X yang dilakukan pada tahun 2007. Evaluasi
dilakukan dengan cara membandingkan hasil kajian risiko yang diperoleh
melalui pendekatan Hea!thMap dengan hasil kajian risiko yang diperoleh melalui
Studi Iiteratur. Hasil telitian: ldentifikasi Hazard. Beberapa hazard bahan kimia tidak
teridentifikasi seperti benlium, karbon monoksida, debu, gas, isocyanates. Tidak
teridentirikasinya hazard tersebut karena kurangnya kompetensi pelaksana dan
tidak tersedianya alat bantu. Kaiian Pa'|anan. Faktor ketidakpastian cukup besar
karena tidak tersedianya data pajanan, kesulitan menentukan besar relatif
populasi terpajan dan terbatasnya informasi untuk mengestimasi tingkat
pajanan. Kaian dan Prioritisasi Risiko. Tingkat risiko Iebih ditentukan dari aspek
konsekuensi atau dampak kesehatan. Pnoritisasi diiakukan untuk menyesuaikan
dengan kemampuan proyek dalam melakukan tindak-Ianjut.
Kesimpulanz ldentifikasi Hazard. (1) Pemberian alat bantu berupa daftar
periksa dapat membantu proses identiiikasi hazard. (2) Kompetensi pelaksana
identifikasi hazard mempengaruhi hasil identihkasl. (3) Proses prioritisasi pada
tahap identitikasi hazard mengakibatkan tidak terkajinya beberapa hazard
bahan kimia pada tahapan selanjutnya. Ka`|ian Pa'|anan. (1) Penentuan tingkat
pajanan yang berdasarkan nilai ambang batas sulit untuk dipahami oleh
karyawan yang non-specialist. (2) Kajian pajanan dilakukan dengan hanya
mempertimbangkan besar relatif populasi berisiko. (3) Terdapat tingkat
ketidakpastian yang tinggi dalam menentukan besar pajanan tanpa data
pengukuran lingkungan kerja. Kaiian dan Prioritisasi Risiko. (1) Penentuan
tingkat risiko berdasarkan tingkat hazard atau pajanan yang lebih tinggi sudah
tepat. (2) Diperlukan kekuatan analisa assessor dalam menentukan tingkat
risiko. (3) Hasil Healthlvlap belum bisa dijadikan basis yang kuat dalam
pengembangan manajemen dan program kesehatan kerja. (3) HealthMap
sebagai screening awal dalam kajian risiko dapat membantu perusahaan agar
dapat Iebih etisien dan efektif dalam melakukan manajemen risiko.

ABSTRACT
Introduction: Occupational illnesses due to exposure to chemicals can be
prevented through risk»based occupational health programs. Therefore, risk
assessments are important during the construction phase of the LNG project. A
variety of occupational health risks, including exposure to chemicals, can be the
result of:
~ Short-term work activities,
» Large numbers ofworkers,
» Remote area locations, `
~ Various types of work performed simultaneously (SIMOPS).
Method: This research, conducted in 2007, is descriptive in nature and was
carried out by evaluating the implementation of the ?HealthMap" approach in
assessing chemical risks during the construction phase of the LNG project at
Company X. This evaluation was conducted by comparing the results of the
health risk assessment from the HealthMap approach and literature.
Research results: Hazard Identitication: Several chemical hazards were not
identitied, such as beryllium, carbon monoxide, dust, gas, and isocyanates due
to a lack of competent skills of the personnel involved and unavailability of
hazard identification tools. Exposure Assessment: There was a great deal of
uncertainty due to an unavailability of data regarding exposure, dificulties in
estimating the populations at risk and limited information available to estimate
the exposure levels in the workplace. _Risk Assessments and Prioritizations:
Risk levels were determined by focusing more on the consequences rather than
the effects of the hazards themselves. Prioritizations were determined to ensure
that the project is capable of implementing the risk control programs.
Conclusions: Hazard Identification: (1) A checklist as a tool to identify hazards
is necessary to optimize this process. (2) The competencies of personnel who
cany out the hazard identitications are critical in ensuring that the results are accurate. (3) Prioritization processes during the hazard identification may result
in the overlook of chemical hazard review in the next stage.
Exposure Assessment: (1) Determining the exposure levels based on threshold
limit value is difticult for non-specialist personnel to understand. (2) Exposure
assessments are conducted by merely considering the relative numbers of
people at risk. (3) There is still a great deal of uncertainty about how to
determine the exposure levels without any access to workplace environmental
monitoring data.
Risk Assessments and Prioritizations; (1) Detennining risk levels based on more
stringent level between the effects of hazards and exposure would be more
suitable. (2) Personnel with more highly developed analytical skills are required
to determine the risk levels. (3) The HealthMap results are not adequate as a
basis for developing occupational health management and programs. (3) Using
Healthlvlap as a preliminary screening to assess health risks can assist the
company in becoming more efhcient and effective in managing risks.

"
2007
T34552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Ikhsan Derana
"Tesis ini menganalisa Akar penyebab utama kecelakaan kerja "Kurangnya Pengetahuan tentang Manajemen Resiko pada Pekerjaan dan Evaluasi" di PT "X" tahun 2005 2008, menggunakan data dari laporan keceiakan dan laporan investigasi kecelakaan kerja yang diakses dl Departemen HSE PT "X" pada bulan Maret - Mei 2010. Penelitian ini adalah merupakan studi kuaiitatif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Penyebab Dasar (Faktor manusia dan Faktor pekerjaan), Penyabab Langsung (Tindakan tidak standar dan Kondisi tidak standar), Tidak dilakukannya tahapan-tahapan 'Manajemen risiko' secara benar, Kurangnya pengawasan, dan Faktor peketja tidak tetap (Kontrak:tor) baik secara individu maupun bersama-sama berkon1ribusi sebagai Ak.ar penyebab teJjadinya kecelakaan-kecelakaan ini.
Hasil penelitian ini juga menyarankan kepada PT "X" untuk melak.ukan Pelatihan yang komprehensif untuk Penyebab Dasar dan Penyebab Langsung, sedangkan untuk Manajemen risiko disamping pelatihan, juga komitmen, pengawasan, sosialisasi komunikasi, penerapa.n reward dan punishment.

This Thesis analyzed of the Main Root Cause on Occupational Incidence "Poor on Job Risk Management and Evaluation" at PT "X" year 2005 - 2008, by using the incidence and incidence investigation reports accessed at PT "X" HSE Department in arch.
The summaries of the research are that the Contributory causes (Personal and Job factors), Immediate causes (Unsafe actions and un.safe condition), Improperly in risk management processes, Poor on monitoring, and Contractors? workers factor as individually and/or their togetherness contributed as root cause of these incidences.
This research recommended to PT "X" as well to conduct a comprehensive trainings for the Contributory and Immediate causes, while for the risk management not only to conduct the training, but also to increase the commitment, monitoring, socialization and communication. and the implementation on reward and punishment."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T32384
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Basuki Ario Seno
"Partikel debu lingkungan kerja yang berukuran 0,1 - 10 p.m dapat membahayakan kesehatan, karena partikel ini di udara yang relatif lama dan akan terhirup oleh pekerja melalui saluran pernafasan, yang pada akhirnya akan menimbulkan penyakit saluran pernafasan. Adakah hubungan pajanan kadar debu inhalabel lingkungan kerja dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan, dan adakah hubungan antara variabel pengganggu dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan di bagian produksi Indarung V PT Semen Padang. Ruang Lingkup penelitian ini adalah pajanan debu inhalabel dan timbulnya gejala penyakit saluran pemafasan pekerja di bagian produksi Indarung V PT Semen Padang.
Rancangan Penelitian ini adalah observasional dan dilaksanakan secara cross sectional dan bersifat kuantitatif Lokasi Penelitian di bagian Produksi Indarung V PT. Semen Padang. Kadar debu inhalabel lingkungan kerja yang diambil sebanyak 40 sampel, diukur dengan Personal Dust Sampler, sedangkan besarnya sampel tenaga kerja sebanyak 40 orang. Kadar debu inhalabel lingkungan kerja dalam rentang minimum 1,88 mg/m3, maximum 10,46 mg/m3, rata-rata 4,25 mg/m3, standar deviasi 2,65 mg/m3. Pekerja yang terpajan melebihi nilai ambang batas sebanyak 12.5 %. Timbulnya gejala penyakit saluran pemafasan 32,5 %. Pekerja dengan gejala penyakit saluran pernafasan sebagian besar adalah pada kelompok umur < 30 tahun, pendidikan tamat SD, IMT kurang, masa kerja 10-20 tahun, tidak ikut latihan K3, kebiasaan tidak memakai alat pelindung diri, kebiasaan merokok dengan jenis rokok campuran (kretek dan Putih). Hubungan kadar debu inhalabel menunjukkan ada hubungan dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan. Karakteristik yang berhubungan dengan timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan adalah umur, pendidikan, IMT, masa kerja, pelatihan K3, pemakaian alat pelindung diri, dan yang tidak berhubungan tempat kerja dan kebiasaan merokok.
Hasil uji multivariat dengan regresi logistik ditemukan bahwa variabel NAB, APD dan kebiasaan merokok yang berpeluang. untuk timbulnya gejala penyakit saluran pernafasan. Sedangkan yang berikteraksi adalah variabel NAB dan penggunaan APD. Model Persamaan Regresi Logistik Logit p(x) = - 16.497 - 0.647 * Kelompok Umur - 2.423 * Pendidikan - 2.674 * Status Gizi + 3.261 * Masa Kerja - 1946 * Latihan K3 + 5.117 * Nilai Ambang Batas + 4.859 * Pemakaian APD + 6.755 * Kebiasaan Merokok + 3.462 * APD * NAB.
Rekomendasi yang diusulkan pada rekruitment pekerja di bagian produksi minimal berpendidikan SLTA, melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan berkala. Pengenalan lapangan melalui observasi lapangan, latihan-latihan, baik latihan K3 ataupun latihan proses produksi. Perlu ditingkatkan pemantauan, penegakan peraturaan dalam penggunaan APD seperti masker. Pemantauan, pengendalian dan pemeliharaan Electrostatic Precipitator dan Wet Scrubber secara teratur dan berkesinambungan. Sesuai dengan kebijakan direksi, maka perlu dilakukan koordinasi antara K2LH, Rumah Sakit dengan atasan pekerja langsung harus dijalin untuk pembinaan pekerja dalam penggunaan APD.

Dust Related Respiratory Symptoms of Workers Employed at PT. Semen Padang Cement suspended particuled dust with size of 0,1 to 10 µm will affects workers' exposed for health of, exposed for a long period of time, will develope respiratory tracts system. Scope of this research is to identify a relationship between workers exposed and symptoms of respiratory.
Design of research was observasional and application of Cross sectional study and quantitative technical analysis. The location of this was in the production section of Indarung V PT. Semen Padang with sample size of 40 samples and using Personal Dust Sampler. The consentration of inhalabel dust was ranging from minimum 2,60 mg/m3, to a maximum of 10,46 mg/m3, mean was 5,44 mg/m3, standard deviation 2,24 mg/m3. Result of this research were 12,5 % of the sample exposed more has the threshold limit value. The symptom of respiratory tract were 32,5 % among worker employed of less than are 30 years, senior high school level, normal body mass index and 10-20 years length of services, smoking and not using personal protective equipment. The relationship between the concentration of inhalabel dust and the development of symptoms seems to be attributed by age, education, body mass index, length of services, occupational health and safety training, personal protective equipment, but there is no related with work place and smoking habits.
The result of multivariat analysis with Logistic regression showed that three variables such as threshold limit value, personal protective equipment and smoking habits have the probability of induced respiratory tract symptom. Two variables threshold Iimit value and personal protective equipment was more interacts each other in related to the development respiratory tract symptom. Logistic regression model is Logit p(x) = - 16.497 - 0.647 * age group - 2.423 * education - 2.674 * Body Mass Index + 3.261 * length of services - 3.946 * training on safety and health + 5.117 * threshold limit value + 4.859 * using protective devices + 6.755 * smoking habits + 3.462 * threshold limit value * using protective devices.
This research suggested that for new employees in the production section of PT Semen Padang should have minimum senior high school, preemployment and periodical medical examination, occupational health and safety training, production processes training, enforcement of personal protective equipment Control tecimologi by using Electrostatic Precipitator and Wet Scrubber to monitor dust emmission and maintenance of its. The clear management policies accountability related to the Occupational safety health and environment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T8276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusdani
"ABSTRAK
Bahaya kebisingan di lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja pada pekerja. PT. Bredero Shaw Indonesia pada seluruh area proses produksinya mempunyai intensitas bising lebih dari 85 dB yang diperkirakan akan memberikan dampak kesehatan akibat pajanan bising pada pekerja. Penelitian ini berjudul "Analisis Penurunan Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Yang Terpajan Kebisingan Di PT. Bredero Shaw Indonesia Tahun 2012

ABSTRACT
Noise hazard in the occupational environment is one of the factors which could cause health problems and occupational disease among the workers. All production areas of PT. Bredero Shaw Indonesia have noise intensity more than 85 dBA which could give health impact as the result of noise exposure to the workers. This study examine the Analysis of Hearing Loss Among Workers Exposed To Noise At PT. Bredero Shaw Indonesia in the year 2012"
Universitas Indonesia, 2013
T32791
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diina Maulina
"Tesis ini membahas masalah keluhan yang sering dirasakan pekerja dibeberapa bagian tubuhnya seperti leher, tulang punggung dan bahu pada pekerja pemasangan baut di Factory Assembly PT. GIKEN Precision Indonesia, dimana pada saat melakukan aktivitas pekerjaannya dominan dalam keadaan berdiri lama, melakukan gerakan berulang dan postur janggal, sedangkan selama perusahaan ini berdiri belum pernah melakukan analisis risiko ergonomi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui analisis postur kerja dan gambaran keluhan yang mengarah pada MSDs pada pekerja pemasangan baut di Factory Assembly PT.GIKEN Precision Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dan REBA.
Hasil penelitian menyarankan memberikan pemahaman melalui pelatihan kerja atau training tentang risiko ergonomi di tempat kerja dan tata-tata cara bekerja yang sesuai dengan prinsip ergonomi, Pekerja sebaiknya melakukan istirahat selama beberapa menit disaat sudah mulai merasakan kelelahan atau stress otot tubuh. Menyediakan bangku yang nyaman dan memadai di sekitar area kerja sehingga ketika pekerja merasa lelah setelah bekerja dengan postur berdiri dalam waktu yang cukup lama, mereka dapat duduk sejenak dan melemaskan otot.

This thesis discusses issues that are often perceived grievances of workers in some parts of the body such as the neck, spine and shoulder Screw on installation worker at Factory Assembly PT. GIKEN Precision Indonesia, at which time the dominant work activity in a state of long standing, perform repetitive movements and awkward postures, whereas during the company's standing has never made ergonomic risk analysis.
The purpose of this study to determine the working posture analysis and description of complaints that lead to MSDs in workers at Factory mounting Screw Precision Assembly PT.GIKEN Indonesia. The study design is cross-sectional and REBA.
The results suggest giving understanding through job training or training about the risks of ergonomics in the workplace and governance procedures to work in accordance with ergonomic principles, workers should have a break for a few minutes when already feeling tired or stressed muscles of the body. Providing a comfortable and adequate bench around the work area so that when workers feel tired after working with the standing posture in a long time, they can sit for a moment to relax the muscles.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T32655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krismadies
"Gangguan pendengaran karena bising merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang sering ditemui pada perusahaan manufaktur. Hazard yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran meliputi bising, zat kimia dan getaran. Ruang lingkup penelitian tesis ini adalah melihat dampak pajanan bising terhadap fungsi pendengaran pekerja yang terpajan bising diatas 82 dBA. Jenis penelitian adalah cross sectional study yang meneliti hubungan faktor independen berupa dosisi pajanan dalam perhitungan leq, umur dan masa kerja serta faktor penggangu berupa pemakaian alat pelindung diri serta kebiasaan dengan fungsi pendengaran pekerja. Dari survei tingkat bising ditemukan departemen PVC, CDM, CDS dan CDB mempunyai tingkat kebisingan diatas nilai ambang batas yang diperbolehkan.
Hasil pemeriksaan audiometri ditemukan dua orang responden yang mengalami gangguan pendengaran. Responden yang mengalami gangguan pendengaran satu orang berumur diatas 40 tahun, bekerja pada ruangan PVC dimana merupakan tingkat pajanan bising tertinggi di pabrik ini dan sudah bekerja selama lebih dari 5 tahun. Responden yang mengalami gangguan pendengaran lainnya merupakan pekerja yang berumur dibawah 40 tahun dan sudah bekerja selama lebih dari 5 tahun. Dari hasil analisis statistik tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara Leq pajanan bising, faktor masa kerja, pemakaian alat pelindung diri dan kebiasaan merokok dengan gangguan pendengaran. Ditemukan hubungan yang signifikan antara umur dan gangguan pendengaran dengan OD ratio 7.99.

Noise induced hearing loss is one of the occupational diseases are often found in manufacturing companies. Hazard that can cause hearing loss include noise, chemicals and vibration. The scope of this thesis research on the impact of noise exposure on hearing function of workers exposed to noise above 82 dBA. This type of research is a cross-sectional study examining the relationship be an independent factor in the noise dose exposure (leq), age and working period and disturbance factors such as the use of personal protective equipment, smoking with hearing function. From the survey found noise levels PVC department, CDM, CDS and CDB have noise levels above the permitted threshold value.
Audiometric examination found two participant who suffered from hearing loss. Respondents who suffered from hearing loss a person aged over 40 years, working on PVC indoor noise exposure level which is the highest in the plant and it has been working for more than 5 years. Other participant who suffered from hearing loss is under the age of 40 years and has been working for more than 5 years. From the analysis found no statistically significant relationship between Leq noise exposure, working period, the use of personal protective equipment and smoking with hearing loss. Found a significant relationship between age and hearing loss with OD ratio 7.99.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T32981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delvi Yolanda
"Para pekerja konstruksi seringkali dihadapkan pada kondisi terpapar faktor risiko terjadinya gangguan otot rangka. Smallwood (2002} mernbuat skor dan me­rangking 23 kegiatan kontruksi di Afrika Selatan pada tabun 1996 - 2001 menempatkan pekerjaan pengecoran dalam 3 teratas pekerjaan yang paling beresiko terhadap terjadinya gangguan otot rangka. Pekerjaan pengecoran sarat dengan task task menggunakan tenaga manual, merupakan suatu slklus yang berufang-ulandan bersifat kontinu dimana pekerjaan tidak. boleh terhenti sebelum seluruh area yang direncanakan selesai dicor (durasi yang lama). Kondisi tersebut sangat berpeiuang dalam mengembangkan risiko-risiko terjadinya gangguan terhadap sistem otot dan rangka. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisis faktor risiko tenuama terhadap risiko pada otot dan rangka pada pekerjaan pengecoran agar dapat ditetapka.n program pengendalian risiko yang tepat untuk menghilangkan atau meminimalisasi risiko tersebut.
Metode penelitfan ini adalah kualitatif dengan desain deskriptif. dimana peneliti mengumpulkan data dengan melakukan observasi langsung di Japangan dengan mengamati setiap task pada kegiatan pengecoran. Data observasi juga didukung dengan pengambilan foto dan video. Ada 8 (de!apan) task daJam pekerjaan pengecoran yang menjadi diobservasi oleh peneliti, yaitu uji slump, menyambung pipa pompa, menuangkan belon, memadatkan beton dengan sistem vibrasi, menyebarkan beron. meratakan pennukaan beton, merapikan permukaan beton, dan menggarisi permukaan beton. Hasil penelitan memperlihatkan adanya beberapa faktor risiko yang terjadi pada pekerjaan pegecoran,yaitu postur janggai (5 tasks}, gerakan repetitive (6 tasks)pengerahan tenaga beriebihan (2 tasks), getaran (I rask) dan contact stress (1 task). Dad faktor risik.o tersebut,. rask yang diketabui beresiko dapat menyebabkan gangguan otot nmgka adalah task menyambung pipa pampa, menuangkan beton, memadatkan beton dengan sistem vibrasi, menyebarkan beton, dan merapikan pennukaan beton, Sedangkan task uji slump, meratakan permukaan beton dan menggatisi permukaan beton tidak beresiko menyebabkao gangguan otot rangka karena durasinya yang pendek.

Construction worker are mostly exposed with the risk factors of musculoskeletal disorders, Smallwood (2002) had scored and ranked the 23 of the construction-s jobs fn South Africa within 1996- 2001, and placed !he concreting task as the top three of the riskies task for developing musculoskeletal disorders. The nature of concreting works (if still doing the manual task, as the repetitive circle of work, and fasting continuously, where the work cannot be stopped before finished all of the planned area (long duration). These conditions lead the jobs in increasing the risk for developing musculoskeletal disorders. So that, is necessary to analyze the ergonomic's risk factors particulary in musculoskeletal disorders risk in concreting jobs, as the point in developing the required control programs to eliminate or minimize those risks.
This research is a descriptive research design with the qualitative method, in which the researcher conducted the direct observation at the field by observed each concreting ask. This observation was also supported with photos and video. Eight tasks in concreting had been observed by researcher, those are: slump Jest, joining the pump's pipes, concrete pouring, vibrating, concrete spreading, concrete leveling, concrete finishing, and concrete lining. The result shown some rikk foctars founded in concreting jobs, those are: aukward postures (5 tasks). repetitive movement (6 tasks), overexertion (2 Jasks), vibrating (I task), dan contact stress (I task). From the risk factors, it is founded that the 1ask.s in which increasing the risk of musculoskeletal disorders are: joining are pump's pipes, concrete pouring, vibrating, concrete spreading. and concrete finishing. While, the slump test, concrete leveling, and concrete lining were not increasing the risk of musculoskeletal disoreders because of ifs short duration."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T21064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananta Rina
"ABSTRAK
Berdasarkan Laporan Tahunan 2001-2004 d an Laporan Tahunan 2005
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Kejadian Luar Biasa
(KLB) keracunan pangan yang disebabkan oleh pangan jasa boga sebesar
31%. Dari kasus-kasus keracunan tersebut, terbukti masalah mutu dan
keamanan pangan pada perusahaan jasa boga menjadi semakin penting dan
perlu mendapat perhatian khusus dalam pengawasan dan pengendaliannya.
Apalagi akhir-akhir ini tuntutan akan jaminan terhadap mutu dan keamanan
pangan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
tentang pentingnya mutu dan keamanan pangan yang di konsumsinya.
Pengawasan dan pengendalian mutu pangan yang mengandalkan pada
uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri
pangan dan tidak dapat menjamin keamanan makanan yang beredar di pasaran
dan yang dikonsumsi oleh para pengguna jasa boga. Oleh karena itu perlu
dikembangkan suatu sistim jaminan keamanan pangan yang Iebih menitfk
beratkan pada tindakan pencegahan efektif untuk menjamin keamanan pangan . Dari pemikiran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam industri
pangan selain menghasilkan produk pangan yang aman dikonsumsi sangat
diperlukan juga produk yang bermutu dan mempunyai nilai jual yang dapat
memenuhi keinginan konsumen dengan tujuan mencapai kepuasan
konsumenlpelanggan tsb. Untuk mencapai 2 aspek tersebut, diperlukan suatu
sistem yang terintegrasi atau terpadu yang dapat diterapkan dalam suatu
perusahaan jasa boga berdasarkan standar lnternasional yaitu Sistem
Manajemen Mutu dan Sistem Keamanan Pangan _
Dengan mengacu pada metodologi yang dikenal dalam sistem
manajemen yaitu P DCA ( Plan- Do- Check- Action), penerapan Sistem
Manajemen Mutu ( ISO 9001) dan Sistem Keamanan Pangan ( HACCP dan ISO
22000) secara teoritis dapat dilaksanakan secara terpadu dalam suatu sistem
manajemen yang terpadu, dimana unsur-unsur aspek pengendalian bahaya
potensial dan parameter kritis dari aktifitas penyediaan rantai makanan ( food
chain ), kesesuaian produk dan jasa dapat terintegrasi kedalam kegiatan
operasional suatu perusahan jasa boga. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut
dapat disusun suatu model Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan
terpadu ( terintegrasi ) pada kegiatan penyediaan makanan di suatu perusahaan
Jas Boga ( Catering ).
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang penulis Iakukan di
perusahaan Jasa Boga PT. XYZ dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem
Manajemen Mutu pada perusahaan jasa boga PT. XYZ telah diterapkan dalam
proses penerimaan bahan baku, penyimpanan, produksi dan pelayanan..
Sistem Manajemen Keamanan Pangan terutama penetapan dan
pelaksanaan Hazard Analysis Critical Control Point pada proses penerimaan
bahan baku, penyimpanan, produksi dan pelayanan belum sepenuhnya
diterapkan sesuai dengan standar HACCP dan ISO 22000.
Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan ( SMZKP) dapat
diterapkan dengan efektif dan terpadu karena proses pengendalian yang
dilakukan dapat sejalan melalui standar yang dapat diterima (acceptable) ,
dapat diterapkan (applicable) dan disesuaikan pada kondisi, kebutuhan dan bisnis proses PT. XYZ ( tailor made), pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
mengacu kepada model SMZKP yang telah dijelaskan pada bagian hasil
penulisan tesis ini.

ABSTRACT
According to Food and Drugs Control Agency Republic of indonesia
(BPOM) yearly report in 2001 - 2004 and 2005, food poisoning cases which are
caused by catering services company is 31%. From these cases , it?s proof that
the quality and food safety problems in catering company became more
important and need more special attention in its controlling and monitoring.
Nowadays, demanding of quality and food safety assurance more
increase along with improvement of people awareness about quality and safety
of food that they consumed.
Monitoring and Controlling of food quality which rely on the end product
testing, could not be balanced out of p rogress in food industry and could not
guarantee safety of food which has been circulated in market and has been
consumed by people. For that purpose, need to be developed a system for food
safety assurance which is focused on effective preventive action to assure the
safety of food.
In food industry, the most important things is how to produce food which
is safe to eat and have a good quality to fultill the customer needs and customer satisfactions. To comply these 2 aspect, we need an integrated system which is
acceptable and applicable in catering company based on international Standard
, Quality Management System ISO 90001:2000 and Food Safety Management
System ISO 22000:2005 and HACCP.
In line with methodology of management system PDCA ( Plan -Do -
Check - Action ), implementation of Quality Management System ISO
9001 :2000 and Food Safety Management System ISO 22000:2005 and HACCP
theoretically can implement integrated in a management system, where all
aspect to control the potential hazard and critical parameter from all activities in
food chain , conformity product and sen/ice may integrate in business process of
catering company. Based on these principles, we can compile a model of
Integrated Quality Management System and Food Safety System for food chain
activities in catering company.
Result of this research in catering company PT. XYZ, the Quality and
Food Safety Management System has been implemented but not integrated as
good as integrated Quality and Food Safety Management System in receiving ,
storing, production and serving activities. Food Safety Management System
implementation in PT. XYZ , especially Hazard Analysis Critical Control Point in
receiving, storing, production and serving process is not full compliance to
HACCP and ISO 22000 standard.
Quality and food safety management system can implemented effectively
and integrated because the process control in line with standards which are
acceptable and applicable to condition and needs of PT. XYZ business process
( tailor made), refer to this Integrated Quality and Food Safety Management
System Model.

"
2007
T34545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>